Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Asal Comot Ayat, Sesuaikan Dengan Sains?

Posted by agorsiloku pada November 24, 2007

Ada komentar menarik dari rekan yang menurut saya berada pada cara pikir saya juga dan sebagian lainnya. Apakah Al Qur’an sebagai sumber sains? atau “hanya” sebuah petunjuk posisi perkembangan sains?. Dan beberapa artikel lain yang saya kutip dan simpan diblog ini. Posisi dan reposisi pengertian ayat terhadap perkembangan ilmu memang menarik untuk dibicarakan. Oh ya, saya hanya membahas dari satu kitab saja, Al Qur’an. Saya tidak membahas dari kitab Allah yang lain, karena seperti yang disampaikan Al Qur’an, kitab terakhir inilah sebagai bench markingnya.

Saya juga tidak bicara pada pantas atau perlu tidaknya, karena diskusi begini tidak akan habisnya. Namun yang disampaikan Mas Kustanto, adalah salah satu model yang layak kita renungkan seberapa berani dan takut kita melihat ayat Allah dalam sudut-sudut ilmu pengetahuan yang berkembang. Berikut ini komentar dan catatannya, adakah yang dapat membantu melihat dari sisi-sisi lainnya….

maaf, saya jadi bingung…
sebenarnya alam semesta ini dibentuk dr asap, big bang, kertas atau apa ya?
terus kl kita konsisten ikuti terjemahan scr harfiah,maka katanya bintang-bintang adalah hiasan dari langit…
Kasihan donk NASA sdh keluar byk duit u/teropong bintang ini itu, dgn asumsi ada planet yg seperti bumi…
Terus apakah teori kertas,asap,big bang sudah final? Saya khawatir apabila kita main comot ayat ini untuk dukung hipotesa/teori kita,maka apabila ternyata suatu saat ada temuan baru kan gawat untuk citra agama kita…
Kalo ng salah suatu teori dianggap benar sepanjang belum ditemukan teori baru…
Jadi mungkin sebaiknya kita bersikap bijaksana dan berpikir panjang sebelum mencomot ayat-ayat suci untuk mendukung suatu teori…

tanggung jawabnya besar lho mas.

@
Mas Kustanto,
Soal alam semesta dibentuk dari asap, seperti yang disampaikan Allah melalui kitabNya :”… masih berupa asap….” (QS 41:11).
Apakah asap itu?, seperti asap pembakaran, seperti asap rokok ataukah dipahami sebagai butiran-butiran molekul yang berjarak satu dengan lainnya. Sedangkan bigbang, oleh para ahli agama dikaitkan dengan sains kerap dikaitkan dengan ayat (QS 21:30) “…. orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian …”

Memahami teori bigbang kemudian pengertian satu padu sepertinya cocok bahwa alam semesta bersumber dari satu titik kerapatan massa dan kemudian blar… berkembang sehingga menjadi alam semesta yang kita kenal sekarang. Namun, teori ini kemudian dipertanyakan kembali, karena tidak ditemukan pula tanda-tanda yang menjelaskan kemunculan berbagai unsur alam semesta, termasuk materi gelap dan lain-lain bersumber dari satu titik pusat, seperti teori bigbang.

Teori bigbang itu sendiri tidak ada penjelasan di Al Qur’an, sepengetahuan saya. Kata kunci penciptaan alam semesta … asap… padu… 6 masa.

Soal “kertas”, saya sedikit kurang paham ini. Pembahasan ini kerap dikaitkan dengan digulungnya alam semesta. Kata digulung ini kerap dikaitkan dengan dilipat seperti sorban, digulung seperti kertas, sedikit yang membahas dari penciptaan awal. Pada komentar sebelumnya dijelaskan oleh salah seorang rekan, apalagi kemiripan pembentukan galaksi dan asap yang berputar seperti gulungan kertas…

Asal comot ayat.

Ada kecenderungan untuk mendapatkan ayat dan kemudian membandingkan dengan pengetahuan dan perkembangan sains. Sesuai, menunjukkan kebenaran Al Qur’an. Jika tidak sesuai, selalu memungkinkan dipahami kita mengklop-klop kan dan menafsirkan pengetahuan kita terhadap kebenaran Al Qur’an atau kita memahami ayat itu dan kita katakan, sains belum mencapai tataran dari apa yang disampaikan al Qur’an. Pola berpikir ini akan melahirkan sudut-sudut pandang yang berbeda. Orang yang mengingkari ayat akan bilang… tuh kan, Al Qur’an emang buatan manusia… banyak salahnya….

Tidak gawat, tapi memang menimbulkan persepsi/pemahaman yang boleh jadi tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya (yang kita juga tidak tahu). Beberapa pembahasan mengenai hal ini, menyebabkan sejumlah orang menolak mengaitkan ayat dengan perkembangan ilmu pengetahuan, bahkan ada yang juga secara ekstrim menafikkan ilmu pengetahuan… (

Saya sendiri lebih berpendapat Al Qur’an bukan kitab sains, tapi jelas menandai (bench marking) terhadap sejumlah tanda-tanda di alam semesta, termasuk juga penjelasan mengenai penciptaan. Pada banyak artikel sebagai sebuah perjalanan berpikir dari para pakar atau pemahaman sendiri saya sebar dalam ragam postingan. Penandaan ini, karena bersumber dari ayat… ya saya komparasikan, antara pernyataan sains dan pernyataan ayat. Dikomparasikan, dibandingkan, ditelaah sama sekali tidak ada hubungan pernyataan bahwa sainslah yang pasti benar, sehingga kalau berbeda, maka ayat yang keliru. Jadi, kalau sesuai dengan perkembangan sains, semakin tampak cahaya al Qur’an. Kalau berbeda, maka sains belum mencapai tataran yang dijelaskan al Qur’an. Juga bukan untuk mendukung satu teori. Haruslah juga dipahami bahwa Al Qur’an memberikan sejumlah informasi ilmu pengetahuan kepada manusia. Lha, kalau kita tidak komparasikan, ya bagaimana kita juga memahami Al Qur’an?. Lha, kalau kita anggap selalu sains selalu benar… ya nggak lah… D Al Qur’an yang benar, sains yang tertatih-tatih. Namun, al Qur’an, sekali lagi memiliki bench marking terhadap ujung ilmu pengetahuan. Para saintis muslim maupun non muslim mengetahui benar hal ini….

Karena itu, seberusaha mungkin… tidak asal comot… D

Oh ya… dalam tulisan saya berusaha menyatakan : Al Qur’an menyampaikan begini…., sains menyampaikan begini…. Jadi bukan soal dukung mendukung, tapi membangun satu komparasi dalam wacana.

Terakhir, tentu saja saya setuju dengan yang Mas sampaikan…, ada tanggung jawab besar…. Betul, ada sebuah tanggung jawab, termasuk juga ketika kita tidak mau melihat dari sudut ilmu pengetahuan, ketika kita berusaha menafikan ayat-ayat alam semesta tidak boleh masuk dalam ranah sains. Apalagi seolah kita menempatkan Allah sebagai tidak tahu apa-apa tentang sains (seperti banyak pandangan seperti ini). Allah maha kuasa diakui hanya sebatas wacana. Informasi sains dalam al Qur’an dipandang sebelah mata, ini juga melanda sebagaian ummat. Oleh karena itu, memahami filsafat yang mendasari sains juga tidak kalah pentingnya sehingga kita memahami mengapa agama dipisahkan dari sains, bahkan dari dimensi sosial, bahkan juga dikerdilkan lagi ke “ruang private”…. Blog ini menolak pandangan ini.

6 Tanggapan to “Asal Comot Ayat, Sesuaikan Dengan Sains?”

  1. ridwansalimsanad said

    tapi ingat, kalau ada ketidakcocokan antara sains dan al-qur-an, selain kemungkinan sains itu yang salah, ada kemungkinan juga kitanya yang salah menafsirkan al-qur-an. yang absolut cuma satu, kebenaran al-qur-an. penafsirannya sendiri tentu bisa salah, karena manusia yang melakukannya.

    @
    Peringatan yang berharga. Terimakasih Mas Ridwan. Manusia tempatnya salah dan lupa…..

    Suka

  2. term “mencocok-cocokkan” itu konotasinya negatif. Dosa mas mencocok-cocokkan ayat suci AlQur’an dengan sains.

    @
    Mencocok-cocokan adalah usaha manusia terhadap segala sesuatu. Baju kepada badan, kerudung kepada kepala dan dada, sepatu kepada kaki, payung kepada hujan atau panas, pengetahuan alam dan metodelogi kepada petunjuk ayat. Memahami bersifat menetapkan terhadap satu atau sesuatu. Bahkan ketika berdiripun, tubuh kita mencocokkan diri kepada gaya gravitasi. Di setiap resultante arah dan kesetimbangan selalu terbangun atas sebuah usaha kesetimbangan pada kesetimbangan lain.

    Konotasi negatif adalah sebuah pemahaman yang terbangun dari persepsi (cara pandang manusia dalam pemahaman atas kesesuaian — lagi-lagi mencocokkan terhadap sesuatu yang dianutnya).

    Dosa, pada pengertian agama adalah melanggar apa yang diperintahkannya oleh Allah dan juga dari petunjuk Rasul terhadap apa yang dipahami saat manusia menggunakan akal budinya. Ini dipahami oleh manusia berdasarkan pengertian terhadap lingkungan dan apa yang dipahami dari petunjukNya. Berdosa karenanya adalah pemahaman, dihukum atau tidak, diterima atau tidak, diampuni atau tidak adalah hak perogatif Allah kepada ciptaanNya.

    Lalu,
    Bagaimana kita memastikan mencocok-cocokan dengan akal dan budi kita antara ayat suci Al Qur’an dengan sains sebagai tindakan dosa?.

    Suka

  3. andrie said

    seharusnya memng tdk dosa, tp…
    saya pernah baca diskusi di ffi, dan terlihat sekali bgaimana muslim yg bangga dgn fakta sains dlm Quran tdk bisa berkomentar banyak ketika diperlihatkan fakta sains yg lain.

    @
    Karena saya tidak melihatnya, sulit untuk berkomentar. Tapi saya bangga (dan bersyukur tentunya dalam masa kini) dengan kenyataan bahwa Al Qur’an menjelaskan lebih banyak dari apa yang telah ditemukan sains….

    Suka

  4. haniifa said

    Salam,
    Saya setuju dengan pendapat sbb:
    “Al Qur’an yang benar, sains yang tertatih-tatih. Namun, al Qur’an, sekali lagi memiliki bench marking terhadap ujung ilmu pengetahuan. Para saintis muslim maupun non muslim mengetahui benar hal ini….”

    Coba kita simak Surat Al Ahzab ayat 5 (QS 33:3).
    ” Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka;…”

    Bandingkan dengan bahasa SQL (yg katanya modern).
    “SELECT Nama anak WHERE bin = Nama Bapak-bapaknya FROM Pend. Dunia”

    Apa Al Qur’an dulu atau SQL yang lebih dulu yach?

    @
    Ha..ha..ha… yang bertanya lebih ahli menjawabnya 😀

    Suka

  5. haniifa said

    Salam,
    Ha..ha..ha..
    Mohon maaf kalau ada salah-salah sintak SQL (saya asal comot!!!)
    Wassalam.

    @
    ha.ha…ha.. nggak salah kok. Kan tidak sedang di-run.
    SELECT * | kolom1,kolom2,. . .kolomX
    FROM tabel
    WHERE kondisi
    Lagi pula di alam ini, semua kondisi menjadi pilihan menjadi “dianggap salah” adalah kondisi yang menyebabkan terujinya ilmu. Seorang anak yang cacat ketika WHERE tercipta dari pilihan-pilihan yang memungkinkan menusia mempelajarinya. Bit biner 1 dan 0, flow “Yes” or “No” menciptakan kondisi-kondisi pilihan, sintaks sql melakukan perintah yang dianggap salah karena ada tujuan yang tidak dicapai ketika kondisi ini ditandai dengan batasan yang kita sebut titik atau titik koma sedang komputernya sendiri kan tetap menjalankan perintah (yang kita nilai salah).
    he..he…he… saya juga nggak tahu apaan tuh SQL…

    Suka

  6. haniifa said

    Salam,
    Setuju mas agor, tapi kenapa yach banyak ilmuan yang menyerahkan pekerjaan (mis. perhitungan) pada komputer. Padahal bisa saja programmernya salah logi kali ??
    Wassalam

    @
    😀

    Suka

Tinggalkan komentar