Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Al Qur’an Menurut Bahasamu, Lalu Kenapa Bahasa Arab?

Posted by agorsiloku pada Agustus 8, 2007

Pertanyaan yang aneh?

Allah memilih karena : sok tahu saja, pakai menjelaskan segala. Yang tahu persis ya Pemiliknyalah. (Tentu saja link-linknya yang berkenaan dengan pertanyaan aneh yang dirujuk itu juga diklik ya dan jelas lebih afdol penjelasan dari yang betul-betul ahlinya deh 😀 )

Yah… namanya juga bertanya?… Kan jelas tuh ayatnya :

QS 19. Maryam 97. Maka sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran itu dengan bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al Quran itu kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang.

QS 30. Ar Ruum 22. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.

Emang sih. Namanya juga manusia.

Kadang kita gemar memperdengarkan ayat. Begitu jelas dan jernih. Membuat terpukau pendengarnya. Itu adalah ibadah.

Yoi… lebih baik lagi mengerti langsung isinya.

Kalau nggak juga, Ya baca saja menurut bahasamu itu lho. Kan sudah ada yang memelihara terjemahannya dari berbagai sisi. Tentu lebih baik memahami dari tangan pertama dan dari bahasa pertama.

Tapi seperti cerita Hary Porter yang ngetop atau Dora Emon, gitu… kalau kagak ngerti bahasa Jepang atau Inggris, ya kan ada yang menyediakannya dalam bahasamu. Orang Jawa saja sekarang cari kata pakai Javanesse Goooogle 😀

Tapi, kenapa musti ada Bahasa Arabnya juga. Hilangkan saja sekalian (apalagi gw nih kagak seneng sm itu bahasa). Lho kok. Ini bukan soal senang dan tidak senang atau pukul rata atau tradisi arab gitu. Justru keterpeliharaannya itulah yang boleh jadi nih, bahasa Arabnya perlu.

Setidaknya ini komentar dari rekan dan komentar saya yang perlu kita renungkan lanjut :

MaIDeN

Berkata:

Usul:
Ketepatan Ilmiah & Ketepatan Matematis Bahasa sebaiknya dijadikan post khusus

Post ini kan untuk menjawab : Kenapa Al Qur’an dari bahasa Arab saja ;)

@
Usul yang menarik. Saya kerap mengumpulkan berbagai keunggulan (keistimewaan Al Qur’an) dari ragam sumber karena, terus terang saya terpesona oleh isi dan ketepatannya dalam menjelaskan. Pantaslah tantangannya juga begitu tinggi derajat Al Qur’an… manusia dan jin bersama saja tak akan mampu membuat yang serupa. Jelas menunjukkan keberadaannya di atas segala yang bisa dipahami manusia. Di kejap lain, saya ingin juga dalam tag khusus atau postingan lagi.

Kalau dikatakan mengapa Al Qur’an dari bahasa Arab saja, tentu saja di awalnya begitu. Sekarang kan semua orang bisa membaca Al Qur’an dalam bahasanya masing-masing. Ada bahasa Inggris, Spanyol, Jepang, Indonesia, Malaysia, Urdu, dan lain-lain. Jadi jelas itu bahasa manusia dan dalam berbagai bahasa kaum manusia yang tersebar luas seantero dunia. D Keberadaan bahasa Arab sebagai pohon utamanya tetap dipertahankan untuk menjaga keutuhan komunikasi. Para pakar komunikasi tentu tahu, apa resiko yang terjadi dari transliterasi dari satu bahasa ke bahasa lainnya.

Untunglah al Qur’an terjaga dalam bahasa aslinya dan ada sejumlah “mereka” yang dirahmatiNya untuk menjaga sehingga proses transformasi nilai-nilainya tetap terjaga. Kita perlu mensyukuri hal ini.

Versi Al Qur’an itu terpelihara dan begitu terpeliharanya, juga dalam karya terjemahannya.

Versi terjemahan, salah sedikit saja, apalagi salah mengartikan, maka sejumlah orang yang dirahmatiNya, akan merubung untuk memperbaiki, menyempurnakan, menjelaskan dari pohon utamanya. Karena itu, kita tak usah capek lagi untuk memahami, sehingga seolah-olah menjadi ahli bahasa karena harus menjelaskan asal-usul kata. Buat agor seeh.. biar saja itu urusan ahlinya saja, saya mengambil dari sisi yang lain saja (yg diminati).

Jadi, jangan kata dalam bahasa aslinya, kekeliruan kutip atau nada saja, panjang pendek sudah membuat para pakarnya mengingatkan. Jadi emang terpelihara. Termasuk juga bahasa terjemahannya. Apalagi di blog ini, memang ditargetkan bukan untuk diskusi pakarnya ahli bahasa, tapi para sukarelawan eh.. sekulerawan atau dalam istilah lain atau yang berpikir dengan cara yang digambarkan cukup menarik : antara Islat dan Islib.

Namun toh, selalu. Kalau yang terbaik, bagaimanapun ada pada bahasa Sang Junjungan donk. Karena nuansa bahasa, sifat dan karakter bahasa yang dipahami selalu lebih mantap pada bahasa aslinya.

Kurt-Z :

assalamu’alaikum wr. wb.

saya tak bisa berkata2 membaca artikel ini. speechless (bener gak nulisnya) tuh kan bahasa Indonesia masih jauh dari bahasa Inggris: Cukup speechless. sedangkan bahasa Arab lebih hebat lagi. kata guru nahu saya perintah “lihatlah!” cukup dengan mengucapkan “ro” tentu dengan huruf arab. belum lagi tasrif kata2 kerja, matnul bina, tasrif lughowi dan maknawi waah banyak sekali… anehnya, kok gak pinter2. Gimana sih mas Agor menyiasatinya… mohon pencerahannya. )

tumbuh subur artikel di sini. saya jarang silarahmi.. maklum lagi limited connection mas.

@
Wss.
Saya merasa sangat tidak mengerti bahasa Arab. Seperti sering saya tulis dalam berbagai postingan atau dalam komentar di sini. Kalau soal bahasa, saya kutap-kutip saja dari ahlinya. Orang yang terampil dalam berbahasa — tentu saja termasuk berbahasa Arab. Saya menyadari, betapa keunggulan bahasa Arab (terutama Al Qur’an tentunya). Tapi saya bukan ahlinya dan karenanya juga tidak mau membahas sama sekali pengertian dari sudut bahasa Arab. Bahkan sering saya bandingkan, jangankan bahasa Arab, bahasa Indonesia saja, bahasa Ibu… masih berlepotan. Bahasa Inggris apalagi.

Kalau pun saya sulit menguraikan pemahaman bahasa al Qur’an pada postingan, maka saya ambil saja beberapa “karya terjemahan” dari beberapa sumber (semuanya ada pada tag blog) sehingga bisa memilah dan memilih yg paling mendekat

😀

Catatan Akhir…
Oh ya.. JANGAN DISALAHPAHAMI… saya bukan pendukung Sholat pakai Bahasa Indonesia atau bahasa lainnya. Maksudnya Sholat yang dicontohkan Nabi. Postingan dan komentar ini sama sekali tidak ada hubungan dgn ini.
Saya hanya ingin katakan… Orang memahami Al Qur’an dalam berbagai bahasa manusia. Tidak hanya bahasa Arab.

Sisi lain, karena bahasa aslinya begitu terjaga dan orang beragama Islam khusunya para guru (ustad) sangat concern pada bahasa dan keaslian, maka bukan hanya dalam bahasa asli, bahasa terjemahanpun selalu dijaga agar ummat berada pada pemahaman yang lurus.

Jadi, ayat yang dikutip awal itu :… Oke kan!? 😀

17 Tanggapan to “Al Qur’an Menurut Bahasamu, Lalu Kenapa Bahasa Arab?”

  1. Raja Ahmad Ismail said

    Assalamu’alaikum,
    Alquran menurut bahasamu, kenapa bahasa Arab?.
    Kenapa? Kenapaaa? Kenapaaaa?.
    Karena Rasulnya berbahasa Arab, diturunkan di Arab, umat yang menerima risalah yang pertama komunitas Arab, wajar kalau bahasanya juga Arab. Kalau pake bahasa Indonesia (umpamanya), risalahnya nggak jalan dong. Contohnya lainnya, Nabi Isa dari suku Yahudi keturunan Israel (Nabi Ya’kub), bahasa wahyu yang diturunkan Allah tentu sesuai dengan bahasa yang dipergunakan oleh beliau dan lingkungan dimana beliau hidup yaitu bahasa Armenia/Aramik, bahasa Hebrew/Ibrani adalah sub-bahasa ini (Aramik, bukan Amrik).
    Kalau Alquran dibaca dalam bahasa masing-masing umat (terjemahan ) tanpa didampingi oleh bahasa aslinya, maka ditakutkan akan terjadi misinterprestasi bahasa, karena bahasa Arab, menurut pakar bahasa, sangat-sangat sensitip, salah mengucapkan panjang pendeknya saja sudah merubah arti. Contohnya huruf Ain dibaca hamzah saja sudah jauh artinya ( ‘amanna – amanna ).
    Kalau masing-masing bangsa menggunakan Alquran dalam bahasa mereka, mungkin setiap saat akan terjadi perobahan-perobahan hasil terjemahan, tergantung siapa yang menterjemahkannya. Hal ini pernah terjadi dan terus terjadi dengan Kitab wahyu yang lain ( Injil dan Taurat contohnya). Kalau kita belum bisa mengerti bahasa Arab, maka kita hanya bisa memahami Alquran melalui dan sebatas apa yang bisa diterjemahkan oleh bahasa Indonesia, juga bahasa lainnya ( Salah? Tidak. Islam itu mudah, tetapi jangan dimudah-mudahkan. Islam itu ringan, tetapi jangan diringan-ringankan). Jadi dengan bahasa apa saja kita boleh memahami Alquran, tetapi untuk mendapatkan maksud yang disampaikan Allah kepada kita, tetap harus merujuk pada bahasa aslinya Alquran – Bahasa Arab Quraish. Sedangkan yang berbahasa Arab saja juga masih harus memahaminya sesuai dengan bahasa Arab Alquran ( Bahasa Arab Quraish ).
    Jadi kenapa harus ditanyakan? Iseng kali ye.
    Wassalam

    @
    Wass. Nggak iseng seeh… tapi ingin memperluas pemahaman “bahasamu” dan betapa pentingnya memahami mengapa?. Juga para pakar bahasa, pasti kesulitan kalau dari kejadian penerjemahan terjadi begini (misal) – Arab -> Indonesia -> Inggris -> Spanyol -> Belanda -> Jepang -> Indonesia lagi. Weleh kalau begitu melacak kebeneran penerjemahannya piye toh… Sampaikah pesan yang dimaksud?.
    Lalu mengapa Arab… ah rasanya seeh… tidak ada bahasa lain (selain Ibrani yang sudah punah) memiliki kekuatan mendefinisikan kata sekuat Arab (meski sayang juga ya… basis ilmu pengetahuan tidak dari bahasa ini). 😀

    Kritik-kritik dari luar dan dari dalam juga ada terhadap hal ini, dan ini diwacanakan saja, karena jelas sih. Jawaban logis dan standar sudah banyak diulas.

    Suka

  2. @Raja Ahmad Ismail

    Alquran menurut bahasamu, kenapa bahasa Arab?.
    Kenapa? Kenapaaa? Kenapaaaa?.

    Kenafa? karena ini…

    @
    😀

    Suka

  3. sikabayan said

    euh… kelihatannyah mah Al Qur’an teh bukan bahasa arab.. hanya sajah mirip sekali… juga mirip dengan bahasa yang satu induknyah.. bahasa ibrani… mungkin juga mirip dengan bahasa2 kitab2 Allah yang sebelum2nyah…
    kabayan pikir2 teh kalau hadis mah.. memang bahasa arab.. jadinyah dari Al Qur’an ke hadis juga mirip terjemah.. jadinyah kalau bingung di hadis segera check ke Al Qur’an…
    kalau bingung dengan Al Qura’an terjemahan bahasa manapun segera check ke Al Qur’an yang mirip sekali arab ituh…
    kalau bingung dengan bahasa kehidupan juga… segera check ke hadis… masih bingung.. cek ke Al Qur’an yang terjemah.. kalau masih bingung juga cek lagi ke yang aslinyah… 🙂

    @
    Ah Akang ini…ya bahasa Arab lah… masak bahasa yg lain… Itu kan turun melalui wahyu, yang dipahami Nabi kemudian dijadikan bahasa manusia yang kita pahami…

    Mirip memang dengan bahasa Ibrani, sedikit perbedaan. Kalau tak salah, kitab Ibrani, sebagiannya dalam potongan-potongan ayat kalau tak salah ada juga yang membahas dan juga yang tercatat dalam bahasa tersebut juga memenuhi kaidah matematis. Ntah benar atau tidaknya.

    Yap…kalau ragu keabsahan hadis… ya tentu saja cek ke Al Qur’annya…. 😀

    Suka

  4. sikabayan said

    euh.. yah memang sih kang ituh Bahasa Arab Quraish.. cumah sajah kalau diamati sebagai bahasa umpama.. atau misalnyah puisi.. memang kelihatan sangat unik…
    perumpamaan berbahasa endonesa.. bahasa endonesa perumpamaan..
    puisi berbahasa endonesa.. bahasa endonesa puisi..
    bahasa illahiah yang dimanusiakan.. bahasa manusianyah bahasa illahiah..
    pan terasa2 sangat unik juga mengandung rahasiah gituh..
    kalau ngelihat kamus arab yang umum sajah.. jarang sekali ada kosa kata… kebanyakan kosa kalimat gituh… jadinyah bahasa arab sehari2 sajah sudah aneh… cari kata meja ajah ngga ada… yang ada adalah tempat menulis…
    apalagih arab Al Qur’an atuh.. mungkin bukan kosa kalimat lagih.. bisa2 seperti kosa ceritera gituh…
    hurup kanji yang merupakan kalimat sajah tidak serumit ituh… kanji jepang teh dengan kanji mandarin.. diucapkannyah beda.. tapinyah artinyah teh sama…
    euh… memang suatu keanehan yang aneh… :mrgreen:

    @
    Yah.. bahasa itu juga produk ciptaan Allah 😀
    Yang dipahami oleh akal, aqil, ‘aql, aqalu, ta’qilun, na’qilu, ya’qilun, ya qiluha ya…ya…ya…deh… pokoke yang di sekitar itu lah Kang… agor juga nggak ngarti, agor konsen sama usaha memahami bukan pada bahasanya. Nanti kalau yang dibahas bahasanya atau arti per suku kata per kalimat… kepanjangan….
    apalagi huruf kanji… Namun, intinya sederhana : Kita takjub dengan kalam ini… 😀 dan semoga semakin yakin dan karenanya diampuni dosa kita, juga semakin dapat beramal saleh kepada sesama manusia ya Kang…

    Suka

  5. Raja Ahmad Ismail said

    Assalamu’alaikum,
    (meski sayang juga ya… basis ilmu pengetahuan tidak dari bahasa ini).

    Dulunya sih banyak basis ilmu berbahasa Arab, terutama penelitian dari ilmuan Arab dibidang perobatan, ketabiban (kedokteran), ilmu alam, fisika, ilmu bumi, astronomi, optik, matematik, prinsip mekanikal dan sebagainya ( ingat bahwa berkembangnya ilmu di Eropah berasal dari Andalusia/Spanyol, yang terkenal dengan Universitas Cordoba-nya dan Istana al-Hambranya ). Tetapi dengan hancurnya Kekhalifahan Andalusia dan jatuh ketangan bangsa Franka/Spanyol, maka berakhirlah semua kemegahan keilmuan umat Islam di Eropa. Ditambah lagi setelah itu di serangnya Baghdad oleh tentara Mongol dibawah Holugu dan dimusnahkannya perpustakaan yang menyimpan ribuan khazanah ilmu pengetahuan berupa buku-buku karangan ulama dan ilmuan Islam, maka makin terkikislah ilmu pengetahuan dari umat Islam.
    Pada zaman ini, dengan makin bertambahnya penyakit Al-Wahan ( takut mati dan gila harta)yang menimpa pemimpin dunia Islam serta makin gencarnya perang saudara diantara sesama negara Islam dan umat Islam – Hammas/Fatah, Pemerintah Afghanistan/Taliban, yang terbaru Pemerintah Iraq dengan pejuang Kurdi/Syiah maupun Sunni(semuanya terjadi karena konspirasi Zionis dan Barat, terutama Inggeris dan Amerika dengan dihembusnya issue terrorist dan Al-Qaidah, yang sampai saat ini nggak jelas juntrungannya)maka semakin terisolasilah dunia Islam dari ilmu pengetahuan, karena disibukkan dengan issue internal mereka. Ditambah lagi dengan dikuasainya, langsung maupun tidak langsung sumber alam dunia Islam, termasuk Indonesia, oleh Barat, maka lagi-lagi semakin jauh kita dari fokus untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Apalagi dengan ketidak adilan dunia Barat melalui PBB menerapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh untuk dikembangkan, terutama dibidang kenukliran/tenaga atom, maka ini juga berimbas pada kemampuan dunia Islam untuk mengembangkan ilmu tersebut beserta ilmu-ilmu lain yang ada kaitan dengannya. Diperburuk lagi dengan tidak adanya rasa persatuan yang kokoh antara sesama negara Islam dan Umat Islam. maka hasilnya, payah deh…
    Wassalam,

    @
    Uraian menarik, sebagai pembenaran mengapa kita terpuruk 😦 . Sy ingin juga membahas lebih jauh. Rasanya tertarik juga untuk berdialog tentang hal ini dalam satu postingan “benturan peradaban”… 😀

    Suka

  6. Raja Ahmad Ismail said

    Assalamu’alaikum,
    (Uraian menarik, sebagai pembenaran mengapa kita terpuruk)

    Bukan pembenaran, tetapi sekadar mencontohkan salah satu (benarnya berapa ya?) sebab mengapa dunia Islam mundur dalam pengembangan ilmu, padahal dulunya pernah menjadi rujukan bangsa-bangsa Barat. Salah duanya mungkin gairah mencari atau mengembangkan ilmu sudah luntur, atau karena sebahagian besar dunia Islam kini memiliki uang yang banyak, maka cukup saja beli dan beli tehnologi dari pihak Barat, ngapain susah-susah mikir. Gitu lo….
    Wassalam

    @
    Ya.. saya kira ada masalah dalam menyikapi dan mengapa menjadi terpuruk. Mengkaji ilmu menjadi alternatif, tidak “seeksotis” kalau beribadah. Menuntut ilmu tidak wajib… dan sejumlah titik pandang yang mempengaruhinya. Namun, kalau soal kehancuran seeh… jepang juga hancur total… namun toh bangkit. Jadi yang saya maksud pembenaran itu di situ. Ketika kemajuan ilmu dalam lingkungan Islam terhenti karena hilangnya tradisi meneliti, tradisi mengembangkan ilmu pengetahuan. Sehingga ya itu, kita menyesali perpustakaan yang dihancurkan. Padahal yang hancur adalah tradisi terhadap ilmu (khususnya ilmu dunia). Apakah ini juga “sebenarnya” berimbas pada ilmu agama?. Masih mungkin diwacanakan. Ataukah karena piring emas yang menjadi alas makan?. Masih banyak yg kita ragu. …. Apakah karena menuntut ilmu (ilmu dunia) tidak diwajibkan oleh para sesepuh kita?.

    Suka

  7. Irwan said

    Ok banget bahasannya.

    @
    hanya pikiran dari orang yang baru belajar dan sedang belajar saja. Ilmu yang jauh dari cukup. 🙂
    Trims sudi berkunjung ke sini

    Suka

  8. Raja Ahmad Ismail said

    Assalamu’alaikum,
    Hancur, tetapi Jepang masih bisa bangkit bahkan kini boleh dikatakan sebagai salah satu, kalaupun tidak bisa dikatakan satu-satunya, macan Asia baik dibidang sains dan tekhnologi maupun ekonominya. Kenapa?. Menurut ceritanya, begitu punah Nagasaki dan Hiroshima di bom atom Amerika, maka oleh pemerintah Jepang yang diselamatkan terlebih dahulu adalah tenaga pengajar alias guru. Bangunan fisik boleh hancur, tetapi guru alias tenaga pengajar dan orang pintar ( bukan dukun atau para normal )adalah prioritas pertama yang harus diselamatkan dan tempat belajar dulu yang dibangun. Bandingkan guru masa sekarang di Indonesia, kacian deh lo. Kembali bandingkan dengan kita disini (di Indonesia). Berapa banyak sarana belajar mengajar yang tidak layak. Apakah petinggi negara kita sadar. Sadar, tetapi setengah sadar. Tetapi kalau untuk menambah pendapatan pribadi, wah langsung melek tu mata. Contohnya tuntutan kenaikan tunjungan untuk para anggota Dewan yang terhormat, di pusat maupun didaerah. Renovasi rumah pejabat yang milyaran rupiah. Untuk tunjangna guru dan sarana belajar saja ( contohnya dna bos, insentif guru)banyak dimanifulasi dan disunat.
    Kemudian selain Jepang, mari kita bandingkan dengan Malaysia. Dulu banyak mahasiswa Malaysia menimba ilmu di perguruan tinggi di negeri kita.
    Banyak guru-guru yang mereka kirim ke Indonesia untu dilatih dan memperdalam ilmu. Tetapi sekarang bagaimana?. Terbalik. Guru yang belajar kepada murid.
    Betul kata anda. Bandingkan pendapatan guru di Malaysia. Cik Gu besar SD(Kepala Sekolah) saja bisa bergaji 3,500 ringgit (+/- Rp. 8.250.000,-).
    Kebudayaan meneliti sekarang sangat dan sangat kurang sekali. Banyak faktor yang mempengaruhinya. Kita contohkan, Indonesia sebagai sebuah negara yang berpenduduk Islam terbesar di dunia (walaupun tidak pernah mau mengaku sebagai Negara Islam. Mungkin takut nanti dicap negara teroris. Atau takut nanti Pancasila tidak menjadi dasar negara lagi, wallhua’lam).
    Sangat kecil sekali apresiasi pemerintah kita terhadap para peneliti. Bayangkan saja, di Deperindag, dari 3000 tenaga ahli, hanya 300 saja yang berstatus peneliti.
    Kenapa?. Pertama, tunjangan materi bagi peneliti kecil sekali. Kenaikan golongan kepegawaian lambat dan dana untuk keperluan penelitian sangat sedikit. Jadi, tidak heranlah kalau banyak tenaga ahli kita meneliti diluar negeri dan hasil penelitiannya dipatenkan oleh negara yang mendanai penelitian mereka.
    Padahal dalam Islam, mengkaji dan menuntut ilmu, dengan jalan belajar, meneliti dan sebagainya adalah fardu ‘ain. karena Allah sendiri, sangat sering memberi bandingan dan ungkapan, seperti ” Apakah sama orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu”, “Apakah kamu tidak berakal?”. “tanda bagi orang yang berakal”, dsbnya. Bukankah Nabi pernah mengatakan bahwa Ilmu adalh harta orang muslim yang tercecer?. Bukankan Beliau juga mengatakan “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina? (walaupun ini hadist dhaif) dan “Tuntutlah Ilmu dari ayunan sampai keliang lahat” dan “Diangkat derajat orang yang berilmu sekian derajat lebih tinggi dari ahli ibadah”, dsb.
    Betul, ghairah untuk menuntut ilmu sudah kendor pada diri umat Islam sekarang. Entah karena ada sebab internal umat sendiri ( karena salah menafsirkan ungkapan seperti “dunia hanya sementara, tetapi akhirat adalah kampung yang kekal”, dsb. Sehingga ibadah harus diperbanyak, urusan dunia sekedar saja) maupun sebab external yang direkayasa oleh pihak musuh Islam ( contohnya dizaman Belanda seperti yang terjadi di Indonesia, umat Islam dipersulit untuk menimba ilmu, cukup ngaji disurau atau belajar ilmu agama saja dipesantren, kecuali segelintir masyarakat yang dekat dengan pemerintah jajahan yang mempunyak akses kedunia pendidikan). Hal yang beginilah yang sedikit banyak mempengaruhi budaya menuntut ilmu dalam masyarakat Islam, setelah era Andalusia berlanjut sampai sekarang.
    Wallahua’lam.

    @
    Punyakah kita spirit kebangsaan, spirit untuk jujur, spirit seorang muslim… Etos kerja dan kesungguhan dalam segala kondisi…

    Suka

  9. Andri said

    Good topic!
    orang indonesia yang sudah sampe keturunan ke 7 ternyata kan banyak yang gak ngerti isi quran. Buta makna, kalau aksara sepertinya gak begitu. Ironisnya, yang rajin baca justru yang gak peduli maknanya, ngejar pahala mbaca saja atau kebiasaan dari leluhurnya tiap malem jumat.Disisi lain yang paham artinya tentu tidak menutup mata dengan kondisi ini.hanya kesibukan duniawi yang membuat kesepian majelis-majelisnya. Cara kilat pun menguap dengan kilat. Okee mari terus belajar minimal baca terjemah dan tafsir. Tapi maaf bukan untuk cerdas cermat inggih?

    @
    Ada teman agor yang begitu rajin membaca al Qur’an, beliau bilang… membaca saja (bahasa Al Quran) adalah pahala. Beliau tidak merasa perlu mengerti isi Al Qur’an.
    Dan secara keseluruhan, agor melihat orangnya juga pantas diteladani (sikap dan perilakunya). Jadi pemahaman spiritual dia tampaknya lebih mengena baginya, dari pada pemahaman aktual atau sudut pandang ilmu.

    Ini boleh jadi masalah, bahwa bisa membaca Al Qur’an pada tingkat cara membaca, belum menjadi mengerti bahasa Arab. Jadi bantuan tafsir dan terjemahan menjadi penting bahkan sangat penting untuk memahami kalam illahi tersebut.
    Jadi memang betul, rajin membaca tidak perduli makna, bisa juga karena memang tidak bisa berbahasa (berkomunikasi) dengan bahasa Arab. Jadi, kalau begitu, bagaimana kita memaknai khatam….

    Suka

  10. catikala said

    Judulnya adalah “pertanyaan” yang kelihatannya “susah dijawab”, tetapi sekaligus “mudah dijawab” tepatnya sebuah “kepenasaran”.

    Penasaran yang dilontarkan oleh orang2 non-arab, terutama yang lebih dulu “mengenal” tuhan.

    Apakah anda juga merasa mengenal tuhan?

    @
    Saya ingin mengenalnya, karena percaya akan dikembalikan padaNya.

    Suka

  11. afdal said

    artikelnya bagus banget….saya suka

    @
    😀
    berusaha untuk mencoba memahami. Trims sudi berkunjung.

    Suka

  12. hmm saya terinspirasi nih
    bahasan yang menarik 😀

    @
    🙂

    Suka

  13. abah Zacky al-Atsary said

    saya menambahkan saja sebagai sebuah renungan. Al-Qur’an dalam versi bahwa bahasa terjemah akan banyak mengalami distorsi. Sebab penerjemahan bahasa itu tidak bisa persis memuat kandungan bahasa asli, sebab kadang-kadang sebuah kata dalam bahasa arab memiliki banyak makna. Apalagi kalau kita kaitkan juga dengan qira’ah sab’ah, bahasa Indonesia sangat tidak memadai untuk memahami bahasa al-Qur’an. Sebagi contoh, iyyaka na’budu yang diartikan “hanya kepadaMu kami menyembah”. Kata ibadah memiliki beberapa arti, seperti taat, merendahkan diri, tunduk, hamba (budak) dan lain-lain. Memang, penerjemahan al-qur’an sudah dilakukan sedemikian rupa yang paling baik. meskipun begitu, kan tidak lepas dari pemilihan alternatif makna dari sekian kemungkinan.

    saya bukan melarang sama sekali untuk membaca dan mendalami makna al-Qur’an dengan terjemahnya, tetapi saya berikan catatan bahwa jika kita hanya berpegang pada terjemah saja itu tidak cukup. thank’s a lot. 🙂

    @
    Abah Zacky al Atsary… terimakasih benar atas catatannya. Saya sangat sependapat bhw terjemah banyak mengalami distorsi. Bahasa sebagai salah satu model komunikasi tentulah akan mengalami distorsi. Memahami dari bahasa penerjemahan apalagi. Apalagi tidak mengenal bahasa arab asli sebagai bahasa sumbernya. Apalagi juga bahasa AQ adalah bahasa yang kualitas sastranya saja pada awalnya sudah begitu mencengangkan sehingga orang Arab asli yang mengenal ketinggian dan mutu sastra bisa tak’jub oleh keindahan bahasa dan kedalamannya. Saya punya teman penyair (dan sangat terkenal di Indonesia) sering juga ke manca negara, pernah saya tanyakan hal ini. Beliau menjawab bahwa karyanya tak bisa dibandingkan dengan karya agung yang diperuntukkan Allah kepada manusia. Begitu juga sudut pemahaman non kebahasaan yang terkomposisikan dari jumlah kata, jumlah huruf, posisi, kesebandingan, dan lain-lainnya menunjukkan pesan yang jika terpahami akan menunjukkan komposisi yang menjelaskan seluruh pemaknaan lebih sempurna.
    Jadi saya juga mencoba menyadari bahwa keluasaan yang terkandung dalam pesan Al Qur’an tidaklah akan dapat dipahami sempurna oleh penguasaan ilmu pengetahuan manusia. Memahami penerjemahan buat saya jauh lebih mudah dari pada saya memahami dari kedalaman bahasa Arabnya. Saudara-saudara Muslim dan ahli dan bergelut didalam pengertian kebahasaan adalah rujukan yang sangat berharga. Juga penerjemahan dalam berbagai bahasa atau dalam bahasa yang sama tapi dari ahli yang berbeda sangat membantu. Karena itu pula di tag blog ini saya selalu link beberapa link penerjemahan yang diharapkan memperjelas arti. Namun, itupun sebenarnya hanyalah khasanah kecil dari upaya memahami. Bahkan pada bahasa ibu sendiri, saya tidak menguasai dengan baik (bahasa Indonesia).
    Jadi, dalam hal pemaknaan tidak tepat dalam bahasa terjemahan (terutama dari Depag Indonesia) atau dari lainnya, maka ummat seperti Abah dan tokoh ahli bahasa Al Qur’an, ahli bahasa Arab, ahli kesusasteraan, ahli matematika adalah acuan yang insya Allah melengkapi khasanah untuk memahami kitabNya dalam mentransfer pemahaman yang dipesankan Allah kepada manusia.

    Suka

  14. Ayruel chana said

    Saya rasa penjelasan2 komentator di atas…sudah lebih dari cukup.
    Kalau nggak ngerti juga,goblok beneran tu orang.

    Yang jelas bahasa Alqur’an (gaya bahasa Alqur’an)
    Hmmmmmmmmm….Complexs.
    Mencapai semua makna…(bahasa paling tua sih)
    Bahasa lainnya……..???????Itu baru dipertanyakan……!!!!!!!

    @
    Yah… begitulah…kita bisa bertemu dengan ribuan orang dari berbagai latar belakang, tua muda, kaya miskin, ahli bahasa atau bukan, sudah uzur atau baru belajar, profesor atau anak sd, di dalam dan luar negeri, dekat timur tengah atau dari negara bertuliskan kanji. Semua ada ahlinya dan kita tidak bisa ahli juga di segala bidang…

    Juga tingkat kecerdasan… bisa seperti menulis di atas air, bisa juga memiliki daya ingat yang umur 10 tahun juga hafal AQ. Sungguh beragam tingkat kemampuan manusia…. 😀

    Suka

  15. Anonim said

    QS 12 : 2 ” Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”. Dalam Q.S 54: 17,22,32,40 “Sesungguhnya telah kami mudahkan Al Quran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran”. Kita bisa memahami pesan Allah swt dalam Al Quran salahsatunya dengan perantaraan bahasa terjemah (bahasa sesuai kaum dimana Al Quran tsb berada).

    Suka

Tinggalkan komentar