Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Yuk Kita Mencari Berkah Dari Kotoran Kanjeng Kyai…

Posted by agorsiloku pada Januari 14, 2008

Pusaka Kraton, turunan dari Sang Kyai Slamet alias kerbau bule konon menghadirkan berkah buat yang berebut kotoran sang kyai kerbau. Ini perhelatan kirab pusaka Mangkunegaran di Solo dalam rangka satu Suro. Selama perhelatan itu, warga berebut kotoran kerbau yang “diyakini” membawa berkah. Sepanjang jalan yang dilewati kerbau-kerbau ini warga berharap selalu mendapatkan berkah kotoran kerbau yang diyakini membawa berkah. Selama kirab pusaka ini diiringi gamelan dan senantiasa disenandungkan do’a untuk keselamatan negara dan kesejahteraan rakyat.

Duh kerbau bule… alangkah bangganya engkau jika tahu bahwa kotoranmu memberikan berkah untuk kesejahteraan penduduk.

Saya me-mirwa metro teve yang menyiarkan sambil merenung-renung…. berkah apa yang diharapkan masyarakat dari kotoran kerbau. Untuk muka sawah petani. Kotoran kerbau pusaka ditaburkan di sawah. Biar sawahnya panennya banyak.

Saya tidak tahu apakah itu ? Sungguh saya tidak mengerti. Saya sulit juga membayangkan, bagaimana asal muasal kotoran kerbau menjadi berkah?. Entah juga andaikan semua jenis kotoran hewan dan manusia adalah berkah?.

Ah saya sulit membayangkan. Sayang, kita tidak ada kurikulum pendidikan yang mengajarkan pemberkahan kotoran. Saya juga sulit membayangkan iringan do’a-doa dan gamelan dilantunkan berbarengan dengan upaya mencari berkah melalui pendekatan ini.

Tidak ada kata lagi bisa terucap. Ini sudah tradisi (kotor)an selama ratusan tahun.  Saya juga pernah membaca bahwa tradisi ini disalahpahami oleh masyarakat.  Begitu kata penggede kraton.  Namun, tanya jua sama penggede kraton… apakah pembiaran setiap tahun itu jua sebuah berkah atau kenaasan….

10 Tanggapan to “Yuk Kita Mencari Berkah Dari Kotoran Kanjeng Kyai…”

  1. Dee said

    takkan pernah tai berubah menjadi emas. seandainya pun tlethong (kotoran) kerbau memberi berkah bagi petani, tentunya melewati proses yang cukup panjang. Dekomposisi menjadi zat hara yang mampu dicerna oleh tanaman, dan jumlah yang cukup banyak, tak hanya seonggok. sudah saatnya umat menjadi lebih cerdas, tak semua budaya jawa layak disandingkan dengan tuntunan agama (kalau tidak boleh mengatakan: semua budaya jawa tak layak disandingkan dengan tuntunan agama)

    @
    …. ha…ha… terlalu lama kalau harus menunggu berkah dari kotoran kyai slamet….
    😦 😦 😦 😥

    Suka

    • Mujadid said

      emh….emh…..
      Kasian bener orang yang pada berebut tai kebo. darimana mereka tahu kalau itu berkah yah? ah so toy bener2 so toy. Paling juga dari para leluhur mereka yang notabene mereka juga gak tahu apa2.

      Iya sih berkah kalo tai nya banyak terus buat pupuk,itu baru betul kalo muka di pupuk tai kebo malah pake bangga di photo segala lagi.
      huaxx kak…kak….kak…. gubraxxxxx

      sesat….euy sesat… meyakini sesuatau yang gak ada dasarnya sama sekali….
      dasar para penyembah tai kebo.

      Suka

  2. Begitulah “zaman prasejarah” di tengah zaman digital. Ironis. Karena itu, ayo cerdaskan diri dan cerdaskan masyarakat!

    @
    Ayo… kok kita tidak beranjak juga ya dari sini. Tragis… tragik… berburu kotoran kerbau. Biar bule atau berlapis emas sekalipun… 😦

    Suka

  3. Herianto said

    Apakah Islam punya “nyali” untuk mengata2i budaya lokal. Bukankah tradisi selalu yg terbaik untuk dilestarikan. Apalagi dia cuma muncul dari jazirah yang sangat jauh dengan kultur yg berbeda.
    Padahal persis, seperti itulah yg dikatakan para pemuka2 quraish waktu menghadang Kebenaran Islam.

    @
    Nyali… mengapa membiarkan masyarakat berburu kotoran kerbau… apa tidak ada lagi kotoran lain untuk tanaman dan keberagamaan dan akal sehat. Punyakah nyali… pertanyaan yang benar-benar mendasar. Takut ngkali, takut dikutuk kotoran kyai slamet 🙂

    Suka

  4. Kalau dibikin pupuk si berkah buat tanaman. Tapi kalau disimpan sampai dipajang dan di laminating? Konyol sekali!

    @
    ha…ha…ha… lebih konyol lagi kalau dengan bangga berfoto bersama “itu”… terus dipajang di ruang makan… terus di bawah foto itu ditulis… bersama keberkahan dari kyai slamet…..

    Suka

  5. MaIDeN said

    cerminan rakyat yang tolol bin dungu dan penguasa yang memelihara ketololan rakyatnya …

    @
    Garis bawah yang penting : penguasa yang memelihara ketololan rakyatnya….
    Duh Gusti, negeri apakah ini?….

    Suka

  6. haniifa said

    Untung kita bukan “Kyai” = Kebo bule alias albino.
    Betul mas her, mustinya para “kyai” di Jawa protes tuh !?

    @
    Semoga catatan ini memberikan makna. Betapa malunya… rasanya… saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air… se… se… se…. dipideokan sedang berburu kotoran kerbau….

    Suka

  7. Ih g’bgt dech…anak bayi jg tau kalo tletong (kyai slamet) itu amat sgt menjijikan. benar2 terlihat BOTOL (bodoh n’ tolol). pada salah otak kale ye….

    @
    😀 lucu dan menyedihkan ya…

    Suka

  8. taufik said

    Assalamu’alaikum
    numpang mampir silaturrahmi
    moga menjadi berkah

    @
    Wass.ww.
    salam kenal dan terimakasih sudi berikunjung.
    amin
    wass, agor

    Suka

  9. […] percaya.  Prasangkaan lebih kuat dari pada analisis. Sama juga bahwa rahmat dari Allah SWT melalui perburuan tahi kerbau masih terjadi di sebagian anak […]

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Herianto Batalkan balasan