Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Mengapa Saya Sulit Menerima Pemahaman Teori Evolusi !.

Posted by agorsiloku pada September 6, 2011

Agak gereget juga membahas debat kusir masalah kebenaran atau ketidakbenaran teori asal usul yang menyangkut asal mula kehidupan.  Siapapun yang menjadi teman diskusi kita, siap-siap untuk saling salah menyalahkan dan meyakini kebenaran versi masing-masing.  Bahkan semuanya juga bisa memiliki sumber yang sama, pemahaman yang kurang lebih sama juga, namun yang berbeda penarikan kesimpulannya.  Yang disebut kreasionis, semua mahluk hidup berdasarkan penciptaan; sedangkan evoluisionis menarik kesimpulan bahwa evolusi adalah peristiwa “kebetulan” dan “tanpa tujuan” dari kemunculan mahluk hidup, entah itu yang ukurannya super kecil seperti bakteri sampai yang relatif besar, seperti mamalia dinosaurus atau gajah.  Yang kedua, semua mahluk hidup berasal dari nenek moyang yang sama.  Karena premis semua mahluk hidup berasal dari nenek moyang yang sama, maka tidak salah kalau burung berparuh pendek atau panjang, atau bisa sampai pada kesimpulan bahwa manusia (homo sapien) juga berasal dari mahluk tingkat lainnya.

Tulisan ini tidak sedang membahas kebohongan atau kebenaran teori evolusi.  Karena masing-masing punya fans berat yang tampaknya sulit diganggu gugat.  Sama susahnya dengan kritikan evolusionis terhadap kreasionis : “Semestinya, kalau memang ada, kreasionis buat donk teori baru yang punya bukti-bukti sevalid teori evolusi, jadi bukan soal percaya atau tidak, soal iman !.”  Dalam ranah ilmu pengetahuan, jangan campur adukan agama dan sains.

Ada setidaknya dua hal, yang membuat saya sulit menerima bahwa teori evolusi itu sebagai teori yang kebenarannya adalah benar :

  • Kejadian kebetulan.  Kemunculan spesies baru adalah kebetulan ! sebagai lawan dari perancangan cerdas.  Kata “kebetulan” ini mengasumsikan (setidaknya bagi penulis), sebuah kejelasan tanpa kepastian dan kecukupan logis dari sebuah kejadian.  Jadi, rasanya (sekali rasanya adalah kata yang tidak ilmiah), nggak pas gitu.  Masak sih kerumitan dari protein, rna, dna, gen dan kemudian menjadi mahluk hidup dari “sup genetis” atau apalah yang ada di alam semesta ini adalah peristiwa kebetulan.  Tentu saja, saya bisa memahami, buat orang yang tidak percaya adanya Sang Pencipta atau Sang Pencipta tidak diijinkan memasuki ranah sains, maka, pilihan dari kebetulan bisa menjadi kata yang mewakili adanya kejadian penciptaan.  Saya lebih suka (lebih suka adalah kata yang subjektif, tanpa dasar ilmu) bahwa lompatan-lompatan genetika yang terjadi adalah “kejadian penciptaan”.
  • Nenek moyang yang sama, ini lebih mudah dipahami apalagi dengan bukti-bukti kreasionis dan evolusionis yang juga tidak kalah berjubelnya di seantero pembahasan.  Namun, perubahan menjadi mahluk hidup yang lain, yang nyata-nyata berbeda, bahkan sampai ke tingkat evolusi mikro dan evolusi makro menjadikan posisi mahluk hidup adalah transisional.  Jadi, mahluk hidup yang ada sekarang adalah mahluk hidup yang sewaktu-waktu (dalam waktu entah jutaan tahun) bisa berubah menjadi mahluk hidup lain.   Saya sulit memahami (baca : menerima) bahwa spesies manusia, dahulunya adalah kera dan jutaan kemudian lagi akan menjadi alien atau yang sekarang buaya, dahulunya adalah cecak !.  Dengan latar belakang pengetahuan yang tidak seberapa ini, lebih mudah saya memahami bahwa mahluk hidup itu ada, lalu musnah, lalu muncul mahluk hidup lain.  Apalagi contoh-contoh sejumlah penelitian atau bukti-bukti mahluk hidup purba yang masih ada sampai saat ini juga menunjukkan bukti yang sama.  Alasan lain, yang tidak kalah pentingnya adalah pemahaman agama yang saya anut, bahwa Allah menciptakan dan menyempurnakan ciptaanNya.  Manusia adalah sebaik-baiknya bentuk yang diciptakanNya.  Jadi, hasil penciptaan itu tujuan akhirnya telah dicapai.  Mahluk hidup yang berproses berubah menjadi mahluk hidup lain setelah sekian waktu (jutaan tahun) tidak memiliki makna pengertian tercapainya produk penciptaan pada mahluk hidup yang masa usia hidupnya relatif pendek.   Saya lebih mudah memahaminya, sebuah produk atau ciptaan, mencapai tahap kesempurnaan tertentu (sesuai kadarnya), kemudian karena kefanaan, menjadi tua dan mati.  Kemunculan generasi berikutnya hanya berubah dalam varian genetika yang sama, tetapi tidak benar-benar menjadi mahluk hidup yang sama sekali berbeda.  Tapi, kalau nenek moyang yang sama, yang dimaksud adalah dari bahan pembentuk kehidupan yang sama, ya itu berada pada kelogisan yang sama.
  • Karena itu, tentu saja saya bisa sedikit memahami bahwa seleksi alam atau kombinasi genetik (perkawinan) yang menghasilkan kulit hitam, rambut tebal, bule, otot lebih kuat, atau bakteri lebih tahan penisilin adalah produk adaptasi yang membuat mahluk hidup lebih kuat atau lebih rentan terhadap sesuatu.  Sepanjang itu masih pada spesies yang sama, tapi tidak meloncat atau berubah menjadi mahluk hidup yang benar-benar berbeda.  Mengapa, alasannya karena saya lebih (suka) meyakini bahwa proses penciptaan itu terjadi kemudian disempurnakan.  Dengan kata lain, disain perancangan cerdas, ketika komposisi kimiawi (enzim, protein, molekul asam amino) itu dibentuk dalam ilmu biologi akan mencapai hasil tertentu sebagai hasil dari proses akhir.  Bukan proses itu berlangsung terus menerus tanpa henti untuk dari sesuatu menjadi sesuatu yang lain.  Singkatnya, kalau pabrik mercedes sudah  menghasilkan produk akhir, maka produk itu tidak bermutasi menjadi bis kota atau menjadi mobil lainnya.

Karena penulis lebih mempercayai adanya penciptaan, maka logika enzim, protein, molekul asam amino sebagai bahan dasar mahluk hidup yang dibuat melalui proses produksi yang begitu kompleksnya dan sampai saat ini belum terpetakan sempurna oleh kemajuan teknologi akan menghasilkan produk berupa mahluk hidup.  Adanya mahluk hidup itu, menjadi hasil akhir dari pabrik itu.    BiologicalSystemPabrik ini terlalu kompleks, jika masih juga berproses juga menjadi produk akhir lain lagi.  Apalagi jika disimpulkan bahwa perancangan yang rumit bahan pembuat mahluk hidup ini, yang harus menyimpan sejumlah informasi begitu banyak dan lengkap, tidak lebih dan kurang hanya proses kebetulan saja tanpa ada perancangan cerdas dari proses penciptaan.

Teori Evolusi = Tidak Sesuai dengan Ajaran Agama?.

Timbul pertanyaan, apakah teori evolusi tidak sesuai dengan ajaran agama?.  Pertanyaan ini, kita tinggalkan sementara dulu deh.  Ini polemik yang memang sedari awal menjadi sumber persoalan.  Teori Evolusi, jelas tidak mengenal penciptaan.  Seperti juga fisika teoritis menjelaskan asal muasal alam semesta ini.  Pertanyaan ini lebih berada pada filsafat sains dan pengakuan keberadaan Sang Pencipta.  Ini di luar ranah, setidaknya di luar ranah pembahasan teori evolusi.  Singkat kata, berpikir bahwa mahluk hidup itu diciptakan, tidak relevan bagi sains untuk didiskusikan, jadi ya…  dari pada mendefinisikan adanya perancangan cerdas atau kejadian penciptaan. Mendingan bilang saja, ada kebetulan dan lompatan genetis untuk hadirnya mahluk hidup baru yang muncul serempak pada suatu masa di masa lalu.  Ini lebih “sense” bagi sains dari pada bicara soal keimanan.

Kreasionis juga tentu tidak mudah (apakah bisa?) membuat eksperimen penciptaan mahluk hidup, dari bahan-bahan dasar pembentuk kehidupan?.  Tentu tidak pula, kejadian penciptaan asal mula, sampai sekarang tidak atau belum bisa diketahui, namun prosesnya sudah mulai dipahami.  Proses itu, sebagian dari pembahasan evolusionis sebagai bukti adanya proses evolusi.  Bagi kreasionis, ini adalah bukti adanya proses pembentukan mahluk hidup; bagi evolusionis, ini bukti bahwa ini bukti adanya teori evolusi.

Setidaknya, itu pemahaman saya membaca dua perdebatan ini.  Yang dibantah dan didiskusikan, banyak pada area yang sama, dengan cara pandang yang berbeda.  Sedang yang membuat kreasionis bersikukuh bahwa perpindahan menjadi mahluk hidup lain (berbeda segalanya, terutama berbeda dari sudut pandang dna, rna, alel, dan kawan-kawannya) tidak juga dibuktikan atau ditemukan oleh evolusionis.  Mereka juga sama berprasangkanya bahwa itu, karena atau saking membutuhkan waktu yang lama, tidak bisa dibuktikan secara eksperimental.  Singkatnya, yang saya pahami, keduanya sama-sama gelapnya.

Membaca tanda-tanda kehidupan.

Perancangan bodoh atau perancangan cerdas adalah kesimpulan dari membaca tanda-tanda kehidupan.  Itu tanda-tanda kekuasaan yang maha menciptakan.  Dalam teori evolusi sebelum mengalami evolusi, dalam otobiografinya, Darwin mengatakan : Argumen disain yang selama ini sangat meyakinkan, ternyata telah gagal. Kini hukum seleksi ilmiah telah ditemukan. Sekarang kita tidak dapat lagi mengatakan bahwa engsel kerang yang indah, misalnya, harus merupakan hasil perbuatan suatu Wujud yang cerdas (Tuhan), sebagaimana engsel pintu harus merupakan hasil perbuatan manusia.

Dengan kata lain, memang teori evolusi ada tumpuan berpikir non-sains juga.  Kalau diskusi mengenai kebenaran teori evolusi tidak dibumbui asal muasal dan pemikiran penolakan peran Maha Pencipta, memang tidak akan seramai ini.  Menjadi diskusi tak putus-putusnya sejak pertama kali dicetuskan.

Paling tidak, sebuah penelitian tentang kromosom X dari manusia pertama Adam, yang diperkirakan datang dari 60 ribu tahunan lalu, menjelaskan bahwa homo sapien yang satu ini, sesuai dengan petunjuk yang tertera pada kitab suci.  Ilmu pengetahuan masih bertumbuh dan sangat boleh jadi, belum mencapai puncaknya, untuk kemudian membaca kembali pertanda kehidupan…..

14 Tanggapan to “Mengapa Saya Sulit Menerima Pemahaman Teori Evolusi !.”

  1. Ada banyak kemajuan dalam teori evolusi, sehingga sangat tidak memadai sekali jika hanya bertumpu pada Darwin dalam hal evolusi manusia. Sebagai contoh, tentang apakah evolusi manusia itu gradual atau seketika (punctuated equilibrum)? Lalu, apakah evolusi terjadi di seluruh dunia atau terjadi di satu tempat saja? Saat ini para biolog meyakini asal muasal manusia modern dari satu tempat yang sama, yakni di Afrika (out of Africa) yang didapat dari pelacakan Mt DNA yang kembali kepada satu orang (lebih tepat kumpulan 5 orang) perempuan pertama, yang menurunkan seluruh manusia di muka bumi ini. Yang juga harus diperhatikan adalah soal terminologi. Setidaknya biolog membedakan empat silsilah hominoid: hominid, hominae, hominin, dan homo. Pada tahap homo, manusia sudah berbeda dari kera2 yang lain, dan memiliki nenek moyang yg sama dengan homo lain: Neanderthal, erectus atau ergaster. Tapi dari penyelidikan DNA, kemungkinan kawin silang antara homo sapiens (manusia modern) dengan jenis-jenis homo lainnya dipertanyakan. Dengan kata lain, trah manusia saat ini, meski hidup berdampingan dengan homo yang lain, tapi hampir tidak mungkin melakukan kawin silang dengan jenis homo tersebut. Teori ini menjelaskan bahwa spesies manusia makin lama semakin spesial dan tumbuh menjadi spesies yang sama sekali berbeda dari sebelumnya.

    Lalu bagaimana hubungannya dengan Quran? Saya lebih menyukai distingsi antara basyar dan insan. Kata khalaqa (mencipta) dalam Quran selalu dikaitkan dengan kata basyar daripada insan. Adam, yang merupakan insan pertama, tapi bukan basyar pertama, dijadikan oleh Tuhan (ja’ala) sebagai khalifah/ pengganti dari spesies basyar yang masih ada saat itu. Di sini, basyar dapat diartikan sebagai homo selain manusia modern, yakni homo neanderthal. Ialah subjek yg digantikan oleh Tuhan dengan Adam, dan menjadi kunci pengetahuan para malaikat sewaktu memprotes pengangkatan Adam menjadi khalifah/ pengganti.

    Wallah A’lam bi al-shawwab.

    Suka

    • agorsiloku said

      Terimakasih Mas Himawan untuk catatannya yang bernas. Dalam ranah teori evolusi, apalagi merujuk pada pencetus pertama darwin dan perkembangan ilmu genetika sekarang, tentu tidak dapat bertumpu pada logika Darwin saja. Namun demikian, apapun perkembangan kemajuan dari penemuan dan perkembangan teori evolusi. Intinya tidak banyak berubah, yaitu : Mahluk hidup berasal dari nenek moyang yang sama dan terjadinya peristiwa “kebetulan” terhadap hadirnya mahluk hidup dengan spesies yang benar-benar berbeda. Kesamaan makro evolusi yang mendasarinya, sedangkan di tingkat makro evolusi, kejadian “kebetulan” ini juga dipertahankan sebagai sebab adanya mahluk hidup Ini yang kadang membuat greget… 😀

      Hubungan dengan Qur’an…, saya rasa dapat memahami basyar sebagai pendekatan fisiologis dan insan ke arah yang lebih kedalaman (berpikir dan spiritual). Namun, menempatkan basyar sebagai cikal bakal Adam adalah sebuah tanda tanya. Penciptaan Adam di sisi Allah, seperti penciptaan Isa (QS Al Imran 3:59), sebuah penegasan bahwa Adam bukan pula turunan basyar itu….. Tapi, ini rasanya mendiskusikan ini, bukan pada judul postingan ini ya… 😀

      Suka

      • Apa yg ditunjukkan sains sederhana, “how”, bagaimana proses terjadinya alam semesta dan manusia, sedangkan Kitab Suci hanya menyangkut “who”, siapa sih yang menciptakan itu semua, dan menjelaskan proses entah secara simbolik, atau figuratif. Term “Tuhan menciptakan manusia dari tanah” misalnya, bukan sesuatu yang khas Quran atau Bible. Ribuan tahun sebelum muncul kedua kitab tadi, masyarakat Mesopotamia sudah percaya manusia memang diciptakan dari tanah, tapi siapa yg menciptakan, mereka selalu berbeda pendapat. Ada yg bilang Enlil, Yahweh, bahkan Allah. Tuhan2, selalu datang silih berganti, tapi ide bahwa manusia diciptakan dari tanah, tetap bertahan terus menerus. Dengan kata lain, epistemologi dasar yg digunakan dalam kitab2 Timur Tengah selalu mengambil kerangka pengetahuan alamiah dasar yang sama yang lambat laun digantikan dengan konsep sains.

        Soal ayat 3:59 tadi, sebenarnya tricky. Pertama, Isa diciptakan dari Ibu dan tanpa ayah. Jika Adam diciptakan serupa dgn Isa, maka akan sangat mungkin Adam dilahirkan dari seorang ibu yang berbeda jenis darinya. Dan saya kira tidak ada ayat Quran yg menentang pendapat ini secara literal. Akan lebih menarik jika melihat atribusi makhluk dengan bahan pembuatannya. Kita akan melihat, bahwa Quran selalu merujuk kepada bahan yg lebih advance dalam penciptaan insan ketimbang basyar. Misalnya, basyar diciptakan dari thin (tanah liat), sedangkan insan diciptakan dari thin (tanah liat) dan shalshal min thin (saripati tanah). Penyebutan kata thin dalam penciptaan keduanya, menunjukkan adanya relasi semantik. Dalam hal ini, basyar jauh lebih umum ketimbang insan. Dan penyebutan isitilah saripati tanah, mengindikasikan proses penyaringan atau rekreasi berkali-kali untuk mendapatkan sesuatu yg terbaik dari basyar. Jika cara berpikir ini bisa diterima, maka penafsiran asal-usul Adam dari debu dapat diartikan sebagai proses kemunculan spesies baru dari ekstrak, atau saripati spesies lama yg jauh lebih umum. Dalam bahasa biologi, basyar adalah nama genus, sedangkan insan nama spesies.

        Suka

  2. makasih bnyak atas infonya, ada banyak sekali hikmah dan ilmu yang bisa saya dapatkan di sini..
    makasih bnyak

    Suka

  3. Kalangan masyarakat awam adalah yang umumnya tidak mengetahui kenyataan dan menganggap pernyataan evolusi manusia didukung oleh berbagai bukti kuat. Anggapan yang salah tersebut terjadi karena masalah ini seringkali dibahas di media masa dan disampaikan sebagai fakta yang telah terbukti. Tetapi mereka yang benar-benar ahli di bidang ini mengetahui bahwa kisah “evolusi manusia” tidak memiliki dasar ilmiah.

    Suka

  4. Samaranji said

    Assalamu’alaikum,,, Pak Agor

    Begitupun saya, ga begitu percaya dengan teori monyet tersebut.

    Keep posting, keep fighting….

    Suka

  5. seli said

    . terima kasih atas infonya
    . saya dapat sedikit tambahan ilmu dari anda

    . selamat iya semoga semakin sukses

    Suka

  6. beny said

    mak nyoss..info nya

    Suka

  7. […] https://agorsiloku.wordpress.com/ Share this:TwitterFacebookLike this:LikeBe the first to like this post. This entry was posted in Evolusi. Bookmark the permalink. ← Ketuhanan Artinya Banyak Tuhan ? Ramai Ramai Menolak Teori Evolusi di Amerika → […]

    Suka

  8. Iwan said

    Apakah Kera sepupu kita yang gagal berevolusi ?
    kalaulah memang itu benar adanya,sungguh menggelikan.
    suku laut yang berada di kepulauan Riau,benar2 manusia laut, memasak,melahirkan anak di dalam perahu di atas laut.
    entahlah kapan dia tumbuh insang yang akan membantunya secara alami untuk menangkap ikan.

    Suka

  9. Anda kenal cetak biru antropologi alam semesta yang bermula dari muatan positif dan negatif yang kemudian mengurai menjadi alam organis, biologis dan gaya? Bukankah alam ini selalu terus berkembang? Bagaimana siklus padat, cair, gas, dan perkembangan tumbuhan, hewan serta manusia (dalam arti biologis), lalu kapan terjadinya kesempurnaan manusia (dalam arti psikologis). Jangan berhenti studi, Al Qur-an sebagai hudan tidak mungkin menjadi samar, terus dikaji hingga suatu saat menemukan bahwa ternyata Adam dilahirkan. tks.

    Suka

  10. Muhammad khairiani said

    Dunia dn alam semesta ini buka simshalabim, termasuk yg ada didalamnya, semuanya diproses secara nyata, dri sini saja kita sudah tau yg mana benar dn yg mana salah, ataupn bnr keduanya.

    Suka

Tinggalkan komentar