Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Anak Terlantar dan Gelandangan Tidak Memenuhi Syarat Miskin Kok !

Posted by agorsiloku pada September 29, 2009

Sedih

Sedih

Bantuan Langsung Tunai sebagai bumper sosial diberikan kepada orang miskin, setidaknya harus memenuhi sekian syarat yang disebut sebagai variabel kemiskinan :

  1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter persegi untuk masing-masing anggota keluarga.
  2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu, kayu berkualitas rendah.
  3. Jenis dinding bangunan tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah.
  4. Fasilitas jamban tidak ada, atau ada tetapi dimiliki secara bersama-sama dengan keluarga lain.
  5. Sumber air untuk minum/memasak berasal dari sumur/mata air tak terlindung, air sungai, danau, atau air hujan.
  6. Sumber penerangan di rumah bukan listrik.
  7. Bahan bakar yang digunakan memasak berasal dari kayu bakar, arang, atau minyak tanah.
  8. Dalam seminggu tidak pernah mengonsumsi daging, susu, atau hanya sekali dalam seminggu.
  9. Dalam setahun paling tidak hanya mampu membeli pakaian baru satu stel.
  10. Makan dalam sehari hanya satu kali atau dua kali.
  11. Tidak mampu membayar anggota keluarga berobat ke puskesmas atau poliklinik.
  12. Pekerjaan utama kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan setengah hektare, buruh tani, kuli bangunan, tukang batu, tukang becak, pemulung, atau pekerja informal lainnya dengan pendapatan maksimal Rp600 ribu per bulan.
  13. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala rumah tangga bersangkutan tidak lebih dari SD.
  14. Tidak memiliki harta senilai Rp500 ribu seperti tabungan, perhiasan emas, TV berwarna, ternak, sepeda motor [kredit/non-kredit], kapal motor, tanah, atau barang modal lainnya.

Tentu saja, disamping syarat-syarat standar di atas, masih diperlukan syarat tambahan : misalnya punya KTP untuk mencairkan dana BLT.  Lalu lurah atau kades setempat akan bilang :”Mereka kan bukan penduduk kita, bukan warga kita…, jadi nggak bisa dapat bantuan langsung tunai”.  Sedangkan mereka itu, jangankan punya KTP, untuk tidur atau memasak saja tidak punya.  Mereka penduduk sampah dan liar.  Mereka layak diberitakan, layak dikasihani, tapi sama sekali tidak layak dibantu dan tidak bisa dibantu karena tidak memenuhi syarat.

Jadi, birokrat Pemerintah seharusnya memohon maaf sebesar-besarnya kepada anak terlantar dan gelandangan karena tidak bisa membantu.  Sebabnya satu saja : Syarat miskin tidak terpenuhi.

Itu ngkali bedanya pendekatan Agama Islam dengan Pemerintah.  Agama melihat dari sisi kemanusiaan sedangkan birokrasi melihat dari segi-segi legal formal.  Jadi panteslah kalau di negeri ini, terutama di kota-kota besar Pulau Jawa, kesuburan anak terlantar dan papa tidak berhasil dibasmi sampai ke akar-akarnya, karena Pemerintah tidak mampu melihat dengan hati.  Karena anggaran dari pajak orang mampu tidak berhasil diteteskan dan ditetaskan untuk menghilangkan keterlantaran mereka dari segala deritanya.

Jadi, kalau benar pemerintah mencanangkan untuk memberantas kemiskinan dan keterlantaran, mengapa tidak menghapuskan dan memberikan bantuan habis-habisan dari kemiskinan yang paling mendasar terlebih dahulu, tidak memiliki apapun juga bahkan untuk memelihara dirinya sendiri.  Berapa banyak tempat pelatihan untuk mengentaskan kaum terpinggirkan ini, berapa banyak dana disisihkan termasuk segala apa yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah untuk menghapuskan yang terlantar, yang gila berjalan-jalan di jalan raya.  Dengan atau tanpa KTP, tanpa bertanya : ini bukan penduduk kami, ini manusia liar, ini manusia yang tidak masuk kriteria. Ungkapan yang memisahkan antara amanat para pendiri negara ini dengan kebijakan yang terjadi.

Usaha masyarakat secara parsial, dukungan tentu ada, karena tidak semua anggota masyarakat beradab rela membiarkan kehidupan seperti keterlantaran ada di muka bumi.  Namun, seperti amanat undang-undang, implementasi lapangan di negeri kita masih jauh panggang dari api. Apa pemimpin bangsa ini akan tergugah?

21 Tanggapan to “Anak Terlantar dan Gelandangan Tidak Memenuhi Syarat Miskin Kok !”

  1. lovepassword said

    Kalo kaitannya BLT dan masalah KTP itu memang dilematis, Karena ini kaitannya tentu dengan administrasi dan akuntabilitas penyaluran itu sendiri. Entar kalo sembarang orang bisa dikasih tanpa KTP, endingnya justru bukan orang miskin yang dapet tetapi anak cucunya aparat itu sendiri karena tidak ada akuntabilitasnya . Lha masalah KTP ini saya rasa juga erat kaitannya dengan mengrangi kemungkinan korupsi dana itu sendiri.

    Solusinya yah mestinya harus diseimbangkan antara konsep akuntabilitas ini dengan pemerataan keadilan. Dalam tahap awal semua KTP lebih untuk orang miskin termasuk gelandangan harus digratiskan. Lha ini juga gambar besarnya memang tetap terkiat dengan 1 KTP untuk 1 orang yang berlaku dimana saja.

    Kemungkinan masalah yang selalu ada : Ada yang dapet dobel dan ada yang nggak dapet sama sekali.

    Saya juga setuju peningkatan program-program peningkatan kesejahteraan harus lebih diperbanyak.

    Suka

  2. […] jumpa lagi : Mas Agor, toBiL, […]

    Suka

  3. Memang dibutuhkan kesadaran baru untuk mengatasi masalah ini.

    Suka

  4. salam,
    senang bertemu Anda melalui blog ini saya Agus Suhanto, tulisan yg bagus 🙂
    lam kenal yaa

    Suka

  5. @Kang Agor
    Kalau syarat miskin tak terpenuhi, apalagi syarat kaya…. hahaha.
    Duhhh apa nggak malu neehh Bapak-bapak yang dimuliaken Negara.

    Suka

  6. Fitri said

    Salam kenal

    Suka

  7. […] tidak jauh dari segala bentuk literatur baik yang berupa teks book maupun  padangan kalangan umat Islam yang sudah sangat teruji […]

    Suka

  8. ubung said

    mas agor, miskin itu tanggung jawab yang kaya apalagi hidup mewah, dan kesadaran yang hidupnya mencukupi agar mensyukuri nikmat yang ada, dan yang miskin juga bertanggung jawab sebagai solidaritas, dan perintah itu hak Allah mudah diucapkan, tapi sedikit yang melaksanakan dan mudah mudahan kita tidak tergolong didalamnya mudah2an yaa mas agor

    Suka

    • agorsiloku said

      Miskin itu tanggung jawab yang mampu, bentuk membayar pajak kepada negara, kepada pemerintah, menyantuni anak yatim adalah bagian dari tanggung jawab horizontal. Dalam skala garis organisasi, maka pemerintah jelas bertanggung jawab dan mengarahkan masyarakat untuk bertindak seperti diamanatkan UUD. Tinggal bagaimana Pemerintah mengelola semua kekayaan negara untuk kemakmuran rakyatnya.
      Betul sekali pula, mudah diucapkan, tak mudah dilaksanakan. Karenanya, selalu mulailah dari lingkungan terdekat kita, handai taulan, dlsb…..
      Salam

      Suka

    • @Mas Ubung
      miskin itu tanggung jawab yang kaya apalagi hidup mewah
      _______________
      Kalau yang miskin Ilmu, tanggung jawab siapa ?! :mrgreen:

      Suka

  9. ABDUL AZIZ said

    Assalamu’alaikum,

    “Agama melihat dari sisi kemanusiaan sedangkan birokrasi melihat dari segi-segi legal formal.”

    Betul Kang, Islam kan rahmatan lil ‘alamin. Konon, disertasi SBY katanya tentang pengentasan kemiskinan, mungkin itu yang dijadikan rujukan mereka.

    Terima kasih Kang.

    Salam

    Suka

  10. wow jadi takut iskin nih 🙂

    Suka

  11. TULISANNYA CUKUP BERMANFAAT. KUNJUNGI JUGA SEMUA TENTANG PAKPAK DAN UPDATE BERITA-BERITA DARI KABUPATEN PAKPAK BHARAT DI GETA_PAKPAK.COM http://boeangsaoet.wordpress.com

    Suka

  12. […] Mulyasari yang diobok-obok karena mengeluhkan pelayanan sebuah rumah sakit. Juga bukan tentang anak terlantar yang tidak memenuhi syarat miskin. Ini tentang orang tua yang anaknya mengusirnya, setelah semua […]

    Suka

Tinggalkan komentar