Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Menjadi Musyrik Karena Anak?

Posted by agorsiloku pada Juni 24, 2008

QS 7:190 dalam terjemahan depag : “Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya kepada keduanya itu. Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan.”  Ayat ini menjadi topik diskusi sejak lama, termasuk juga blog ini kebagian, yang kebetulan mewacanakan tentang proses penciptaan manusia dan “polemik” pikiran “Siapakah Adam” dan mahluk berakal di luar pesawat bulat bernama bumi ini.

Ada sedikit keterkejutan ketika mencoba surfing di internet perihal QS 179.  Paling tidak saya menemukan beberapa “polemik” yang cukup mengejutkan :

Ayat ini dipolemikkan mengenai keyakinan terhadap kemusyrikan orang tua dari Nabi Besar Muhammad.  Penjelasan (yang mungkin juga kurang jelas) saya temui di blog worpress juga : kajian-ilmiyah-tentang-kedua-orang-tua-nabi-menjawab-syubuhat-syi’ah-2 (klik link). (Oh ya sebelum dilanjutkan, blog ini tidak ingin melakukan pembahasan yang menyangkut perbedaan yang menjurus pada perbedaan pandangan yang berujung saling meng…..kan antara pihak-pihak yang bertikai.  jadi mohon jangan jadikan blog ini bagian dari ini ya 😀  – Saya hanya mengambil yg relevan saja)

Yang Kedua, bahkan secara tak sadari, ayat ini berkait malah dengan Nabi Ibrahim dan puteranya.  Silahkan simak di sini : Ketika Aku Tergoda….

Dan pada bagian komentar-komentar (dan juga pada beberapa site lainnya, terkandung pembahasan mengenai penciptaan Nabi Adam dan pandangan mengenai Nabi Adam menjadi musyrik.  Ini dikritisi oleh Mas Aburahat, bahwa ayat ini tidak sedang berbicara tentang kemusyrikan, apalagi Rasul Allah yang setiap tindakannya berada pada keridhaan Allah.  Mas Abu (dan saya juga) menilai bahwa ayat ini tidak berkenaan dengan Nabi Ibrahim, Nabi Musa, apalagi Nabi Adam.  Tapi memang berada pada konteks Nabi Muhammad.

Aburahat Berkata:
Juni 24, 2008 pada 10:19 am

@Yudhisidji
Saya coba menjelaskan menurut apa yg saya ketahui dan pelajari:
QS 7:190 klu mas baca dgn teliti dr ayat 189,190 dst. Ayat itu bukan ditujukan pada Nabi Adam tp kpd mereka yg menyembah berhala. Dan menganggap bahwa anak yg mereka lahirkan atas usaha mereka. Sehingga Allah menjelaskan bgm terciptanya manusia tsb. Jd yg MUSYRIK adalah mereka itu dan bukan manusia pertama (Nabi Adam dan istrinya)
Dan ayat selanjutnya dlm QS 3:59 QS 22:5 QS 32:7. semuanya benar. Kita bermula dari tanah bukan berarti tanah secara FISIK tp dari tanah menghasilkan macam2 makanan dan minuman yg menyebabkan pertumbuhan kehidupan kita dan dari makanan pula terbentuk CEL TELUR (bibit manusia).
LANDASAN AYAT yg diminta mas:
PERTAMA: Untuk Nabi Adam bahwa Nabi Adam dibentuk dulu baru
ditiupkan RUH terdpt dlm QS 38:79; QS 7:11; QS 15:26
QS 15:29
KEDUA : Untuk Nabi Isa QS 21:91; QS 66:12
KETIGA : Untk manusia biasa QS 32:9.
Wasalam

Ketika saya juga mencoba mengurut kembali dari awal surat yang mengisahkan beberapa Nabi dan sikap manusia, perjalanan keimanan, memang kemudian terasa bahwa nuansanya bukan seperti yang kita diskusikan di postingan sebelumnya.

Semoga pembahasan ini berada dalam ridhaNya, dalam mengenal risalahMu ya Allah.

Wassalam, agor.

11 Tanggapan to “Menjadi Musyrik Karena Anak?”

  1. […] : 1. Hati-hatilah walaupun hanya satu huruf, semisal “Rukun” = “Ruku” + […]

    Suka

  2. haniifa said

    Duhhh… jadi inget pertanyaan @Mas Faubell 😦
    Kemana yach… beliau ?!, Semoga selalu dalam lindungan Allah subhanahu wa ta’ala, Amin.

    Wassalam, Haniifa.

    Suka

  3. Abudaniel said

    Assalamu’alaikum,
    AQ 7:190,kalau menurut renungan saya, adalah terlepas kaitannya dengan riwayat penciptaan Adam dan isterinya (siapapun namanya).
    Ayat ini juga, lagi-lagi menurut saya, tidak ada hubungannya dengan kemusyrikan Ibu dan Bapaknya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena kedua ibu bapak Beliau sudah meninggal sebelum beliau dilahirkan. Dan kemusyrikan beliau berdua ini juga terjadi sebelum beliau lahir. Jadi bukan karena kelahiran beliau. Begitu juga dengan para Nabi sebelumnya.
    Ayat ini lebih kepada prilaku masyarakat Arab sebelum Nabi Muhammad diutus. Karena biasanya mereka suka memberi nama anaknya dengan nama-nama yang menjurus ke kemusyrikan seperti Abdul Uzza, Abdul Manat, Abdul Latta, dsb.
    Walaupun, dalam konteks keimanan, mereka percaya dengan Allah. Masyarakat Arab jahiliyah bukan masyarakat yang tidak beriman. Mereka beriman, tetapi mensyerikatkan Allah dengan berhala dalam hal peribadatan. Dalam hal-hal tertentu mereka tetap memohon pertolongan kepada Allah, tetapi dalam hal yang lain lagi, mereka mempergunakan berhala-berhla sebagai mediator untuk beribadah.
    Kembali kepada ayat diatas. Ayat ini juga secara tidak langsung menyentil prilaku manusia secara umum. Bahwa manusia, begitu diberi rezki, lupa kepada Allah, sadar maupun tidak. Merasa bahwa rezki yang diperoleh, apakah anak, harta benda dan kedudukan adalah hasil usaha mereka semata. Kadang-kadang, tanpa disadari terucap kata-kata yang menafikan anugerah Allah.
    Seperti kata mereka, juga mungkin kita, “ini hasil usahaku sendiri”, “Kalau tidak aku yang mengusahakan tak akan berhasil”, atau seperti “kalau bukan karena aku, takkan berhasil” dsb.
    Wassalam,

    Suka

  4. haniifa said

    Assalamu’alaikum,
    Cukup ingat saja, kedua orang tua Nabi Muhammad s.a.w
    Abdullah… arti harafiah “seorang hamba Allah”/”pengabdi Allah”
    Aminah… arti harafiah “seorang wanita yang beriman kepada Allah,dan selalu patuh kepada suaminya”

    Kedua hal tersebut dijadikan “Primary Key”, sehingga jika menemukan bahasan konyol diluar itu…. leave it.

    (baca: di dalam benak muslimin wal muslimat)

    Wassalam, Haniifa.

    Suka

  5. haniifa said

    Assalamu’alaikum,
    @mas Abudaniel

    Acapkali saya sering merenungi sikap lemah lembut kaum “Muslim”, seperti penjelasan mas yang menurut saya lugas dan jelas tentang salah penafsiran [AQ 7:190]… dan berkelanjutan kepada mempersoalkan kedua orang tua Rasulullah Nabi Muhammad s.a.w
    Namun sayangnya sikap toleransi kita tersebut sering disalah artikan, bukan ?!

    Sebagai contoh, soal putra Nabi Adam a.s jelas AQ tidak menyebutkan nama… artinya cukup saja bahasan tentang sifat keburukan dan kebaikan putra beliau, dan Insya Allah, saya yakin dari kitab Injil yang aslinyapun demikian.
    Kenapa…
    Sebab sangat tipis perbedaannya “H”abil dan “K”abil, seperti ada unsur kesengajaan dimana diharapkan suatu saat kita tertukar siapa si-jahat dan siapa si-baik ?!
    (padahal jika tidak menyebutkan nama personel, jelas jauh sekali antara perilaku jahat dan baik)
    Begitu juga dengan sebaliknya AQ memberi nama dengan tegas “MARYAM” dan ber-karakter perempuan, namun apa pengandaian secara ilmuan konyol, Maryam adalah “partogens” maaf saya kira ini adalah penghinaan yang luar biasa karena baik disengaja maupun tidak sama dengan mensetarakan kejadiannya mirip binatang.
    Lain hal jika Maryam adalah “multigens” sedangkan untuk binatang adalah “partogens“.

    Wassalam, Haniifa.

    Suka

  6. faubell said

    Assalamu’alaikum,
    @mas Haniifa
    Adakah kesamaan penalaran antara hal ini :
    “H”abil dan “K”abil
    “Y”a’juj dan “M”a’juj

    Wassalam,

    Suka

  7. haniifa said

    Wa’alaikum Salam,
    @Mas Faubell

    Intinya adalah jika didalam Al Qur’an disebutkan secara rinci (Nama, Karakateristik… dll) maka saya biasanya lebih memaknai “ketegasan” objektivitas, jika samar-samar maka biasanya saya memaknai-nya subjektifitas.

    Wassalam, Haniifa.

    Suka

  8. haniifa said

    @All
    Aturan Qishas := orang “ndumel”…. yach gunakan logika ndumel. 😀
    (catatan: hati kecil jangan ndumel dunk, “NEGASI”)

    Wassalam, Haniifa.

    Suka

  9. ramboz said

    halo,

    7-190 kan bukan ceritera nabi Adam AS. ‘satu (seorang) anak sempurna’,

    nabi Adam AS. anaknya kembar.

    Suka

  10. ramboz said

    halo lagi,

    di awali dari 7-187 ini menceriterakan tentang berita ghaib, yg hanya Allah saja yg tahu, yg menerangkan bagaimana manusia dibuat, serta bagai mana sifat manusia tersebut jika tanpa ilmu Allah (kabar gembira yang dibawa oleh Rasulullah SAW. serta para Rasul sebelumnya).

    Suka

  11. haniifa said

    gila halo 😀
    hanya Allah saja yg tahu
    Ya nggak usah dibahas-bahas lagi dunk, udah tahu kok nanya. 😀

    Khabar gembira komentar nyah.

    Suka

Tinggalkan komentar