Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Apakah Waktu Pelaksanaan Haji Perlu Ditinjau Ulang?-1

Posted by agorsiloku pada Oktober 17, 2006

Masdar F. Mas’udi:

19/01/2004

Problem mendasar penyelenggaraan haji adalah menumpuknya jutaan jemaah dalam satu waktu pada satu tempat yang sama (Mekah, atau Madinah, atau Arafah). Pemerintah Saudi sudah berusaha mengantisipasi hal itu di antaranya dengan membatasi kuota peserta haji. Tapi, pembatasan kuota tidak serta merta menyelesaikan persoalan. Untuk itu, diperlukan solusi yang lebih radikal dari sekedar membatasi kuota dan memperluas tempat-tempat penampungan jemaah. Masdar F. Mas’udi menawarkan solusi radikal, pelaksanaan haji menurutnya tidak terbatas pada 5 (lima) hari efetif saja. Haji sah dilakukan sepanjang jangka waktu tiga bulan (Syawwal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah).

Salah satu problem mendasar penyelenggaraan haji saban tahun adalah menumpuknya jutaan jemaah dalam satu waktu pada satu tempat yang sama (Mekah, atau Madinah, atau Arafah). Pemerintahan Saudi setiap tahun berusaha mengantisipasi lonjakan jumlah jemaah tersebut dengan berbagai cara, di antaranya dengan membatasi kuota peserta haji. Tapi, pembatasan kuota justru tidak menyelesaikan persoalan, karena bertentangan dengan dambaan banyak umat Islam untuk melaksanakan salah satu rukun Islam tersebut. Kenaikan tingkat kesejahteraan umat Islam di dunia pada masanya dapat saja mendesak kebijakan pembatasan kuota tersebut menjadi solusi yang tidak masuk akal. Untuk itu, diperlukan solusi yang lebih radikal dari sekedar membatasi kuota dan memperluas tempat-tempat penampungan jemaah.

Masdar Farid Mas’udi, Katib Syuriah PBNU sekaligus Direktur P3M (Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat) datang menawarkan solusi radikal. Menurutnya, persoalan itu bisa diantisipasi dengan kembali kepada pedoman Al-Qur’an tentang konsep waktu penyelenggaraan haji. Pelaksanaan haji, bagi Masdar tidak terbatas pada 5 hari efektif (dari tanggal 9-13 Dzulhijjah) saja, sebagaimana yang berlangsung selama ini. Haji sah dilakukan sepanjang jangka waktu tiga bulan (Syawwal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah) sebagaimana disebutkan Al-Qur’an surat Al-Baqarah 2: 197: “al-hajj asyhurun ma’lûmât” (waktu haji adalah beberapa bulan yang sudah maklum). Untuk itu, diperlukan penelaahan ulang atas konsep waktu haji yang dipahami dari hadis “al-hajj ‘arafah.” (haji adalah Arafah). Berikut penuturan Masdar F. Mas’udi dalam wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla pada Kamis, 15 Januari 2004 lalu.

ULIL ABSHAR-ABDALLA (ULIL): Pak Masdar, bisakah Anda ceritakan bagaimana Anda bisa sampai pada kesimpulan bahwa haji dapat diperpanjang atau dimelarkan waktunya, dan atas dasar apa?

MASDAR FARID MAS’UDI (MASDAR): Latar belakang pertama adalah karena masyaqqât atau kesulitan yang sudah luar biasa tingkatannya, yang saat ini dialami oleh para hujjâj. Kesulitan itu dapat dilihat indikasinya hampir setiap kali melakukan berbagai prosesi haji di tanah suci. Pada saat melempar jumrah, ada saja yang meninggal karena terinjak-injak, kadang-kadang sampai puluhan. Dan itu terus terjadi dari tahun ke tahun. Tentu saja, hal ini seharusnya menggugah kita dengan berbagai pertanyaan, misalnya apakah ibadah haji itu sudah menjadi semacam arena “pembantaian”? Nyatanya, haji telah menimbulkan kesulitan yang luar biasa, bahkan korban jiwa yang tidak sedikit. Nah, menurut saya ini bertentangan dengan prinisp Islam sendiri, yaitu prinsip al-dîn yusrun (agama itu mudah dan memberikan kemudahan). Juga bertentangan dengan prinsip Alquran surat al-Hajj ayat 78: “Mâ ja’alalLâh ‘alaikum fid dîn min haraj” (Allah tidak menjadikan kesulitan dalam kamu beragama).

Kedua, saya sampai pada pendapat bahwa sesungguhnya waktu haji itu tidak sesempit yang kita pahami selama ini. Yang kita pahami tentang waktu haji selama ini, praktis sekumpulan prosesi haji, mulai dari thawâf qudûm sampai thawâf ifâdlah. Prosesi itu sebenarnya kan hanya berlangsung pada 9, 10, 11, 12 Dzulhijjah. Atau dilonggarkan sampai tanggal 13 Dzulhijjah (5 hari). Dalam Alquran, sesungguhnya kita menemukan satu ayat yang sangat sharîh, yaitu ayat “al-hajj asyhurun ma‘lûmât” (haji itu waktunya adalah beberapa bulan yang diketahui). Jadi tegas sekali di dalam ayat itu diterangkan bahwa waktu haji itu beberapa bulan, bukan beberapa hari. Bahwa sekarang ini dipersempit menjadi hanya lima hari (waktu efektif), memang karena praktik Rasulullah yang berhaji hanya sekali, dan kebetulan pada hari-hari itu tadi (9-13 Dzulhijjah).

Tapi akhirnya dipahami bahwa haji hanya sah pada hari-hari itu saja. Lebih-lebih ada hadis yang mengatakan bahwa “al-hajj ‘arafah”, atau haji itu adalah wuquf di Arafah. Nah, hadis ini yang kemudian dipahami bahwa haji itu intinya bukan hanya wuquf di tempat bernama Arafah, tapi juga wuquf di hari Arafah. Inilah yang sebetulnya menjadi problem. Dan menurut saya, problem ini harus dipecahkan.

ULIL: Anda mengartikan hadis “al-hajj ‘arafah” itu sebagai apa?

MASDAR: Menurut saya, hadis ini berarti bahwa haji itu intinya wuquf di padang Arafah. Sementara soal waktu, tidak masuk di dalam hadis itu. Hadis “al-hajj ‘arafah” ini berbicara soal aktivitas; inti dari haji adalah wuquf di Arafah, bukan berbicara soal tempat. Soal waktu haji, sebenarnya sudah diterangkan dalam ayat Alquran tadi. Jadi antara hadis dan ayat itu tidak saling menafikan. Selama ini, hadis “al-hajj ‘arafah” dipahami sebagai menafikan ayat “al-hajj asyhurun ma‘lûmât”.

Hadis itu juga tidak men-takhshîs atau mengkhususkan ayat Alquran tadi, walaupun hadis bisa memberi penjelasan kepada ayat Alquran. Tapi kalau kata asyhurun (beberapa bulan) diberi penjelasan sebagai ayyâmun (beberapa hari) sebagaimana yang berlaku saat ini, tentu tidak masuk akal. Asyhurun itu artinya beberapa bulan. Nah, hadis bisa menjelaskan beberapa bulan itu. Berapa? Dan bulan apa saja? Itu baru masuk akal.

ULIL: Tapi Pak Masdar, hadis tadi menyebutkan, “al-hajj ‘arafah” atau haji itu wuquf di Arafah. Sementara nabi sendiri, pernah memberi contoh wuquf itu tepat pada tanggal 9 Dzulhijjah. Nah, bagaimana Anda menyelesaikan kontradiksi ini, sementara hadis lain menyebutkan “khudzû ‘annî manâsikakum” (contohlah tata cara hajimu dariku)?

MASDAR: Khudzû ‘annî manâsikakum itu merujuk pada tata cara haji saja; prosesinya, syarat dan rukunnya. Dan soal waktu haji tidak bisa dinafikan oleh hadis itu. Soal waktu jelas ayatnya, “al-hajj asyhurun”. Saya berpendirian bahwa ayat tentang waktu dan hadis tentang tempat tadi (al-hajj ‘arafah) tidak dalam posisi saling menafikan. Jadi harus di- i’malkan, atau harus dipakai kedua-duanya. Dan, meng-ihmal-kan atau membatalkan ayat al-hajj asyhurun dengan hadis al-hajj ‘arafah merupakan pesoalan serius menurut saya.

Dengan demikian, sesungguhnya waktu haji itu sama dengan waktu salat; ada waktu jawâz (dibolehkan) dan ada waktu afdlaliyyah (waktu utama/prime-time). Dan argumen saya ini bukan reinterpretasi terhadap teks-teks, tapi semacam kembali kepada Alquran.

ULIL: Menarik soal waktu jawaz dan waktu afdlâliyyah tadi. Bisa dijelaskan lebih lanjut?

MASDAR: Menurut saya, waktu pelaksanaan haji itu terdiri dari waqtul jawâz dan waqtul afdlaliyyah, sama dengan salat. Waktu haji adalah waktu yang muwassa’, waktu yang longgar. Artinya, persediaan waktu untuk pelaksanaannya lebih panjang dari kebutuhan kita yang sebenarnya. Misalnya, kebutuhan haji hanya lima hari saja, tapi waktunya lebih panjang dari itu. Salat juga begitu. Salat waktunya paling lama hanya 10 menit, tapi waktu yang tersedia atau dibolehkan bisa berjam-jam. berbeda dengan puasa yang waktunya mudlayyaq, agak ketat dan disediakan seperlunya saja. Puasa Ramadan, waktunya hanya sebulan itu saja, tak boleh kurang atau lebih.

Nah, dalam waktu yang muwassa’ inilah terdapat dua penggal waktu; waqtul jawâz dan waqtul afdlaliyyah. Waqtul jawâz menunjukkan bahwa sepanjang waktu itu bisa digunakan untuk ibadah. Dalam konteks haji, waktu yang boleh kita gunakan untuk menjalankan ibadah haji (waqtul jawâz-nya) adalah sepanjang tiga bulan (Syawwal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah). Tapi ada juga waqtul afdlaliyyah. Dalam waktu-waktu inilah Nabi pernah menjalankan ibadah haji, yakni tanggal 9-13 Dzulhijjah. Tapi ini bukan berarti di luar tanggal 9-13 kita tidak dapat menjalankan haji. Ibadah haji sah dijalankan sejak tanggal 1 Syawal sampai 13 Dzulhijjah, atau bahkan ada yang mengatakan sampai akhir Dzulhijjah. Hanya saja, memang ada waqtul afdlaliyyah, atau prime-time, sebagaimana yang kita lakukuan selama ini.

ULIL: Pendapat ini saya kira merupakan hujjah atau argumen yang jarang dikatakan oleh banyak orang. Bagaimana tanggapan para otoritas haji terhadap pandangan ini?

MASDAR: Saya kira masih malu-malu. Tanggapan dari ulama-ulama lainpun belum banyak karena mungkin belum diwacanakan secara intens. Tapi gagasan ini pernah saya lontarkan juga. Tapi kemudian biasalah, gagasan yang relatif baru, meski betul-betul sudah berpijak pada Alquran masih tetap ada keberatan. Kalau masih banyak yang belum bisa menerima, saya pikir tidak jadi masalah. Tapi saya yakin, sejarah nantinya akan memaksa gagasan ini untuk diterima.

Sebab, tidak terbayangkan kalau jamaah haji nantinya sudah berjumlah di atas 3 juta orang per musim. Sebab, desakan realitas dalam haji itu sendiri sudah tidak bisa ditawar. Sekarang memang belum sampai tiga juta haji, paling jauh selama ini baru dua juta. Dua juta orang berhaji pun sudah seperti itu padatnya di Mekkah dan Madinah, bagaimana jika lebih? Saudi sudah tidak mampu memperluas tempat-tempat penyelenggaraan haji. Misalnya Jamarat (tempat melempar jumrah) sekarang sudah berlantai dua. Dan sekarang, akibat kita mengingkari ayat Alquran, orisinalitas waktu dan tempat sudah menjadi kacau.

Misalnya, prosesi mabît atau bermalam di Mina. Prosesi melontar jumrah, dalam hadis disebutkan melalui tahapan mabît di Mina. Mina adalah mâ bainal jabalain, tempat di antara dua gunung. Tapi sekarang mabit itu juga dilaksanakan di Muzdalifah. Ruang di Mina sudah tidak mencukupi lagi.

ULIL: Kalau mengikuti syarat yang ketat, tentu itu membuat haji tidak sah?

MASDAR: Sebenarnya, ya. Tapi kemudian ada saja hîlah-hîlah atau kelitan-kelitan yang dikemukakan. Kemudian kalau kita mau mengambil batu untuk jumrah, sebenarnya juga ada prosesi mabît di Muzdalifah. Kadang-kadang perjalanan dari Arafah ke Muzdalifah, saking padatnya baru sampai menjelang atau setelah siang. Jadi waktunya sudah kacau balau. Itu dikarenakan soal perhitungan waktu yang tidak ditepati sesuai dengan petunjuk Alquran sendiri. Jadi, waktu kacau, orisinalitas tempat juga kacau. Jadi, justru kalau kita kembali kepada tiga bulan pelaksanaan haji seperti petunjuk Alquran di atas, maka urutan waktu prosesi haji itu bisa menjadi sangat tepat. Misalnya; kedatangan sebelum zuhur bisa dipaskan sebelum zuhur; sebelum zawâl, ya sebelum zawâl. Mabit juga bisa di malam hari; begitu juga tempat-tempat yang menjadi prosesi haji, juga akan bisa kita ikuti persis seperti petunjuk Rasulullah.

ULIL: Tapi haji sebagaimana yang kita lakukan ini sudah berlangsung sekitar 1400 tahunan. Pertanyaannya, kenapa tidak ada orang yang hirau atau ingat pada fakta bahwa ayat haji itu mengatakan bahwa haji berbulan-bulan, bukan berhari-hari? Dan kenapa Anda datang dengan gagasan aneh itu?

MASDAR: Sebenarnya yang aneh adalah pemahaman kita selama ini, karena mengabaikan teks Alquran yang begitu sharîh, begitu jelas. Karena kita lebih tunduk kepada tradisi dan menganggap tradisi itu dogma, maka berhaji dari tanggal 9-13 Dzulhijjah itu tidak bisa ditinjau lagi. Padahal, sekarang ini kita dalam keadaan yang semakin luar biasa sulitnya dalam berhaji. Saya rasa kita harus melakukan refleksi ulang terhadap pemahaman kita selama ini, karena agama tidak mengajarkan untuk masuk pada kondisi yang mempersulit diri sendiri. Dan dalam kenyataannya, Alquran begitu longgar. Dan saya pikir, ayat “al-hajj asyhurun” itu tadi dapat mengantisipasi lonjakan jumlah jamah haji yang sudah jutaan seperti sekarang ini.

ULIL: Jadi kalau mengikut pamahaman Anda, wuquf di Arafah itu bisa dilakukan tanggal berapa saja, asal dalam tiga bulan yang ditentukan itu (Syawwal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah)?

MASDAR: Bisa tanggal kapan saja, sepanjang tiga bulan itu. Karena memang itu adalah waktu keabsahan untuk haji, dan berarti (juga) keabsahan untuk wuquf, karena inti dari haji adalah wuquf. Dengan demikian, kalau satu bulan ada empat minggu, satu prosesi haji diandaikan berlangsung seminggu atau 10 hari, maka sebetulnya selama satu bulan bisa berlangsung tiga kali shift, atau tiga angkatan haji. Jadi, pada bulan Syawal 3 shift, Dzulqa’dah 3 shift, dan bulan Dzulhijjah 3 shift. Jadi dalam tiga bulan itu akan ada 12 shift. Andai saja dalam 1 shift bisa dilakukan oleh 1 juta orang, maka dalam setahun akan ada 12 juta orang yang berhaji. Dan itu akan dilakukan dengan aman, rileks dan khusuk, karena hanya ada 1 juta orang dalam satu kali angkatan.

Dengan begini, penyelenggraan haji juga akan lebih manageable, baik oleh pemerintahan yang memberangkatkan maupun oleh Pemerintah Saudi. Dan yang terpenting dari semua itu, kita kembali kepada petunjuk Alquran.

ULIL: Tapi kalau selama tiga bulan haji itu ada 12 shift, bisa jadi orang yang punya duit akan ikut haji dalam masing-masing shift. Artinya, jumlahnya juga tak akan menurun secara signifikan.

MASDAR: Sebenarnya bisa dikiaskan dengan apakah kita akan salat zuhur dua kali, hanya karena ada kesempatan. Ya sekali saja, saya kira jarang. Mungkin yang akan terjadi adalah lebih berulang kali naik haji, karena waktunya relatif lebih longgar. Dan kemungkinan, masa depan untuk bertambahnya jamah haji tidak jadi persoalan lagi.

ULIL: Tentu akan banyak yang diuntungkan dengan perubahan waktu begini?

MASDAR: Semuanya untung. Memang, yang paling diuntungkan adalah Pemerintah Saudi. Tapi sebetulnya tidak mungkin kita menerapkan kebijakan pelarangan haji kecuali untuk yang pertama kali saja. Sebetulnya kebijakan itu tidak mungin bisa ditegakkan, karena secara hukum setiap muslim boleh melakukan haji seberapa mampunya, meskipun sunnah. Dan perlu diingat, kalau tingkat kesejahteraan masyarakat Islam semakin meningkat, orang akan butuh tourism dan menjadikannya sebagai pilihan masa depan. Dan bentuk tourisme yang terbaik dilakukan umat Islam itu tourisme spiritual.

ULIL: Apa hujjah Anda sendiri dalam soal ini, selain ayat Alquran tadi?

MASDAR: Kalau hujjah naqli (alasan tekstual) selain ayat Alquran saya belum punya. Paling tidak, hujjahnya negatif, yaitu ketika nabi mengatakan “khudzû ‘annî manâsikakum”, itu tidak melarang bahwa di luar waktu itu haji menjadi tidak sah.

ULIL: Pak Masdar, apakah Anda sudah banyak mendengar orang yang coba mempraktekkan gagasan Anda?

MASDAR: Ada beberapa kiai yang kemudian mengatakan bahwa saya akan mencoba ini. Dan bagi yang sudah mulai mencoba, syukur alhamdulillah. Saya sendiri belum mencoba karena belum punya duit.

ULIL: Selama ini, kebijakan yang ditempuh untuk mengantisipasi lonjakan jemaah adalah dengan mengurangi kuota. Menurut Anda apakah itu solusi yang mungkin?

MASDAR: Saya kira susah. Malah kebijakan itu akan menimbulkan efek yang tak terduga. Misalnya, akan ada tindakan suap-menyuap untuk mendapatkan tiket seperti yang sekarang ini terjadi. Dan pembatasan kuota itu juga tidak mungkin, karena memang tidak dilarang secara agama.

Persoalan lain, mulai dari proses pemberangkatan saja sudah ada permainan uang supaya mendapatkan shift. Kemudian pejabat hajinya juga mengomersilkan itu. Ini akan terjadi terus kalau tidak diadakan peninjauan kembali secara radikal menyangkut tata cara pelaksanaan haji, khususnya soal waktunya tadi.

ULIL: Setahu saya, Anda sudah mengemukakan masalah ini (kalau tidak salah) bertahun-tahun lalu dalam tulisan Anda di Tempo, tahun 1980-an. Tapi kenapa wacana ini belum pernah berkembang sebagai wacana yang didiskusikan?

MASDAR: Sebenarnya mulai awal 1990-an. Saya kira, mungkin waktunya belum terlalu matang. Tapi sekarang, setelah kita menyaksikan setiap tahun selalu ada problem dan skandal tentang haji karena problem penyelenggaraan yang over-load, saya kira suka tidak suka kita harus memikirkan ulang.

ULIL: Mestinya, Anda membawa ide ini ke Depag, karena merekalah yang menjadi penyelenggara haji

MASDAR: Ya, memang bagian saya menuliskan gagasan, tapi bukan ahli pemasaran

=

Lanjutan/bantahan DI SINI.

Jangan dilewatkan, setiap tesa punya anti tesa juga.

 

18 Tanggapan to “Apakah Waktu Pelaksanaan Haji Perlu Ditinjau Ulang?-1”

  1. Arah pemikiran mengenai ibadah haji sdr. Masdar F. Mas’udi sudah tepat, hanya belum sampai gol-nya.
    Wajib hukumnya menyingkap tabir manasik haji, rahasia thawab, sa’i, wukuf, mabit musdalifah dan melempar (setan) dengan 7 batu terhadap tonggak Ula, Wusta, dan Aqaba di MIna. Jikalau rahasia ini telah terungkap baru hadits Syu’bah (akan berlaku) nabi berkata: Tidak berdiri kiamat sampai baitullah tidak akan dikunjungi orang lagi. Sedang kiamat artinya: “Habis gelap pengetahuan agama, terbitlah terang benderang ilmu pengetahuan agama Allah sesuai Al Hajj (75) ayat 6-15, Al Baqarah (2) ayat 256,257”. Hal ini akan terungkap pada: 1 Hari takwil kebenaran kitab sesuai Al A’raaf (7) ayat 52,53. 2. Hari Allah menjadikan Al Quran dalam bahsa asing ‘Indonesia’ selain dalam bahasa Arab sesuai Fushshilat (41) ayat 44. 3. Hari penyempurnaa pewahyuan Al Quran berkat do’a manusia sesuai Thaha (20) ayat 114,115, dan semuanya itu wajib ditunggu-tunggu akan tetapi dilupakan orang. Hal ini sebenarnya telah terungkap awal millennium ke-3 masehi oleh Soegana Gandakoesoema, pembaharu persepsi tunggal agama dan tinggal menunggu publikasinya dalam waktu dekat. Wasalam.

    Suka

  2. Sdr. Masdar F. Mas’udi! Arah berfikir anda telah tertepat, tinggal mencari gol-nya. Marilah bersama kami memperjuangkan hal itu demi untuk kemudahan umat manusia dan mengerti apa artinya syiar-syiar Allah pada baitullah, sesuai Al Baqarah (2) ayat 125, Ali Imran (3) ayat 96,97, Al Maidah (5) ayat 97.
    Berjoang terus untuk kepentingan kemudahan ibadah haji umat manusia, jangan seperti sampai sekarang orang beribadah haji layaknya kerbau dicucuk hidungnya tidak mengetahui maknanya apa yang dikitarinya, seperti dikutip dalam Al Jumu’ah (62) ayat 5: Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tidak memikulnya (dengan ilmu pengetahuan agama) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaun yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim (terhadap Kitab Allah). Wasalam, -Soegana Gandakoesoema-, pembaharu persepsi tunggal agama awal millennium ke-3 masehi.

    Suka

  3. Kalau hanya waktu yang tiga bulan Syawal, jumadil awal, Jumadil akhir yang dipersoalkan, malah masih tambah menguntungkan Saudi Arabia.
    Tetapi lain halnya dengan hadits riwayat Shu’bah, nabi berkata: “Tidak berdiri kiamat sampai baitullah tidak akan dikunjungi orang lagi”, berarti Nabi suci Muhammad s.a.w. 100% merugikan Saudi Arabia dan berpihak kepada rakyat kecil yang tidak punya uang diluar Saudi Arabia.
    Sebabnya segala syiar-syiar Allah di Baitullah telah jelas apa maksudnya, yaitu melukiskan Risalah Allah sesuai Al A’raaf (7) ayat 144,145, Al Ahzaab (39) ayat 40, yaitu rahasia Risalah sejak Adam sesuai Al Baqarah (2) ayat 35 sampai Adam kiamat sesuai Al A’raaf (7) ayat 27, Thaha (20) ayat 117.
    Jadi rahasia itu telah perbongkat, untuk apa lagi pergi beribadah ke Baitullah dan sekitarnya. Bagaimana kalau perlu tatacara yang ada di Saudi Arabia dipindahkan ketiap-tiap desa diseluruh bola atlas. Hal ini masuk diakal ilmu pengetahuan Agama Allah awal millennium ke-3 masehi sesuai An Nashr (110) ayat 1,2,3.
    Wasalam, -Pembaharu persepsi tunggal agama millennium ke-3 masehi.

    Wah, Pak Pembaharu Persepsi Tunggal Agama Millennium ke-3 masehi, mohon maaf, agak sulit saya memahami uraian di atas ini, saya sadar pengetahuan saya masih terlalu kerdil, saya akan pelajari lagi deh. Memahami juga masih sangat sepotong-sepotong, apalagi ungkapan “untuk apa lagi pergi beribadah ke Baitullah dan sekitarnya”, karena QS 3:97 berbunyi : Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
    Jadi, saya tentu saja mengikuti ayat tersebut, kebetulan tabungan telah diisiNya, kesehatan diberikanNya, umur mencukupi, jadi ya go in deh…

    Suka

  4. Selidikilah selanjunya: rahasia thawaf pada Al Hajj (22) ayat 26,27, rahasia sa’i pada Al Baqarah (2) ayat 158, rahasia haji dan umrah pada Al Baqarah (2) ayat 196,197, rahasia wukuf Arafah, rahasia mabit Musdalifah, rahasia jumrah Ula, Wusta, Aqaba sebagai seluruh proses Risalah Allah sesuai Al A’raaf (7) ayat 144,145, Al Ahzaab (33) ayat 39,40 sejak Adam Al Baqarah (2) ayat 35, sampai anak Adam kiamat sesuai Al A’raaf (7) ayat 27, Thaha (20) ayat 117. Hadit riwayat Syu’bah nebi berkata: “Tidak berdiri kiamat sampai baitullah tidak akan dikunjungi orang lagi”(mulai awal millennium ke-3 masehi karena rahasianya telah terbongkar), berarti nabi Muhammad 100% merugikan Saudi Arabia, tetapi sebaliknya nabi Muhmaad 100% menguntungkan orang miskin tak beruang diluar Saudi Arabia, seperti Indonesia. Wasalam, -Soegana Gandakoesoema- Pembaharu persepsi tunggal agama millennium ke-3 masehi.

    Suka

  5. Yang Mulia Bapak Agorsiloku,
    Apa yang dikutip ayat Ali imran (3) ayat 97 adalah 100% benar, cuma fikus pemikirannya bahwa Ibrahim ada di-Kabah secara harfiah.
    Kalau fokus kami Kabah itu simbul Risalah Allah sejak Adam sampai kiamat (Al Baqarah (2) ayat 30-39),
    Untuk mengetahui Risalah Allah kutiplah Ali Imran (3) ayat 31-34: Keluarga Adam (Adam-Nuh, Maryam (19) ayat 58 ada pada sudut Iraki), Keluarga Ibrahim (Ibrahim-Luth, Al Anbiyaa (21) ayat 71,74 ada pada sudut Syami), Keluarga Imran (Musa-Isa, Al Baqarah (2) ayat 87 ada pada sudut Yamani), sednag keluarga Muhammad-Ahmad, Al Fath (48) ayat 29, Ash Shaff (61) ayat 6,7,8,14 ada pada sudut hajar aswad. Simbul globagilasi agam adalah simbul 2 pintu Kabah (simbul zaman yang dahulu 10.000 tahun yang lalu dan simbul yang sekarang millennium ke-3 masehi. Susunan yang kami buat adalah “skema tunggal ilmu laduni tempat acuan ayat kitab suci tentang kesatuan agama” tentang Risalah Allah yang sama dengan syiar-syiar Allah pada Baitullah dan sekitarnya.
    Makanya kami sarankan agar berfikir pakai I.Q.-nya Nabi Besar Muhammad s.a.w.,jangan berfikir mengikuti selama 1.400 tahun cara berfikir orang-orang arab setelah Nabi besar wafat dan mengaku dirinya ulama tanpa ilmu Nabi Besar. Wasalam, Soegana Gandakoesoema- Pembaharu persepsi tunggal agama millennium ke-3 masehi.

    Suka

  6. Yang Mulia Masdar Farid Mas’udi
    Yang Mulia Ulil Abshar Abdalla
    Yang Mulia Agorsiloku

    Untuk penjelasan total keseluruhan tentang pengungkapan tabir rahasia manasik ibadah haji dan umrah, yang bermakna sama dengan maksud penjelasan nabi Muhammad saw. dalam beliau menyampaikan siklus kekal dari Risalah Allah/Tuhan sejak Adam sampai kiamat oleh para nabi/rasul sesuai Al Maidah (5) ayat 67, Al An Aam (6) ayat 124,125, Al A’raaf (7) ayat 62,68,79,93,144, Al Ahzaab (33) ayat 38,39,40, Al Jinn (72) ayat 23,26,27,28:

    Kami telah menerbitkan buku panduan terhadap kitab-kitab suci agama-agama:
    “BHINNEKA CATUR SILA TUNGGAL IKA”
    berikut 4 buah lampiran acuan:
    “SKEMA TUNGGAL ILMU LADUNI TEMPAT ACUAN AYAT KITAB SUCI TENTANG KESATUAN AGAMA (GLOBALISASI)”
    hasil karya tulis otodidak terhadap kitab-kitab suci agama-agama selama 25 tahun oleh:
    “SOEGANA GANDAKOESOEMA”
    melalui penerbit:
    “GOD-A CENTRE”
    dengan sambutan hangat tertulis dari:
    “DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA” DitJen Bimas Buddha, umat Kristiani dan tokoh Islam Pakistan.

    Buku dan 4 buah lampiran acuan tersebut disebarluaskan keseluruh penjuru bola atlas, agar semua manusia mengetahuinya.

    Wasalam, Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal Agama millennium ke-3 masehi.

    @
    Pak Soegana ini ada-ada saja, sejak kapan Pak Masdar menjadi yang mulia, apalagi Mas Ulil, apalagi-apalagi saya yang hanya punya kemulian kurang dari 0,00000001. Jadi dibanding dengan logam mulia… kurang lebih…. teramat sangat kecil sekali.
    Bagaimana pula memahami uraian Bapak dengan pesan :”Pembaharu Persepsi Tunggal….” karena orang seperti sayalah manalah mungkin bisa memahami ketunggalan persepsi, sedang saya suka dengan persepsi sendiri, sedangkan persepsi sendiri saja beragam-ragam (tidak tunggal). Namun, begitu terimakasih selalu infonya. Semoga Bapak menjadi teladan untuk kebaikan dan rahmat Allah selalu menjadi payung dalam setiap langkah manusia yang mendekatkan diri kepadaNya, meluruskan yang keliru, memperkuat hati yang bimbang, dan menjadikan kita orang-orang yang bisa ikhlas kepadaNya. Dalam segala keterbatasan dan kemalasan yang Dia mengetahui yang tersirat dan telah tersurat…..

    Suka

  7. Sesungguhnya syiar-syiar Allah pada Baitullah dan sekitarnya, artinya thawaf keliling Kabah, sa’i antara Shafa dan Marwa, wukuf di-Arafah, mabit Musdalifah, melempar batu pada Ula, Wusta dan Aqaba di-Mina adalah simbul syiar-syiar Risalah Allah/Tuhan yang wajib disampaikan oleh para nabi/rasul sesuai Al Maidah (5) ayat 67, Al An Aam (6) ayat 124,125, Al A’raaf (7) ayat 62,68,79,93,144, Al Ahzaab (33) ayat 38,39,40, Al Jinn (72) ayat 23,26,27,28.
    Sedangkan umat beragama dari tiap-tiap agama adalah menyampaikan risalah nabinya/rasulnya masing-masing yang mengakibatkan rasa arbaban/berhala/menuhankan/musrik kepada salah satu nabi/rasul panutannya sesuai Ali Imran (3) ayat 80, atau arbaban/berhala/menuhankan/musrik kepada pemuka agama disamping Allah sesuai At Taubah (9) ayat 31.
    Sedang rasa musrik wajib dibunuh dengan hujjah ilmu agama sesuai At Taubah (9) ayat 5, rasa musrik najis sesuai At Taubah (9) ayat 28, rasa musrik perangi dengan hujjah ilmu agama sesuai At Taubah (9) ayat 36, rasa musrik tidak ada ampunnya sesuai An Nisaa (4) ayat 48,116, rasa musrik adalah seperti jatuh dari langit disambar burung atau diterpa angin ketempat yang jauh dan tidak sampai kebumi akhir zaman sesuai Al Hajj (22) ayat 31 (hati takwil kitab sesuai Al A’raaf (7) ayat 52,53).

    Wasalam, Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal agama millennium ke-3 masehi.

    Suka

  8. Gratis… gratis… gratissss 😀
    Silahkan berkunjung rame-rame, murah dan meriah di:

    Bacaan gratis := http://haniifa.wordpress.com

    “@mas Eka main Catur bari sila, dengan lawan tunggal @mba Ika”
    Penonton := Gratis… tis !!
    Kecuali sambil sbb:
    “Minum Pepsi Cola gratis, setelah minum bayar dunk… “

    Tersedia ditoko-toko dan kios-kios terdekat :
    ________________________________________________
    Jl. Carisendiri -C, Bandung-Jakarta-Sumatra
    (Bus Trans Sumatra… 😀 )
    Telp. 062-00-007
    Fax. 061-00-007

    Cepat-cepat, siapa Cepat baca buku si Cepot siap Copot
    (Apa nyang dipandu wong… pasang iklan dikoran aja bokek… 😛 )
    —————————————————————-

    PratPretProt,Cepot Gorbachev, Pembau Pepsi Tinggal 3 milli liter Masa-sich.

    Suka

  9. Buku Panduan terhadap kitab-kitab suci agama-agama berjudul:

    “BHINNEKA CATUR SILA TUNGGAL IKA”
    Penulis: Soegana Gandakoesoema
    Penerbit: GOD-A CENTRE

    Tersedia ditoko buku K A L A M
    Jl. Raya Utan Kayu 68-H, Jakarta 13120
    Telp. 62-21-8573388

    Suka

  10. @apalagi-apalagi saya yang hanya punya kemulian kurang dari 0,00000001. Jadi dibanding dengan logam mulia… kurang lebih…. teramat sangat kecil sekali.

    Hi Hi Hi kalopun bukan logam mulia, tapi bagus juga kalo hatinya mulia. Hi Hi hi.

    Suka

  11. haniifa said

    Kebo Bule BESEX
    Penulis: Cepot… Kempot
    Penerbit: LUCU and BeRaBe 😛

    Suka

  12. haniifa said

    Hayoo… ngaku kebo pe-SEX 😀

    Suka

  13. haniifa said

    Si Paket Hemat Ekonomi…. @Mas Love Super Idiot

    e2 e4 e7 e5
    Kg1 f3 Kb8 c6

    hemm….
    k2 k4 k7 k5
    gK1 X3 kB0 W6
    ha hi he H2S
    (cium: bau telur busuk)

    Skak Mat !! —::Islib:: 😀

    Suka

  14. Hi Hi Hi, Pak guru-pak guru ditantang skak sambil silo di istanamu lagakke sok cool barang. Reko-reko rak ndelok – padahal wis gregetan pengin skak. Eh Malah ngejak skak ning kene. Hi Hi Hi….

    Isin aku Pak guru nek skak ning kene. Nek kalah mbek kowe kan ngisin-ngisini. Hi Hi Hi soale ning kene akeh wong ayu je.

    Apalagi jurusmu pake H2S barang, wah iso semaput aku. Aku bali wae ning istanamu. Nggelar kloso. Nglinting mbako. Pepsine gratis wae rak wis, ojo pelit-pelit karo aku.

    Suka

  15. haniifa said

    Ya sudah, lupaken… 😀

    Suka

  16. Buku “BHINNEKA CATUR SILA TUNGGAL IKA”
    Penulis: Soegana Gandakoesoema
    Penerbit: GOD-A CENTRE
    Bonus: “SKEMA TUNGGAL ILMU LADUNI TEMPAT ACAUAN AYAT KITAB SUCI TENTANG KESATUAN AGAMA (GLOBALISASI)” berukuran 63×60 cm.

    Tersedia ditoko-toko buku distributor tunggal:
    P.T. BUKU KITAB
    Telp. 021.78881850
    Fax. 021.78881860

    Suka

  17. Untuk jelasnya tentang Fiqih Hajj pelaksanaannya wajib diulang:
    Miliki dan bacalah buku panduan
    Bhinneka Catur Sila Tunggal Ika”
    Bonu “Skema Tunggal Ilmu Laduni Temapat Acuan Ayat Kitab Suci Tentang Kesatuan Agama”
    Tersedia di Perum BSI Permai Blok A3,
    Jl. Samudera Jaya,
    Kelurahan Rangkapan Jaya
    Kecamatan Pancoran Mas
    Depok 16435
    Telp./Fax. 02177884755
    HP. 085881409050

    Suka

  18. Salamun qaulam mir robbir rohim Yaasiin (36) ayat 13,14,20,58

    Saya, Soegana Gandakoesoema telah ditugaskan Allah untuk menjadi rasul ke-3 memenuhi aturan dalil rumus perciptaan 4 agama besar diera globalisasi.sebagaimana tertera dalam surat Yaasiin tersebut diatas, untuk menghakimi perselisihan agama memenuhi 2:113 3:55 10:93 16:92,124 22:69 32:25 45:16,17,18 (mengajarkan syariat kiamat).

    Saya, Soegana gandakoesoema telah menerima penyempurnaan wahyu sesuai perintah-Nya Thaha (20) ayat 114.

    Alhamdulillah !

    Suka

Tinggalkan komentar