Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Bapak Tua Itu Menangis Saat Tausyiah Shubuh.

Posted by agorsiloku pada Februari 25, 2007

Dalam satu dan beberapa tausyiah pagi, usai sholat shubuh di mesjid dekat rumahku, Pak Is, sebut saja begitu menyampaikan kearifan Pemerintah dalam memberantas kemiskinan.  Khususnya, Pemerintah DKI Jakarta ketika menyelesaikan masalah yang berkenaan dengan pengusiran kaum “hina dina“.  Yaitu mereka yang karena ketidakmampuan absolut, hanya mampu berdagang di emperan toko, sampai di pasar-pasar.  Pak Is, yang usianya sudah lewat 13 tahun dari usia wafatnya nabi itu kadang tersedak, nyaris menangis bila menjelaskan bagaimana galak dan kejamnya tindakan tramtib (keamanan dan ketertiban) ketika merusak, menghancurkan barang-barang dagangan milik wong cilik.  Melihat bagaimana ibu-ibu dan anak yang baru pulang dari sekolah mendapati barang dagangannya hancur, ibunya nyaris pingsan, selonjoran di tepi jalan, dengan sedikit sisa barang yang berhasil diselamatkan dari terkaman kekejaman kehidupan Jakarta.  Yang pernah saya lihat kurang lebih sama, di shoot teve, bajunya kotor, ditarik secara kasar dan digotong petugas tramtib.  Air mata ibu itu meleleh, anaknya yang baru pulang sekolah menatap ibunya, tanpa mengerti dosa pembangunan apa yang harus dijalaninya dalam meniti masa depan kehidupannya.

Pak Is seperti tak pernah bisa mengerti mengapa kekejaman itu terus terjadi, seperti tidak ada cara lain untuk memperbaiki taraf kehidupan masyarakat papan bawah.  Suaranya terasa kering, mengalir tersendat-sendat masuk ke telinga pendengarnya yang jumlahnya sejumlah jari sebelah tangan saja.  Angin yang berhembus pelan, menelisik pintu masjid, begitu lembut seolah malu berlalu di depan lelaki tua yang menangisi kekejaman tramtib Jakarta.

Pendengar tausyiah pagi itu tertunduk, ketika beberapa kejap kemudian Pak Is menceritakan apa yang dilakukan khalifah terhadap rakyatnya di masa lalu.  Tak begitu jelas apa yang dilakukan khalifah, karena ingatan saya memotret wajah Gubernur DKI saat lalu.  Terbayang wajah Ali Sadikin, kemudian berlalu dalam kepala ini wajah Gubernur yang mulia dan terhormat Bapak Sutiyoso.  Terbayang di kepala ini lintasan banjir Jakarta, derita akibat ulah Lapindo di Sidoarjo, kematian karena tertimbun sampah karena manusia Indonesia, di negeri gemah ripah loh jinawi itu, kematian tiba karena kaum hina dan papa itu berebut mengorek sampah tanpa bisa perduli lagi hari esok dan keselamatan hidupnya.

Kulepaskan pandangan ke luar pintu mesjid yang terbuka lebar, matahari menjelang pagi.  Kami bersalaman untuk berpisah, dan bertemu kembali untuk tausyiah pagi seperti hari-hari sebelumnya, seperti minggu-minggu sebelumnya.  Saya masih merasakan sampai perjalanan menuju kantor.  Gema suara Pak Is dan kepedihan melihat saudara-saudara sebangsa yang dianiaya itu mengisi relung kalbu kami pada hari itu.

Sungguh, alangkah zalimnya Pemerintah.  Dunia ini diselamatkan oleh ribuan Pak Is, yang dengan tawadu di usia melewati senja menangisi kejamnya kehidupan.  Rasanya, Pemerintah kita lebih suka memberantas orang miskin dari pada memberdayakan orang miskin.  Jelas dia tidak miskin, baik rumah dan keluarganya juga.  Tinggal di rumah yang lengkap segala fasilitasnya.  Namun, saya tahu betapa kepedihan melihat Indonesia dalam kacamatanya.  Saya beruntung, bisa mendengar petuahnya.  Kalau saya jadi pemimpin, mudah-mudahan bisa keras melawan kezaliman, dan lembut kepada yang tak berpunya.  Semoga Allah memberikan hati kepada para pemimpin yang lupa dari air apa mereka berasal…..

12 Tanggapan to “Bapak Tua Itu Menangis Saat Tausyiah Shubuh.”

  1. Iya Pak, saya juga ikut berdoa. Semoga Pak Is-Pak Is lainnya tetap ada. Dan tetap berdoa semoga yang memposting doa kebaikan macam begini tetap ada.

    Aminnn.

    @
    Salam kembali, semoga do’a Pak Is dan Is-Is lain dan yang ikut prihatin dan semoga di masa yang dekat kita mendapatkan pemimpin yang sayang kepada rakyatnya…. Amin.

    Suka

  2. Evy said

    Astaghfirullah, ga bisa mengusir begitu saja, kalau mau menertibkan harus ada jalan keluar, transmigasi sudah tidak ada lagi, bagaimana ini emangnya kucing, Ya Allah bantulah para pemimpin bangsa mencari jalan keluar yang bijaksana, Amin..

    @
    Amin, amin… amin.

    Suka

  3. erander said

    Saya senang dengan istilah mas Agor, “Rasanya, Pemerintah kita lebih suka memberantas orang miskin dari pada memberdayakan orang miskin” .. memang seharusnya memberdayakan. Karena tidak ada satu manusiapun ingin jadi miskin. Yang ada adalah apakah setiap orang memiliki kesempatan yang sama. Kesempatan mendapatkan pendidikan, kesempatan mendapatkan akses pekerjaan, kesempatan mendapatkan kesehatan dlsbnya.

    @
    Mereka menjadi miskin, alangkah indahnya jika ini jadi ladang amal, bukan ladang kenestapaan atas nama pembangunan. Saya pernah bekerja di ladang pembebasan tanah, dan kemudian ini mengukir sangat dalam perjalanan hidup kemudian. Saya masih ingat ketika mereka (pemilik tanah adat bertanya : saya ingin mewakafkan tanah ini untuk masjid). Padahal saya datang untuk ikut mengukur dan membebaskan tanah mereka. Saya tidak bisa menjawab, kecuali diam dalam kebahasaan nista dalam melakukan pilihan atas kezaliman dalam lingkaran besar, dimana saya menjadi sekrup kecil tak berarti (dan sampai kini)….

    Suka

  4. […] Pak Tua Yang Menangis saat tausyiah lalu, kembali mengurut dada atas kematian seorang siswa IPDN akibat kekerasan.  “Itu sekolah layak dibubarkan”, kalau calon pengurus negara seperti itu dan ditimpali imam masjid yang katanya sudah 34 yang meninggal akibat kekerasan sejak didirikannya, maka bisalah kita mengerti juga bahwa mereka-mereka itu, lulusan stpdn di Pemerintahan juga berkontribusi pada “kebrengsekan” Pemerintah kini.   Tentu jangan digeneralisir, tapi bisa saya bayangkan bahwa mutu dan mental mereka jelas tidak memenuhi kriteria priyayi.  Tidak memenuhi spirit bangsa untuk membangun. […]

    Suka

    • isra said

      iya. Tapi kita mesti maklum, mereka itu sudah borju sejak awal pendidikannya. Mereka merasa berasal dari keluarga orang terpandang. Beda banget sama orang proletar yang biasa mengalami penderitaan pahitnya hidup. Bagi mereka, menyiksa teman bahkan sampai meninggal itu biasa. Lain bagi kita, jangankan membunuh teman, menyinggung perasaan teman saja sudah menyesal alang kepalang.

      Suka

  5. Pemerintah sebenarnya adalah ‘sesuatu’ yang ada dengan tujuan menjaga rakyatnya, memelihara, memenuhi kebutuhan mereka.

    Sayang, pemerintah kita lupa itu..

    @
    Pemerintah yang zalim, rakyat yang zalim mendapatkan pemimpin yang juga zalim.

    Suka

  6. […] arti hukum di Indonesia ini?.  Ini tanda-tanda “kiamat sudah semakin dekat”.  Waktu beliau menangis karena kasarnya tramtib ibu kota mengusir kaum pedagang papa, juga menunjukkan kemarahan dan kekecewaan ketika tokoh itu […]

    Suka

  7. hambaNya y dhoif said

    Bisa jadi yang terjadi saat ini adalah peringatan bagi kita untuk lebih ‘peka’ terhadap kondisi orang lain…mungkin pemerintah bertanggung jawab thdp kondisi sekarang…tapi kita (rakyat) lebih bertanggung jawab thdp kondisi saudara kita yang lain..bukankah orang lain punya hak atas diri kita..smg perasaan yg dialami p’is dirasakan oleh orang lain

    @
    Kita?… rakyat?, bertanggung jawab?… ya… betul… pada radius tertentu kita tidak boleh biarkan kelaparan di sekitar kita dan tetangga hanya mencium baru bakaran sate kita sedang mereka bingung hari ini makan apa?. Tanggung jawab keseluruhan dan kesejahteraan, menurut agor sih… pemimpinlah yang bertanggung jawab. Kata : ini tanggung jawab masyarakat bukanlah excuse bagi pemimpin (baca birokrat, kaum borjuis, kepala negara sampai kepala rukun tetangga, dan juga diri kita sendiri) untuk soal kepekaan sosial dan ketidakpedulian sosial. Pemerintah sangat dan harus lebih bertanggung jawab karena kepala adalah yang menggerakkan semua komponen masyarakat untuk mencapai harapannya…..

    Suka

  8. fathillah ahmad said

    hidup itu pilihan,,,
    makanya jangan pernah memilih untuk menjadi orang yang di rendahkan,,,,
    klo semua masyarakat mempunya mindside seperti itu,,,tidak ada lagi orang miskin yang di grebek kamtrib..

    Suka

  9. sayyid said

    Assalamualaikum wr.wb,
    mas agor,
    iya, dari air yg sangat hina lalu menyombongkan diri dan sedikit sekali bersyukur atas nikmat-nikmat yg Allah S.W.T berikan.
    Beramal lah mengingat siksa Allah yg sangat keras, tidak akan sanggup mengatasinya dan menjadi penyesalan untuk selama-lamanya.

    selamat berpuasa mas Agor.
    wassalam,

    sayyid.

    Suka

Tinggalkan komentar