Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Pokoknya Awal Satu Syawal 1428 H Sebisa Mungkin Berbeda !.

Posted by agorsiloku pada Oktober 1, 2007

Wah saya bukan ahli agama, cuma sekedar ingin menyampaikan unek-unek saja. Tadi pagi, entah kenapa tausyiah subuh jadi sedikit ramai, terutama mengenai lebaran bersama. Karena kita haruslah mengerti, perbedaan itu rahmat, karena semua ijtihad berpahala, apalagi soal telaah kritis satu Syawal yang begitu penting bagi kemashalatan ummat. Lalu kita akan berlebaran dengan segala pengalaman perbedaan itu. Saya tidak akan lupa, untuk menengok apakah Pak Dhe sudah membahas belum soal satu syawal 1428 ini.

Tausyiah berlangsung seru dan santai. Emang seeh, ngapain tegang dan galak-galakkan. Kan tujuannya juga ibadah.

Ini beberapa reportasenya :

Persoalannya begini Pak Ust(ad) : “Saya dan isteri saya ntar seperti tahun lalu lagi. Isteri saya pilih ikutan perkabaran Muhammadiyah, sedang saya ikutan Pemerintah. Jadi ketupat kebahagiaan saya nggak lengkap, ketupat lebaran dan opor yang punya gawe isteri, tapi saya terlibat sebagai penikmat aktif”.

“Ya.. kalau begitu… seharusnya antara suami isteri ada saling pengertian dan toleransi dong. Misalnya tahun ini isteri ikuti maunya suami, tahun depan sebaliknya. Tidak seharusnya kebahagiaan satu syawal terpisahkan oleh hal-hal yang sebenarnya nggak perlu. Itu namanya nanti bukan jadi keluarga sakinah lagi. Hal-hal itu bisa diselesaikan dengan baik.”

“Iya seeh Pak Ust(ad), kami juga tidak bertengkar kok. Kami saling mengerti perbedaan ini dan saling menghormati. Tetap saling sayang, dan tidak dibesar-besarkan kok, meskipun hati kecil seeh merasa bahwa kebahagiaan bulan kemenangan ini sepertinya tidak lengkap”.

Yah.. begitu, meski alangkah baiknya suami isteri satu suara, kasihan kan berangkat sholat taraweh bareng, tapi sholat Ied berpisah, apalagi jika anak-anak juga begitu. Berbeda pula.” 😦 😦 😦 😦

WUAHAHAHA… PAK UST(AD) INI ADA-ADA SAJA DEH MENASEHATI KAMI SOAL SUAMI ISTERI DAN RAHMAT. PAYAH DEH… EMANGNYA MEREKA YANG MEMUTUSKAN SOAL SATU SYAWAL INI BISA BERSILAHTURAHMI UNTUK KEBAHAGIAAN UMMAT KETIKA MERAYAKAN HARI KEMENANGAN. Kalau kami dinasehati begitu untuk hal ini, kenapa Pak Ust(ad) tidak berangkat saja sana untuk menasehati keribetan ini.

Tausyiah jadi hening. Astagfirullah, kok jadi ngeyel begini. Nggak enaklah sama teman-teman. Agama itu nasehat, jadi diikuti ya oke, nggak ngikutin ya terserah wae.
Tiba-tiba salah seorang peserta nyeletuk.

“Kalau sampeyan jadi presiden, apa yang mau dilakukan…”

“Ha…ha…ha… yang pertama, karena hari ini sudah mendekati bagian ketiga Ramadhan… maka saya akan putuskan mereka-mereka yang mengumumkan satu syawal berbeda sehingga dan karenanya kebahagiaan keluarga dipisah-pisah akan ditangkap dan dimasukkan ke penjara”.

“Karena itu… saya tidak mungkin lah jadi presiden”……

Tawa dan senyum di tausyiah pagi ini. Kita memang tidak ingin menang-menangan soal hisab dan rukhyat, kita hanya ingin berbahagia bersama di hari kemenangan yang sebentar lagi tiba. Masa sih untuk hal ini saja kami harus dipisah-pisah.

34 Tanggapan to “Pokoknya Awal Satu Syawal 1428 H Sebisa Mungkin Berbeda !.”

  1. Herianto said

    Saya akan merayakan Syawal di tahun ini sesuai dengan kbanyakan orang di tempat terdekat saya…
    Persatuan ummat harganya mahal, kebodohan apalagi…
    Kalo kita menganggap semua [dalam hal ini] sama benar, apa ada yg salah ?
    Saya tahun2 lalu fanatik di hisab (Muhammadiyah), tetapi ternyata yang rukhyat punya pegangan “nash” juga… Yang penting masing2 niat “ijtihad” karena Allah. Itu yang penting, menurut saya.

    @
    Mas Herianto, saya tentu saja percayalah kepada baik NU maupun Muhammadiyah untuk berpegang pada kekuatan nash dalam penetapan hari raya.

    Namun, yang menjadi unek-unek adalah seperti pada postingan ini. Kalau isteri dan suaminya pergi berangkat sholat Ied berbeda hari?, apakah ini menjadi maslahat?. Ada titik-titik “kemenangan” yang terenggut, dengan berbagai alasan. Apakah ini terjadi di masa Nabi, dimana satu dusun, bahkan satu rumah bisa berbeda hari?.

    Mengapa hanya di hari Ied perselisihan itu timbul?, mengapa di awal ramadhan atau dihari-hari lainnya tidak. Bukankah bulannya sama. Orang sudah ke bulan, kita tetap saja ribut karena melihat bulan?.

    Apakah ini karena kehendakNya?. Astagfirullah, tentu tidak.

    Suka

  2. Itu lah, yang jadi masalah, menurut saya adalah tidak adanya keberanian untuk mengakui kesalahan. Itu saja.

    Untuk mengaku benar, akan selalu mudah. Tapi mengaku salah, wuuihh, perlu pencerahan yang luar biasa.

    Satu saja, pihak yang mengaku salah, maka semua akan lebih indah..

    Mengaku salah tidak selalu berarti kalah kan?

    @
    Kalau saja kedua ormas besar Islam di Indonesia ini tidak membuat pengumuman dan mempercayakan pada dept. agama dan negara (meski bukan pemerintahan Islam, tapi ada Dept. Agama), apakah ini bisa dibenarkan. Tidak ada satupun, kecuali yang telah ditetapkan negara, insya Allah keributan akan berakhir dengan sendirinya.

    Tentu bukan kedua ormas itu saja, juga sempalan-sempalan lainnya yang membuat penetapan sendiri-sendiri.

    Kesan saya cuma bikin ribet saja, dan itu saya alami sejak usia 7 tahun… masih juga belum berakhir. Tidak cukupkah usia puluhan tahun untuk menjadi dewasa….!

    Suka

  3. Herianto said

    Iya mas agor, kasian orang2 awam dimana mereka saling bertengkar dan ribut2 kayak suami istri seperti di cerita postingan ini.
    Saya dulu malah beda dengan mertua, jadi antara keluarga saya dengan istri dan mertua berbeda. Wah… memang gak enak banget…
    Saya setuju dengan usulan manusiasuper, kita punya satu titik yg kita percayai bersama (semacam dept Agama) atau kita ikuti saja kbanyakan orang di tempat terdekat…
    Dalam hal ini menurut saya menjaga persatuan lebih penting ketimbang bersikeras di masalah furu’ atau hasil ijtihad masing2 tersebut.

    @

    LALU SIAPAKAH YANG DIUNTUNGKAN DENGAN DUA SHOLAT IED DI WAKTU BERBEDA DI DUSUN YANG SAMA?. BISNISKAH (PENUH PRASANGKAAN) ATAU KEGAGAHAN PARA EMPUNYA AGAMA?.

    Suka

  4. Spitod-san said

    “perbedaan itu rahmat”
    kini banyak hadis atau ayat yang dijadikan alasan demi ego sendiri, samaran inkompetensi. Sudah lama rakyat ingin lebaran yang asri dan sama, tapi mereka aja yang enggak bisa akur.
    Tunjukkan Bahwa Ini Kelompok Kami, Kami Beda, Kami Benar, Ini Dalilnya! hoek.

    @
    hoek… 😦 😦 😦 😦 dan para pengambil keputusan pastilah karena ingin ummatnya rukun sekaligus menyatakan paling rukun, paling berilmu, paling shaleh, paling mengikuti nash, paling benar, paling cerdas, paling hebat, paling… dan apakah mereka sudah berpaling?.

    Semoga tidak, masih berapa lama lagikah kami menunggu kesamaan tanpa cela ini. Ataukah harus menunggu cucu dari cucunya anak saya kelak????

    Suka

  5. madsyair said

    Saya kira ini lebih cenderung ke ego ”aliran”. Ini seharusnya menjadi tugas pemerintah untuk mengkompromikan dengan cara bijak. Kalau dalilnya susah dikompromikan,karena masing2 yakin benar. Mungkin cara hisab dan rukyat bisa dikaji lebih lanjut. Tulisan menarik ada di sini

    @
    ego aliran… ah nggak lah… kami ini pewaris nabi, penjaga kemashalatan ummat, pemimpin teladan dan seterusnya dan seterusnya. 😦
    Semua perbedaan itu rahmat, rahmatilah mertua dan menantu yang berpisah hari lebaran. Kan beruntung ketupat jadinya dua kali, perjalanan berkurang kemacetannya, dan jalan-jalan dipenuhi oleh kebingungan….
    Jangan salahkan perbedaan, marilah bertoleransi, pahamilah. Ini semua demi kebaikan bersama. Kalau tidak sependapat atau tidak setuju juga tidak ada masalah. Kami benar-benar bersepakat untuk tidak sepakat dan ini semua demi ukhuwah islamiyah yang terjamin dunia dan akhirat… hoek.
    Kalau menantu dan mertua berbeda hari, wajarlah, maklumilah, toleransilah, bersabarlah, mengertilah, ini semua demi kebenaran. Jangan sampai berpuasa di hari yang diharamkan berpuasa, dan lain sebagainya kali 10 pangkat 3000000.

    Suka

  6. Berbeda ada 2, beda dari kemarin, yang pertama tambah jelek dan tambah bagus?~

    @
    Semakin besar perbedaannya, maka semakin besar rahmatNya. Bayangkan, ada dua sholat taraweh di hari yang berbeda. Libur menjadi lebih panjang…. Benar deh… jadi jangan sinisme begitu. Kalau tidak setuju, ikutlah yang setuju. Ini semua adalah harga yang harus dibayar oleh seluruh rakyat muslim Indonesia. Jagalah perbedaan ini. Karena perbedaan adalah rahmat yang harus dipelihara.

    Paham !?.

    Maak… aduh maak, kok nasehatnya nggak nyambung seeh. Jaka sembung bawa golok… ……. 😦

    Suka

  7. Kurt said

    kenapa yaa patokannya kok NU-Muhammadiyah apakah tidak ada selain itu?? seolah2 agama itu diatur oleh dua organisasi itu. bisakah alternatif lain??? 🙂

    @
    Ada, ada tentu ada… kalau kedua ormas itu bersepakat untuk menghentikan perbedaan dan tidak lagi keduanya melihat kemunculan bulan, tapi lebih berusaha bagaimana pergi ke bulan……

    (kok kita ribut ngelihat bulan seeh, bukannya bikin pesawat pergi ke bulan)……

    Suka

  8. Amed said

    Saya bingung bukan pada perbedaan antara yang pro rukyat atau pro hisab..

    Saya bingung itu yang bikin kalender kan pake perhitungan hisab juga toh? Kok bisa beda? Berarti ada dua versi hitungan hisab, nah beda hisabnya di mana yaaa?

    Trus betul juga Mas Agor, kok Isra Mi’raj ndak pernah beda harinya? Kok Maulid Nabi ndak pernah beda? Kok 1 Muharram ndak pernah beda?
    Bahkan Idul Adha pun jarang-jarang beda…
    Kenapa Idul Fitri hampir tiap tahun????

    Bingung…

    @
    Memang seeeeeh, faktanya ummat Islam di Indonesia, yang agor rasakan HANYA INGIN BERBEDA DI AWAL RAMADHAN ATAU DAN TERUTAMA di Hari Raya Fitri. Selebihnya sama. Mungkinkah dengan membuat perbedaan itu dengan segala alasannya, maka menjadi kebanggaan karena telah merasa paling benar, paling sah, paling bisa dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allat SWT.

    Semata-mata perbedaan itu sehingga ribet itu adalah demi tawakal n tawadu, untuk mengejar ridhaNya.

    Soal kemudian yang menyebabkan masyarakat terpecah-pecah karenanya sehingga menikmati hari kemenangan itu menjadi terasa agak garing adalah kesalahan ummat itu sendiri, mengapa mau terpecah-pecah. Karena itu, marilah kita selalu menghargai dan mempertahankan perbedaan itu. Bersyukurlah sehingga ketupat bisa dibagi di hari yang berbeda.

    Alhamdulillah, perbedaan itu tetap membuat kita semakin rukun. Rukun dalam perbedaan.

    Walah… kok ribet ya… cape deh.

    Suka

  9. kangguru said

    yang satu keukeuh dengan itungan yang satu keukeuh dengan fakta, apa nga bisa ngitung bareng sama melihat bareng …

    @
    Tentu karena kepakaran mereka, pastilah bisa melihat bareng. Namun, kepentingan ummat untuk kebersamaan diabaikan demi sebuah ketetapan kebenaran. Yang jelas…. cape deh.

    Suka

  10. Quantum said

    dengan ilmu harusnya ada 1 yang benar. tidak ada kebenaran ganda.
    kalau prinsipnya selalu bersikukuh pendapatnay benar akhirnya sampe kiamat jg gak akan pernah bareng. terutama problem luas wilayah indonesia. harusnya ada kebijakan pemerintah yg jadi panutan. ulama juga sudah diragukan kredibilitasnya, apalagi umara, jadinya yaa tercerai berai begini.
    padahal menurut data di tahun ini harusnya lebaran di indonesia bareng tgl 13 Oktober.
    http://www.crescentmoonwatch.org/nextnewmoon.htm

    jika kita rukyat tanggal 11 Oktober malam pun, tidak akan tampak bulan, karena hanya muncul disekitar amerika selatan. Arab pun belom, dan harus menggenapkan bilangan bulan menjadi 30 hari.
    baik yang faham mengikut wilayah Arab biasanya yang HTI,PKS mustinya tetep 30 hari, ikut tgl 13 Oktober juga.

    Kalau tetep beda, berarti ndak tau deh.. apa memang suka nyeleneh. saya hanya mencoba berfikir

    @
    Mas Quantum, kita sebagai ummat harus memberikan toleransi atas ketidaknyamanan ini. Berikanlah toleransi dan maaf atas perilaku nyeleneh pemimpin-pemimpin itu. Sudah saatnya kita memberikan toleransi antar ummat atas perilaku tidak toleran dari para pemimpin itu. Mereka itu sangat pintar, cerdas, sholeh, dan kerap menyampaikan agar ummat bertoleransi atas perilaku mereka. Jadi, apaboleh buat, kita harus memaklumi mereka-mereka itu. Semua tentu demi kemashalatan ummat se Indonesia. Hari-hari pengumuman sudah semakin dekat. Saya sudah bernegosiasi dengan isteri dan keluarga agar kita memberikan toleransi sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan yang mungkin akan diciptakan para penguasa organisasi yang membuat isteri dan suami, mertua dengan menantu, atau bahkan saudara sekandung atau dengan tetangga berbeda merayakan hari kemenangan ini.

    Saya sependapat, hanya ada satu yang benar, tidak mungkin dua-duanya. Setiap PILIHAN mungkin terjadi kesalahan. Jadi jangan saling menyalahkan. Sudah saatnya, ummat mengerti dan memberikan toleransi atas kejadian ini. Apa boleh buat. 😦 😦 😦 😦 😦

    Suka

  11. ruddy suwandi said

    Dulur-dulur,

    Percayakan saja semua keputusan tentang 1 Syawal ini kepada pemerintah dan kelengkapan institusi yang menanganinya. Mereka yang memegang amanah kepemimpinan (amirul haq), mereka juga yang (harus) mempunyai akhli dibidang rukhyah dan hisab, jadi mereka pasti akan bertanggungjawab dunia & akhirat. Lepaskan baju golongan jika ingin islam di Indonesia ini bersatu.

    Yang mengherankan adalah, kelompok yang biasa ber 1 Syawal lebih awal satu hari dari keputusan pemerintah, pada keadaan sehari-hari tetap saja mengikuti penanggalan Hijriah sebagaimana yang sudah jadi. Artinya tanggal 1 Syawal mereka kan ada dua hari.

    @
    Itulah… itulah… kenapa seeh tidak “mereka” itu begitu. 😦

    Suka

  12. […] Terakhir Romadhon, hari hari terakhir puasa, artinya sebentar lagi Lebaran, 1 Syawal 1408 Hijrah. Dan bulan penuh berkah, penuh ampunan ini akan segera beranjak […]

    Suka

  13. Agus said

    Assalamu’alaikum….
    Jadikan perbedaan sebagai sebuah rahmat agar manusia semakin bisa berfikir…tatacara boleh berbeda dalam menghitung dan menentukan penanggalan Qomariyah,namun maaf seribu kali maaf yang menjadi saya heran dengan perbedaan ini adalah :
    1. Bila awal Ramadhan serta 1 Syawal ( kebanyakannya sih dalam 1 syawal ) sering banget berbeda
    2. ‘Idul Adha ko seringnya sama ya ?
    3. Tapi kalo 1 Muharam kenapa gak pernah ribut – ribut beda….?
    4. Trus pa pernah berbeda dalam peringatan kelahiran Rasulullah SAW. ?
    Saya rasa kalo 2 tahun ja beda berarti tahun berikutnya kan jadi beda sampai 2 atau 3 hari…..wallohu’alam.
    Karna menurut saya sahabat Rasulullah bukan orang bodoh yang gak ngerti perhitungan, bahkan merekalah yang mengajarkan perhitungan, namun tetap ja mereka selalu menetapkan awal dan akhir bulan itu dengan melihat bulan melalui mata kepalanya sendiri….
    Mohon maaf apabila yang saya tulis agak berlebihan ato malah tak berisi ilmu sedikitpun, tentu ini karena keterbatasan saya dan kebodohan saya, makanya banyak banget bingungnya….hehehehe
    Wassalam…

    @
    Wass.Wr.Wb.
    Perbedaan adalah rahmat itu sangat betul. Tidak ada sesuatu apapun di alam semesta ini yang tidak membentuk perbedaan Semua perbedaan itu bahkan harus ada dan harus terpelihara pada porsinya masing-masing. Manusia, hanya dirinya sendiri dibentuk dengan seluruh perbedaan. Tidak semuanya tangan, tanganpun tidak semua jari, jari pun tidak semuanya jempol 😀 . Perbedaan adalah rahmat, karena segala sesuatu dibentuk dari adanya perbedaan dan berpasangan. Sejak dari zarah terkecil sampai alam semesta terbesar. Seperti bangunan, tak semuanya terdiri dari genteng saja, atau tiang saja. Perbedaan adalah rahmat.

    Namun, menyikapi rahmat termasuk juga dalam bertoleransi dan dalam menyikapi perbedaan. Apakah perselisihan rahmat atau bukan, bisa ya bisa tidak, tergantung cara pandang kita. Kemashalatan ummat adalah perhitungan terhadap etika universal bagaimana menyikapi rahmat dan perbedaan. Satu Syawal adalah rahmat Allah kepada manusia, kemunculan hilal, si bulan yang nampak kecil adalah rahmat. Lalu demi apakah perbedaan cara pandang ini dari sudut ukhuwah Islamiyah?.

    Demikian juga cara pandang kita dalam mengingat kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW.

    Para sahabat bukan orang bodoh, sudah tentu,… karena (baca lantaran) para pendahulu kita maka kita bisa menikmati kelangsungan rahmat Allah, mengenal sosok Sang Junjungan dan mengenalNya padahal jarak kejadian dengan kita telah berlalu ratusan tahun. Bahkan mata batin mereka juga lurus melihat terhadap kemunculan bulan, hal yang kini semakin sedikit yang memiliki ketajaman mata seperti itu, sehingga alat bantu teknologi menjadi pengganti.

    Namun, soal perbedaan Satu Syawal, jawabannya harus ditanyakan kepada para pengambil keputusan. Apakah karena keinginan berbeda dan meyakini perbedaankah sebagai rahmat, maka …. (ah capek deh mengomentarinya — percuma seeh, mereka sangat yakin bahwa perbedaan itu lebih penting dari persatuan) …. 😦 😦 😦

    Suka

  14. ganedio said

    Manusia pinter sudah bisa mengetahui kapan gerhana matahari atau bulan terjadi nun jauh-jauh hari sebelum kejadiannya karena manusia sudah menguasai simulasinya dan dapat menghitung waktunya sampai satuan detik.

    Seharusnya tanggal 1 syawal pada setiap lokasi di permukaan bumi sudah dapat diketahui bahkan untuk puluhan tahun yang akan datang. Seharusnya para ilmuwan sebagai ahlinya diminta untuk menentukan 1 syawal untuk sampai 100 tahun yang akan datang dan dicatat dan dibukukan dalam kitab yang jelas (bukan ramalan/dugaan). Dan dapat direvisi jika terjadi meteor raksasa menghantam bumi yang mempengaruhi putaran dan posisi bumi.

    Namun bagaimanapun juga, hanya Kitab dalam Lauful Mahfuz sajalah yang paling tepat menentukan setiap kejadian yang akan datang.

    @
    Masalahnya : Kami merasa perlu berbeda, dengan berbeda maka saya lebih tampak pintar dan modern… 😦

    Suka

  15. Gie_ASG said

    ya kalo untuk urusan agama khan urusan aqidah aqidah/agama kita agama Islam hukum hukum Islam, bagaimana mungkin urusan yg Haq kita serahkan ke negara yg nota bene mengedepankan nasionalisme ,sementara hukum di negara kita bukan hukum Islam .jadi jangan ikut campur masalah agama..!!!urus aja tuh PNS yg pada korupsi atau morat maritnya struktur pemerintahan yg nggak bener!!!! dari pada ikut campur masalah agama dengan memaksakan hukum negara yg nggak bener ke hukum islam jelas jelas harus dipatuhi

    @
    Satu pemikiran yang menarik. Lepaskan semua urusan aqidah/agama dari hukum negara. Mulai dari mana ?, kita gugat pancasila, terutama sila ke satu, hapus semua simbol-simbol agama di muka bumi Indonesia, tidak boleh lagi pemerintah mengeluarkan peraturan ijin organisasi yang berbau keagamaan, tutup departemen agama, hilangkah sumpah jabatan dengan nama agama (agama apapun), jangan memberikan bantuan pada organisasi keagamaan kecuali untuk kepentingan bisnis, tidak boleh lagi ada surat keputusan pemerintah atawa negara yang dimulai dengan lafal keagamaan, pokoknya bersih deh dunia Indonesia dari semua nuansa agama. Pokoke ruang publik bebas dari apapun yang berbau agama. Jangan lupa, pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri juga dilarang, tidak boleh ada lagi yang membiayai pelajaran agama, tidak ada lagi urusan cerai menceraikan yang diurus negara, silahkan cerai sendiri. Hapus ktp yang mengindikasikan informasi agama, hapus juga apa saja yang negara/pemerintah buat dengan kata agama. Pokoknya negara tidak diijinkan membuat peraturan dimana ada kata agama atau kata penganutnya. Negara Indonesia menjadi negara yang bebas asap rokok… eh bebas agama.
    Wah, kalau begini… repot ah… saya harus segera melepaskan diri dari kewarganegaraan Indonesia atau gimana yah… 🙂 😀

    Suka

  16. arulcreative said

    untung awal rmdhannya duku bareng..
    kalo awal+akhir g bareng…niscaya milih awal rmdhn yang kedua,akhir ramadhanya yang pertama…hehehe…

    setahu saya,,kalau mau sami’na wa atha’na sama pemerintah,ya semestinya pemerintahan islam dunk..kaya arab gityu,,lha wong indo bukan pemerintahan islam!/!/???

    kalu mau nurut depag…emmm,,gimana yach??? agak g ikhlas…
    pasalnya…amri yang mau kita turut ((ketua depag.red/)) seharusnya bersikap adil,amanah,,dan lain2(yang baik-baik). TAPI….!!! realitany depag isinya orang2 nahndiyin,,,yang muhammadiyah g kebagian tempat…. apa itu adil??????
    apakah orang seperti mereka yang akan kita patuhi????????

    @
    Betul Mas… yang penting jangan kita turuti deh… gengsi lah…
    Juga kan lebih maslahat kalau sholat Ied nya nggak barang. Hari ini isteri, besok suami, mertua sama menantu terpisah…
    Pokoknya perbedaan itu rahmat. Kita harus terus mencari perbedaan dengan berbagai alasan dan sebab. Dengan begitu kita akan tampak lebih bertakwa, lebih toleran, lebih pintar, lebih menonjol…

    Pokoknya sip deh…

    (Bingung mode otak : Off, mode nafsu : On)

    Suka

  17. sigito said

    Perbedaan itu Indah.
    Bahkan saat ini ada sebuah Pertanyaan yang mungkin jawabnya juga akan Bervariasi.
    Dimanakan Alloh itu??
    Ada yang bilang diatas Arsy di Langit (langit itu apa??)
    Ada yang bilang dalam diri kita
    Ada yang bilang dimana mana…

    Maaf keluar Topik, tapi itulah Khilafah…

    @
    😀 komentar baliknya sama deh dengan komentar No. 13
    Memang rahmat, karena itu perbedaan harus diciptakan… 😀 , karena hanya dengan begitu, tetangga dengan kita bisa berbeda waktu sholat Iednya. Bukankah dengan demikian kita bisa berbangga karena kitalah yang paling pintar….

    Suka

  18. ian said

    Ass. maaf kalo boleh komen, bagiku perbedaan boleh aja, yang penting nggak ada unsur politik, unsur kelompok dan unsur individu. ingat kewajiban manusia berpuasa untuk menahan hawa nafsu, jadi dalam mengambil suatu keputusan jgn dilandasi nafsu atau kepentingan – kepentingan lain. kenapa hanya ramadhan dan syawal yang di ributkan? bagaimana bulan – bulan yang lain? mungkin klo kita belajar dari 10 bulan sebelumnya nggak bakal ada perbedaan.thanks
    tapi yang penting di bulan yang penuh dengan kebaikan ini jgn kita nodai dengan hal – hal yang tidak perlu, selamat berpuasa, mohon maaf lahir dan bathin

    @
    Oh ya… Mas Ian… saya tidak tahu apakah ada unsur politik, kelompok, atau individu. Menurut saya sih nggak, tapi keangkuhan kelompok ada dan individu ada. Karena mendahulukan perbedaan dari pada mencari kesamaan dan kebersamaa.

    Menurut saya ini noda dari ummat Islam di Indonesia karena perbedaan waktu hanya orang-orang yang bersebelahan, bertetangga. Ini akibat dua hitungan ini. Artinya sudah sangat jauh dari kisah sahabat dan orang-orang terdahulu. Dan ini sangat dipengaruhi oleh dua ormas terbesar di Indonesia.
    Saya mengalami kekecewaan seperti ini sejak kecil mas… lebih dari 40 tahun yang lalu….

    Suka

  19. Abu Salma said

    OK Good Betul kita harus terima adanya perbedaan pendapat dan berlapang dada..

    Salah satu sumber informasi 1 Syawal, ramadhan dan bulan lainnya ada di :

    http://rukyatulhilal.org/visibilitas/1428/syawal.html

    Ada juga info bulan2x sebelumnya dan tahun lalu.
    Dilengkapi dengan perhitungan dan kajian , minimal ada 5 metoda / kriteria yg digunakan.
    Kita juga bisa melihat keakuratan prediksi dari bulan sebelumnya misalnya 1 ramdhan jatuh tgl 13 Septem 2007 berdasarkan 5 metoda yg terbanyak mempresiksi tgl 13 Septem 2007

    Demikian sebagai sharing informasi

    @
    Kalau kemudian berbeda… yah … apaboleh buat, saya harus berlapang dada dan memaafkan ketidaksantunan pemimpin organisasi yang membuat kami satu dusun dipecah-pecah oleh segala alasan dan ketidakmauan taat kepada pemimpin yang lebih luas dan besar.
    Terimakasih Pak Ust. Abu Salma atas infonya dan juga kesudian berkunjung ke blog jelek ini…. 🙂

    Suka

  20. Anonim said

    Ya Allah, ya Haq, ya Salam, Ya Rahman, ya Rohim….Ampunilah dosa bangsa kami ini, yang masih belum bisa memahami petunjuk qalam Mu dalam Al Quran, yang tidak ada keburukannya baik dari depan maupun dari belakangnya.
    Kami menganggap perbedaan itu rahmat Mu ( Astagfirullah), padalah dalam qalamMu yang di beri judul surat Ali Imran oleh sahabat rasulMu mengatakan telah Engkau selamatkan kami dari jurang api neraka karena kami dulu berbeda dan bertentangan menjadi bersatu. tapi masih banyak yang beranggapan bahwa perbedaan itu rahmat gara-gara ada manusia yang mengaku orang yang pintar beragama dan dekat dengan rasulMu dan kami mengatakan sekarang itu hadist, seolah-olah itu yang lebih utama. padahal Engkau menciptakan kami dari berbagai suku dan bangsa untuk saling mengenal, bukan bertentangan.
    Ya Allah, telah Engkau ajarkan kami suatu Ilmu pengetahuan dalam segala hal dan salah satunya untuk menghitung hari,bulan dan tahun di dalam surat Yunus, dan didalam surat Al Baqoroh, tapi manusia sekarang ini sama tabiatnya dengan umat Nabi Musa dalam beribadah, menambah-nambah yang tidak perlu dan jarang berprinsip: kami dengar dan kami ikuti/patuhi.
    Ya Allah, tolonglah lagi bangsa kami ini,tunjukkannlah para pemimpin kami jalan yang lurus dan yang Engkau ridhoi agar bertambah pintar dan bersih hatinya dan hanya takut KepadaMu Ya Allah.
    Ya Allah Ya Hayul, Ya Qoyum, bagaimana nanti kami di Akhirat nanti untuk menemui RasulMu dan bertanggung jawab kepada Engkau ya Allah, malu kami ini. Dan aku berharap di masa pembalasan nanti kami bisa puasa dan lebaran sama-sama ya, kan cuma Allah yang menentukan yang Haq itu Haq dan batil itu batil tampa tunggu sidang isbat sidang ini, itu, partai ini dan itu ya.
    Perkenankanlah doa kami ini ya Allah, buatlah umatMu ini tidak bersedih hati dan jadikanlah kami ini Bangsa yang selalu mengikuti PerintahMu dan Sabar dalam segala cobaan yang tangan kami perbuat. Ampuni kami ya Alah, ampun ya Rob, …. ampun…

    @
    Amin.
    (Saya ingin postingkan do’a indah ini).

    Suka

  21. styadies said

    assalamu alaikum wr. wb.
    perbedaan adalah rahmat. kalender yang dibuat pada 1 muharam, umumnya sama. secara perhitungan (hisab) ke depan juga bisa diasumsikan (akan) sama. sedikit nimbrung, ya….
    waktu shalat kita dibuat dengan perhitungan (hisab). kita jarang sekali memperhatikan matahari terbit, tergelincir, atau terbenam, kecuali dengan panduan jam. jadi besok waktu shalat subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya jam berapa sudah bisa diketahui dengan perhitungan manusia. mungkin hal ini berlaku juga untuk penetapan waktu kalender.
    perhitungan manusia tentu memiliki kebenaran relatif.
    salam,

    yd

    @
    Wass.wr.wb
    Ya.. betul kebenaran yang dipahami manusia relatif…
    dalam hal hari raya, yang agor ingin garis bawahi hanyalah kebersamaan itu indah. Kesempatan ini jangan disia-siakan. Tidak ada petunjuk agar dipecah-pecah sehingga yang bersaudara dan berdekatan, bertetangga menjadi berbeda-beda. Jadikan Ied menjadi satu keniscayaan syiar agama, bukan malah meresahkan…

    Suka

  22. edwin said

    Menurut saya cari jalan aman dari hari haramnya orang berpuasa (double impact) 1. Tidak berdosa jika ternyata benar hari jum’at tgl 12 jatuh 1 Syawal tahun ini, maka kami sekeluarga sudah tidak menjalankan puasa, akan tetapi jika 1 Syawal benar hari Sabtu tgl 13 maka kami tinggal mengganti puasa di lain hari. 2. double impactnya adalah : karena kita hidup di masyarakat yang heterogen madzab maka demi ukhuwah kami melaksanakan Sholat Ied-nya hari Sabtu tanggal 13 oktober. getu BOooosssssssssssss

    @
    Keputusan dari organisasi yang mempengaruhi keputusan perbedaan hari di negeri yang 80% beragama Islam ini melahirkan rujukan yang menyebabkan hal-hal yang juga menimbulkan hilangnya kenyamanan menjalankan ibadah puasa. Apalagi kalau suami isteri berbeda, anak dan bapak berbeda. Tetangga dengan kita berbeda. Anak sahur, Bapak itikaf di Mesjid menyambut 1 Syawal. Begitu juga menantu dan mertua. Kejadian ini berulang-ulang setiap tahun, kecuali saat titik Nol untuk melihat hilal menjelang 1 Syawal berada di luar kawasan Indonesia.

    Pertanyaan kemudian : Apakah di masa Nabi dan setelahnya terjadi hal-hal seperti ini. Bagaimana dengan saudara-saudara kita di negeri lain, apakah terjadi hal seperti ini? Apakah dengan kejadian seperti ini kita akan terus mengembangkan pemikiran yang aneh :
    Perbedaan adalah rahmat –> Kalau begitu, maka perbesarlah rahmat ini…. jadi perbedaan harus diperbesar.
    Toleransi harus dikembangkan –>Maka tercerai berailah menikmati hari kemenangan ini, dan jangan dipersoalkan lagi. Kita maklumi saja keputusan ini sebagai keputusan yang terbaik buat bangsa ini –>Kenapa ummat harus mengembangkan toleransi, sedang pemimpinnya tidak mau bersepakat.
    Semuanya benar : mengandung kesalahan dan kebenaran dua-duanya –> jadi 1 Syawal bisa tanggal 12 dan bisa tanggal 13 Oktober –>Walah ini juga menghancurkan logika manusia. Bulannya satu, buminya satu, agama Islamnya satu lalu khusus untuk kejadian ini, dua-duanya menjadi benar dengan alasan khilafiyah atau apa saja deh.
    Mencegah hari haramNya berpuasa –> Wallahu’alam, berdosa atau tidak karenanya. Allah seperti apa yang ada di dalam pikiran kita, yang mewujudkan hukumNya dan dosa atas petunjukNya yang kemudian karenanya manusia :sepakat untuk tidak sepakat.
    Manfaat dan mudharat –>Setiap bertemu dengan siapapun, agor selalu mendapatkan jawaban bahwa mudharatnya lebih besar dari pada manfaatnya ketika perbedaan 1 Syawal seperti kejadian ini.–>Apakah para pemimpin ummat yang mempengaruhi totalitas ummat di Indonesia menghasilkan keputusan yang mengakibatkan hari kemenangan terpecah-pecah ini membahagiakan?.
    Jalan tengah –>Sebagai ummat beragama Islam, saya dipaksa dan harus merelakan kejadian ini berulang setiap tahun. Saya mengalami hal ini sejak kecil sampai puluhan tahun kemudian. Inikah yang ingin dicitrakan pengaruh organisasi Islam dalam kehidupan ummat Islam. Apakah ini menjadi kebanggaan, menjadi kepuasan para pemimpin ummat dengan kebenarannya masing-masing?.

    Seperti yang Mas Edwin sampaikan demi ukhuwah saya tidak berpuasa di Tanggal 12 Oktober 2007 dan Shalat Ied di Tanggal 13 Oktober 2007.
    Apakah ini bukan keterpaksaan ummat untuk MEMAKLUMI/BERTOLERANSI ATAS KEPUTUSAN ORGANISASI BESAR ISLAM DI INDONESIA INI?. –>MENGAPA KARENA ALASAN UKHUWAH ISLAMIYAH, ITU TIDAK MAU DILAKUKAN OLEH PARA PEMIMPIN UMMAT.

    Salahkah, karena alasan yang sama maka saya merasa dizalimi oleh keputusan ini?.

    Suka

  23. Kya_btok said

    yang jelas kita harus kembalikan niat ibadah kita yaitu hanya kepada Alloh bukan kepada matahari atau bulan atau hari, jadi tidak masalah mau lebaran hari jumat atau sabtu tergantung keyakinan kita masing-masing. yang tidak benar itu pada saat kita lebaran hari jumat langsung bergaya, misal untuk yg merokok di luar (dihadapan orang2 yg masih berpuasa) dengan bebasnya atau datang ke tetangga meminta maaf (berlebaran) padahal tetangga kita masih berpuasa,… mari kita saling menghargai,…

    @
    Betul Mas, kita harus saling menghargai. Ini adalah alasan klasik toleransi. Tapi menurut saya jelas, saya tidak merasa berbahagia (berkurang) karena perbedaan ini menjadikan ketupat lebaran harus dimakan sebagian, dan sebagian lain masih berpuasa. Hargailah… hargailah…hargailah…

    As a result, inilah bukti toleransi dan kami harus menelan pil pahit toleransi ini. SEOLAH-OLAH TIDAK ADA JALAN LAIN UNTUK BERSEPAKAT dari PARA PEMIMPIN UMMAT. SEOLAH PERBEDAAN MENJADI KEHARUSAN APAPUN RESIKO ketidaknyamanan yang karena SEPAKAT UNTUK TIDAK SEPAKAT, maka perbedaan ini menjadi kebanggan masing-masing. Astagfirullah.

    Suka

  24. a_riadhi said

    Pendapat saya begini :
    Sebenarnya kita tidak perlu berbeda untuk menentukan kapan 1 Sya’wal, karena pada dasarnya :
    1. Semua umat Islam punya kiblat yang sama yaitu Baitullah yang berada di Mekkah.
    2. Penanggalan Hijriah diawal dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah, yang berarti sejarah penentuan tanggal Hijriah persis kejadiannya terjadi di daerah Mekkah – Madinah.
    3. Perbedaan waktu antara Mekkah (GMT+3 )dengan Jakarta (GMT+7) lebih dahulu Jakarta +/- 4 jam.
    4. Kemajuan teknologi sekarang, membuat kita bisa dengan segera mengetahui kejadian dipelosok dunia manapun.
    Bukan sama sekali untuk tidak menghargai ahli-ahli hisab tanah air, yang setiap tahun selalu berbeda dalam penentuan 1 Sya’wal, tetapi perbedaan tidak akan pernah terjadi, kalo kita sama-sama mau mengikuti orang-orang yang berada di Mekkah dalam penentuan 1 Sya’wal dan ini adalah masalah agama dan keyakinan, dimana kelompok-kelompok atau bahkan pemerintah sekalipun tidak bisa memaksakan pendapat atau keputusannya untuk dipatuhi, tetapi mereka hanyalah menganjurkan sesuai pemahaman ilmu ahli-ahli hisab mereka.
    Gampangnya pada tanggal 29 Ramadhan malam (11/10/2007), kita liat aja siaran TV Saudi di Asiasat2, kalo mereka tidak melakukan Sholat tarawih tetapi melakukan Talbiyah, berarti besok tanggal 12/10/2007 adalah 1 Sya’wal / lebaran.
    Sekian pendapat saya.

    @
    Yang ingin agor garisbawahi dalam perbedaan 1 Syawal ini adalah kesia-siaan. Kalau saya tinggal satu rumah, isteri dan anak mengambil pilihan “keyakinan yang berbeda” atas dasar informasi yang diterima dan fanatisme organisasi, apakah ini ada pada ranah hisab dan rukhyat?. perbedaan seperti inilah yang puluhan tahun terjadi di Indonesia. Ini tidak logis, mubazir dan sok-sok an. Ini egoisme. Pada jaman Nabi tidak ada kejadian seperti ini, juga setelahnya. Di negeri lain juga tidak. Tapi di Indonesia, …. cape deh.

    Mengenai point 3 : Perbedaan waktu antara Mekkah dengan Jakarta bisa ditelusuri dari garis tanggal yang bisa dijelaskan secara astronomis. Sepengetahuan agor, Arab Saudi akan mendahului kita di Indonesia. Tapi, agor tidak kompeten di bidang ini. Jadi tidak tahulah…..

    Ini soal keyakinan?. Ini menurut agor salah kaprah, ini lebih jawaban untuk tidak mau saling bersilaturahmi dengan meng-ego-kan diri. Keyakinan pada hal gaib tidak bisa ditawar karena keduanya tidak ada pengetahuan untuk menjelaskan yang tidak diketahui. Tapi soal garis Nol hilal, ufuk, potongan penampakan bulan, ini bukan soal kepercayaan yang tak terjelaskan. Jangan kita elakkan pengetahuan dan kesatuan pendapat dengan alasan yang memperbincangkan menutupnya sebuah wacana persaudaraan dan kenikmatan bersholat Ied bersama. Khalifah Umar gelisah karena tarawih sendiri-sendiri, jaman Nabi sendiri-sendiri. Taraweh disatukan adalah Ijtihad berdimensi ukhuwah keislaman. Apakah titik pandang seperti ini meraih martabat buruk? Sedangkan di kita, malah dipisah-pisahkan… lalu apakah karenanya ini membahagiakan ummat. Sekali lagi, titik pandang agor ada pada kebersamaan, karena agor gagal melihat ini sebagai ukhuwah yang diagung-agungkan.

    Suka

  25. arthani said

    JEDDAH – Ahli ilmu falak (astronomi) Arab Saudi menyatakan, berdasarkan perhitungan, Idul Fitri 1428 Hijriah akan jatuh pada Sabtu, 13 Oktober 2007. Perhitungan ‘iqtiran’ (kedekatan) antara matahari dan bulan yang dilakukan tim ahli falak Universitas King Fahd mendapatkan hilal (bulan sabit) pada saat matahari tenggelam baru terlihat pada Jumat, 12 Oktober.

    Dr Ali Bin Mohamed Al-Shukri, kepala Jurusan Fisika Universitas King Fahd mengatakan, iqtiran matahari dan bulan terjadi pada Kamis (11/10) pukul delapan pagi lewat dua menit waktu Saudi. “Dengan demikian, kelahiran bulan baru (bukan munculnya bulan sabit) akan terjadi pada Kamis sekitar satu menit sebelum matahari tenggelam,” kata Al-Shukri kepada harian berbahasa Arab Al-Watan.

    Berdasarkan perhitungan falak yang mendasarkan penentuan awal bulan dari terlihatnya bulan, menurut Al-Shukri, tidak memungkinkan untuk melihat hilal (bulan sabit) pada saat matahari tenggelam pada Kamis malam karena tidak muncul di ufuk. Karena itu, Jumat tidak mungkin sebagai awal Idul Fitri. Hilal, lanjut Al-Shukri, akan dapat dilihat pada Jumat malam karena pada saat matahari tenggelam bulan sabit berada pada ketinggian enam derajat di atas ufuk. “Pada saat itu umur hilal tersebut 36 jam atau 2 persen dari total bulan purnama,” jelasnya.

    Hasil perhitungan tim ahli falak Saudi itu sama dengan hasil perhitungan ahli falak Uni Emirat Arab (UEA). Perhimpunan ahli astronomi UEA (The Emirates Astronomical Society) yang berkantor di Abu Dhabi meyakini awal Idul Fitri 1428 H jatuh pada Sabtu 13 Oktober 2007.

    Kantor berita UEA, WAM, mengutip Mohammed Shaukat Awda, ketua The Islamic Crescents’ Observation Project (ICOP), mengatakan, hasil perhitungan 350 ahli falak mendapat perhitungan awal Syawal akan terjadi pada 13 Oktober. “Jatuhnya awal Syawal pada Sabtu terjadi di sebagian besar negara muslim,” ujar Awda.(arabic news)
    ————————————-
    Jadi janganlah kita di Indonesia ini mengira, orang-orang Arab di Timur Tengah sana dalam menentukan penentuan awal bulan untuk kepentingan agama, hanya ditentukan oleh otoritas Kerajaan mereka saja tanpa mempertimbangkan unsur fatwa ulamanya dan masukan dari para ilmuannya yang ternyata menggunakan metode-metode modern pula. Secara faktual, seharusnya Saudi Arabia lebih duluan melihat ‘bulan baru’ karena posisinya geografisnya yang berada lebih Barat dari Indonesia, sebab kemunculan bulan baru itu munculnya dari ufuk sebelah Barat Bumi kita seperti di ufuk matahari terbenam. Jadi, kalau mereka Idul Fithri saja hari SABTU tanggal 13 Oktober 2007 nanti, apakah kita di Indonesia mau lebaran sehari lebih dulu dari mereka? yaitu tgl 12 Oktober 2007 seperti yg sudah diumumkan beberapa organisasi ISLAM?

    @
    Pokoknya kalau tidak berbeda… tidak mantap 😦

    Suka

  26. hakim said

    Assalamualaikum…
    Bang Agor, dari cara Anda memberi “garis bawah” terlihat Anda tidak sedang ingin share yang objektif karena Anda menggiring kami untuk mengikuti “kebersamaan”. Menurut saya, Anda agak berlebihan menyikapi perbedaan, karena fenomena di lapangan ketika idul fitri berbeda, tidak seperti yang Anda deskripsikan, biasa-biasa aja kok! Tidak juga mengurangi saling mengasihi dan menghormati. Sekali lagi biasa aja. Saya juga kurang yakin, buat warga non-Muhammadiyah, seandainya ormas yang dimaksud memutuskan beda dengan pemerintah, apa juga akan berkata, “Ayo demi kebersamaan, samakan aja!” Keyakinan itu soal hati, jadi nggak bisa disamaratakan demi alasan kebersamaan (padahal juga nggak mengakibatkan perpecahan tuh, kecuali yang tidak mau membuka diri, hati, dan pikiran. jangan mendeskriditkan pimpinan ormas gara2 idul fitrinya berbeda. Saya, misalnya, berusaha ittiba’ untuk merayakan idul fitri tangal 12 dengan cara mencari tahu, membaca, share, dll. tanpa harus emosi dan sejenisnya. Saudaraku yang yakin tanggal 12 monggo, yang tanggal 13 monggo. Jangan hembuskan ketidakbersamaan karena perbedaan itu. Wassalam

    @
    Wass. Wr. Wb.
    Mas Hakim yang dirahmati Allah…. Mas benar sekali, saya sama sekali tidak sedang membahas keobjektifan dari penetapan hilal dan rukyat (meski saya link garis astronomis dan pembahasan dari para pakarnya). Tapi saya menyampaikan unek-unek, seperti disebutkan di awal postingan. Biasa-biasa juga, kami tetap saling menghormati. Itu juga saya jelaskan dipostingan. Ini pengalaman tahun lalu saya (bukan diskusi saat tausyiah subuh). Saya pulang dengan susah payah dan berlebaran di rumah mertua. Adik ipar pilih lebaran ikuti Muhammadiyah, Ayah mertua ikut Pemerintah, Adik ipar berbeda shalat Iednya dengan suaminya. Kami siap-siap berangkat Ied, harapan untuk pulang makan ketupat tertunda. Terus terang, hati ini terasa kering, waktu kunjung ke saudara menjadi terpilah-pilah. Kebersamaan itu seperti direnggut begitu saja. Keluarga dengan banyak saudara, nyaris jarang bertemu. Waktu pertemuan bersama-sama, biasanya karena : ada yang menikah, ada kematian, dan ada Idul Fitri. Berkumpul bersama yang terindah adalah hari Idul Fitri bagi manusia Indonesia ini.

    Hal kedua, yang juga menurut saya penting adalah, perbedaan ini kemudian mendefinisikan kejadian dalam konteks-konteks perilaku yang dipahami dengan cara yang saling menutup diri. Ini diungkapkan dengan kalimat atau kata : Ini masalah keyakinan, ini masalah hati, ini masalah bukan pemerintahan Islam, ini masalah ijtihad, ini masalah khilafiyah, “perbedaan di antara ummatku adalah rahmat”, tanggal 12 benar, tanggal 13 Oktober 2007 sama dengan 1 Syawal 1428 H sama benarnya, yang penting puasa di hari Ied haram. Pola-pola berpikir ini tidak menampilkan pendekatan kritis bagaimana sebuah masalah didefinisikan dan hasil yang dicapai dari perbedaan ini sama sekali tidak menunjukkan keutamaan musyawarah.

    Jadi tersurat dan tersirat, lebih dari 40 tahun mengikuti perbedaan ini, saya kemudian bertanya kembali : Apa manfaatnya, besar mana manfaat dibanding mudharatnya?. Mari kita renungkan, kalau Mas menikahi wanita yang setiap tahun berbeda waktu sholat Iednya dengan Mas, apakah Mas akan merasa lengkap menjalani ibadah puasa dan berlanjut ke sholat Ied. (Ini tidak terjadi dengan keluarga saya, tapi di keluarga lain, saya melihatnya). Semua itu dibungkus dengan keharusan bertoleransi dan berdemokrasi. Mengapa kami harus mengalami seperti ini hanya karena perbedaan-perbedaan yang dihasilkan oleh para pemimpin ummat yang membuat kami bingung…..

    Kira-kira itulah… sekali lagi tidak objektif, unek-unek itu tidak objektif. Di sisi lain, bersyukur tentu kami telah bersua Ramadhan, penghulu segala bulan. Kami menghormati perbedaan ini, tapi alangkah indahnya jika para pemimpin ummat juga bertoleransi atas ketidaknyamanan ummat, Muhammadiyah atau bukan. Jelas kami akan lebih memberikan apresiasi jika kebahagiaan dusun kami bersholat Ied bersama tidak dibikin seperti ini. SALAHKAH HARAPAN INI?. Wass

    Suka

  27. budi said

    kalao saya berbeda itu biasa. karena gak kelihatan pinter kalao gak berbeda. gak kelihatan canggih kalo gak bisa memprediksi 1 syawal jauh-jauh hari. gak bisa mengukur kekuatan umat kalao gak beda, ketupat cepet habis kalo gak beda.

    yg saya makssud setelah duduk bersama lalu berbeda, itu yang bagus, bukan tidak pernah duduk bersama karena memang kita berbeda. AROGAN….

    @

    Ini bukan arogan Mas, ini menunjukkan modernisasi, menunjukkan pemanfaatan teknologi. Ini canggih, sekali lagi canggih. Kami sudah bisa memprediksi bahkan ratusan tahun ke depan. Perbedaan ini sekali lagi rahmat. Jangan dibesar-besarkan rahmat ini. Biarlah mereka tidak usah bisa sholat Ied bersama, kan keyakinan mereka berbeda. Coba saja kalau sadunia ikut kami. Tidak akan terjadi perbedaan ini.

    (Mode otak : on , Mode hati : off) 😦 😦 😦 😦 😦 😦 😦 😦

    Suka

  28. bulawang said

    Yah mari buat keBingungan bareng-bareng

    seperti Teman -teman lain juga pada bingung gue apalagi. makin bingung. kenapa satu golongan meski mengungkapkan bentuk “arogan”sinya dengan lebih dahulu menentukan 1 Syawal pada pertengah ramadhan berlangsung. bukankah ini bentuk kesombongan yang disombongkan.
    Kenapa tidak pada saat ramadhan mencapai 29 aja baru diomongkan. biar golongan yang lain bisa melakukan pandangan untuk saling mengoreksi.
    Kalo ormas islam modelnya seperti ini, ummat kapan akan mencapai kejayaan, isinya menonjolkan perbedaan melulu nggk ada penyatuan visi misi. Ya kalo gitu apa perbedaan masih bisa dikatakan sebagai rahmat atau sunnahtullah.

    @
    Ha…ha…ha…ha…ha… bingung… salah sendiri kenapa bingung. Kok saya jadi bangga mendengar sampeyan bingung…
    (Subhanallah, Astagfirullah).

    Suka

  29. Duit said

    Berapa kerugian yang harus ditanggung jika penetapan 1 Syawal tidak sesuai rencana?
    Jika Pemerintah ikut menetapkan 1 Syawal 1428H pada Jum’at 12 Oktober 2007, maka beberapa sentra bisnis akan mengalami kerugian milyaran rupiah:
    1. Ribuan orang yang berencana akan berbelanja pada malam takbir (Jum’at malam), tidak akan terjadi.
    2. Tayangan televisi dengan segudang iklan, tidak akan mengalami kepatalan.

    Jadi semua tergantung duit.
    Semakin besar duit untuk menggolkan 1 Syawal, tanpa peduli ada sebagian yang telah melihat hilal.

    @
    Ha…ha…ha…. sebagian sudah melihat hilal dua minggu sebelum hilal itu datang.
    Memang itulah pekerjaan orang-orang sakti mandraguna. Ilmu pengetahuan adalah statistik keajaiban. Beruntunglah, kejadian yang diprediksikan di hari esok terjadi. Kalau kiamat keburu datang, tentu prediksi itu mendahului waktu. Manusia berencana (rencana apa?), Allah yang menetapkan terjadinya peristiwa itu dalam kebolehanNya.

    Suka

  30. Sofian said

    Kesatuan Idul Fitri Meniscayakan Adanya Khalifah

    Di Indonesia, perbedaan hari pelaksanaan Idul Fitri 1428H nampaknya tidak terelakkan. Sekalipun sama-sama menggunakan hisab, Muhammadiyah menetapkan Idul Fitri jatuh pada tanggal 12 Oktober 2007 sementara Persatuan Islam (Persis) keesokan harinya. Organisasi Nahdhatul Ulama (NU) menggunakan rukyat lokal (khusus Indonesia) yang baru akan memutuskan kapan Idul Fitri setelah adanya keputusan apakah hilal dapat dilihat pada Maghrib hari Kamis, 11 Oktober 2007. Tidak sedikit dari kaum Muslim, termasuk Hizbut Tahrir Indonesia, yang sama dengan NU menunggu hasil rukyatul hilal. Bedanya, bukan hanya informasi dan kesaksian dari Indonesia melainkan juga dari seluruh dunia.

    Diantara hal yang cukup menyayat hati terkait kasus ini adalah:

    1. Tidak adanya pemimpin yang dapat menyatukan. Padahal, hari raya Idul Fitri tersebut terkait masalah haram. Yaitu, bila ternyata 1 Syawal jatuh pada 12 Oktober 2007 tapi tetap orang-orang shaum pada hari itu, kata Nabi, haram shaum pada hari raya Idul Fitri. Pun sebaliknya, bila ternyata 1 Syawal jatuh pada tanggal 13 Oktober 2007 tetapi orang-orang telah buka pada 12 Oktober, ini pun haram. Sebab, ini berarti berbuka pada hari diwajibkan puasa. Ringkasnya, penyatuan Idul Fitri merupakan hal yang penting dilakukan. Bukan hanya kaum Muslim di Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia.
    Wakil Presiden Jusuf Kalla minggu lalu telah mengumpulkan pimpinan organisasi-organisasi Islam, termasuk NU dan Muhammadiyah. Hasilnya, masing-masing berpegang pada pendapat sendiri-sendiri. Nampak jelas fungsi pemimpin untuk menyatukan umat tidak berjalan.

    2. Perbedaan ini bukan masalah baru, melainkan terjadi hampir setiap tahun. Yang harus diwaspadai adalah perbedaan ini dijadikan oleh pihak-pihak tertentu untuk tetap membuat kaum Muslim tidak mau menyatu. Bahkan, pertentangan yang ada. Tengoklah sikap Kantor Departemen Agama Tuban, Ngawi, Sumenep, dan Madura yang mengancam para pegawainya yang menjadi khotib sholat Idhul Fitri, Jumat (12/10) seperti dilaporkan Republika (11/10/07). Secara resmi Depag Tuban dan Ngawi terutama yang di KUA-KUA (Kantor Urusan Agama) mengeluarkan larangan untuk mengikuti sholat Idul Fitri pada tanggal 12/10/07. Padahal, lebaran mungkin tanggal 12 ataupun 13 Oktober 2007. Lebih dari itu, di Situbondo dilaporkan, spanduk pengumuman sholat Id, Jumat (12/10), telah diturunkan oleh seseorang. Hal ini menjadikan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim melaporkan ke Polda Jatim.
    Sikap yang diambil pemerintah diwakili oleh Departemen Agama. Menteri Agama Maftuh Basuni mengatakan, ”Lebaran berbeda tidak boleh mengalahkan persatuan dan keharmonisan sesama Muslim.” Dilihat dari menghindari pertentangan, sikap demikian dapat dianggap tepat. Tetapi, tetap saja tidak menyelesaikan masalah ”ada peluang diantara warga baik yang Id duluan atau belakangan yang melakukan keharaman, baik puasa pada saat Id maupun berbuka pada hari ke-30 Ramadhan”. Dengan sikap seperti itu, berarti membiarkan sebagian kaum Muslim melakukan keharaman.
    3. Dilihat dari realitas yang ada sebenarnya umat Islam dunia ini sudah menyatu. Tuhannya satu: Allah SWT, agamanya satu: Islam, akidahnya satu: akidah islamiyah, kitabnya satu: al-Quran, kiblatnya satu: ka’bah, Rasulnya satu: Nabi Muhammad SAW, satu-satunya yang beda adalah pemimpin politik. Tiap-tiap negara memiliki kehendak politik yang berbeda. Agama dipandang sebagai bagian dari budaya dan subordinasi dari kekuasaan politik. Karenanya, tidaklah mengherankan bila masalah penyatuan Idul Fitri ini tidak mendapat perhatian penuh seluruh para pemimpin Islam dunia. Aneh, untuk menyelesaikan masalah iklim diadakan Konferensi Tingkat Tinggi Internasional, tapi untuk menjaga umat dari perbuatan haram tak ada Konferensi apapun untuk melindunginya. Wajar, umat Islam saat ini tidak memiliki Khalifah sebagai pemimpin dunia. Padahal, ra`yu al-imam yarfa’u al-khilaf, pendapat imam/khalifah menghilangkan perbedaan. Kini, kaum Muslim tidak ada yang membentengi. Mulai dari kekayaan alam, akhlak, hingga kemungkinan melakukan keharaman dalam Idul Fitri tidak ada yang serius membentengi. Mengapa? Sebab, benteng tersebut kini memang belum lagi ada. Kata Rasulullah SAW:

    إِنَّمَا الْإِمَامُ ‏ ‏ جُنَّةٌ ‏ ‏يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ

    ”Sesungguhnya imam/khalifah itu adalah benteng. (Umat) berperang di belakangnya, dan dilindungi olehnya. Apabila ia memerintahkan takwa kepada Allah azza wa jalla dan berlaku adil maka baginya pahala, sebaliknya apabila ia memerintahkan selainnya maka (celaka) atasnya” (HR. Muslim).

    Jadi, ketika kita melihat kaum Muslim berbeda pendapat saat Idul Fitri maka yang harus segera ada dibenak adalah ”Kesatuan Idul Fitri meniscayakan adanya Khalifah”. Khalifah akan berpegang pada nash-nash syar’iy tanpa melupakan teknologi dalam menyatukannya. Pemikiran dan perasaan umat disatukan dalam Islam melalui institusi Khilafah

    sumber http://www.hizbut-tahrir.or.id

    @
    Gagasan khalifah adalah hal yang dapat agor pahami, betapa kesatuan itu adalah juga sebuah kerinduan….

    Suka

  31. totok said

    sebenarnya umat islam kenapa tidak melakukan sidang isbat setiap bulan sehingga begitu tiba bulan ramadhan akan lebih mudah menyatukannya. Kita ribut hanya pada tiga bulan setiap tahunnya tapi sisanya kita pura – pura bodoh. Kita harusnya melakukan hisab rukyat serta melihat hilal setiap bulan dan diumumkan secara transparan seperti bangsa Cina yang juga menggunakan penanggalan qomariah.

    @
    Sidang untuk melihat kemunculan bulan. Bulannya satu, buminya satu, garis ufuknya satu, bergerak bersama waktu. Mengapa kita pura-pura bodoh. Mengapa kita mengatakan meyakini tapi kita tidak memahaminya. Mengapa kita memahami, tapi kita mengikuti tanpa kita mau melihat keseluruhan persoalan. Mengapa syiar agama dalam satu syawal diklaim menjadi klaim untuk satu kelompok saja. Mengapa pula kita tahu bahwa saudara-saudara kita yang berada diufuk di bawah Nol (Sebagian besar Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku dan Papua) yang jelas masih tidak akan melihat hilal karena menurut peta hisab sekalipun masih dibawah garis ufuk 0 derajat mengikuti seruan untuk berlebaran. Kita tahu itu, tahu persis, tapi kita pura-pura bodoh. Alhamdulillah, Masya Allah. Semoga di masa datang tidak lagi terjadi hal-hal seperti ini dalam masyarakat Islam di Indonesia. Sekedar catatan, T.Jamaluddin, pakar astronomi disampaikan oleh Metro TV tanggal 12 Oktober dengan menggunakan teropong Boscha Lembang, tidak bisa melihat kemunculan bulan karena masih di bawah 1 derajat. Hilal baru akan tampak pada ketinggian 2 derajat. Peta ruhyat-hisab sudah tersebar dimana-mana, masyarakat bisa membaca dengan baik dan memahami kemudian apa yang sesungguhnya terjadi.

    Mudah-mudahan ada otokritik untuk perbaikan di masa-masa yad.

    Suka

  32. […] PENIPUAN ILMIAH PALING TERSOHOR SEPANJANG SEJARAHSiksa Kubur dan Ndeso !Keistimewaan Babi (bag.2)Pokoknya Awal Satu Syawal 1428 H Sebisa Mungkin Berbeda !.Tata Surya Kitalah yang […]

    Suka

  33. […] yang bikin mencuri kebahagiaan kami merayakan hari berlebaran yang menjadi tradisi bangsa ini.  Mengertikah kalian hai para ulama, hai para pengambil keputusan, hai para pemimpin ormas Islam.  Janganlah kesombongan dan kebodohan kalian membuat sebagian dari kami tidak merasa nyaman untuk […]

    Suka

  34. […] juga berulang di tahun-tahun lampau, penetapan awal puasa berbeda-beda.  Padahal teknologi dan pengetahuan untuk posisi hilal sudah jauh lebih maju dari pada masa […]

    Suka

Tinggalkan komentar