Umat Islam Tidak Pede dengan AQ mereka,…
Posted by agorsiloku pada Agustus 6, 2010
Menohok, berdesir rasanya hati ini ketika ada bagian komentar : “Umat Islam tidak pede dengan AQ mereka,…” yang disampaikan Vila Putih. Ini juga karena postingan saya yang dikomentari, yang menjadi gagasan postingan setelah membaca rangkaian ajakan untuk kembali ke Al Qur’an dan Hadis, yang digagas oleh Mas Shodiq, yang dikembangkan dengan pendekatan ala konsepsi hukum terhadap korupsi. Menggunakan metoda yang tidak pernah mau diterapkan di negeri ini untuk memberantas korupsi : Pembuktian Terbalik.
Juga diembel-embeli dengan Filsafat Mawas Diri untuk melengkapi “suasana” yang dirancang.
Kembali ke komentar pendek itu. Ijinkan sedikit pandangan mengulasnya.
Ya dan Tidak.
Ada dua jawaban ambigu untuk pandangan ini. Jawaban “ya” muncul ketika sebagian dari kita memahami dengan landasan berpikir yang beragam, landasan itu kemudian dikonsepkan dalam beberapa term (pernyataan kondisi) yang telah lazim pula kita kenali bersama :
- Tidak ada otoritas mutlak, kecuali Nabi Muhammad yang memahami Al Qur’an sebagai petunjuk Allah, tergantung siapa dan seterusnya. Pandangan ini muncul dengan sejumlah pembuktian beragamnya varian pemahaman yang semuanya berlandaskan pada AQ (dan Hadis) sebagai kedua komponen petunjuk yang utuh. Karena tidak ada otoritas mutlak, maka muncul perluasannya menjadi “relatif”, merelatifkan, dan muncul tafsir-tafsir atau penafsiran baru, mereduksi, menambah, menyempurnakan, atau merelatifisir ayat-ayat. Pendekatan berpikir ini didukung pula oleh pemikiran kontekstual, dalam pengertian, penyesuaian terhadap kondisi jaman. Popularitas dan dukungan pada pandangan ini juga cukup banyak, khususnya yang saya pahami muncul lingkungan yang kemudian dikenal sebagai Islam Liberal. Salah satu yang kalau saya tidak salah ingat, konsepsi ini muncul dengan tesa-tesis orientalis, Kurzman, dan banyak lagi.
- Yang berikutnya, memutuskan untuk tidak ada lagi ijtihad. Cukup sudah sampai jaman ulama-ulama yang sudah mendahului kita serta beberapa pembaharu yang diakui oleh segenap (sejumlah) ummat sebagai, memang ahlinya. Kajian-kajian lama ini memunculkan pengertian yang dikenali pula dengan term tradisional. Saya kurang memahami, apakah mazhab-mazhab yang lumayan banyak itu termasuk dalam kriteria ini atau tidak.
- Yang berikutnya, ya di tengah-tengah. Kombinasi antara 1 dan 2. Umumnya lebih moderat dalam menyimpulkan dalam usaha memahami.
Kita tentu dapat mengklasifikasi, mensistematisir dengan cara-cara berbeda, garis keras, moderat atau lainnya.
Jawaban “Tidak”
Jawaban tidak, kami pede kok dengan AQ adalah jawaban yang juga tidak kalah banyak peminatnya. Mengapa, karena isi dari AQ dirasakan bagi “mereka” sebagai petunjuk Allah SWT dalam bentuk wahyu yang memiliki kekokohan informasi baik yang mudah dipahami, setengah dipahami, belum dipahami, atau tidak akan pernah dipahami sehingga dan sedemikian rupa, pengusungnya akan melihat dari landasan AQ (menurut pemahamannya) kemudian melihat dunia sebagai penampakannya. Penampakan dunia dengan segala materi di dalamnya adalah penjelas terhadap AQ. Dengan kata lebih ekstrim, AQ menjelaskan perwujudan dunia, bukan wujud dunia lalu AQ dipahami dan dikontekskan.
Islam fundamentalis, tradisional, lebih menampakkan dirinya kepada arah pede dengan AQ. Itu yang saya pahami.
Kita seharusnya bangga (baca : bersyukur) bahwa kita memiliki kitab yang keutuhannya terjamin, mudah dipahami, jelas rangkaiannya. Tidak perlu lagi mencari-cari jawaban untuk ibadah, untuk melihat dunia, dan melihat ancaman kepada yang meyakininya dalam kerangka ini. Kelompok atau penganutnya tidak memiliki keraguan untuk mengkontekskan dengan pemahaman jaman. Fundamentalis Islam ini adalah kekokohan yang membuat penganutnya tidak ragu untuk membangun term-term logika dan pemahaman berdasarkan fundamental Islam, yaitu beriman hanya kepada Sang Pencipta yang Esa.
Menyikapi.
Menyikapi keduanya adalah grup (klasifikasi lain), melahirkan apa yang kemudian disebutkan sebagai “garis keras”, moderat, fundamental, dan lain sebagainya. Tidak begitu penting klasifikasi, tapi juga penting karena ini juga yang kerap menjadi bahan diskusi dan tidak jarang hujat menghujat antara keduanya. Sebagai seorang fundamentalis tanpa mazhab, saya cenderung untuk menghindari diskusi perang antara keduanya, baik dengan kata ataupun tindakan. Mengapa?, karena rasanya saya masih mualaf di antara mereka…..
Lepas dari itu semua, diskusi yang telah terjadi di blog sahabat nyata di dunia maya kita ini, bagaimanapun sesuatu yang berharga untuk disimak bagaimana komunikasi disampaikan secara produktif sehingga komentar bertaburan di dalamnya sehingga asyik juga ikut meramaikannya….. 😀
M Shodiq Mustika said
“… saya cenderung untuk menghindari
diskusiperang antara keduanya, baik dengan kata ataupun tindakan.”Setuju. Saya juga lebih suka untuk menghindari debat kusir atau apalagi perang.
Namun menurut saya, mereka yang suka “perang” itu bukan pede dengan Alquran, melainkan pede dengan tafsiran mereka terhadap Alquran. 😦
Saya merasa sedih menyaksikan bahwa banyak diantara umat Nabi Muhammad yang tidak lagi sungguh-sungguh beriman kepada Alquran, melainkan beriman kepada Tafsir Alquran.
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Mas Shodiq Mustika
Jawab dengan jujur kalau sampean merasa “muslim”….
Apa diin sampean ?!
SukaSuka
agorsiloku said
Mas Haniifa… kenapa Mas tidak tanya ke saya hayo, Diin saya apa?
SukaSuka
حَنِيفًا said
Kalau sayuh @Oom Agor, menjauh nggak ?! 😀
SukaSuka
agorsiloku said
nggak lah, karena saling mengingatkan antar sesama juga dianjurkan kan…., supaya menetapi dalam kesabaran…
T: kalau Diin @Agor apa?
J: Diin, Dien, Din, Dienul, atau apa maksud T?
T: Diin, kan sudah jelas pertanyaannya?.
J: Diin itu apa?
T: bla… bla… bla…
J: Oh itu, jadi menurut sampeyan Diin saya apa?
T: Menurut saya bla…bla…bla…
J: Oh itu… Tengkyu untuk penjelasannya, terimakasih.
T: Jadi jawab sekarang juga, Diin ente itu apa?
J: Ente itu apa….
T: ..
J: ..
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Mas Agorsiloku
Sayah jadi teringat seorang teman, dia adalah temannya teman sayah… belaiu bernama Duleh.
D: Sampean tahu kalau Manusia itu Duleh.
H: Lho apa tidak terbalik, seharusnya Duleh itu Manusia
D: Iya sayah tahu, makanya Manusia itu Duleh.
H: Wahh… Manusia itu banyak lho, setidaknya ada jenis Pria dan Wanita.
D: Sayah jenis Pria, makanya Manusia itu Duleh.
H: Wadul.. bijimana nehhh ???!
D: Kamu Manusia tersesat.
H: hihihi…
SukaSuka
agorsiloku said
Tersirat dan tersurat, memang saya merasakan ada konsepsi yang dalam pemahaman saya mengarah kepada yang kurang tepat. Bisa jadi, saya keliru memahami, tapi bisa juga yang terungkap berada pada konsepsi yang menurut saya kurang tepat. Kekurangtepatan itu yang melahirkan persepsi yang “menggemaskan”.
Jadilah saya terpancing untuk menelusuri lebih ke dalam. Perbedaan pemaknaan yang menurut saya punya implikasi lebih jauh pada pandangan ataupun cara pandang agama.
Meskipun secara tegas pula dinyatakan tidak demikian, pada saat yang sama menjadi demikian, seperti tanya jawab D dan H di atas.
Semoga persepsi saya keliru.
SukaSuka
M Shodiq Mustika said
@ agorsiloku
“bisa jadi saya keliru memahami…” Itulah intinya.
Seandainya semua umat Muhammad sebijak mas agor ini, maka mungkin saya tidak perlu “nyleneh”.
🙂 Maaf, saya tidak menghapus komentar mas agor di blog saya, tetapi justru mengomentarinya.
Komentar saya: http://muhshodiq.wordpress.com/2010/08/07/membaca-terjemahan-al-quran-tidak-berpahala/comment-page-1/#comment-46200
SukaSuka
حَنِيفًا said
@M. Shodiq Mustika
Kelakuan sampean ini mirip Agama Syi’ah dan Agama Kristen, kalau kepepet ngeles, moderasi, pending, edit… bahkan hapus komentar… hehehe
@Mas Agorsiloku
Ada pertanyaan menarik untuk disimak, namun @Oom Shodiq… sekali lagi menggunkan jurus sakti tuan rumahnya sebagai Admin.
M Shodiq Mustika says:
7 Agustus 2010 pukul 19:39
@ someone
Pertanyaan anda bagus. 🙂 Pertanyaan serupa bisa diajukan mengenai shalat: mengapa (menurut MUI dan hampir semua ulama lainnya) shalat hanya boleh dilakukan dengan bahasa Arab. Semoga para ulama itu dapat menyampaikan jawaban yang “masuk akal” bagi kita.
Jawaban dan pertanyaan yang sangat kurang ajar dari @Mas Shodiq diatas maka sayah tanggapi sbb:
Karena sampean (M. Shodiq) tidak bisa memahami perbedaan dan persamaan secara KONTEKTUAL dari ‘ARAB dan ARABBIYIN
selanjutnya…
@Mas M. Konyol Mustika si jagoan ilmu kontektual , silahken jawab disinih atau ditempat sampean atau diblog sayah juga boleh….
Ditunggu lho !!
SukaSuka
M Shodiq Mustika said
@ haniifa
Untuk berdiskusi dengan mas haniifa, cukuplah saya “bawa” mas agorsiloku. Saya tidak tahu apakah beliau “jagoan ilmu kontektual”, tetapi saya yakin bahwa sudut pandang beliau itu dekat dengan sudut pandang akhi. Itu sudah cukup. Jadi, silakan lanjutkan diskusinya dengan mas agor.
SukaSuka
eagle said
@Saudara Shodiq
Rasanya tidak enak kalau kita hanya menontong belaka.
Bagaimana kalau Saudara berdiskusi dengan saya ??
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Mas M Shodiq Mustika
Kalau menurut sampean sudut pandang kami dekat, lha ngapain lagi didiskusiken… 😀
SukaSuka
M Shodiq Mustika said
@ haniifa
Sebab, pandangan kalian berbeda.
Sudut pandang (perspektif/paradigma) itu bukanlah pandangan (pendapat). Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Paradigma
Perspektif/paradigma kalian itu dekat antara lain karena karena sama-sama mendalami ilmu eksakta klasik.
Kalau diibaratkan dalam fisika,
mas haniifa memandang dengan paradigma Newtonian saja;
mas agor sering memandang dengan paradigma Newtonian, tetapi terkadang menggunakan paradigma Einsteinian;
saya sering memandang dengan paradigma Einsteinian, tetapi terkadang menggunakan paradigma Newtonian.
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Mas M Shodiq Mustika
Oke, kalau bijituh… bijimana pendapat paradigma Eisteinnian soal ini:
أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَـنِ الرَّجِيمِ
بِلِسَانٍ عَرَبِىٍّ مُّبِينٍ
Bi lisaanin ‘arabiyyim mubiin (QS 26:196)
Di tunggu lho Prof. !!
SukaSuka
M Shodiq Mustika said
@haniifa
Hehe.. lha wong pertanyaannya saja menggunakan paradigma Newtonian, bagaimana mengharapkan jawaban yang Einsteinian?
Newtonian tidak memperhitungkan variabel waktu, Einsteinian memperhitungkan variabel waktu.
Kalau pertanyaan yang Einsteinian, pertanyaannya adalah seperti:
– Amal manakah yang lebih utama bagi si A saat ini?
– Amal manakah yang lebih utama bagi si A pada sepuluh tahun mendatang (misalnya setelah mendalami bahasa Arab)?
– ……
Sedangkan pertanyaan yang Newtonian adalah seperti ini:
– Amal manakah yang paling utama?
SukaSuka
حَنِيفًا said
Subhanallah…
Sebagai pengorong seharusnya beliau tahu,hal tersebut menimbulkan implikasi negatif yang sangat jauh bila ternyata keliru, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
SukaSuka
Dono. said
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
mas Agor dan rekan-rekan muslim lainya,
Apakah masih kurang percaya bahwa Alquran adalah benar-benar milik Allah?
Dengan izin Allah, saya menceritakan pengalaman saya mengenai hal ini.
Bismillahirahmannirahim.
Alhamdulillahi rabbil alamin.
Ar rahmanir rahim.
Maliki yaumid din.
Iyyakana’budu wa iyyaka nasta’in
Ihdinas siratal mustaqim.
Siratal lazina an amta ‘alaihim,gairil
magdubi ‘alaihim wa lad dallin.
Amin.
Saya insyaAllah sedang duduk pada siang hari membaca Alquran, tiba2 datang cahaya mendekati saya dan mengajak saya berbicara,
ada beberapa pertanyaan yg diajukan kepada saya,
Dengan suara yg lemah lembut mengajukan pertanyaan:
-milik siapa Alquran?ku jawab milik Allah.
-siapa yg membawa turun dan kepada siapa diberikan?ku jawab, dibawa turun oleh malaikat jibril a.s dan diberikan kepada nabi muhammad s.a.w.
-apa arti islam? ku jawab bahagia di dunia dan diakhirat.
-mengapa Allah tidak sama dengan makhlukNYA? ku jawab segala sesuatu akan binasa kecuali Allah yg hidup untuk selama-lamanya.
-dimanakah Allah? ku jawab dekat.
-siapakah Allah? ku jawab hanya Allah yg tahu siapakah diriNYA.
terakhir ucapanNYA bertakwalah padaKU.
Alquran adalah benar firman-firman Allah dan janganlah kalian ragu-ragu.
selamat beribadah puasa dan sebentar lagi kita akan merayakan idul fitri, semoga insyaAllah Allah memberi berkah dan rahmatNYA untuk umat nabi muhammad s.a.w di seluruh pelosok dunia dan tak lupa sayang kepada Allah, ibu-bapa dan sesama munusia.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ,
Dono.
SukaSuka
حَنِيفًا said
Subhanallah,…
Temen @Mas Dono yang datang tuhh… lupa mematikan
cahayalampu mobilnyah 😀 😆SukaSuka
Cekixkix said
@Om Dono Dogol
Kheknya elo KAFIRUN, klo nggak elo MURADIN dari Agama Islam….. masak elo bertakwa ke cahaya 😛
DONO… DONO, si DOgol NOngol lagi… Cekixkix…kix…kix….
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Mas Cekixkix
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Mas M. Shodiq Mustika
Mengapa sampean hapus posting diatas ?!
Apa yang sampean takuti ?!
(hehehe… set moderasi off to @Haniifa 😀 )
SukaSuka
Roy Rey said
Din..!!! din….!!! jemuran angkat tuh…
Hahahahahahaha……
Diq…diq…… postingan ndiri koq ga ngarti….
Hihihihihiihih……
NARUTO RULE…. NGELES eh GOD MODE ON….
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Mas M. Konyol Mustika
Siapa yang menjauh ?!
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Mas M. Shodiq Mustika
Saya merasa sedih menyaksikan bahwa banyak diantara umat Nabi Muhammad yang tidak lagi sungguh-sungguh beriman kepada Alquran, melainkan beriman kepada Tafsir Alquran.
Siapa umat Nabi Muhammad yang sampean maksudken 2 diantara ini ?!
Orang inikah yang sampean maksud orang MUSLIM ?!
Inikah orang inikah yang menyedihkan itu ?!
Bagaimana pendapat sampean Hai Ahlul kitab ?!
SukaSuka
bambang said
Kitab-kitab Bibel tidak ditulis oleh Tuhan tetapi ditulis oleh manusia dengan menggunkan bahasa iman, artinnya diimani sebagai sabda Allah, jadi wajar kalau tidak sempurna.
kalau sebuah kitab ditulis oleh Allah, harusnya kitab itu sempurna, mudah dipahami, tidak multi tafsir, dan tidak mengajarkan adu domba antar manusia.
Sepuluh dari sepuluh mahasiswa muslim Indonesia tidak satupun berani berkata bahwa mereka sudah memahami seratus persen isi Alquran. Artinya, kitab itu sulit dipahami. Banyak mahasiswa muslim tercengang ketika diberi tahu bahwa dalam Alquran Allah dan Rasul punya hak atas harta rampasan. bahkan mereka tidak percaya ketika mereka diperintah oleh Alquran untuk membunuh orang2 kafir dimanapun mereka dijumpai, meskipun di kampus misalnya. Mereka juga tidak percaya bahwa menurut alquran mereka tidak boleh mengambil program s2 atau s3 di negeri kafir karena alquran melarang mereka mengangkat kaum musrik sebagai penolong mereka.
Jadiii….masihkah kita anggap alquran berasal dari Allah atau Allah memang jahat dan bodoh….atau kita yang belum memahami isi kitab itu…sekali lagi bukti bahwa kitab itu sulit dipahami atau multi tafsir.
He-he, Allah mempersulit kita dengan kitabnya tersebut
SukaSuka
agorsiloku said
Sepuluh dari sepuluh mahasiswa muslim Indonesia tidak satupun berani berkata bahwa mereka sudah memahami seratus persen isi Alquran.
—
Sama dengan saya, bahkan jangankan 100%, setengah atau seperempatnyapun atau sepersepuluhnya juga tidak. Namun, lebih enak tidak pakai prosentase. Hanya mencoba memahami.
Kalau Bibel, seperti kata Anda, wajar tidak sempurna. Apalagi membaca ayat-ayat perang, ayat pergaulan dalam Bible. Karena itu, saya bisa maklum Anda sendiri menilai wajar jika tidak sempurna.
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Mas Bambang
Kalau sampean bukan beragama Islam artinya sampean biasa membaca buku dari kiri ke kanan sehingga bila sampean baca Al Qur’an (tafsir) maka sampean akan dapati 2 surah terakhir An Nash dan Al Falaq intinya memohon perlindungan hanya kepada Allah, dan surah ke 3 dari belakang sampean akan dapati surah Al Ikhlas yang intinya sampean harus mengikhlaskan hati sampean bahwa Allah itu satu (esa), maka Insya Allah sayah jamin sampean bisa mendapatkan ilmu dari Kitab Al Qur’an.
Kalau sampean beragama Islam, maka sebagaimana layaknya kaidah ‘arabiyum mubiin pembacaan dari kanan ke kiri dan sampean akan dapati surah Al Fatiihah (Surah yang diwajibkan bagi umat islam) maka silahken sampean pelajari link dibawah ini dan semoga mendapatkan hikmah dari Allah, Amiin.
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Mas Bambang
Bijmanah sekarang …
Mau pilih Agama Imin dan Tekwo ala @M. Duleh Mustika, atau mau pilih Agama Islam ?!
SukaSuka
M Shodiq Mustika said
@ Bambang
Yang Anda persoalkan ini sudah saya jawab di http://muhshodiq.wordpress.com/2010/08/05/kisah-nyata-pemurtadan-yang-gagal-senjata-makan-tuan/
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Mas Agorsiloku
Mohon maaf sayah record disinih, sebelum dihapus sama @Oom Pegorong Mustika… hehehe
@Mas M. Shodiq Mustika
Apakah orang ini juga sampean golongkan sebagai orang MUSLIM ??!
Pabianus tibo the crusander of christ // 5 Agustus 2010 pada 3:49 PM | Balas
La la la la la lalalala…syalala lala lala lalalala.,..
Nanna nanna nanaaa..,
Yaaayyuhalladziina aamanu kutiba alaikummusiaamu kama kutiba alalladziina minkablikum laalaku ta’taquun
Hanya org beriman yg wajib puasa bukan org berislam tanya kenapa?
Syaalalallaaaaa….la la la la la…
Lanjuuuutttt…..!!!!
http://vilaputih.wordpress.com/2010/07/30/yesus-ada-sebelum-ibrahim/#comment-6907
Silahken sampean bumkam seribu basa Hai Ahlul kitab idiot… hehehe..
SukaSuka
agorsiloku said
Mas Haniifa, silahkan titipkan… gpp, namun insya Allah, Mas Shodiq tidak akan menghapus.
Oh ya, saya tetap saja “bingung”, mengapa diin jika diterjemahkan/ditafsirkan dengan kata agama, sebagai “salah”, sesuai konteks tentunya. Jadi bagaimana saya musti membaca terjemahan – untukmu agamamu, untukku agamaku, orang yang menjadikan agamamu sebagai main-main, Tentu juga tidak mengesampingkan pemahaman diin sebagai hari pembalasan, petunjuk, kemuliaan, penyerahan total, sujud, jalan yang lurus.
Karena dalam pemahaman saya, agama adalah ketaatan dan syariat.
http://pemikiranislam.multiply.com/journal/item/3
http://denchiel78.blogspot.com/2010/05/ad-dien.html
سأرسل لك فنجانا من القهوة ، ويشعر من دواعي سروري
(translate by google… 😀 ), kalau tidak ada gahwa, ya sahi…
SukaSuka
حَنِيفًا said
😀
Lha itulah kalau main mutilasi suatu ayat Al Qur’an, baik berupa potong ayat atau satu kata, dan kita lalai pokok bahasan utamanya.
Al Kafirun :
1. Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir,
2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3, Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4, Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. Untukmulah DIIN-mu dan untukkulah DIIN-ku”.
Mari kita debat kursi… hehehe…
SukaSuka
agorsiloku said
Oke, Diin tidak usah diterjemahkan deh…
yang jadi pokok debat kursi adalah diin pada ayat 3:19 : Sesungguhnya Diin di sisi Allah adalah Islam. 3:24 … mereka diperdayakan oleh Diin mereka dan apa yang selalu mereka ada-adakan,QS 9:11: Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu se-Diin.
Jadi, ada beberapa diin, seperti pada Al Kafirun, Diin Islam dan Diin yang lain, dan pada QS 3:24 Diin yang diada-adakan. QS 9:11 Mendirikan sholat, menunaikan zakat, maka menjadi ciri mereka se-Diin.
Jadi, kalau saya menarik pemahaman seperti link yang dirujuk Diin itu adalah ketaatan dan syariat maka itu Diin.
Jadi, kalau saya memahami bahwa Diin yang sempurna adalah Diin Islam seperti yang telah dijelaskan Allah, maka saya akan memahami Diinku is the best dan yang diridhaiNya nggak salah kan?.
Risalahnya, tentu saja Al Qur’an, orang yang beriman akan mengikuti Al Qur’an, jika dia beriman, jika tidak Allah mengancamnya. Kalau dia beriman, artinya mereka jadi se-Diin. Tapi kebanyakan memang tidak beriman.
Jadi, Diin dipahami sebagai salah satu artinya adalah religion, agama, keyakinan (dgn syariatnya) bukanlah sebuah kekeliruan. Tentu ada arti lain seperti ditegasi di atas. AQ 2:91 mengajak untuk beriman pada AQ.
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Mas Agorsiloku
Speechless… buwat diatas ini.
Sedikit tambahan seandainya pemahaman saya bahwa “diin” itu adalah “upacara”, “ritual” atau “penyerahan total (tertidur,pingsan, koma, klenger)” … pada dasarnya kita menggunakan akal fikiran dan bagian anggauta tubuh lainnya selain otak dan hati, dengan kata lain diniati dan dijalani.
Namun demikian tetap saja umat yang “beragama” harus mengakui bahwa ad-diin adalah agama yang lurus / benar
Jadi jika ada umat Agama Islam yang mencoret pemahaman diin sebagai agama, maka sama dengan menghilangkan kontektual kata “diin” pada QS surat Al Kafirun.
Ad-diin kafirun = Agama yang lurus (ke neraka).
Ad-diin Islam = Agama yang lurus (ke syurga).
atau…
Ad-diin kafirun = Agama yang benar (ke neraka).
Ad-diin Islam = Agama yang benar (ke syurga).
SukaSuka
agorsiloku said
Trims Mas Haniifa atas bentuan pemahaman, menambah Agor satu titik pengetahuan. Kalau klenger, pingsan, koma, terputusnya hubungan raga dan jiwa, kalau dzikir dan tertidur !, “katanya”, irama tidurnya bertasbih. Wallahu’alam.
Kembali pada diin yang disampaikan Mas Shodiq. Saya tidak melihat sebenarnya ada perbedaan, karena yang beliau jelaskan atau rujuk juga, memang tidak ada perbedaan, bahkan tidak ada perbedaan sama sekali. Jadi, saya menangkap kesan, itu lebih sebagai ajakan untuk menelisik lebih ke dalam.
Namun, pada pemikiran “Mencari Agama Yang Benar”, “Penyerahan Diri Setotal Mungkin”, rasanya tidak dapat saya hindari, ada kerikil konsepsi yang saya anggap tidak pas. Diskusi dengan Jephman dan logika Orientalis, berpikir :”Seandainya …”, “Maumurtad…” agak mengganggu pikiran saya. Boleh jadi karena ini dimunculkan oleh Mas Shodiq dalam seluruh kombinasi ajakan Beliau. Kata “ragu”, “keraguan”, terhadap Agama Islam, meski lebih bersifat “tantangan” dan ajakan pendalaman, memiliki konsekuensi seperti kesimpulan diskusi “Manusia itu Duleh”, “Duleh itu Manusia”.
SukaSuka
حَنِيفًا said
Kembali kasih @Mas Agorsiloku…
Justru kirikil kecilah yang membuat kita terpeleset, dan sangata disayangkan @Mas M. Shodiq Mustika tahu betul itu… duh 😦
SukaSuka
Dari pengarang jadi pengorong « حَنِيفًا said
[…] menjawab sang pengorong malah ngupil di tempat teduh sambil terkantuk-kantuk… M Shodiq Mustika berkata Agustus 6, 2010 pada […]
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Mas Agorsiloku
أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَـنِ الرَّجِيمِ
إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى
Inna sa’yakum lasysyata
sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.
Seandainya… Umat bla.. se bla..bla..
Seandainya… Umat bla.. se bla..bla..
Seandainya… Umat bla.. se bla..bla..
Seandainya… Umat bla.. se bla..bla..
Komentar @Mas yang belum bisa sayah komentari, di sini:
Mohon maaf lho kalau sayah super nyeleneh… 😀
SukaSuka
M Shodiq Mustika said
@ agorsiloku
Terima kasih atas usaha mas agor (baik dengan sengaja maupun tidak sengaja) dalam mencegah atau pun meredam “peperangan” antara akhi haniifa dan sejumlah umat Nabi Muhammad lainnya. Semoga kebaikan mas ini dibalas oleh Sang Mahatahu dengan yang lebih baik. Aamiin.
SukaSuka
M Shodiq Mustika said
@ agorsiloku
Terima kasih atas usaha mas agor (yang disengaja atau pun tidak disengaja) dalam mencegah atau pun meredam “pertikaian” diantara kaum muslimin.
SukaSuka
حَنِيفًا said
Bijimana Prof. M, ditunggu lho tahu syi’ahnya !!!
بِلِسَانٍ عَرَبِىٍّ مُّبِينٍ
Bi lisaanin ‘arabiyyim mubiin (QS 26:195)
Menurut paradigma Eisteinnian.
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Prof. M Duleh Mustika
Inikah contoh paradigma Eisteinian 😀 😆
Nabi Muhammad … -(kalau sama kaum sampean jadi)- Nabi Ahmad …
Sang Mahatahu … -(Kalau sama kaum sampean jadi)- Sang Mahasiswa …
Kalau sampean benar-benar mengaku muslimin:
– Menurut Hadits tulislah Nabi Muhammad s.a.w
(s.a.w supaya sampean tidak lupa kontekstual Khataman Nabiyin )
– Menurut Al Qur’an tulislah Allah
(Biasakan baca terjamaahan Al Qur’an, jangan kebanyakan membaca buku-buku porno kaum Orientalist)
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka ) (QS 3:191)
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Prof. M Duleh Sodiqsiniannian
Amal manakah yang lebih utama membaca atau mendengarkan Al Qur’an bagi si A
SukaSuka
حَنِيفًا said
@Prof. M Duleh Sodiqsiniannian 😀
Amal manakah yang lebih utama membaca atau mendengarkan Al Qur’an bagi si A saat ini dan 10 tahun mendatang. ?!
SukaSuka
agorsiloku said
@ Mas Haniifa
@ Mas Shodiq (sort by a to z)
Pertama, jelang ibadah shaum… selamat berpuasa untuk Anda berdua dan semua yang menunaikan ibadah puasa.
Saya melihat Mas berdua memiliki banyak kesamaan, sama-sama pada mengambil jurusan keilmuan. Sampeyan berdua, sama-sama berpikir tekstual. Kalau saya seorang event organizer, maka menyandingkan Mas Haniifa dan Mas Shodiq tentulah akan banyak peminatnya.
Mas Haniifa akan mengkritik dan dengan nylenehnya mengobok-obok saya, kalau ada sedikit saja kesalah tekstual pada postingan saya. Alhamdulillah, meskipun berputar-putar dengan tekstualnya, pelan-pelan saya dapat memahami. Beliau adalah orang yang membawa pembaca seperti naik tangga, setiap titian harus tepat, kesalahan tekstual pada setiap titian akan menyebabkan keluarnya nylenehnya.
Begitu juga Mas Shodiq, sama juga merangkai diskursus tekstual jika dipandang belum pas dengan hati, lalu menjelaskan dalam tangga-tangga dan titian lain sebagai alternatif untuk dipahami.
Namun, dari keduanya, saya melihat saja sisi-sisi dimana saya bisa tersenyum secara tekstual juga.
Perbedaan yang paling nyata, saya kira masing-masing memiliki IP yang berbeda.
Selebihnya, saya tidak bisa berkomentar lagi, karena yang kita telah melupakan sama-sama tekstual yang semestinya menjadi diskusi yang hangat….. 😦
SukaSuka
M Shodiq Mustika said
@ agorsiloku
Terima kasih atas ruang yang telah disediakan bagi saya untuk berkomentar di sini. Untuk selanjutnya, kepada Sang Empunya Asmaa’ al-Husnaa lah saya berlindung dari segala kemudharatan.
SukaSuka
M Shodiq Mustika said
@ agorsiloku (dan pembaca lain)
Selamat berpuasa juga….
Saya pun minta maaf karena telah membuat mas agor (dan pembaca lain) merasa 😦
SukaSuka
Agama Syi’ah menghalalkan segala cara « حَنِيفًا said
[…] apakah memang blog ini perlu ditutup atau cara super nyelenehnya yang harus dikurangi ?! Sedikit catatan berharga dari seorang sahabat lamaku @Mas Agorsiloku, mengenai Admin blog […]
SukaSuka
berita terbaru said
terima kasih atas siraman rohani yang telah menyejukkan hati ini
SukaSuka