Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Hukum Memakan Hewan Pemakan Bangkai/Kotoran – Jallalah

Posted by agorsiloku pada Oktober 5, 2012

Kalau Lele diternakan diperlimbahan – septic tank – haram nggak ya?.
Kalau kotoran hewan dijadikan pupuk, tanamannya haram nggak kalau kita makan ya?
Kalau bebek makan kotoran ayam, haram nggak ya?.
Di antara sejumlah postingan para ustad, saya kutipkan dari Pasantren Virtual  ( http://www.pesantrenvirtual.com/ ):

Memberi Makan Ikan dengan Bangkai/Ditulis oleh Dewan Asatidz
Tanya:
Assalamualaikum Wr. Wb.
Misalnya saya memelihara udang windu di tambak. Udang windu sebenarnya termasuk binatang buas karena apa saja dapat dimakannya.

Pertanyaan saya, apakah halal atau haram bila ada bangkai binatang (kambing, ayam, tikus, dll) saya masukkan ke tambak untuk makanannya.
Demikian, terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Susilo – Gresik

Jawab:

Sebelum menjawab pertanyaan Anda, saya ingin sedikit menyinggung mengenai binatang buas.

Jumhur (kebanyakan) ulama mengatakan bahwa yang dimaksud binatang buas adalah binatang yang menyerang manusia, seperti singa, serigala, macan dll. Oleh karena itu udang tambak yang Anda ternak, meskipun termasuk pemakan daging (karnivora), tidak termasuk kategori buas yang diharamkan.

Lagi pula udang termasuk binatang yang hidup di air, yang mana telah jelas dibolehkan dalam riwayat hadis ketika Rasulullah ditanya tentang air laut apakah boleh dipakai untuk bersuci. Disamping itu tidak ada nas (dalil) yang menyatakan bahwa udang tambak tersebut hukumnya haram.

Selanjutnya, mengenai pertanyaan Anda mengenai memberi makan binatang ternak dengan bangkai atau najis lainnya, hal serupa pernah terjadi seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa Nabi saw. telah melarang memakan daging “al-Jallalah”. Para ulama berbeda dalam mendefinisikan al-Jallalah tersebut.

Ulama Hanafiyah mendefinisikan bahwa ia adalah binatang yang hanya semata-mata memakan bangkai dan kotoran (najis), sementara Jumhur (kebanyakan) ulama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah binatang yang sebagian besar makanannya bangkai dan kotoran.

Para ulama pun berbeda dalam menentukan hukum jenis binatang tersebut, sebagai berikut;

Pendapat pertama : Malikiyah mengatakan bahwa hukumnya boleh (halal).

Pendapat kedua : Hanbaliyah mengatakan hukumya haram.

Pendapat ketiga : Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat hukumnya hanya makruh.

Ketentuan (hukum-hukum) tersebut berlaku jika bangkai atau najis yang dimakan sekiranya sampai mempengaruhi pertumbuhan hewan tersebut, sehingga diperkirakan dagingnya berubah rasa, warna, atau baunya.

Kita diharamkan memakannya selama rasa/warna/baunya belum kembali normal.  Sehingga kita harus mendiamkannya dalam beberapa lama dan memberinya makanan yang tidak najis sampai ia kembali tumbuh normal.

Dengan demikian, mengenai permasalahan yang anda tanyakan, hukumnya boleh-boleh saja. Dan saya kita, Anda memberi makan bangkai tsb tidak secara terus-terusan. Demikian, Wallahua’lam bisshawaab.

Wassalamualaikum Wr. Wb.
Zulfakar Ali Muhammad

==============

Kalau kita mempelajari sedikit mengenai dunia pertanian atau peternakan, khususnya lele, memang dalam tahapan persiapan, kolam perbesaran lele diisi oleh limbah ternak dan beberapa campuran lainnya.   Kemudian didiamkan selama 2 minggu agar tumbuh plankton yang menjadi bakal konsumsi perbesaran lele.

Demikian juga dengan tanaman, jika langsung diberikan kotoran ternak ke tanaman, tentunya tanaman akan layu karena pada saat terjadi pengomposan, temperatur pada kotoran tersebut akan naik (bisa 50-70 derajat C).  Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkomposan.  Selain nilai gizi (Nitrogen – Protein – Phospor-Kalsium)-nya meningkat, juga menjadi pupuk organik yang bebas bahan kimia dan residu obat.

Demikian pula dengan ternak yang diberikan pakan dari limbah ternak, juga diperlakukan sama.  Harus dilakukan pengkomposan dan penambahan bahan campuran lain agar mencapai standar gizi yang ditentukan.

Kalau di Indonesia, umumnya hanya budidaya perikanan yang mendapatkan pakan dari sisa limbah ternak (yang memang dari sudut kekayaan nutrisi, masih sangat baik), di negara maju seperti Amerika,  di banyak peternakan sapi mereka memberikan pakan sapinya dari kotoran ayam.

================

Dari banyak uraian mengenai jallalah dan uraian ulama web berkenaan dengan hal ini, menurut saya ada yang sedikit kurang sreg.  Langsung memberikan penilaian terhadap permasalahan yang disampaikan dengan pendekatan ini jallalah, itu jallalah.

Alangkah baiknya jika uraian tersebut dalam konteks yang mencerminkan apa aktivitas yang terjadi di dunia peternakan atau pertamanan.
Kotoran yang diolah terlebih dahulu (seperti pada proses pengkomposan) atau persiapan kolam untuk mengembangkan salah satunya mengembangkan plankton, apakah dimasukkan dalam kategori jallalah.  Ada uraian yang langsung memberikan “fatwa” begitu, tanpa penelaahan lebih lanjut.   Uraian seperti itu, menurut saya kurang fair atau tidak cukup analisis terhadap kondisi ummat yang dihadapi.

Yang lebih pusing lagi, ya namanya ikan atau udang di kolam, apalagi jika kolamnya udah kotor dan tidak terawat, sudah dipastikanlah, ikan akan memakan kotorannya sendiri.  Ya, bagaimana lagi.  Dia makan di air, buang air serta buang kotoran di situ-situ juga 😀

Kategori haram atau makruh, sepertinya mudah saja diberikan. Lha kalau begitu, semua ikan bisa makruh dunk?.  Untuk memudahkan logika, ya ada aturan tambahan.  Kalau jallalah, bisa dihilangkan dengan memberikan makanan halal, antara lain : kalau ikan atau ayam 3 hari, kalau sapi sekian hari, kalau unta sekian minggu.  Asumsinya, jumlah hari-hari itu akan menyebabkan yang haram jadi halal, yang makruh jadi halal.  Pendapat jumlah hari tidak sama.  Ada yang yang menyebutkannya 40 hari.

Namun, “untunglah” tidak ada yang menjelaskan, sedikit atau banyak (seperti pada kasus pengharaman bahan memabukkan – khamar).  Pokoknya sekali makan kotoran, ya jalallah.  Kalau hadits ditafsirkan dengan cara ini, makin memusingkan…..

Saya juga agak susah mendefiniskan : dagingnya berubah rasa, warna, atau baunya.  Lha kalau kambing yang dipelihara tetangga, ada yang bersih, ada juga yang baunya aduhai.  Jadi bagaimana pula deteksinya.  Pernyataan ini seperti mudah dituliskan, tapi pengujian lapangannya tak mudah dirumuskan…..

=================

Namun, lepas dari pandangan para ulama.  Yang jelas disebutkan haram adalah bangkai, babi, apa yang disembelih tidak menyebut nama Allah, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas kecuali sempat disembelih, yang disembelih untuk berhala (QS 2:173, QS 5:3, QS 6:145, QS 16:115).

5 Tanggapan to “Hukum Memakan Hewan Pemakan Bangkai/Kotoran – Jallalah”

  1. zal said

    Assalamu’alaikum Mas Agor, masih aktif menulis ya…, semoga Mas Agor selalu disehatkan dan selalu diberi ide cemerlang untuk selalu menulis aamiin

    Suka

    • agorsiloku said

      Waalaikum salam Mas Zal… kemana saja, lama tak mendapat pencerahan dari Mas yang rajin melengkapi yang agor postingkan. Lama juga ya tidak memposting yang baru. Semoga Mas Zal selalu diberkahi Allah dunia dan akhirat. Terimakasih dan salam selalu, terimakasih untuk do’anya….
      Wassalam, agor

      Suka

  2. boenks said

    Mas Agor yth : diharamkan jenisnya, dan tata cara menyembelih , bukan yang dimakannya tokh, kekekekkk…

    Suka

  3. Anonim said

    Bukankah kotoran kambing /sapi tidak termasuk najis, karena hewan yang halal dimakan dagingnya, maka kotorannya tidak najis.

    Suka

  4. suparman umar said

    Assalamu’alaikum
    Bukankah kotoran kambing/sapi tidak termasuk najis, karena hewan yang halal dimakan dagingnya, maka kotorannya tidak najis.
    Jadi hukum Memakan ikan tersebut adalah???..
    Mohon penjelasannya 🙂

    Suka

Tinggalkan komentar