Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Adakah Hikmah Berpuasa !?.

Posted by agorsiloku pada Agustus 21, 2008

Tak lama lagi, bulan yang lebih mulia dari seribu bulan akan tiba.  Alhamdulillah, kita semua merindukan kehadirannya.  Puasa adalah ritual ibadah yang sudah diwajibkan Allah kepada manusia sebelum generasi Nabi Muhammad SAW.  Sebagai ritual, Allah yang menetapkan pahalanya.  Sebagai kewajiban orang beriman agar bertakwa.  Sebagaian lain ada yang berpuasa mengikuti kaidah senin-kamis atau bahkan mengikuti puasa Nabi Daud, selang-seling sehari puasa sehari berbuka, sebagian lain mengikuti bulan-bulan berpuasa, dan sebagian lain ya… begitulah.

Bagaimana ya, baiknya kita menyikapi “puasa”?, bagaimana menyikapi yang tidak berpuasa?.  Jadi ingat catatan setahun lalu :

Begitu sering kita berpikir bahwa puasa juga melemahkan kemampuan dan produktivitas bekerja.  Badan menjadi lebih lelah dan tentu saja haus.  Kemampuan kerja yang biasanya lebih oke, menurun cukup drastis sehingga menurunkan kemampuan untuk bekerja.  Biasa makan 3 kali sehari ditambah minimum 3-5 gelas atau liter air dikurangi drastis.

Namun, benarkah demikian?.

Benarkah manusia harus makan 3 kali sehari dan cukup gizi ataukah manusia atau mahluk hidup lainnya dibekali kekuatan untuk beradaptasi.  Menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi?.  Apakah kita cukup kuat dan sigap untuk sedikit tidur dan sedikit makan?. (Apalagi dengan perut yang kian menggelembung?   😀  )

  1. Apakah pohon di padang pasir lebih lemah dibandingkan dengan pohon di tanah subur?.
  2. Apakah kambing kurus lebih lemah berlari dibanding dengan kambing gemuk dan kekenyangan?.
  3. Apakah manusia yang sedikit makan lebih lemah dibanding yang cukup makan?.

Adakah ramadhan kali ini, seperti tahun lalu pula.  Kalau agama menyuruh kita berpuasa agar bertakwa, maka sebagai bukti takwa kita maka kita akan melarang orang yang makan di sembarang tempat agar dunia tahu bahwa ummat Islam yang sedang berpuasa wajib dihormati, bahkan ditakuti?.

Apakah bulan puasa yang sebentar lagi tiba dan menyuruh kita untuk bertakwa maka sebagai bukti takwa maka kita akan meramaikan mesjid dan diakhiri dengan sibuk habis-habisan untuk berpesta lebaran.

Dan juga kita perlu(kah) bertanya kembali?

Apakah lebaran akan kita rayakan bersama lagi, ataukah kita akan berbeda lagi.  Apakah perbedaan itu menjadi cermin dari ketakwaan kita atau kita akan katakan perbedaan itu rahmat dan selalu wajib kita syukuri.  Manakah yang lebih besar manfaatnya, bersama atau berbeda, apalagi jika perbedaan dalam lingkungan terdekat. Ini memang pekerjaan para ahli, jelas ada tinjauan kritis atas perbedaan.

Namun, apapun juga, kami tetap rindu kehadiran Ramadhan….

(dan tentu saja terbersit harapan ada uang saku lebaran/gaji ketiga belas … 😀 ) – duh, belum apa-apa sudah minta pahala dunia, duh kacian deh yang tidak punya gaji ketiga belas (dan Allah maha adil mengatur urusan manusia yang insya Allah mendapatkan pula kebahagiaan menjalankan ritual ini).

Untuk seluruh rekan yang selalu berbagi dan kesudiannya berkunjung baik tercatat maupun tidak.

agor haturkan salam dan semoga kita bersama dapat melaksanakan ibadah shaum yang akan datang dalam segala karunia dan rahmatNya yang tersebar di segala ufuk.  Semoga Allah memudahkan urusan kita dan memudahkan jalan untuk datang kepadaNya, dengan segala khawatir, takut, dan rindu.  Semoga menjelang ramadhan dan pada ramadhan kemudian satu syawal dan selanjutnya adalah hari-hari kemenangan yang kita rindukan. Amin.

27 Tanggapan to “Adakah Hikmah Berpuasa !?.”

  1. yureka said

    pas….
    “perbedaan adalah rahmat” ??
    termasuk perbedaan menentukan 1 ramadhan, 1 syawal (tidak untuk idul adha, sayang kalau harus beda, khan bagi2 daging ?)

    @
    Kadang terpikir “perbedaan adalah rahmat” dimutilasi kebiri untuk membenarkan ketidakkompakkan menetapkan satu syawal…

    Suka

    • Anonim said

      dalam hadist tidak ada yang namanya perbedaan rahmat….
      banyak gara gara peerbedaan manusia bermusuhan…contoh nya pada saat penentuan hari raya dan penentuan penentuan awal dari ramadhan…
      jadi hendaknya umat islam bersatu untuk memantapkan kematangan dalam menentukan ramadhan. karena sangat disayang masyarakat non-islam sangat senang dengan orang islam yang selalu tidak satu pakat alias tidak bermusyawarah. Padahal musyawarah sangat dianjurkan dalam islam apabila ada perbedaan pendapat di antara umat islam itu sendiri. oleh karenanya kita sekarang orang islam harus satu tujuan dalam menentukan awal ramadhan jangan sampai kita bercerai berai..
      jangan gara gara satu masalah rusak semua orang islam oleh karenanya mari…….mari…mari…

      Suka

  2. yureka said

    pada tanggal 17 agustus 2008 Prof.Dr. Kesohor Silatku MA,MSc,MPd memberikan kajian yang sangat HEBAT, materinya HEBAT, situasinya HEBAT. serba HEBAT.
    pada tahun berikutnya pada tanggal dan bulan yang sama semua yg hadir dan seluruh anak cucu, mereka peringati sebagai malam yang HEBAT.

    pertanyaan : siapa yang HEBAT ?? mas profesor atau agustusnya ?

    @
    Duh.. maaf deh, saya kurang paham pertanyaan dan maksudnya lho. Katanya yang hebat kajiannya, materinya, situasinya dan diperingati sebagai malam yang hebat.
    Kan yang hebat kajiannya sangat hebat (maksudnya orangnya ?), materinya, dan situasinya.

    Jadi, mas profesor dan agustusnya seeh tidak hebat 😦

    Suka

  3. yureka said

    mas agorsiloku….n all

    surat 2 ayat 187

    “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.

    seperti kita ketahui bahwa ayat itu adalah “sahih” dari Allah yang pernah disampaikan oleh lisan Muhamad.

    pertanyaan :
    bahwa ayat diatas begitu gamblang menerangkan iktikaf pada bulan ramadhan harus dilaksanakan pada SIANG hari. Mengapa informasi yang sampai sekarang justru berbeda ???

    @
    Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.

    Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu.

    Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.

    Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid.

    Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.

    Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
    Mas Yureka, karena saya sama sekali bukan ahli tafsir, maka saya juga bingung deh.
    Maksud Mas apa gitu. Yang saya pahami, tidak ada keharusan itikaf dalam mesjid, namun suatu informasi sekaligus larangan, jika sedang dalam mesjid, ya jangan campuri isteri.
    Namun, dalam alur, memang jelas dalam mesjid itu di bulan ramadhan, siang hari dalam mesjid adalah itikaf yang menyempurnakan puasa.

    Namun, kalau kita lihat ayat pertama yang membolehkan mencampuri di kala malam hari dan membolehkan makan minum, lalu larangan mencampuri saat beritikaf dalam mesjid, maka memahaminya sebagai jangan mencampuri di malam hari ketika sedang beritikaf di mesjid, maka jelas juga bahwa itikaf itu dilakukan malam hari.

    Jadi, itikaf itu kan dipahami sebagai menahan diri dalam menetapi sesuatu. Bisa dalam mesjid, bisa juga di luar mesjid. Makanya ayat itu menyebut itikaf dalam mesjid menjadi sesuatu proses meraih takwa yang lebih afdol.

    Namun, kita sudah terbiasa pada definisi khusus itikaf di mesjid dan itu di malam hari. Menurut agor sih oke-oke saja tuh.
    Wallahu ‘alam.

    Suka

  4. yureka said

    mas agor lagi…:D

    surat 2:185
    …….faman syahida min kumusy syahro…..
    “…..barangsiapa yang membuktikan syahro…….(bukan qomar !!)

    tanya lagi mas :
    – bagaimana mungkin yang sekarang marak justru kita rame2 membuktikan Qomar tiap tahun ??

    Lho yureka ini gimana tho..!! hadisnya khan begitu..!!

    @
    Lha, syahru ramadhan kan kalau melihat hilal. Hilal kan penampakan bulan ketika sudah melewati ufuk (horison pengelihatan). Hilal mewakili sistem informasi masuknya bulan baru (dalam hal ini bulan ramadhan) dan hilal itu juga terjadi setiap bulan….

    Suka

  5. arhiest182 said

    Hai orang2 yang beriman,
    diwajibkan atas kamu berpuasa
    sebagaimana atas orang2 sebelum kamu
    agar kamu bertakwa

    hehehee

    salam kenal

    Orang baru Bos…

    @
    alhamdulillah, terimakasih diingatkan lagi… salam kenal kembali dan trims mau berkunjung….
    Bos..?, siapa yang Bos, Bosnia? 🙂

    Suka

  6. zal said

    ;;aamiin…aamiin Ya Robbul ‘alamiin, semoga puasa kali ini, hamba Engkau luluskan masuk dalam golongan orang yang bertaqwa…, mosok her terus…. 😉

    @
    😀

    Suka

  7. yureka said

    mas agor…
    “Maksud Mas apa gitu. Yang saya pahami, tidak ada keharusan itikaf dalam mesjid, namun suatu informasi sekaligus larangan, JIKA SEDANG DALAM MASJID, YA JANGAN CAMPURI ISTRI”.

    apa mungkin ada perintah se konyol itu mas ??
    – jika sedang dalam masjid, jangan pipis
    – jika sedang dalam masjid, jangan ….(bahkan sekedar gaduh saja tidak boleh lho…!!!)

    @
    Itu batas larangan Allah, namun kalau Mas mau memahami dalam ukuran literal… he…he..he… nyerah deh. Cuma ayat ini ada asal usul yang menjelaskan.
    Namun, lebih penting, kalau menurut Mas pengertian ini konyol… jelaskan menurut pemahaman Mas lho. Agor sendiri nggak sedalam itu memahami literalnya.

    Tapi rasanya kan nggak usah sampai seperti terjadi di pembahasan di masa lalu soal benang tampak dan tidak tampak?. Kalau esensinya terbaca, maka kita juga bisa memahami karakteristik ayat ini….

    Suka

  8. yureka said

    @ agor..
    memang benar yang hebat kajiannya, bukan agustusnya.
    memang benar yang suci Alqurannya, bukan Ramadhannya.

    Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam MASJID.

    Bila mas agor adalah karyawan/sopir di suatu perusahaan dengan 2 mobil ( Espass dan Camry ). Suatu ketika sang Bos menyuruh anda mengisi bahan bakar : “pak Agor tolong salah satu mobilnya dibelikan pertamax ya…” (sebagai karyawan yg pintar pasti mas agor tahu mana yg harus dipilih khan. Camry

    suatu ketika lagi, “pak agor didisi pertamax lho..!camry..! pasti anda patuh !!

    Allah mengatakan : “……bla..bla…sedang kalian iktikaf di masjid (khan ?)”

    dan kita pura-pura tidak paham dgn apa yg diharapkan Allah ??

    @
    Lha.. sudah dijawab sendiri rupanya 😀

    Suka

  9. yureka said

    @agor….

    Lha, syahru ramadhan kan kalau melihat hilal. Hilal kan penampakan bulan ketika sudah melewati ufuk (horison pengelihatan). Hilal mewakili sistem informasi masuknya bulan baru (dalam hal ini bulan ramadhan) dan hilal itu juga terjadi setiap bulan….

    apakah rotasi dan revolusi bumi tdk matematis ? apakah gerakan bulan mengelilingi bumi tdk matematis ?
    Apakah ahli astronomi tdk bisa menentukan sekian tahun lagi pas tanggal ini bulan itu tahun sekian akan ada peristiwa gerhana bulan atau gerhana matahari dlsb.

    Lalu apakah tidak bisa bahwa menetapkan tanggal 1 ramadhan tahun depan atau sepuluh tahun lagi atau 100 tahun lagi berdasar rotasi dan revolusi bumi serta gerakan bulan jatuh pada waktu yang benar ???

    Itulah yang saya maksud kita membuktikan harus dengan Syahro, bukan melihat hilal.

    Catatan : dengan metode melihat hilal setiap waktu bisakah orang Islam membuat penanggalan 5 tahun ke depan ??

    Jadi kalau mau smart ya kembali ke Quran khan

    @
    Kalau mengikuti perdebatan… eh diskkusi mengenai hal ini. Sebenarnya menurut saya lucu.
    Yang tidak disepakati oleh mereka-mereka itu adalah batas-batas pengelihatan “matematis” dan batas-batas pengelihatan mata.

    Penanggalan tentu saja bisa dibuat sampai ribuan tahun ke depan juga (kalau seluruh faktor yang mempengaruhi diasumsikan juga). Mengapa tidak !, bulan sebagai perhitunganpun sudah sangat akurat tingkat ketelitiannya. Namun, kalau mau melihat dengan mata, ya setiap kejadiannya sajalah. Di Al Qur’an jelas kok mengikuti pengelihatan mata. Kenapa nggak disuruh menghitung?. Ya, bisa jadi besok kiamat !, jadi jangan bikin fatwa ke masa depan.

    Kalau menurut saya sih, yang BUKAN AHLI, itu hanya urusan pa keukeuh-keukeuh saja. Padahal menurut saya simpel saja (kalau memang mau), kalau nggak, ya tidak ada pemenangnya, semua menang dan semua kalah. Yang korban, yang dengar info saja, kapan mulai berpuasa !…..

    Suka

  10. Abudaniel said

    Assalamu’alaikum,
    Memang tidak ada keharusan i’tikaf, tetapi suruhan yang akan diberikan imbalan kalau dikerjakan. Dalam bahasa agama disebut “disunahkan”, karena hal i’tikaf ini pernah dilakukan dan hampir selalu dilakukan oleh Rasulullah SAW. Apakah hukumnya kalau tidak dilakukan?. Ya nggak apa-apa. Tetapi rugi karena tidak memperoleh nilai tambah.
    Kalau kita analogikan kekehidupan sehari-hari, puasa adalah tugas wajib kita, sementara i’tikaf adalah lembur kita yang akan diberi imbalan kalau kita mengerjakannya.
    Tetapi kalau mau i’tikaf haruslah didalam mesjid. Jadi kalau dirumah bukan i’tikaf namanya. Sama juga dengan tugas wajib kantor kita. Kalau mau lembur harus dikantor atau ditempat yang ditentukan oleh pemberi perintah, kalau dirumah yang nggak lembur namanya.
    Larangan mencampuri isteri pada siang puasa sudah jelas, haram dan berdosa sampai kamu menyempurnakan puasanya. Sampai ifthar atau berbuka. Ini hukum dan peraturan dari Allah yang disampaikan Rasulullah. Kalau melakukan, batal puasanya dan dikenakan kifarah atau membayar denda sebagai penebus dosanya. Puasanya harus diqada setelah ramadhan.
    Kalau malam, sesuai dengan ayat, monggo saja Mas. Kecuali….. ini pengecualiannya. Kalau kamu sedang i’tikaf. Karena i’tikaf harus didalam mesjid, maka Allah turunkan larangan untuk mencampuri isteri saat i’tikaf itu. Dan ini juga yang menjadi dasar pengambilan salah satu hukum ( oleh sebahagian ulama) bahwa tidak dibenarkan dan dilarang mencampuri isteri didalam mesjid. Wallahua’lam.
    Wassalam,

    @
    Wass.ww.
    Semakin jelas, semoga bermanfaat penjelasan ini. 😀

    Suka

  11. Saya tidak bisa berkomentar tentang segala perbedaan dan pengertian yang ada. Saya mencoba berpegang pada prinsip ‘jika saya tidak mengerti, maka saya lebih baik diam’.

    Yang jelas, saya senang bertemu Ramadhan, saya juga senang membaca blog ini :mrgreen:

    Selamat melepas kangen dengan Ramadhan dan Rahmat Allah Pak Agor… Mari kita doakan dunia agar menjadi lebih baik, karena setinggi apapun kita memimpikan kebahagiaan akhirat, pada dasarnya sekarang kita masih ada di dunia ini..

    @
    Alhamdulillah… sepertinya agor harus belajar lebih banyak diam (dari pada buat postingan yang nyindir terus). Duh, sebagai salesman, kalau tidak ikut berkontribusi “mempengaruhi” (semoga ada manfaatnya – menjadi amal) susah. Salam selalu untuk kesuper sabaran,…
    Semoga hari-hari ke depan adalah curahan rahmatNya. Untuk semua dan semoga setiap langkah menjadi bagian dari keridhaanNya…

    Suka

  12. yureka said

    @ agor n …….@ abudaniel

    @ abudaniel berkata :……..Dan ini juga yang menjadi dasar pengambilan salah satu hukum ( oleh sebahagian ulama) bahwa tidak dibenarkan dan “DILARANG MENCAMPURI ISTRI DI DALAM MASJID”. (yang ini mas agor tampaknya juga angkat topi)….

    pertanyaan :

    kenapa dilarang bersetubuh dengan istri di masjid

    jawab :

    karena masjid adalah tempat umum dan sangat rame juga banyak anak kecil, dikuatirkan mencampuri istri di dalam masjid akan menjadi tontonan anak kecil !!

    dipikir-pikir larangan itu benar juga…..

    bagaimana “kualitas” ulama dan umatnya, begitulah BUNYI larangannya.

    U lama = oe — contoh — dilarang “bersetoeboeh” dengan istri di dalam masjid.
    U baru = u — contoh – dilarang “bersetubuh” dengan istri di dalam masjid.

    wassalam.

    @
    Itu batas larangan, seperti disebutkan pada ayat, juga ada penjelasan untuk tidak mendekatinya. Turunnya ayat juga cukup jelas saya kira.
    Tentu saja mesjid berbeda dengan aula atau berkemah-kemah….

    Suka

  13. yureka said

    bang agor….
    ” Kalau mengikuti perdebatan… eh diskkusi mengenai hal ini. Sebenarnya menurut saya lucu.
    Yang tidak disepakati oleh mereka-mereka itu adalah batas-batas pengelihatan “matematis” dan batas-batas pengelihatan mata “.

    seorang penumpang pesawat menuju bandara sambil tentu dgn membawa tiket yg sudah dipesan bbrp hari sblnya, namanya mr. agor.
    mr agor mendekati petugas menanyakan keberangkatan : maaf mbak, saya harus ke nepal hari ini sambil menunjukkan tiketnya. si petugas lsg saja menjawab, maaf pak pesawat anda sudah berangkat kemarin.
    mr. agor sedikit menahan marah : lho ini khan tiket untuk tgl 10 ramadhan,.. sekarang khan…!!!
    jawab petugas : maaf pak tgl 10 ramadhan kami sudah kemarin, sambil tersenyum manis.

    @
    Ha…ha..ha… itu petugas yang tersenyum manis pasti dari kelompok A dan yang mau naik pesawat dari kelompok B. Namun, itu belum menyentuh hilal.

    Pada beberapa kasus, tiket baru dikeluarkan dari saku (muncul 0,1 cm) dari batas saku, maka saya langsung bilang bahwa itu tiket sudah muncul. Sedang yang satu lagi bilang, kalau saya sudah melihat jelas bahwa yang muncul dari saku itu tiket (paling tidak kelihatan nomor tiketnya), maka baru dibenarkan itu tiket pesawat….

    Nah itu salah satu kerepotan menetapkan tiket yang keluar dari saku…..

    Suka

  14. zal said

    ::mas agor, ayat yg disampaikan yureka, semestinya terenungi dahulu dengan dalam baru dapat menjawabnya, sebab kalau Allah menstate sesuatu maka mustahil bertentangan, mesti ada arah yg hendak dituju, “larangangan menyentuh isteri pada saat i’tikaf di mesjid” bukankah kalimat ini perlu direnungi dengan baik,
    jika pandangan yg namanya i’tikaf harus di mesjid, apa iya kalau engga i’ktikaf lantas mau gituan di mesjid” dan apa iya Allah iseng membuat kalimah ini, sementara AQ adalah “huda”

    mengapa hati tidak curiga dengan apa sebenarnya yang Allah maksud dengan “Mesjid-mesjid Allah”, sementara mesjid yang ada jelas-jelas dibangun dengan keinginan manusia, dengan tangan-tangan manusia. bahkan pake nempatin kotak sumbangan…

    Masalah hilal, dengan perputaran waktu yg tidak sama, (termasuk ibadah lainnya), sedang masalah GMT siapa yg menetapkannya, sementara itu hilal dapat dibatalkan dengan perhitungan waktu,..mengapa tidak ada rangsangan hati untuk mencurigai apa yang Allah maksud dengan “hilal” sesungguhnya…

    mengapa tidak yakin kalau Allah adalah Yang Maha Tahu, tempat bertanya bagi “yang tidak tahu”..akan menjawab, bukankah persyaratan bertanya “apabila tidak tahu..”…kalau sudah tahu buat apa dibeeritahu…itu seperti mengisi gelas yang sudah penuh air…menjadi mubazir jika diisi, meski isinya bisa jadi bukanlah minuman yg menyegarkan….

    @
    Subhanallah, astagfirullah… saya ikut terpengaruh juga 😦
    Betul kata Mas, saya harus merenungi kembali. Pas membaca komentar Mas Yureka, pikiran saya langsung teringat pada peristiwa-peristiwa di agama XXX yang XXXnya malah menyediakan sarana untuk XXX di “rumah” Allah atau menyediakan fasilitas bagi kegiatan tersebut. Namun, jelas saya tidak mendapatkan hubungan turunnya ayat tersebut dengan kejadian tersebut, tapi lebih fokus pada kejadian yang terjadi pada saat itu saja.

    Mengenai hilal, saya sempat mempelajari beragam tulisan, namun konklusinya, menurut agor, bukan pada soal pemahaman tapi soal keengganan untuk bersepakat saja.

    Suka

  15. yureka said

    @ agor n all

    Kalau memang menurut mas agor dan zal hilal menjadi rujukan utama (bukannya kita justru tunduk pada 2:185 untuk menjadikan penghitungan dgn pola syahro), maka bagaimana anda akan menjelaskan cara peribadatan sholat dan atau puasa di daerah kutub dan sekitarnya !! bukankah disekitar kutub siang terjadi 6 bulan terus menerus, selanjutnya 6 bulan gelap terus menerus. apakah juga mau pake Hilal ?!…….bukankah Islam katanya universal tuh…

    Omong-omong soal gelas….memang sih Cuma ada satu, udah penuh pula……tapi ada banyak ember disini..J sedangkan kalau mencerna isi gelasnya…..jadi inget kalau mata melihat gunung……juga inget tenggorokan kala dilewati jamu….L

    Jadi logikanya gelas yang di depan mulut nih…memang siap minum karena sudah melewati “selfcontrol”, sedangkan ember ini disiapkan menerima air apa saja untuk bisa dipilih mana yg pantas diolah untuk kemudian dituang di gelas,…..itupun tentu harus ditunggu sampai benar2 lidah siap mencecapnya khan ??

    @
    Mas Yureka, hilal yang saya pahami adalah posisi bulan yang baru muncul dari ufuk. Rukyatul hilal adalah menggunakan mata atau teropong untuk melihat posisi hilal atau dikenal juga dengan visibilitas atau kenampakan hilal. Saya percaya sekali Mas Yureka sangat memahaminya. Karena toh biarpun dilihat, juga bisa diperhitungkan.

    Lalu bagaimana kalau di sekitar kutub yang 6 bulan siang terus atau 6 bulan malam terus. Lha, mau dihitung atau dilihat, ya tetap saja kalau memang siang ya siang atuh. Begitu juga malam ya dihitung atau tidak hasilnya sama saja emang begitu. Jadi esensinya bukan di situ kok.

    Jelas bahwa di kutub itu adalah hal yang khusus dari suatu kondisi. Manusia tidak bisa lagi mengikuti 6 bulan tidak makan karena mau berpuasa satu hari. Di sini adalah bicara soal logis-logis saja. Mau mengikuti yang manapun atau mengikuti hadis yang menjelaskan hal ini, tinggal apakah niat ibadah yang dilaksanakan adalah untuk mencapai ridhaNya atau kita akan membekukan pikiran sehingga menutup semua alternatif yang mungkin.

    Agor kira, kalau karena kekuatan kesalehannya dan ingin mencapai ridhaNya dan kebetulan dia entah kenapa ada di kutub utara (yang esensinya, sangat tampak bahwa manusia tidak untuk tinggal di sana), lalu berpuasa sampai mati atau dia berpuasa mengikuti orang-orang yang di Mekkah atau di kampung asalnya, maka Allahlah yang membalas ibadah orang itu. Puasa itu ibadah kepada Allah dan Allah pula yang memberikan pahala.

    Tidakkah yang sampai itu bukan ketahanan berpuasa tapi takwanya. Esensinya ada di sini dan saya kira orang dengan kualitas seperti Mas Yureka teramat sangat mudah memahami hal ini… 😀

    Suka

  16. yureka said

    mas agor…
    pada faktanya saya prihatin dengan banyaknya pihak dengan alat yang bisa di bilang modern dan tentu masing2nya menelan biaya yang tidak sedikit untuk melihat hilal, tapi hasilnya selalu ada perbedaan.

    Yang pasti salah satu diantara keduanya PASTI ada yang salah atau ke2nya bisa jadi salah semua. tidak mungkin khan ada kebenaran untuk tanggal dalam 2 versi ??

    kakek nenek saya orang yang bodoh lebih suka pake tradisi nisfu syaban. dimana nisfu/pertengahan syaban itu akan selalu bulan purnama dimana semua orang baik anak2, dewasa, bodoh,pintar dsb bisa melihat bulan purnama itu. dimanapun juga bisa dilihat, tanpa biaya dan alat yang mahal pula !!

    karena syaban (harusnya) selalu 30 hari, maka 16 hari setelah kakek nenek saya melihat bulan purnama itu = 1 ramadhan.

    apalagi tahun ini (1429) dan tahun kemarin (1428) dibuktikan dengan adanya gerhana bulan tepat pada nisfu syaban.

    kakek nenek saya pake cara bodoh untuk menentukan 1 ramadhan, tapi tidak bisa utk bikin kalender bbrp tahun ke depan.

    mas agor bisa juga membuktikan dengan pola mundur seperti simbah saya, nanti pada saat bulan purnama di bulan ramadhan berarti khan tepat tgl 15 tho…. nah malem itu nanti mas agor sudah puasa 14 atau 15 hari selebihnya mas agor sangat paham..

    @
    Mas Yureka, terimakasih untuk pengertian Mas dan saya juga secara pribadi, terus terang saja “SEBEL” sama ketidakmampuan untuk tidak memperdulikan atau kurang melihat kebersamaan (ataukah ada hikmah dibalik perbedaan ini).

    Persoalan hilal ini menjadi sebagian benar, sebagian keliru. Ada perbedaan untuk menyepakati “wujud” hilal. Apakah sudah tampak atau belum. Sering perbedaan itu, seperti orang muncul dari bawah, sudah kelihatan dahinya, maka disebut sudah kelihatan. Tapi kalau menurut pengelihatan mata, dahi saja apalagi kalau cuma rambut ya belum kelihatan.
    Kemudian luas area pengelihatan dan perhitungan menjadi titik perdebatan yang tidak mau habis-habisnya. Tapi, kalau mau “kompak” saya yakin perbedaan itu bisa diselesaikan.

    Kedua-duanya benar, cara melihat dan menghitungnya juga benar kok. Tapi kalau soal mau bersepakat atau tidak, kan ini bukan soal benar atau tidak. Hanya tahun lalu dan beberapa kali terjadi, di dalam keluarga besar kami mengikuti perbedaan itu. Akibatnya, Ibu Mertua sudah bikin kupat dan Bapak Mertua masih berpuasa. Terus kita harus menghormati perbedaan seperti ini ataukah kebodohan seperti ini 😦 dan banyak contoh sejenis.

    Kalau agor sendiri, cari gampangnya saja. Orang yang pintar dan pengamat sudah melihat, pemerintah juga sudah bilang begitu. Ya ikut saja. Selesai. Tahun lalu, agor terus-terusan promosi di keluarga untuk mengikuti satu kesepakatan. Dan akhirnya, alhamdulillah, kami shalat Ied bareng…..

    Mengenai nenek dan kakek Mas yang bodoh, bisa jadi bodoh atau sangat bodoh. Tapi jelas sangat bijaksana. Lebih baik bijaksana dari pada pintar tapi tidak bijaksana.

    Yang repot sudah bodoh, jumud lagi…. 😀

    Suka

  17. sepertinya agor harus belajar lebih banyak diam (dari pada buat postingan yang nyindir terus). Duh, sebagai salesman, kalau tidak ikut berkontribusi “mempengaruhi” (semoga ada manfaatnya – menjadi amal) susah.

    Ahahaha, saya bukan orang sabar pak, malah suka meledak-ledak. Justru kadang membaca blog ini mengajari saya bagaimana menanggapi perbedaan pendapat dengan tenang. Dan soal diam, kalo kaya pak agor yang memang mengerti, malah salah kalau hanya diam, justru harus menjelaskan donk pak. Apalagi kalo jadi profesional marketing, kalo diam, walah, ga laku malah…

    @
    Sama kalau begitu, pada saya juga suka meledak-ledak, padahal bukan dibuat dari bahan TNT 😀
    Apalagi saat berjualan, kerap dilecehkan habis-habisan oleh pelanggan, apalagi kalau sudah ikut menagih ke pelanggan. Waktu barang dikirim, seperti diberi hadiah, tapi waktu ditagih, sikap pelanggan bisa seperti akan dirampok. Duh !.
    Cuma kesadaran berpikir bahwa dari merekalah yang menjadi lantaran saya bisa membeli laptop, biar nggak mahal-mahal amat maka mencoba bersabar.

    Begitu juga di blog ini, tempat untuk belajar dan mencoba memahami sambil coba-coba beramal biar satu ayat….

    Kalau soal marketing…he…he…he… biar tidak menulis soal marketing (sangat sedikit), tapi agor masih berani mengaku seorang profesional, setidaknya dalam ilmu marketing (meski pengetahuan marketing makin menyusut). Paling tidak, saya sempat berdiskusi dalam sebuah seminar dengan Herman Kartajaya, dan beliau memuji saya sehingga saya menjadi sangat tersanjung karenanya. Meski sudah lama sih, tapi karena yang memuji seorang pakar marketing… ya ingat terus. Padahal dia pasti sudah lupa. Begitu juga dengan yang merasa pintar karena minum tolak angin, atau sempat duduk satu meja sama Tung Desem sambil mesem-mesem… 😀

    Sekali-kali berbangga sebagai seorang salesman boleh kan….

    Suka

  18. zal said

    ::Mas Agor, jawaban comment 15 pada ssi bawah :
    Tidakkah yang sampai itu bukan ketahanan berpuasa tapi takwanya. Esensinya ada di sini dan saya kira orang dengan kualitas seperti Mas Yureka teramat sangat mudah memahami hal ini…
    padahal ujungnya ayat 2:183 “la’allakum tattaquun” , apa engga sepertinya tujuan puasa untuk meraih taqwa…sedang pelakunya sudah dipanggil Allah dengan Yang beriman… bukan begitu Mas Agor…

    @ Mas Yureka…koq sepertinya commentnya selalu berada dalam dua
    sisi, sebentar pada sisi raa’ina ..sebentar pada sisi unzhurnaa…, apa engga akhirnya binngung sendiri…?..

    @Mas Zal dan Mas Yureka n all.
    Memang benar, saya kira Mas Yureka memang sudah sangat paham (bahkan untuk beberapa hal, beliau mengkritisi dan agor merasa belajar dari beliau). Hal ini menggembirakan, karena jelas tujuan blog ini adalah untuk belajar, dan agor bersyukur banyak yang mengajak dan melempengkan agor. Singkatnya, kita belajar bersama !.
    Namun, saya juga memahami kejelian free thinker seperti Mas Yureka ini. Ada orang yang melihat sisi-sisi pada esensinya menjadi lebih penting dari pada tatanan, ada juga yang melihat keseluruhan dan detil pada saat bersamaan. Seniman top atau penyair banyak yang bekerja pada sisi ini. Lihat karya-karya pelukis dunia dengan model impresionis. Goresan pada kanvas menjadi salah satu kekuatan yang sulit ditandingi dan dipuji jauh setelah pelukisnya meninggal dunia. Tampaknya juga itu diperlihatkan oleh Mas Yureka yang melihat keseluruhan isi dan detail yang juga harus tampak keharmonisannya. Antara sikap dan tuntutan harus terlihat keharmonisannya. Kalau dari tuntunan memang tidak masalah, tapi kalau dari sikap pemahaman, kerap hal ini memang menimbulkan pertanyaan berikutnya yang pada satu titik akan sampai pada Alif Lam Mim. Hanya Allah yang sesungguhnya memahami apa yang telah dipesankan kepada manusia. Kita tidak akan sanggup memahami, atau pemahaman yang sesungguhnya dari orang paling pintar sadunia pun akhirnya akan mandeg. Hanya orang-orang sekualitas Buya, Ibu Rusyd, Ghazali atau mungkin habib lah yang lebih mengetahui esensinya. Boleh jadi, pada titik arah ke sana yang sedang diuji pikir oleh Mas Yureka.

    Hanya, kalau agor juga tidak salah memahami, terkadang Mas Yureka terperosok juga pada kesimpulan dini (mungkin sebagai pemancing pada pembaca komentarnya) yang kadang nyleneh. Misalnya, “tidak efesien” kebijakan yang dibuat Allah. Hal ini, tentunya bukanlah “yang dimaksudkan” pada komentarnya begitu, tetapi lebih mengajak berpikir. Terkadang memang terasa provokasi, terkadang memang mengajak kita berpikir lebih ke dalam.
    Yang memang harus kita hati-hati dalam hal seperti ini menjadi olok-olok yang menyebabkan kita terkelabui karenanya. Sisi ini yang kadang Mas Zal juga harus mengernyitkan dahi… 😀

    Suka

  19. yureka said

    mas agor dan mas zal n all

    mari kita renungi sekali lagi kalimat :

    “……..jangan kamu campuri istrimu sedang kamu iktikaf di masjid, itulah larangan Allah, janganlah kamu mendekatinya…”.

    BANDINGKAN :

    “……jangan kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk…”

    – bolehkah kita mabuk kalau tidak sedang sholat ?
    – atau kita lebih suka dengan asal-usul turunnya ayat itu ? pada awal2 Islam bahkan Umar masih mabuk kala sholat, setelah dirasa menggangu, Allah menurunkan ayat itu…benar2 dien yg tdk qoyim

    ada pilihan bagi kita :
    – kita dilarang mencampuri istri di masjid.
    – kita dilarang mencampuri istri di masjid saat kita sedang iktikaf di masjid.
    – kita boleh mencampuri istri di masjid kalau tidak sedang iktikaf
    – kita boleh mencampuri istri bila tidak iktikaf di masjid
    – kita….?????

    @
    Mas Yureka, kalau buat saya, tidak ada yang aneh pesan ini. Namun, kalau diolah dalam logika seperti ini, percaya deh tidak akan ada habis-habisnya percabangan logis yang akan terjadi. Namun, mari kita kembali pada kalimat pesan Allah :
    “……..jangan kamu campuri istrimu sedang kamu iktikaf di masjid, itulah larangan Allah, janganlah kamu mendekatinya…”. Kalau saya buat penebalan kata :
    “……..jangan kamu campuri istrimu sedang kamu iktikaf di masjid, itulah larangan Allah, janganlah kamu mendekatinya…”.
    Ada beberapa kata penting.
    Janganlah
    kamu
    campuri isterimu
    sedang
    kamu iktikaf di masjid.
    Pemahaman bisa berbeda bila kalimatnya dipotong menjadi
    Janganlah kamu
    campuri isterimu sedang kami iktikaf
    di mesjid.
    Jadi pilihan-pilihan akan tampak, seperti pilihan yang Mas Yureka buat.
    Itu adalah sah-sah saja.
    Kita bisa menangkap nuansa penekanan persoalan dari beberapa sisi pada kalimat ini. Menjadi lebih jelas karena kalimat lanjutannya : itu larangan Allah, jangan kamu mendekatinya.

    Mas juga bisa melihat dari waktu antara yang dibutuhkan untuk melakukan.
    sedang iktikaf di mesjid, jangan campuri isterimu.

    Waktu yang dibutuhkan untuk iktikaf (ing form) jelas berada pada kurun yang lebih lama dari kata “campuri isterimu”

    Pilihan yang ditawarkan Mas Yureka, nomor tiga cukup menarik :
    “- kita boleh mencampuri istri di masjid kalau tidak sedang iktikaf”
    kalimat pilihan ini terus terang agak aneh, karena jelas iktikaf yang diterangkan adalah iktikaf di mesjid, bukan vihara, bukan rumah, atau lainnya.
    Tapi lebih jelas, ahli bahasa deh yang pantas mengulas hal ini.

    Suka

  20. zal said

    ::Mas agor, sepertinya sih, mas yureka hendak menggelitik, dengan menampilkan ayat yang semestinya menyentakkan yang dibacakan padanya…, tapi entah juga ya… mungkin baiknya nanya sama mas yureka langsung aja…,

    ::Mas Yureka, jadi kira-kira apa ya maksudnya, biar ngga muter…lha kan jadinya ngga pernah nyampe… (coba cek comment 14, apa sdh mengena maksudnya belum..)

    @
    Memang iya, Mas Yureka termasuk orang yang menyukai detil dan “mungkin” cenderung perfeksionis. 😀
    Dari orang seperti ini, sebenarnya kita juga bisa banyak belajar, bagaimana menelaah persoalan….

    Suka

  21. yureka said

    MAS AGOR..

    “Waktu yang dibutuhkan untuk iktikaf (ing form) jelas berada pada kurun yang lebih lama dari kata “campuri isterimu”

    tepat sekali kalaimat mas agor di atas. sebenarnya ini kalimat yang sangat sederhana, hanya karena saya merasa “kebiasaan masyarakat muslim” jauh dari maksud ayat ini bagaimana saya tidak gelisah ? jadi bukan pada “tidak ada yang aneh pada pesan ini” justru bagaimana kita bisa mengatakan ini pesan aneh ?

    sebentar saya ambil contoh lain di surat 9:60 ya mas…
    sangat jelas ayat tersebut berbunyi “inama shodaqatu”
    namun dalam terjemah selalu diartikan “sesungguhnya zakat”
    implikasinya adalah di ayat tsb ada 8 asnaf yg terkait, juga di akhir ayat diterangkan bahwa sodaqoh merupakan “faridhatam minallah” SEBAGAI KEWAJIBAN DARI ALLAH. apa yang mas agor juga mas zal pahami ttg shodaqoh selama ini ??

    pesan itu tidak ada yang aneh mas !! seperti mas agor bilang…

    pada awal ayat 2:187 kita diperbolehkan gituan dgn istri khan ?
    bentuk ingform atas iktikaf lurus dengan larangan utk gituan dgn istri khan ? siang atau malam ?

    sedangkan saya yakin bila orang tua mas agor punya pesan ” gor… jangan yang asem ya…perutku tidak tahan,…belikan buah pisang saja..!!(saat mas agor mau ke pasar). apa action mas agor ?? pasti akan menunjukkan utk berbakti pada orang tua dgn berusaha keras mendapat pisang. itulah anak yang berbakti dan hormat pada orang tua.

    sekarang Allah juga pesan sama agor :…gor,..(kalau siang) jangan campuri istrimu (saat ramadhan) yaa…(karena itu membatalkan puasa, lagian kalau malem khan situ masih bisa),..soalnya kamu khan (kalau siang) sedang iktikaf di masjid !!

    Alhamdulillah beberapa tahun ini saudara2 pecinta hukum Allah Quran, semakin banyak yang bergabung dgn kami untuk selama sebulan penuh off yg lain, n on full di masjid lepas shubuh sampai magrib.dan malamnya kami full untuk keluarga.

    “Maka sekarang campurilah mereka/istrimu dan ikutilah apa yang telah DITETAPKAN Allah untukmu. apa ya yang telah ditetapkan ?
    saya memahami : bergenerasi dgn pola memperbanyak kemungkinan penghamilan pada saat dimana kita berada pada bulan ramadhan yang secara umum situasi spiritual manusia yang berpuasa sangat bagus.

    Bukankah dalam sejarahnyapun Muhammad bila berbuka makanan harus dikirim dari rumahnya ?? bukankah pada malamnya beliau mengkhususkan ibadah di rumah ?? katanya beliau cuma 3 hari di malam hari saja di masjid !! tentu….karena beliau sangat paham dengan maksud ayat 2:187 tersebut.

    mas zal…

    saya tidak berniat untuk berputar-putar….tapi memang keliling lingkaran ini sangat panjang. jadi baru sampe deh…

    @
    Alhamdulillah, saya “mungkin” sedikit menangkap pesan dari Mas Yureka, bahwa siang adalah prosesi yang menyempurnakan ibadah shaum. Dan tersirat (bukan tersurat) pada ayat ini dipesankan untuk memperbanyak waktu dengan iktikaf di masjid, belajar, berdzikir, bergabung bersama orang-orang shaleh. Rasional sekali pola berpikir ini, karena prosesi ibadah memang sejak benang hitam dan putih terang (tampak) sampai magrib tiba. Bisa dipahami bahwa prosesi ibadah puasa bukanlah hanya atau sekedar menahan makan dan minum sampai saatnya berbuka, tapi manfaatkanlah seluruh waktu untuk menyempurnakan ibadah.
    Jadi ingat beberapa pengusaha yang selama Ramadhan restaurannya ditutup 100%, kemudian berangkat ke Mesjidil Haram untuk beribadah di sana.
    Pemahaman Mas Yureka membuka pemahaman yang tidak saya pahami. Terimakasih. Semoga Rahmat Allah senantiasa sampai pada hambaNya yang telah tulus merajut keniscayaan.
    Wassalam, agor

    Suka

  22. yureka said

    mas agor….

    “Tapi lebih jelas, ahli bahasa deh yang pantas mengulas hal ini”
    (pinjem bahasa mas ) he..he..he..nyerah deh …

    surat 9:60

    shodaqotu = zakat
    shodaqoh = tidak wajib
    zakat = wajib

    😦 😦 😦

    @
    Terus Mas Yureka, ada apa dengan innama asshodaqotu ini?. Kan jelas ketetapan Allah.
    Apa karena shodaqotu diterjemahkan (dipahami sebagai wajib) — sebagai zakat yang ada cara hitung-hitungannya atau sebagai shodaqoh juga adalah ketetapan Allah, wajib juga tapi tidak ditentukan bilangannya atau prosentasenya, tapi suka rela. Maksud agor sedekah juga adalah ketetapan Allah, namun tidak ditetapkan jumlahnya, jadi sukarela gitu…. Terus kalau zakat adalah sedekah yang ditetapkan jumlahnya (di atur). Keduanya memiliki fungsi sama.
    Menurut agor seeh, bagusnya jangan bilang shodaqoh tidak wajib, tapi adalah ketetapan Allah yang sifatnya suka rela. Menafkahkan sebagian rejeki yang Allah berikan untuk kita. Esensinya ada di situ kan…
    (sambil mikir-mikir, seberapa banyak keikhlasan untuk bersedekah dan berzakat…. 😀 )

    Suka

  23. yureka said

    mas agor, mas zal n all…

    bandingkan perintah/harapan kuat, antar orang tua mas agor yang minta pisang, dengan perintah/harapan kuat Allah agar kita iktikaf di masjid di siang hari !!

    wassalam trima kasih.
    selamat berpuasa dengan benar.
    maafkan semua kesalahan saya.

    @
    Terimakasih untuk Mas Yureka. Jangan lupa pula pada kata “sesungguhnya”, menjelaskan sebuah esensi yang memang harus diperhatikan dan sekaligus juga menjelaskan “sesuatu” dibalik tindakan yang seharusnya.

    Selamat berpuasa juga 😀
    haturkan maaf juga untuk Mas dan semua yang tak agor sebutkan satu per duasatu.
    Saling memaaafkan… sebuah kata indah dan bermakna
    Salam, agor

    Suka

  24. zal said

    ::Mas Yureka,
    apa yg panjang dari ulasan sodaqoh, sebenarnya hanya AQ 2:164,

    Dibentuknya perumpamaan Shaum dan I’tiqhaf, sebab sangat sulit jika i’tiqhaf terus. kalau kata Al-Junaid Al-Bagdadi, Menuju Allah sukar, bertahan dengan Allah amat-amat sukar…

    ada ayat di Injil yang baru saya kenali “Markus 4:11
    Jawab-Nya :”Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah,tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya: Sekalipun melihat,mereka tidak menanggap,sekalipun mendengar mereka tidak mengerti,supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun.”
    Meskipun di AQ penyampaiannya lebih tajam, “ada kata-kata lidah melelet” namun ayat itu tetap bisa membuat saling tuding… memanglah .. Allah Maha Bisa…dan Bisa-bisa aja…

    Suka

  25. salam,

    Mas Agor.. mau dihisab atau dirukyah atau diglobal, dst…antum benar Ramadhan tetap akan menghampiri kita.

    Marhaban Yaa Ramadhan….

    wassalaam,

    @
    😀

    Suka

  26. […] Adakah Hikmah Berpuasa?, […]

    Suka

Tinggalkan komentar