Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Bersedekah di Depan Kabah

Posted by agorsiloku pada Januari 9, 2007

Pengemis di mana-mana. Mengharapkan sekeder 1 real banyak dilakukan orang (terutama berkulit hitam) di sekitar Mesjid, laki ataupun wanita, besar kecil, tua muda, cacat atau sehat. Beberapa juga, walaupun bertampang syech, berjambang tebal, bersorban, sama juga meminta uang real dari jamaah. Saya kadang memberikan satu real saja yang memang dipersiapkan untuk itu. Kadang juga nggak, tergantung suasana hati dan adanya uang di tas kecil yang selalu dibawa kemanapun pergi.

I’m from Dubai“. Ucap seorang laki-laki tua ramah yang duduk sebelahku. Kami sama-sama sholat di depan Kabah.

Nice to meet you, I’m from Indonesia“, jawabku sambil menerima salamnya dan meneruskan berzikir. Saya memang tidak suka ngobrol di dalam mesjid, apalagi di depan Kabah. Mendengar ceramah atau berzikir rasanya lebih afdol.

Laki-laki itu kemudian menjelaskan dirinya kemalingan. Ia menunjukkan tasnya yang ada robekan bekas silet, lalu mohon belas kasihan, :”Berikan saya beberapa real saja, sekedar untuk mengganjal perut!”. Aku menatap wajahnya sekilas. Tidak ada keinginan sama sekali untuk memberi.

I’m so sorry. I found some people like you and show me his wallet!”.

I don’t believe you and I have no money for you. Sorry!“. Dan kembali saya luruskan pandangan menatap kabah, melanjutkan zikir.

Memang, begitulah saya berjumpa hal seperti ini untuk kali kedua ini, bahkan dompet pinggangnyapun warnanya sama, berwarna hitam. Tempat robeknyapun sama. Hanya yang sebelumnya ditemui di Mina, sebelum wukuf pada acara city tour yang dilaksanakan oleh penyelenggara dimana saya menjadi pesertanya. Pembimbing juga menjelaskan kasus seperti ini, dan jangalah terbuai. Jadi secara moral, saya sudah siap berhadapan dengan pengemis model begini.

Salut, ia santun dan kemudian pamit dengan sopan. Mungkin mencari mangsa yang lain. Entahlah, tidak begitu saya pikirkan.

Tidak lama kemudian, saya menyelesaikan ritual zikir dan kembali pulang ke hotel. Sudah beberapa puluh real (1 real = Rp 2500,-) saya berikan ke ragam pengemis. Namun, sungguh karena sadar bahwa itu adalah profesi maka memberinyapun hanya sekedarnya saja. Kadang kalau memang pengemisnya lebih layak diberi, saya memberi lebih dari satu real sampai 10 real. Kadang dengan hati, kadang hanya memberi karena rada terpaksa saja atau sisa kalau saya jajan di warung yang banyak terdapat di seputar mesjid.

Hari itu, usai sholat saya berpikir ingin bersedekah kepada yang memang benar-benar membutuhkan. Bukan ke pengemis kambuhan. Saya ingat ada hadits yang menjelaskan bahwa orang Islam itu jangan mengemis. Janganlah hambaNya datang ke padaNya tanpa wajah lagi, karena daging wajahnya habis karena sewaktu hidupnya di dunia, habis oleh dipakai untuk meminta-minta. Dengan kata lain, sebenarnya, Islam sangat mencela kegiatan mengemis. Kita juga harus arif pula untuk melihat, mana yang mengemis karena memang mereka adalah kaum dhuafa dan mengemis sebagai profesi.

“Ya, Allah saya ingin bersedekah di rumahMu untuk yang membutuhkan, bukan mereka itu.” Seruku dalam hati.

Waktu begitu saja berlalu. Esoknya saya kembali bersimpuh di depan kabah. Di sebelah saya seorang muda, orang Indonesia. Lebih tepatnya orang Bandung. Kami sholat bersebelahan. Usai sholat dzuhur, lalu berzikir. Anak muda itu kemudian melanjutkan membaca Al Qur’an, disenandungkan. Terdengar merdu suaranya.

Tak terasa, saya asyik mendengarnya ia membaca ayat-ayat suci dengan lancar. Kitab yang dibacanya cukup kecil, ukuran sekitar 4 x 6 cm, mungkin lebih sedikit. Kalau saya, yang besar saja sudah susah, apalagi yang kecil begitu. Hanya akan tampak garis-garis saja.

Mungkin karena merasa diperhatikan, ia berhenti sejenak. Kemudian tak tanpa disadari terjadilah obrolan singkat. Anak itu berasal dari pondok pasantren di Kab. Bandung. Ia ingin sekali mengkhatamkan al Qur’an di depan Kabah. “Subhanallah”, seru hatiku. Alangkah mulia keinginannya. Kemudian, dia cerita mengenai persiapannya ke Mekkah ini. Sudah lebih dari seminggu rupanya di sini. Juga, dia bercerita tentang bagaimana dia berusaha hidup seirit mungkin di tanah suci ini. Maklumlah dengan segala keterbatasannya, dorongan untuk datang ke tanah suci lebih besar dari kemampuannya. Singkat kata, ia hidup serba pas-pasan jadi sampai hari ke tujuh pun, dia nyaris tidak pernah belanja apapun. Nanti saja, kalau memang ada sisanya atau kalau bisa dihemat uang yang dikembalikan oleh Pemerintah untuk makan, ia bisa membeli oleh-oleh ke tanah air.

“Saya membawa banyak mie untuk makan Mas!”, katanya sambil menatapku.

“Iya, saya juga.”, jawabku sekenanya. Isteriku memang membawa mie beberapa buah, sekedar untuk melepas rindu. Tapi, di toko-toko juga sih banyak indomie atau supermie. Jadi kalau mau sih tinggal beli saja.

“Dengan satu atau dua real, beli roti daging juga bisa makan kok!”. “Di sini kita memang harus irit”, kataku mengimbangi ceritanya.

Beberapa menit kemudian, jemaah mulai bangkit untuk kembali ke luar mesjid. Aku pun bangkit dan salaman untuk berpisah. Jarak setengah meter setelah masing-masing berdiri dan akan berpisah, baru aku ingat. Jangan-jangan orang ini yang dimaksud Allah untuk disedekahi, seperti yang kusampaikan padaNya kemarin itu. Segera kutarik selembar uang real dalam tas kecilku yang memang sudah kupersiapkan untuk memenuhi keinginan ini.

“Mas, sebentar!”

Ia menengok dan aku mendekatinya, kuselipkan di tangannya satu lembar uang real yang kutarik dari tas.

“Ini Mas, sekedar untuk jajan!”, ucapku ramah.

“Terimakasih!”, dia membungkukkan badannya dan tampak gembira menerimanya.

Segera tanganku ditarik, berbalik arah dan menyelinap di antara puluhan jemaah lainnya.

Tujuanku telah tercapai, lega rasanya. Diberikan harta oleh Allah dan memberikan lagi juga adalah kenikmatan tersendiri pula. Subhanallah, doaku kemarin didengarNya dan aku yakin, Allah telah mengirimkan orang itu untuk memenuhi keinginanku sedekah pada orang yang tepat.

Ah, mungkin kebetulan saja… Tak kupikirkan lagi, terasa ringan lagi langkahku menuju hotel. Kata banyak orang, di sini, di tanah suci banyak hal bisa terjadi. Soal seperti ini, rasanya di belahan manapun bisa terjadi. Mungkin orang tidak begitu merasakannya, tetapi sangat boleh jadi, di sini hal-hal demikian lebih banyak terjadi karena tempat ini adalah tempat yang disucikan Allah. Segala ibadah di sini dipahalai berlipat, dosa juga dilipatgandakan hukumannya, do’a juga didengar dan lebih mudah makbul. Subhanallah, Astagfirullah.

(Catatan Perjalanan Hajj 6)

3 Tanggapan to “Bersedekah di Depan Kabah”

  1. Dimas said

    Pengalaman Goib

    Di tahun 1989, sewaktu sholat isya di rakaat ke dua tiba2 terdengar suara usholi sunatal atahiyat masjhidil haram raaktini lilahi taala, setelah selesai rakaat ke empat saya lakukan niatan tersebut dan yang saya alami saya berada di masjhidil haram, besok saya ulangi lagi setelah sholat Isya melakukan hal sama dan berada disana lagi, akhirnya sering saya lakukan hal tersebut, singkat cerita pada tahun 2005 saya melaksanakan ibadah umroh, Ya Allah ternyata semua yang saya alami di butikan secara nyata dan apa yang saya liat secara ghoib menjadi nyata dan suasana dan kondisi bangunan semua persis seperti apa yang saya alami sebelumnya, Alhamdulilah Ya Allah engkau telah memberikan nikmat

    Suka

  2. Ahmad baijuri said

    Subhanallah…. Hal senada jg terjafi pada saya tatkala sy melaksanakan ibadah umrah pada april 2017 ketika akan melaksanakan thawaf sy berdoa kpd Allah yaa Allah sy ingin bersedekah di rmh Mu ini tolong tunjukan kepada siapa sedekah ini saya berikan, kemudian mulailah saya thawaf dan pada putaran ke empat saybertemu seseorang yg sedang tunanetra bertawaf seorang diri tanpa dipapah/dituntun oleh diapapun lantas sy berkeyakinan bahwa mungkin inilah orang yg telah Allah tunjuk untuk menerima sedekah saya lantas saya keluarkan uang 5 real untuknya setelah beberapa saat sy meneruskan thawaf beberapa langkah sy tengok kembali orng tersebut namun sdh tidak nampak lagi… Wallahu a’lam…dan Alhamdulillah setelah itu banyak keajaiban yg sering sy alami…. Dan Alhamdulillah setiap doa yg sy lantunkan, Allah selalu mengabulkanya… Wallahu a’lam

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar