Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ayo : Mari Kita Membakar Buku !

Posted by agorsiloku pada Agustus 22, 2007

Gara-gara juklak kurikulum diknas kemarin-kemarin itu (kurikulum berbasiskan kompetensi – KBK 2004) dan yang sekarang sudah ganti lagi menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan – 2007), maka sejumlah penerbit (dan nyaris hampir semua penerbit swasta) telah mengeluarkan buku yang tidak mencantumkan PKI dalam salah satu buku ajarnya (buku sejarah). Maka timbulah aneka protes dan dilanjutkan dengan secara sporadis atas nama pemerintah, depdiknas, kejaksaan dan segala jenis oknum-oknum pertimbangan penting tidak penting serta baik dan buruk. Selanjutnya untuk kemashalatan ummat kepuasan dan selera kekuasaan maka buku harus dibakar !.

Di banyak peristiwa sejarah, pembakaran buku seperti Kaisar Nero di masa abad-abad kegelapan; premanisme intelektual adalah warna dasar dari logika Walikota Depok Nurmahmudi yang bergelar doktor ini untuk berperan serta dalam pembakaran buku.

Logika ini, kalau ingin saya sampaikan dengan santun adalah strategi dasar untuk memusnahkan apa yang tidak disukai, ditakuti, dan dibenci dengan cara-cara melenyapkannya dari permukaan bumi. Dan tentu saja, sebagai bagian dari upaya mendapatkan penghargaan dari kepemimpinan tertinggi. Apalagi ini sangat terkait dengan buku sejarah yang diterbitkan dan bisa menjerumuskan siswa Indonesia menjadi antek-antek atau tidak kenal dengan sejarah bangsanya.

Hanya memilih buku sebagai objek yang harus dimusnahkan, seperti hancurnya perpustakaan Bagdad ratusan tahun silam oleh masuknya bangsa Mongol ke Bagdad (abad ke 7 H) dan ribuan kisah penghancuran khasanah intelektual mengingatkan selalu bahwa di negeri khatulistiwa ini, darah barbar masih mengalir untuk membenci buku ketika tidak sesuai dengan ide, ideologi, paham, dan apa saja yang dianggap merusak oleh kekuasaan. Kekuasaan memang cenderung sewenang-wenang.

ha…ha…ha….

Jangan hanya kekuasaan lho… kebodohan juga cenderung sewenang-wenang.

Makanya jangan mentang-mentang berkuasa (dan juga jangan mentang-mentang tidak berkuasa !)

Tidak sedikit buku dan ajaran sesat (bukan hanya buku pelajaran) yang beredar dan ada dimana-mana. Ada buku yang layak baca dan tidak layak baca, ada buku yang hanya mengelaborasi nafsu, ada buku yang halus dan menyesatkan, dan ada buku yang membuat kita lebih arif dan lebih sadar diri. Ada buku yang kemudian karenanya orang bisa membuat jembatan yang kokoh, akhlak yang mulia, atau menggali di kedalaman bumi. Namun, membakar buku hanya karena sebab tidak dicantumkannya PKI dan masih banyaknya pilihan untuk menegasi keberadaannya, maka pilihan untuk membakar buku, rasanya adalah kebodohan dan iklan kebudayaan dari depdiknas dan kejaksaan yang ternyata belum mampu beranjak dari paradigma lama.

Dalam konteks lain, rasanya kemiskinan juga dipandang dengan cara itu. Memberantas orang miskin, menggusur orang miskin adalah anarkis legal atas nama pembangunan. Ini jauh lebih mudah dari pada memberdayakan orang miskin untuk menjadi lebih sejahtera.

Oleh karena itu, bagaimanapun : saya harus juga ucapkan selamat atas keberhasilan Orde Reformasi Indonesia dan Walikota Depok serta berbagai kota-kota lain di Indonesia untuk membakar buku sejarah Indonesia. Semoga menjadi ketelahedanan keteladanan ini tidak dijadikan kebanggaan bagi generasi mendatang.

“Lho kok mendatang terus… Piye toh…

Cita-cita kok masih jauh terus….

Kok kita nggak nambah-nambah ya derajat kearifannya???”

14 Tanggapan to “Ayo : Mari Kita Membakar Buku !”

  1. rd Limosin said

    komen dulu, baru baca. Panjang neeh

    @
    😀

    Suka

  2. Irwan said

    Lah menurutku itulah salah satunya mencegah kemungkaran dengan tangan (kekuasaan)
    Khan kata Rasulullah seperti ini kira2:
    “Jika kamu melihat kemungkaran maka cegahlah dengan tangan, jika tak mampu maka dengan lisan, jika tak mampu juga maka dengan hati dan itulah se-lemah2 nya iman”.

    eh blog bisa ga di bakar jg.

    @
    Blog dibakar… tentu bisa… paling tidak diblok, dihack, atau sejenisnya… 😦

    Suka

  3. sikabayan said

    euh.. jadi ingat ada yang ingin memusnahkan Nabi Musa AS.. dengan dibakar.. 😦
    eheheh.. seharusnyamah atuh kalau ada yang kurang mah.. ditambah ajah bukunyah terpisah.. buku khusus pembahasan sejarah pkk eh.. pki gituh.. :mrgreen:

    @
    Peradaban dan keberadaban rupanya tidak terkait dengan kemajuan teknologi dan kemoderanan, malah boleh jadi kualitas kearifan seeh menurun… 😦

    Suka

  4. Quantum said

    buku sebenarnya sudah gak jaman, he hee.. ada yang lebih gawat cd, dvd, media, internet dll. membakar buku juga sia sia saja sama spt memblock internet, selama pemikiran orang2 yang merongrong negeri ini atau islam tidak dihadang oleh pendidikan terhadap generasi muslim itu sendiri.

    Cara efektif adalah galakkan media dakwah disemua sektor dengan intensitas sesering sinetron/berita infotainment. Kunci nya sekarang di media.siapa memegang media, dia yang membentuk masyarakat. Kalau gak berhak menyetop muatan2 kebebasan pihak lain mengutarakan pendapat, maka cara yg bisa ditempuh hanya berlomba menguasai media. Blog mas agor ini salah satu media dakwah yang cerah. 🙂

    Sedangkan media adalah bisnis, jika media dakwah tidak menghasilkan bisnis dijaman sekarang akan sulit diterima, (hayo sapa yang mau pasang iklan di blog mas agor ini 🙂 ). Dilematis memang, jika pemimpin yang punya tangan tadi tidak cerdas dalam mengemban amanah mayoritas. Kesalahan terbesar adalah sistem pemilihan yang hanya memikirkan golongan2 tertentu dengan membodohi rakyat waktu memilih, tidak menjadi rahmatan linnass. seorang walikota tidak lah berdaya jika menteri dan jajaran diatasnya tidak mempunyai kebijakan yang brilliant. Hayoo sapa yang milih dulu ? hee hee

    Ibrahim dulu juga gagah menghancurkan berhala Namrudz, apakah barbar / premanisme ? padahal tidak mempunyai kekuasaan.

    @
    Senjata yang memusnahkan, yang menembaki manusia-manusia lain, yang menjadikan industri senjata membutuhkan konflik. Yang menguasai informasi (baca : persepsi isi dunia) bukan (lebih banyak bukan) milik keniscayaan pada kemutlakan. Namun, semuanya juga berada pada keseluruhan kemutlakan pada kebenaran yang tersembunyi dan halus. Kita berada pada dunia yang terisi oleh ini. Tanda-tanda jaman.

    Suka

  5. Irwan said

    Masalah pencantuman PKI dalam buku sejarah, seharusnya wajib pula mencantumkan STPDN/IPDN dalam buku sejarah tuh sama2 kejam.

    @
    Dalam sejarah pendidikan, tentu tercatat. Tapi siapa mau perduli ! 😦

    Suka

  6. Raja Ahmad Ismail said

    Assalamu’alaikum,
    Membakar buku?. Jangan. Kalau anda membakar buku, berarti anda harus membeli kertas lagi untuk mencetak buku lain. Karena harus membeli buku, maka produsen kertas harus membuat kertas untuk bahan cetakan. Karena harus membuat kertas, produsen memerlukan bahan untuk pulp sebagai bahan dasar kertas. Produsen pulp memerlukan kayu sebagai bahan baku pulp. Akhirnya terjadi legal logging dan illegal logging untuk memenuhi kebutuhan kertas kita. Yang jadi korban adalah hutan tropis kita. Iingat jutaan hektar setahun hutan tropis ditebang untuk memenuhi kebutuhan industri pulp & paper, sementara kesanggupan tumbuh kayu, katakanlah tanam sisip berhasil dilaksanakan, tidak sebanding dengan lajunya pengrusakan hutan. Contohnya, kayu jati saja baru bisa ditebang setelah paling cepat 15 tahun pasca tanam, sementara dalam kurun waktu 15 tahun berapa ribu pohon jati dan pohon lainnya musnah?.
    Yang paling indah, ya kalau dirasa tidak sesuai atau kurang mencerminkan perjalanan sejarah kita ( kalaulah sejarah ini ditulis secara objektif dan rekayasa pihak-pihak tertentu), tarik saja bukunya dari peredaran kemudian dijual untuk bahan baku industri pulp & paper untuk didaur ulang. Jadi tidak perlu harus nebang hutan buat kertas baru. Kalau dibakar, yang dapet hanya abu, paling-paling untuk pupuk, itupun kalau tidak mengandung zat kimia. Alih-alih menyuburkan malah mati tanamannya.
    Kalau memang sejarah itu perlu dipelajari, ulis ulang. Ajak rembug semua komponen masyarakat, cari masukkan apa yang patut, boleh dan harus ditulis. Jangan hanya mendengar dari satu pihak. Jangan karena protes satu pihak kita merubah jalannya sejarah. Kalau memang sejarah kita berisi sisi yang buruk, ya tulis saja. Seperti kata Mas Irwan, termasuk juga polahnya STPDN/IPDN. Sejarah Islam aja memilikisisi yang buruk kok (seperti saling perang sesama umat, jatuh menjatuhkan antara dynasti seperti terjadi kecamuk pertelingkahan antara Ummayah dan Abbasiyah, Fatimiyah di Mesir, dsb. ). Kenapa malu, memang begitu adanya.
    Wallahua’lam.

    @
    Wss.wr.wb. Yang memalukan : justru tidak malu…. malah bangga…

    Suka

  7. Spitod-san said

    Daripada dibakar, mending didaur ulang.. tapi kaya’nya sejarah begitu dipemasalahkan sebagai “ini yang benar”, sedangkan sejarah adalah llmu yang agak plin-plan.. tergantung sumbernya, pandangan bisa berbeda.

    @
    ha…ha… sejarah adalah ilmu yang plin plan… ember… emang benar… Sejarah itu adalah persepsi manusia terkini untuk memberikan label/pandangan/pemenuhan kebutuhan, terhadap kejadian di masa lalu.

    Suka

  8. imcw said

    pemerintahan kali ini memang cenderung kebablasan…

    @
    Pemerintah sudah merasa bijak… sana.
    Bersama pasti bisa… bisa senang di sini… bisa susah di sana….

    Suka

  9. Suluh said

    persis kayak om harun yahya mbredel blog gurunya…. sampe2 wp dilarang di turkey… ha ha ha

    @
    😀

    Suka

  10. Dimashusna said

    kalau kata saya sih F aksi = -F reaksi. Pembakaran buku merupakan reaksi atas tidak dicantumkannya PKI sebagai pelaku utama sejarah pemberontakan 30 september 1965. Jadi daripada bukunya membuat bingung (Kalau bukan PKI, lalu siapa?) mungkin lebih baik dibakar. Walau pelaku pembakaran sadar hal itu tidak bijaksana. Tapi kenapa tidak didaur ulang saja ya kertasnya, daripada dibakar.

    @
    Ketika merasa berkuasa… bakar saja… merasa benar…

    Suka

  11. cArE said

    BuAT aPZZZ dIbAkAr mEndINK diTeLaN….hE…hE…HE…aTo DimInUM aIRNYA BiAr PINtER!!!

    @
    Dibakar… mungkin biar dianggap bertanggungjawab dan pinter… pinter membakar buku ajar….

    Suka

  12. deedhoet said

    Kalo bukunya harus dibakar eman-eman sih, sama aja kayak kalo botol-botol miras dilindes jogjig, eman-eman botolnya. Kalo botolnya dikasih ke perajin kapal dalam botol ato pihak yang butuh botol lumayan kan? (Pasti alasannya: “Sekalian buat publikasi” ato “Emangnya kerjaan polisi ngurusin botol?”) Mungkin yang mbakar itu mikirnya juga gitu, pengen masuk tipi kali…

    Setuju kalo bukunya ditarik aja terus direvisi yang nggak sesuai. Dan seperti udah disebut, maen bakar-bakaran juga berkonotasi jelek, apalagi kalo yang dibakar adalah hasil pemikiran. Emangnya yang mbakar bisa mbuat pa?

    Sejarah indonesia sebagian emang masih nggak jelas, nggak tau harus percaya sapa. Tapi emang harus ada standarisasi sih, apalagi ini adalah buku pelajaran. Kalo nggak ntar gimana dong, generasi selanjutnya jadi tambah bingung dengan sejarah. Nah ini mumpung sebagian pelaku sejarah masih hidup harusnya segera diklarifikasi (Weks, kayak gampang aja…)

    @
    Mungkinkah ada kesamaan antara botol miras dan buku (dimata penggede) 😦

    Suka

  13. kangguru said

    Nyaeta atuh kang ngak mikir masih banyak bagian dari buku itu yang sangat bermanfaat… sekolah kekurangan bukku yang ada malah dibakar

    @
    Inilah bagian yang layak kita sesali….

    Suka

  14. Joerig™ said

    padahal kan katanya orde reforma-shit ini lebih demokrasi daripada orde baru … 😦

    @
    apakah ini menunjukkan keangkuhan kekuasaan? Ataukah akal yang tak cukup arif dari kekuasaan. Semoga ada koreksi ya….

    Suka

Tinggalkan komentar