Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Bintang di Langit Sebagai Alat Pelempar Syaitan/Setan?

Posted by agorsiloku pada Juli 24, 2010

Sedikit tergelitik, dari catatan seorang rekan yang menjelaskan bahwa Bintang di langit sebagai alat pelempar setan adalah kiasan dari petunjuk Allah SWT, saya sendiri lebih memahami ini bukan sebagai kiasan.  Kalau ayat menjelaskan sebagai perumpamaan atau kiasan, dalam beberapa ayat memang dicontohkan dan sekaligus juga disebutkan sebagai perumpamaan.  Karenanya, ayat yang menjelaskan hal ini, dapat dipahami sebagai sebuah fakta bahwa bintang di langit adalah alat pelempar bagi setan.  Tentu, saya tak harus memahaminya bintang dilemparkan menimpa setan.  Karena dijelaskan pula setan itu ada dari golongan jin dan golongan manusia.  Karena tidak tahu ukuran besarnya setan, kita bicara dulu yang dari golongan manusia.  Manusia terlalu kecil dibandingkan bintang di langit.  Bintang terdekat dikenal sebagai matahari.  Jadi kalau bintang dilemparkan ke manusia, maka matahari dilemparkan pada manusia? ya rasanya nggak terlalu nyaman mendengarnya 😀 .  Namun, kalau saya memisalkan katapel sebagai pelempar kerikil, rasa lebih pas.  Ayat QS 67:5 (Al Mulk) memang menjelaskan sebagai alat pelempar, bukan melemparkan bintang.

Kalau begitu, mari kita lihat jawaban yang lebih kompeten deh, berikut ini saya kopi dua artikel yang menjelaskan mengenai hal ini. Isinya menambah wawasan kita mengenai ayat yang memang membutuhkan penjelasan lebih untuk memahami atau menafsirkannya.  Semoga ada manfaatnya dan semoga ikhlas amal ilmu dari keduanya dikopikan di blog ini.  Tentu dengan menyebutkan sumber dan nama penulisnya.

Tulisan I

Assalamu`alaikum wr.wb

GRBs: Kemungkinan Tafsir untuk Bintang Pelempar Syaitan

Yuli Setyo Indartono

Abstrak
Salah satu fungsi bintang sebagai alat pelempar syaitan tertuang dalam beberapa ayat Al Qur`an.  Kemajuan sains dan teknologi di bidang astronomi dan astrofisik mempengaruhi usaha manusia untuk memahami ayat-ayat tersebut. Dalam tulisan ini dicoba diulas antara kesamaan ciri-ciri bintang yang disebut sebagai alat pelempar syaitan dengan temuan astronomi/astrofisik modern tentang Gamma Ray Bursters (GRBs). Disimpulkan bahwa ada kesamaan yang kuat antara bintang pelempar syaitan dengan GRBs.

Keywords: gamma ray bursters, GRBs, bintang, Al Qur`an

BAGIAN SATU: Pendahuluan

Telah lama diketahui bahwa beberapa ayat di dalamkitab suci umat Islam, Al Qur`an, berbicara tentang fungsi bintang; yang salah satunya sebagai alat pelempar syaitan. Beberapa abad telah berlalu sejak ayat-ayat tersebut tertuang dalam kitab suci. Sesuai dengan kaidah “kami dengar dan kami taat”, umat Islam meyakini bahwasanya hal tersebut merupakan informasi dari Allah swt yang wajib diyakini kebenarannya.  Meskipun penjelasan ilmiah mengenai hal itu belum ada.

Namun di sisi lain, terdapat segolongan manusia yang menjadikan ayat-ayat tersebut sebagai bahan olok-olok. Padahal kemampuan observasi manusia terhadap alam semesta belumlah sampai meliputi semua materi dan fenomena yang ada di alam semesta. Bagaimana bisa mereka memperolok-olok sesuatu yang mereka tak memiliki cukup ilmu tentangnya?

Science dan Teknologi astronomi berkembang luar biasa pesat pada abad ke-21 ini. Banyak materi dan fenomena
alam tak terduga yang ditemukan para astronom dan ahli astrofisik. Salah satu hal yang cukup mencengangkan
adalah penemuan Gamma Ray Bursters (GRBs) – ledakan sinar gamma. Bahkan beberapa ahli mengatakan bahwa
GRBs merupakan obyek paling misterius di alam semesta yang teramati (observable universe).
[note: karena ada kemungkinan bahwa non-observable universe menyimpan berbagai misteri yang lebih banyak
lagi]
[note: banyak sekali artikel ilmiah bidang astronomi dan astrofisik yang membahas masalah GRBs ini. Di Nature, dijumpai tulisan yang berkaitan dengan GRBs ini sekitar 21,000 an, sedangkan hal yang sama dijumpai di Science sebanyak 4,000 an tulisan. Nature dan Science seperti telah diketahui merupakan dua jurnal dengan impact faktor sangat tinggi]

Dari fisika kita ketahui bahwa sinar gamma memiliki frekuensi yang tertinggi dalam spektrum gelombang
elektromagnetik, yakni sampai 10 pangkat 24 Hz. Tingginya frekuensi ini berkonsekuensi pada tingginya energi sinar gamma, yakni lebih dari 10 pangkat 5 elektron volt. Maka tidak mengherankan bahwa banyak ilmuwan menyebut GRBs sebagai objek paling terang di alam semesta tampak (Ensiklopedi wikipedia menyebut energi GRBs ini sekitar 10 pangkat 44 Joule).

[note: bila menggunakan panas laten es yang sebesar 300 kJ/kg, maka GRBs ini sanggup mencairkan 3.3 pangkat 39 kg es, atau setara dengan es sebesar 5.5 pangkat 14 kalinya massa bumi kita]

[note: dari temuan seorang ahli di California Institute of Technology, diperlihatkan bahwa GRBs ini sangat jauh lebih terang dari matahari kita]

Tulisan singkat ini tidak bermaksud sama sekali untuk memastikan bahwa GRBs merupakan tafsir atas ayat-ayat
Allah swt yang menerangkan bintang sebagai alat pelempat syaitan. Tulisan ini hanya mencoba memberikan keluasan wacana dan kemungkinan bahwasanya ada kebenaran di balik ayat-ayat Allah swt. Hanya keterbatasan manusia sajalah yang menghalangi manusia sementara ini untuk melihatnya. Penulis menempatkan ayat Allah swt sebagai kebenaran utama, sedangkan sains memiliki relativitas kebenaran (yang antara lain dipengaruhi oleh metode, teknologi, hasil empirik sebelumnya, perjalanan waktu, dll)

Karena bidang kajian penulis saat ini bukan pada astronomi dan astrofisik, maka mohon maaf sekiranya ada analisis yang keliru. Mohon kemurahannya untuk mengkoreksinya. Selain itu penulis juga bukan ahli bahasa arab, sehingga mohon koreksinya bilamana ada analisis bahasa yang tidak pada tempatnya.

Sistematika Penulisan

Setelah didahului dengan Pendahuluan – untuk memberikan gambaran ide tulisan, tulisan ini akan dilanjutkan dengan pendalaman atas beberapa ayat yang berkaitan dengan kata “bintang”, kemudian disusul dengan uraian mengenai ayat-ayat yang menginformasikan bintang untuk pelempar syaitan, dan dilanjutkan dengan pembahasan singkat mengenai GRBs, serta ditutup dengan kesimpulan.

BAGIAN DUA: Kata “Bintang” dalam Al Qur`an

Dari ayat-ayat yang menyebut kata “bintang” dan sejenisnya, maka dapat dilihat bahwa Allah swt menyebutkan sedikitnya 4 jenis benda langit selain bulan dan matahari, yakni nujuum (dengan bentuk tunggal an-najm) (6:97, 7:54, 16:12, 12:16, 22:18, 37:88, 52:49, 53:1, 56:75, 77:8), buruuj (15:16, 25:61), kawaakib (dengan bentuk tunggal kawkabaa) (6:76, 12:4, 24:35, 27:6), dan mashaabih (41:12, 67:5). Allah swt, Sang Pencipta, tentu saja Maha Mengetahui segala ciptaannya. Sehingga penggunaan 4 kata untuk menunjuk benda bercahaya di langit (selain bulan dan matahari), tentu saja ada tujuan dan maknanya.

“Nujuum”
Nujuum / an-najm, secara konsisten selalu memiliki makna semua benda langit yang bercahaya selain bulan dan matahari. Pengertian seperti ini paling jelas dilihat pada 7:54, dimana Allah swt berfirman : “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas `Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.

Dalam ayat tersebut, Allah hendak mengatakan bahwa Allah lah yang menciptakan semua benda di langit. Dari segi besarnya intensitas cahaya yang bisa diamati dari bumi oleh manusia biasa (tanpa alat bantu), maka benda langit hanya akan terbagi tiga, yakni matahari, bulan, dan semua benda bercahaya selain keduanya. Bila dipadankan dengan pengertian masa sekarang, nujuum dapat dianggap sebagai bintang (yang memiliki sumber cahaya) dan planet (yang tidak memiliki sumber cahaya). Baik bintang ataupun planet di tata surya, akan nampak sebagai benda yang bercahaya. Nujuum ini pula yang disebut sebagai petunjuk jalan.

“buruuj”
Sedangkan buruuj selalu diidentikkan dengan kelompok bintang / gugusan bintang. Mungkin pada masa sekarang,
kelompok bintang inilah yang juga disebut sebagai rasi bintang. Perlu dicatat bahwa rasi bintang ini hanya terdiri dari bintang-bintang (bukan planet). Sedangkan planet (di dalam system tata surya kita) memiliki garis edar dan tingkah laku yang berbeda dengan rasi bintang tersebut. Tak heran bahwa bangsa Yunani kuno memberi nama ¡Èplanet¡É yang berarti “mengembara”. Mengingat jarak antara system tata surya dengan bintang terdekat yang mencapai ribuan tahun cahaya, atau jarak antara galaksi bima sakti dengan galaksi lain yang bisa mencapai jutaan bahkan miliar-an tahun
cahaya, maka dapat disimpulkan bahwa hanya benda yang memiliki sumber cahaya sajalah yang mampu meneruskan
sinarnya hingga dapat diamati dari permukaan bumi. Dalam tulisan ini, kecepatan cahaya adalah 300,000 km/s (cahaya dapat menempuh jarak 300,000 km dalam satu detik).

“kawaakib”
Kawaakib mewakili benda langit, selain bulan dan matahari, yang bercahaya paling terang. Dalam 6:76, digambarkan proses pencarian Tuhan yang dilakukan Nabi Ibrahim as. mula-mula Nabi Ibrahim melihat kepada “Èkawkabaa”, yakni benda bercahaya di langit (selain bulan dan matahari). Karena dalam proses pencarian Tuhan, maka dapat dibayangkan bahwa Nabi Ibrahim as kemungkinan besar merujuk kepada salah satu bintang yang paling terang.

Demikian juga yang digambarkan pada 12:4, pada saat Nabi Yusuf as bermimpi melihat 11 “kawkabaa”, matahari, dan bulan semuanya bersujud kepadanya. Allah swt Maha Mengetahui dengan makna bilangan 11. Dalam kisah awal penciptaan Nabi Adam as, Allah swt telah memerintahkan kepada Malaikat dan Iblis untuk bersujud kepada Nabi Adam as. Hal ini merupakah suatu bentuk penghormatan yang diberikan Allah swt kepada para nabi-Nya. Demikian pula dengan Nabi Yusuf as. Allah swt memperlihatkan dalam mimpi bahwa semua makhluk, yang diwakili oleh kawkabaa, matahari, dan bulan, semuanya bersujud kepada Nabi Yusuf as. Kawkabaa yang mewakili spesies bintang, kemungkinan besar dirujukkan pada bintang-bintang yang paling terang. Beberapa penulis muslim berusaha menghubungkan pengertian kawkabaa dengan “planet”. Namun bila kawkabaa dirujukkan kepada planet, maka pengertian ayat di atas
bermakna bahwa yang sujud kepada Nabi Yusuf as hanyalah 11 planet, matahari, dan bulan, yang (kemungkinan) merupakan anggota tata surya. Padahal dari astronomi modern telah kita ketahui bahwa system tata surya kita hanyalah satu noktah diantara lautan pasir benda-benda langit (dalam pengertian yang sebenarnya). wallahu a`lam.

“mashaabih”
Sedangkan mashaabih pernah disebut sebagai pelita (sumber cahaya). Keterkaitan antara mashaabih dengan
kawaakib dijelaskan dalam surat An-Nuur pada saat Allah swt menjelaskan cahaya Allah swt. Mashaabih
diumpamakan sebagai sumber cahaya (pelita), sedangkan kaca pembungkus mashaabih itu laksana kawaakib yang
bercahaya bak mutiara.  Sedangkan bintang yang merupakan hiasan bagi langit terdekat, disebut Allah swt sebagai kawaakib dan mashaabih. Dan bintang ini pulalah yang merupakan alat pelempar syetan. Patut diperhatikan bahwa pada surat Al Hijr, Ash-Shaffat, dan Al Jin, suluh api yang mengejar syetan disebut sebagai syihaab. Sedang
keterkaitan antara suluh api tersebut dengan bintang dijelaskan pada surat Ash-Shaffat. Dan surat Al-Mulk
menyebut bintang (mashaabih) sebagai alat pelempar syetan.

BAGIAN TIGA: Bintang untuk melempar syaitan

Allah swt menerangkan mengenai bintang-bintang yang digunakan sebagai alat pelempar syaitan dalam beberapa
ayat Al Qur`an, diantaranya:
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang (mashaabih) dan Kami jadikan
bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala”.(Al-Mulk:5)

Dalam Tafsir Ibu Katsir, Qatadah mengatakan bahwa Allah swt menciptakan bintang-bintang dengan tiga tujuan, yakni (1)sebagai hiasan langit (2)peluru/misil untuk syaitan dan (3)petunjuk perjalanan / navigasi (di malam hari).

Hal yang sama juga disampaikan Allah swt dalam surat Al-Jin, [8] dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui
(rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, [9] dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai
panah api (syihaab) yang mengintai (untuk membakarnya).

Sedangkan hubungan antara bintang-bintang (kawaakib, buruuj) dengan suluh api (syihaab) yang dilemparkan
kepada setiap syaitan yang mencoba mencuri dengar pembicaraan para malaikat, diungkapkan Allah swt dalam
surat Ash-Shaffat, [6] Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang
(kawaakib), [7] dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap setan yang sangat durhaka, [8] setan-setan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru.
[9] Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, [10] akan tetapi barang siapa (di antara mereka) yang
mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api (syihaab) yang cemerlang.

Hal senada juga difirmankan Allah swt dalam surat Al-Hijr, [16] Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan
bintang-bintang (buruuj) (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang(nya),
[17] dan Kami menjaganya dari tiap-tiap setan yang terkutuk, [18] kecuali setan yang mencuri-curi (berita) yang
dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api (syihaab) yang terang.

Keterkaitan antara bintang-bintang dengan alat untuk melempat syetan secara eksplisit dinyatakan Allah swt dalam tiga surat yakni, Al-Mulk:5, Ash-Shaffat:6-10, dan Al-Hijr:16-18. Dalam ketiga surat tersebut, Allahswt menggunakan kata syihaab untuk menunjukkan semburan/panah/suluh api yang mengejar syetan manakala dia hendak mencuri dengar pembicaraan para malaikat. Sedangkan istilah bintang dinyatakan dengan mashaabih pada surat Al-Mulk:5, kawaakib pada surat Ash-Shaffat:6, dan buruuj pada surat Al-Hijr:16.

Menarik untuk digarisbawahi bahwa Allah swt tidak menggunakan istilah nujuum dalam kaitan dengan bintang
sebagai alat pelempar syetan. Hal ini mungkin sesuai dengan pembahasan sebelumnya yang menyimpulkan bahwa
kata nujuum digunakan untuk menunjukkan semua benda langit selain bulan dan matahari, yakni planet dan bintang. Sedangkan mashaabih yang berarti lampu/pelita kemungkinan besar menunjukkan benda langit bercahaya yang mampu memancarkan cahaya sendiri (bukan hanya memantulkan cahaya dari benda langit yang lain). Kata kawaakib yang merupakan bentuk jamak dari kawkaab juga berkaitan dengan mishbaah (bentuk lain dari mashaabih) yang bermakna pelita pada surat An-Nuur:35 sebagai berikut:

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.  Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar (mishbaah). Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (kawkaab) (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semburan/panah/suluh api (syihaab) yang mengejar syetan manakala hendak mencuri berita, selalu dikaitkan dengan benda langit yang memiliki cahaya sendiri, yakni mashaabih, kawaakib, dan buruuj.

Tafsir tentang langit, bintang, dan panah api Langit Tafsir tentang ketiga hal ini tidak bisa terlepas dari kemajuan sains mutakhir yang ada pada masa penafsir. Pada masa-masa yang lalu, ada penafsir yang menghubungkan kata tujuh lapis langit (samaa`) dengan tujuh lapis atmosfer bumi. Bintang (benda langit yang bercahaya) juga masih dianggap sebagai satu jenis, tanpa pendalaman klasifikasi. Sedangkan panah api seringkali ditafsirkan sebagai meteor atau komet yang
nampak dari bumi.

Bila merujuk pada surat Al-Mulk:5, Ash-Shaffat:6, dan Al-Hijr:16, Allah swt menyatakan bintang sebagai hiasan bagi langit terdekat. Dapat ditarik kesimpulan dari kalimat tersebut, bahwa langit terdekat (lapis pertama) adalah langit dimana terdapat bintang-bintang. Perkembangan sains modern telah memungkinkan para astronom untuk mengamati benda-benda langit pada jarak yang sangat jauh. Mereka menggunakan teleskop dan satelit yang berpangkalan di ruang
angkasa (outer space).

Dari pengukuran-pengukuran yang telah dilakukan, diketahui bahwa jarak bintang terjauh yang bisa teramati memiliki orde miliar-an tahun cahaya (1 detik cahaya akan menempuh jarak 300,000 km). Atau dengan kata lain, cahaya bintang terjauh (yang bisa diamati) tersebut memerlukan waktu untuk sampai ke bumi sebesar orde miliar-an tahun. Padahal dari penelitian, bumi memiliki umur sekitar 4 miliar tahun, dengan demikian ada kemungkinan bahwa bintang-bintang terjauh (yang bisa diamati) tersebut telah mulai memancarkan cahayanya sejak bumi sendiri belum lahir.
Juga bisa dinyatakan juga bahwa penampakan bintang terjauh (yang bisa diamati) tersebut merupakan penampakan miliar-an tahun yang lalu.

Maka bila didefinisikan bahwa langit terdekat (tingkat pertama) adalah langit yang berhiaskan bintang-bintang, maka jaraknya lebih besar dari orde miliar tahun cahaya. Hal tersebut disebabkan jarak miliar tahun cahaya hanyalah jarak bintang yang bisa diamati dengan teknologi saat ini. Boleh jadi jarak bintang terjauh (ujung alam semesta dengan
bintang-bintang) yang sebenarnya adalah berpuluh kali lipat dari jarak bintang yang bisa teramati saat ini.

Pengertian “langit” sendiri juga mengalami perubahan sejalan dengan sains mutakhir. Langit (samaa`) ternyata bukanlah satu lapisan zat dengan bintang-bintang menempel pada permukaannya. Namun bintang dan galaksi memiliki posisi yang menyebar (bukan pada satu lapisan permukaan). Dengan demikian nampaknya lebih sesuai untuk memberi pemaknaan langit sebagai ruang (space). Sains modernselalu mengkaitkan ruang dengan waktu, seperti halnya
materi dan energi. Maka pendefinisian langit (samaa`) sebagai ruang-waktu menemukan justifikasinya. Informasi tentang ruang tanpa disertai dengan waktu tidak memberikan sesuatu yang bermakna spesifik.

Bintang

Perkembangan teknologi di bidang pengamatan perbintangan telah memungkinkan manusia jaman ini untuk mengetahui bahwa terdapat berbagai jenis benda langit yang bercahaya. Karena jaraknya yang dekat dengan bumi, planet-planet di tata surya juga terlihat seperti benda bercahaya lainnya, namun manusia telah mengetahui bahwa planet hanya memantulkan cahaya matahari. Bintang yang bercahaya sendiri pun ternyata terdiri atas berbagai ukuran, yang menempatkan matahari dalam jajaran bintang berukuran sedang. Selain berbeda ukuran, ada tiga klasifikasi umum kondisi bintang, yakni bintang yang baru lahir, bintang dewasa (seperti matahari), dan bintang yang
mengalami kematian (dengan kondisi akhir tergantung pada ukurannya; bisa menjadi bintang neutron, black hole, dll).

Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa Allah swt menggunakan empat kata untuk menunjuk bintang, yakni nujuum, kawkaab (jamak kawaakib), mashaabih, dan buruuj. Seperti pada pembahasan tentang bintang, ke-empat kata tersebut memiliki makna yang berbeda.

Pelempar syetan

Meteor, atau yang terkadang disebut sebagai bintang jatuh, seringkali dirujuk oleh beberapa penafsir ayat-ayat yang berkaitan dengan bintang sebagai alat pelempar syetan. Penampakan meteor dari bumi yang memang serupa dengan semburan/suluh/panah api memperkuat argumen bahwa memang itulah alat pelempar syetan yang disebutkan Allah swt dalam berbagai ayat di dalam Al Qur`an.

Namun perkembangan teknologi pengamatan astronomi telah meyakinkan manusia bahwa meteor yang berasal
dari batu-batu meteorid di galaksi bima sakti tersebut tidak memiliki hubungan dengan bintang. Dalam arti, meteorid bukanlah bagian fisik dari bintang. Meteorid memiliki posisi tertentu di dalam wilayah galaksi bima sakti, yang seringkali disebut sebagai awan meteorid (meteorid cloud). Padahal dalam berbagai ayat, pelempar syetan ini selalu dikaitkan dengan bintang.

Kelemahan yang lain adalah bahwa semburan api yang muncul pada meteor disebabkan karena gesekan yang terjadi manakala meteorid memasuki atmosfer bumi. Dengan demikian, pada saat meteorid tersebut tidak memasuki wilayah atmosfer bumi, dia tidak mengalami gesekan dengan apa pun, sehingga tidak terjadi semburan api. Padahal nampaknya semburan api untuk pelempar syetan ini tidak terbatasi hanya pada atmosfer bumi saja.

Selain meteor, ada juga anggapan yang menyatakan bahwa komet adalah alat pelempar syetan, dengan argumen yang
sama dengan meteor; komet nampak seperti semburan api yang cemerlang. Paling tidak ada dua kelemahan manakala menempatkan komet sebagai alat pelempat syetan, yang pertama karena komet (seperti komet Halley) telah memiliki orbit tertentu. Padahal nampaknya alat pelempar syetan ini mestinya datang secara tak-terduga, sehingga tidak dapat diprediksikan posisinya oleh syetan. Kelemahan yang kedua, serupa dengan meteor, komet hanya mengeluarkan ekor berapi manakala orbitnya mendekati posisi matahari. Panas radiasi matahari akan menyebabkan sebagian material
komet terbakar; ini nampak seperti semburan api. Manakala komet jauh dari matahari, dia tidak akan mengeluarkan ekor berapi.

Komet berbeda dengan meteor, salah satunya pada orbit/lintasannya. Meteor umumnya berukuran kecil dan
memasuki wilayah atmosfer bumi. Ada yang terbakar habis di dalam atmosfer, namun ada juga yang karena besarnya ukurannya, menyebabkan batu meteor tersebut masih tersisa dan menghantam permukaan bumi. Sedangkan komet, biasanya memiliki orbit tertentu, sehingga penampakannya bisa diprediksikan (seperti komet Halley).

Dari ayat-ayat yang menerangkan semburan/suluh/panah api yang digunakan untuk melempar syetan yang berusaha
mencuri dengar pembicaraan para malaikat, dapat diketengahkan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Semburan/suluh/panah api tersebut terkait dengan bintang (benda langit yang berkemampuan memancarkan
cahaya). Lihat kembali surat Al-Mulk:5, Ash-Shaffat:6-10, dan Al-Hijr:16-18.

2.Semburan/suluh/panah api tersebut memiliki tingkat terang (brightness) yang sangat tinggi. Lihat surat Ash-Shaffat:10 dan Al-Hijr:18.

3.Selain memiliki tingkat terang yang sangat tinggi, nampaknya semburan/suluh/panah api tersebut memiliki
energi yang sangat tinggi; dikarenakan dia berfungsi bukan hanya untuk mengejar syetan, namun sekaligus untuk membakarnya. Lihat surat Al-Jin:9. Ibnu Katsir menafsirkan juga bahwa semburan api tersebut akan memusnahkan syetan seketika.

4.Semburan/suluh/panah api yang mengejar dan membakar syetan tersebut datang dari segala penjuru langit. Lihat surat Ash-Shaffat:8. 5.Nampaknya semburan/suluh/panah api tersebut memiliki posisi yang acak/random disebabkan posisi syetan yang juga tidak mengambil satu posisi tertentu terus menerus.

BAGIAN EMPAT: GRBs

Ledakan sinar gama (gama ray bursts – GRBs) adalah ledakan berumur pendek suatu photon sinar gamma, suatu
bentuk cahaya yang paling energik. Berumur mulai dari mili detik, hingga beberapa menit, GRBs bersinar sangat terang, ratusan kali lebih terang dari supernova dan sekitar sejuta triliun lebih terang dari sinar matahari. Hal ini membuat GRBs menjadi obyek paling terang dalam alam semesta yang teramati (observable universe).

GRBs terdeteksi sedikitnya sekali dalam sehari pada arah acak di seluruh penjuru alam semesta. Dari data yang ada, para ilmuwan mengatakan bahwa GRBs tidak pernah muncul dari arah yang sama, sehingga prediksi posisi kemunculannya sulit untuk dilakukan. Hingga hari ini GRBs merupakan misteri terbesar astronomi sejak pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh satelit amerika yang hendak mendeteksi keberadaan uji coba nuklir uni sovyet. Satelit tersebut dilengkapi dengan detector sinar gamma, karena salah satu keluaran ledakan nuklir adalah sinar gamma.

Hingga awal tahun 90 an, para astronomer belum tahu apakah sinar gamma tersebut dihasilkan di dalam system
tata surya kita, di dalam galaksi bima sakti ataukah dari sumber yang lebih jauh lagi. Namun saat ini telah diketahui bahwa sumber GRBs diduga berkaitan dengan supernova dari galaksi yang sangat jauh (berjarak sekita orde miliar tahun cahaya).

Dengan demikian GRBs yang bergerak dengan kecepatan cahaya, telah melintasi waktu orde miliar tahun sebelum mencapai sekitar bumi kita. Padahal umur bumi diperkirakan sekitar 4 milar tahun. Maka diperkirakan bahwa GRBs bermula manakala usia bumi masih sangat muda. Beberapa GRBs yang teramati sebenarnya bermula manakala alam semesta baru berumur beberapa miliar tahun.

Dalam 15 tahun terakhir ini, telah digunakan beberapa satelit untuk menyelidiki fenomena GRBs, yakni NASA`s
Compton Gamma-Ray Observatory dan BeppoSAX (kerjasama Italia-Belanda). Dr. Stan Woosley mengemukakan teori
pembentukan GRBs yang disebut sebagai model collapsar. Model ini memprediksikan bahwa GRBs muncul akibar
proses runtuhnya nya inti sebuah bintang. Runtuhnya inti ini terjadi bersamaan dengan meledaknya lapisan luar bintang yang kemudian membentuk energentic supernova (yang dijuluki para ilmuwan sebagai hypernova). Charles Wolf and Georges Rayet, dua astronom dari Perancis menyebut jenis bintang yang meledak tersebut adalah jenis bintang yang sangat berat dan panas, disebut sebagai bintang Wolf-Rayet.

Para astronom menduga bahwa photon sinar gamma dihasilkan oleh dari dalam bintang. Ledakan tersebut berasal dari pusat bintang yang sangat padat (massive star). Sinar gamma melesat dari permukaan bintang mengarungi ruang angkasa dengan kecepatan mendekat kecepatan cahaya, dan bertumbukan dengan berbagai gas dan debu angkasa, sehingga memproduksi tambahan emisi photon. Emisi ini dipercaya merupakan penyebab afterglow (sinar susulan) yang memiliki emisi lebih rendah dari sinar gamma, mulai dari sinar X, cahaya tampak, dan gelombang radio. Proses afterglow ini bisa bertahan mulai dari beberapa hari hingga beberapa minggu.

Compton Gamma Ray Observatory’s Burst And Transient Source Experiment (BATSE) detector telah mencatat
2,704 GRBs selama pengamatan 9 tahun (1991 – 2000). BeppoSAX sebuah satellite Italia dilengkapi dengan
detektor gamma ray dan X-ray detector. Sehingga satelit itu bisa mengamati X-ray afterglow yang berkaitan dengan ledakan sinar gamma-ray pada February 28, 1997.

Saat ini sebuah jaringan dunia sinar gamma, the Gamma-ray Burst Coordinates Network (GCN) mengkoordinasikan pengamatan afterglow GBRs berpusatkan di angkasa dan permukaan tanah. NASA satellites termasuk the High Energy Transient Explorer (HETE) dioperasikan olehthe Massachusetts Institute of Technology and the Rossi X-ray Timing Explorer (RXTE). The European Space Agency operates Integral, misi baru gamma-ray diluncurkan pada 2002. Dan juga terdapat Interplanetary Gamma-Ray Burst Timing Network (IPN), yang terdiri atas grup space probes dengan
detektor gamma-ray detectors pada loaksi yang berbeda di the Solar System.

BAGIAN LIMA: GRBs, tafsir bintang pelempar syaitan?

Tentu saja penulis tidak berkompeten untuk memastikan bahwa GRBs merupakan tafsir atas ayat-ayat yang berkenaan dengan bintang pelempar syaitan. Namun ijinkan penulis mengemukakan beberapa ciri yang samaantara GRBs dengan bintang pelempar syaitan. Dari Bagian Tiga telah dijelaskan beberapa ciri bintang pelempar syaitan, yakni:

1. Semburan/suluh/panah api tersebut terkait dengan bintang (benda langit yang berkemampuan memancarkan
cahaya). Demikian juga dengan GRBs, para ilmuwan yakin bahwa GRBs ini berasal dari bintang yang collapse,
atau minimal dikatakan bahwa GRBs memiliki track yang jelas ke bintang

2.Semburan/suluh/panah api tersebut memiliki tingkat terang (brightness) yang sangat tinggi. Demikian pula dengan GRBs, semua ahli sepakat menyebut GRBs sebagai objek paling terang di alam semesta tampak. Bahkan seorang ahli menyatakan bahwa GRBs lebih terang se-juta triliun kali dibandingkan dengan matahari.

3.Selain memiliki tingkat terang yang sangat tinggi, nampaknya semburan/suluh/panah api tersebut memiliki
energi yang sangat tinggi; dikarenakan dia berfungsi bukan hanya untuk mengejar syetan, namun sekaligus untuk membakarnya. demikian pula dengan GRBs, sesuai dengan posisinya di spektrum gelombang elektromagnetik, sinar gamma memiliki energi yang tertinggi

4.Semburan/suluh/panah api yang mengejar dan membakar syetan tersebut datang dari segala penjuru langit.
Demikian pula kesimpulan dari ribuan data pengamatan GRBs yang muncul di seluruh penjuru langit.

5.Nampaknya semburan/suluh/panah api tersebut memiliki posisi yang acak/random disebabkan posisi syetan yang
juga tidak mengambil satu posisi tertentu terus menerus. Demikian pula dengan GRBs yang disimpulkan para ilmuwan tidak muncul dari posisi yang sama.

Penulis yakin bahwa kemajuan sains dan teknologi akan membantu manusia untuk semakin memahami kebenaran
ayat-ayat Allah swt di dalam kitab suci. Tetaplah dengar dan taat, karena sangat mungkin ilmu kita tidak cukup untuk membantahnya.

[referensi: dari Al Qur`an dan berbagai sumber, mohon kontak penulis untuk mendapatkan kumpulan artikel dan
jurnal yang membahas GRBs]

wallahu a`lam bishshawab

mohon maaf bila ada kesalahan
dan mohon maaf bagi yang kurang berkenan

Wassalamu`alaikum wr.wb

————————————————————————————————————————————-

Tulisan II :

Bintang untuk Melempar Setan?

Assalammualaikum Wr. Wb,

Saya ingin menanyakan maksud dari ayat ke 5 surat Al-Mulk yang berbunyi sebagai berikut:”

Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. ” (QS. 67:5)

Apakah ayat ini mengetengahkan bintang-bintang dijadikan alat untuk melempar setan secara harfiah? Padahal menurut ilmu pengetahuan modern bintang adalah merupakan benda langit yangsama bentuknya seperti matahari, dan dalam pikiran saya, bagaimana bintang (matahari) dapat dijadikan alat pelempar api?

Ayat ini juga sering dijadikan ledekan oleh orang non muslim yang mengatakan bahwa ayat ini menunjukan kemuskilan di dalam Al-quran karena menyatakan bintang (matahari) dijadikan alat untuk melempar setan.

Mohon pencerahan dari Bapak Ustadz, terima kasih sebelumnya

Wassalammualaikum Wr. Wb

jawaban

Assalamu ”alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ayat yang anda maksud itu dalam bahasa arab aslinya begini:

Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. ” (QS. 67:5)

Allah SWT dalam ayat ini menggunakan kata mashabiih sebagai ungkapan yang kemudian sering diartikan sebagai bintang-bintang. Bentuk mufrad-nya (tunggal) adalah mishbah. Di dalam kamus, kata mishbah diartikan sebagai lampu, pelita, cahaya dan sesuatu yang menerangi.

Sebenarnya ada kata lain untuk menyebut bintang di dalam bahasa arab, yaitu najm. Dan Al-Quran punya satu surat yang judulnya An-Najm.

Bahkan ada kata najm yang maknanya bukan bintang, melainkan sering dipahami sebagai meteor, yaitu kata an-najmuts-tsaqib. Di dalam terjemahan sering diartikan sebagai bintang yang menembus.

Namun khusus pada ayat yang anda tanyakan, Allah SWT menggunakan istilah mishbah, yang artinya penerang atau lampu.

Dari sisi ilmu pengetahuan, tidak ada yang aneh bila seandainya kata mishbah itu kita artikan bintang. Dan bahwa bintang-bintang di langit itu dijadikan sebagai media untukmerajamsetan-setan. Justru karena bintang itu pada hakikatnya adalah matahari, malah pernyataan Al-Quran menjadi benar.

Di zaman dahulu, mungkin orang-orang beranggapan bahwa bintang itu benda-benda kecil yang seperti bintik-bintik kecil. Bahkan tidak tahu kalau bintang itu sangat besar dan merupakan bola gas pijar yang amat panas.

Hari ini justru kita tahu bahwa matahari selalu bergejolak, panasnya mencapai ribuan derajat, dan seringkali terjadi badai matahari (solar storm), di mana ada kekuatan lidah atau percikan api yang terlontar keluar. Lidah api inilah yang sangat masuk akal bila dijadikan perajam setan.

Para ilmuwan mengatakan bahwa badai matahari terbentuk karena terjadinya gejolak di atmosfer matahari yang dipicu terbentuknya bintik hitam (sunspot). Bintik hitam merupakan daerah yang mempunyai suhu lebih rendah dibanding daerah sekitarnya.

Kondisi tersebut memicu lidah api (solar flare) dan coronal mass ejection (CME) atau terlontarnya materi matahari yang juga mencapai bumi. Partikel-partikel berkecepatan tinggi dalam jumlah besar yang sampai ke mana saja, bahkan sampai ke atmosfer bumi menghasilkan aurora dan badai geomagnetik. Inilah yang disebut para astronom solar storm atau badai matahari.

Masih ingat peristiwa badai matahari pada bulan Oktober dan November 2003? Badai ini telah menyebabkan berbagai gangguan di lingkungan bumi, termasuk penampakan aurora yang sangat menakjubkan di kutub, kenaikan intensitas sabuk radiasi yang menyelimuti Bumi, dan bahkan mengganggu kinerja satelit. Badai matahari ini, bulan April lalu, secara mengejutkan telah menerpa pesawat Voyager 2 yang ketika itu berada pada jarak 11, 2 miliar km dari Matahari. Ini adalah bukti betapa dahsyatnya badai matahari tahun lalu itu.

Maka kalau Al-Quran mengatakan bahwa bintang-bintang itu menjadi alat perajam setan, justru sangat masuk akal.

Wallahu a”lam bishshawab, wassalamu ”alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Sumber : (http://www.ustsarwat.com/web/ust.php?id=1176998444)

34 Tanggapan to “Bintang di Langit Sebagai Alat Pelempar Syaitan/Setan?”

  1. cekixkix said

    @Om Agor
    Pertamax dulu ahhh, baru bacanye… :mrgreen:

    Suka

  2. qarrobin said

    kedua dulu, baru baca

    Suka

  3. qarrobin said

    Ada sedikit perbandingan dari saya
    Waaqi’ah/75: maka tidak (kalian), Aku bersumpah dengan tempat yang ditimpa bintang-bintang
    Ma’aarij/3: (timpaan) dari Allah yang mempunyai tempat-tempat naik
    Thaariq/3: bintang (al tsaaqib) yang melubangi
    Hijr/14: suatu pintu dari langit
    Hijr/16: dan benar-benar kami jadikan di dalam langit (buruuj) suatu menara dan kami menghiasi ia (langit) bagi orang-orang yang memandang
    Mulk/5: dan benar-benar kami hiasi langit terdekat dengan (mashaabiiha) tempat hamburan dan kami jadikan ia suatu lemparan (sinar kosmis) bagi syayaathiin
    Hijr/17: dan kami menjaga nya (langit) dari tiap syaithaan yang dilempari (dari mashaabiiha)
    Shaaffaat/6: Sungguh kami hiasi langit terdekat dengan suatu hiasan, (al kawaakib) planet-planet
    Jinn/9: dan bahwa adalah kami menduduki dari nya (langit) tempat pendudukan (di kawaakib yang mengorbit mawaaqi’i) bagi mendengarkan (informasi buruuj)
    Hijr/18: kecuali yang astaraqa pendengaran, maka diikuti ia, suatu syihab (dari buruuj), suatu yang terbukti.
    Shaaffaat/10: kecuali yang khathifa lkhathfa, maka diikuti ia, suatu syihab, (tsaaqib) suatu lubang (dari buruuj ke mawaaqi’i)

    Suka

  4. Di artikel ini, karakteristik bintang dikupas “tuntas”. Tapi kok karakteristik syetan tidak dikupas sama sekali? Mengapa tidak ada penjelasan mengenai keterkaitan antara karakteristik bintang dan karakteristik syetan? Kalau begitu, tidakkah para ahli logika akan menyatakan bahwa pengambilan kesimpulan dalam artikel ini tidak dapat diterima? (Ataukah saya yang salah paham?)

    Suka

    • agorsiloku said

      @ Mas Shodiq, terimakasih catatannya. Dalam artikel di atas, sy memahami bahwa setan dari golongan jin dan golongan manusia. Kalau setan dari golongan jin, masih sedikit pemahaman saya mengenai ini. Kalau dari jenis manusia, ya… sy kira berpikir tidak perlu diuraikan.
      Namun, mungkin bisa jadi pula yang ada dalam arena berpikir kita, ayat yang dirujuk mengarah pada mahluk tidak kasat mata.

      Artikel ini dikumpulkan, karena ada pandangan bahwa itu sebagai kiasan atau perumpamaan, sedang saya tidak sependapat itu adalah perumpamaan.
      Wassalam, agor

      Suka

      • @ agorsiloku
        Soalnya begini mas:
        “fungsi bintang sebagai pelempar syeitan yang ingin mencuri berita-berita dari langit”
        “setan itu ada dari golongan jin dan golongan manusia”
        Nah, apakah “yang ingin mencuri berita-berita dari langit” itu setan dari golongan jin ataukah dari golongan manusia?
        Kalau dari golongan jin, karakteristik jin yang manakah yang membuatnya dapat dilempar dengan bintang?
        Kalau dari golongan manusia, bagaimana ia bisa dilempar dengan bintang “dari segala penjuru langit” sedangkan mukimnya di bumi? (Andai bumi dilempari seperti itu, buminya jadi hancur, ‘kan?) Kalau tidak terbang ke langit, lalu bagaimana manusia pencuri berita itu dilempar dengan bintang?

        Suka

      • agorsiloku said

        Hi..hi..
        Kalau Mas Shodiq dilempari bintang, seperti kata mas :”Kalau dari golongan manusia, bagaimana ia bisa dilempar dengan bintang “dari segala penjuru langit”. Tentulah bintangnya kecil ya!.

        Namun, lebih dari itu, dalam pemahaman saya, tidak pada tempatnya seorang beragama Islam, walaupun sudah pindah ke agama yang baru (Iman dan Takwa), memelesetkan ayat, meskipun dalam terjemahan atau menafsirkan menurut selera pikiran.

        Suka

      • @Mas M. Shodiq Mustika
        Yo weis sampean buwat fatwa kalau lagu Bintang Kecil itu adalah surat wajib Agama Baru “Islam ala M. Shodiq Mustika

        (Duleh…duleh, masih teka apa sampean ?! Kiasan dibaca Hiasan… 😀 hehehe )

        Suka

      • @ agor
        Hehe… saya sih belum tahu ada bintang keciiiil yang kedahsyatannya seperti digambarkan dalam artikel di atas.
        Kalau memang ada, maka penafsiran mas agor dalam artikel di atas itu sangat masuk akal dalam pikiran polos saya. Tapi kalau tidak ada, saya pikir penafsiran dengan kiasan lebih masuk akal dalam pikiran polos saya.

        Maaf, mas agor, jangankan memelesetkan ayat Sang Mahabenar. Memelesetkan kata-kata orang lain saja saya tidak berani.
        Sekali lagi saya tegaskan, saya bukan meragukan kebenaran Al-Qur’an, melainkan mempertanyakan kemampuan kita manusia dalam memahami apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh Sang Mahatahu dalam firman-Nya.

        Mampukah kita memahami Al-Qur’an (dan kitab lainnya)?


        Bukankah mas agor sendiri menyatakan “jangankan 100%, setengah atau seperempatnyapun atau sepersepuluhnya juga tidak”?

        Dan Allah Sang Pencipta bintang sajalah yang Mahatahu.

        Suka

      • agorsiloku said

        @ Mas Shodiq : Hehe… saya sih belum tahu ada bintang keciiiil yang kedahsyatannya seperti digambarkan dalam artikel di atas.


        Di situlah manfaatnya pengetahuan fisika.
        Tapi soal bintang dan ayat yang menjelaskan, serta artikel yang membahas. Saya tidak tahu, betul-betul tidak paham ataukah pura-pura. Kalau pura-pura. Pls, hentikan kepura-puraan dengan menulis komen di blog saya. Kalau memang tidak mengerti, pls pula untuk membaca keseluruhan artikel dengan seksama.

        Saya kira, saya juga enggan untuk menulis komentar di blog Mas Shodiq, karena saya merasa olok-olokan yang disampaikan sudah tidak pantas lagi. Bahkan, saya merasa, Mas malah mengolok-olok agama Mas sendiri. Jadi, rasanya buat saya, tidak masuk akal saya mempertahankan diskusi dengan Mas Shodiq.
        Maafkan.

        Suka

      • @Mas M. Shodiq Mustika
        Sampean percaya toch kalau cahaya bisa menyampaiken informasi ?!
        (cari di @mbah gugle… apa itu Viber Optic… )

        Faham sampean surah An Nash, coba buka Al Qur’an sampean ada nggak kata “BI”datis sudur ?!

        Sekarang sampean cari di Al Qur’an kalimat yang sayah cetak tebal:
        Wa asiru qawlakum awij harubih, innahu aliimum bidatis sudur

        faham nggak sampean ?!

        Suka

      • @ agorsiloku
        😦 Saya tidak mengerti mengapa mempertanyakan kemampuan kita dalam memahami Al-Qur’an dan kitab suci lainnya dipandang sebagai mengolok-olok agama kita.

        Saya memang tidak menguasai fisika atau pun ilmu eksakta lainnya. Karena itulah saya bertanya kepada mas agor yang saya pandang lebih tahu daripada saya. Namun kalau mas agor tidak berkenan menjawab, tetapi justru merasa diolok-olok, saya hanya bisa minta maaf. 😦

        wassalaamu ‘alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh

        Suka

      • eagle said

        @Saudara Shodiq M

        Saya tidak mengerti mengapa mempertanyakan kemampuan kita dalam memahami Al-Qur’an dan kitab suci lainnya dipandang sebagai mengolok-olok agama kita.
        Jika saudara sedang memahami Ilmu Matematika di Perguruan Tinggi sampai tingkat tertentu. Apakah saudara masih sangat perlu kembali memahami ilmu Matematika tingkat SD, SLTP dan SLTA ?

        Suka

      • @ Eagle
        Jika “kembali memahami” dimaknai sebagai “menghafal kembali” (tanpa pengetahuan baru), maka mungkin kita tidak perlu lagi “memahami” ilmu dasar. Namun bila “kembali memahami” dimaknai sebagai “meninjau kembali dengan berbagai sudut pandang baru” (sehingga memperoleh pengetahuan baru sesuai dengan konteks baru yang dihadapi), maka “kembali memahami” ilmu dasar itu diperlukan.

        Itu berlaku bukan hanya bagi ilmu agama, melainkan juga matematika. Kalau kita mendalami matematika di perguruan tinggi, maka kita akan sampai pada pelajaran Matematika Modern. Di sini, sudut pandang lama (sebagaimana yang diajarkan dalam matematika klasik di SD-SLTA) tidak lagi memadai untuk menuju realitas yang lebih lanjut. Tujuan Matematika Modern adalah “to explain why the underlying abstract point of view had gained currency among research mathematicians, and to examine how it opened up entirely new realms of mathematical thought.”
        http://en.wikipedia.org/wiki/Concepts_of_Modern_Mathematics
        Jadi, orang yang hendak mendalami matematika tingkat lanjut pun perlu menggunakan berbagai sudut pandang baru terhadap pengetahuan-pengetahuan lama.

        Suka

      • eagle said

        @Saudara Shodiq M.
        Jadi, orang yang hendak mendalami matematika tingkat lanjut pun perlu menggunakan berbagai sudut pandang baru terhadap pengetahuan-pengetahuan lama

        Membaca sendiri, mengalisa sendiri lalu mengambil konklusi sendiri… :mrgreen:

        Silahkan saudara baca ini:
        http://en.wikipedia.org/wiki/Union_%28set_theory%29

        Suka

      • @ eagle
        Bukan itu intinya. Memandang dengan sudut pandang baru tidaklah identik dengan membuang yang lama.
        Anda bertanya mengapa perlu sudut pandang, saya sudah menjawabnya. Anda tidak terima, itu hak Anda.
        Sampai di sini saja diskusi kita.
        Wassalam.

        Suka

      • eagle said

        @Saudara Shodiq M.
        Mohon maaf coba sebelum saudara menghentikan diskusi, silahkan saudara baca dengan cermat kesalahan analisa saudara.

        Di sini, sudut pandang lama (sebagaimana yang diajarkan dalam matematika klasik di SD-SLTA) tidak lagi memadai untuk menuju realitas yang lebih lanjut

        Disini saudara melupakan bahwa matematika klasik (SD-SLTA) itu bisa menuju realitas yang lebih lanjut karena perkembangan matematika klasik di Perguruan Tinggi, matematika modern (SD-SLTA) dipacu oleh matematika modern PT… dsb.

        Suka

      • @All
        Kesimpulan: Asal faham Tasawuf Modern dan Filsafat Modern maka tahu segalanya tentang Agama didunia…. hehehe

        (Sayangnyah @Oom Sodiq Mustika tidak tahu bahwa itu pelajaran anak teka… alias Dulehnian 😀 )

        Suka

    • saya masih bingung, mas agor
      Di artikel terdahulu dikatakan, “fungsi bintang sebagai pelempar syeitan yang ingin mencuri berita-berita dari langit”
      Apakah yang ingin mencuri berita dari langit itu syetan dari kalangan manusia (yang terbang ke langit)?

      Suka

      • agorsiloku said

        @ M Shodiq : Apakah yang ingin mencuri berita dari langit itu syetan dari kalangan manusia (yang terbang ke langit)?,
        Jawab : Belum tahu juga Mas, nanti kalau ada pencuri yang ngabari bhw beliau telah mencuri berita dari langit dengan terbang, baru saya tahu. Itupun kalau yang ditanya dapat menjelaskan bagaimana terbangnya.

        Suka

      • 😀 hihihi…

        Suka

      • Tretans said

        @M. Shodiq

        Doain, moga ja saya ktemu ma ‘Makhluk’ yg mncoba mencari berita dari langit itu..
        entar saya interogasi.. 😀

        Saya akui Mas Shodiq emang Polos…

        saking Polos-nya itu jadi lucu… 😀

        Suka

    • Lancheloth said

      Assalamualaikum Wr. Wb.
      Dear All,
      Pertama-tama saya minta maaf apabila reply ini tidak berkenan, ini cuma pendapat saya seorang diri.

      Ilmu manusia tidak akan pernah menyamai ilmu Allah, itu yang sudah pasti.
      Allah yang menciptakan seluruh alam semesta yang kita tempati ini adalah
      suatu Dzat yang maha super. Dimana Allah tidak menempati tempat (dimensi) yang sama dengan mahluk-Nya bahkan cahaya-Nya saja meruntuhkan gunung!!.
      Al-Qur’an diturunkan Allah dengan kapasitasnya yang Dahsyat ini bagaikan mencoba meringkas data DVD-Blue Ray kedalam disket 1,44 Mbyte (bahkan lebih jomplang lg). Sementara itu tujuan nya agar mahluk-Nya (manusia yang bodoh ini) mengikuti perintah-Nya dan menjauh larangan-Nya.
      Pendekatan saya terhadap mempelajari ilmu pengetahuan dan ilmu Allah adalah :
      1. Allah tidak perlu kita bela Allah akan membela diri-Nya Sendiri.
      2. Ilmu manusia adalah sangat jauh dari ilmu Allah sehingga membandingkannya saja tak mampu karena rasio pengetahuan Allah dengan Manusia sangat Jauh.
      3. Belajar dan mengenali ilmu alam ini adalah harus dan wajib agar kita sebagai umat Islam dapat menghargai Kebesaran Allah…

      Sangat senang saya melihat usaha saudara2 berusaha menjabarkan, mengupas dan menafsirkan
      fenomena alam dan menghubungkan dengan ayat2-Nya tapi harus diingat kalau belum terhubung mungkin memang belum tiba masa nya.

      Semoga Allah mengumpulkan hamba-hamba mu yang bodoh di surga sehingga bisa bersama-sama kita lihat perpustakaannya Allah dan barangkali nanti kita cukup kemampuan akal agar dapat mengerti. Amien….

      Suka

  5. […] Pertanyaan yang menurutku terpenting saat ini adalah: Mampukah manusia memahami firman Tuhan? Kalau manusia tidak mampu memahami, mengapa Tuhan menurunkan kitab suciNya? Kalau manusia mampu memahami firmanNya, mengapa ada banyak […]

    Suka

  6. […] jadi merindukan masa2 kuliahku di IAIN Jogja dulu. Saat itu, para mahasiswa bisa bertanya dengan se-polos2nya, dan sang dosen mau mendengar (dan menjawab) dengan penuh […]

    Suka

    • 😀 hihihi…
      Baca sendiri, analisa sendiri, bikin contoh komentar sendiri…. silahken sampean simpulken sidiri… 😆

      Hai orang-orang yang beriman, … itulah orang yang zalim!
      Posted on 10 Agustus 2010 by M Shodiq Mustika aliran sekst “Dulehnian”

      renungan | ajaran diin islam | agama iman takwa | ciri-ciri orang yang zalim

      (Duleh… duleh, sampean ini masih teka…. kencing ajah belum lurus…

      Si yu cah )

      Suka

  7. yudhisidji said

    Mungkin bintang terletak dibawah, mengingat sebagai pusat gravitasi solar sytem. Neraka juga “di bawah” kata-Nya. Bisa jadi dalam penciptaan berikutnya setelah alam semesta dihancurkan, bintang menjadi neraka. Itulah rujuman syetan, yang meliputi setan dari golongan jin dan manusia, yang menentang hukum-NYA itulah karakter setan, dan dirujum dgn bintang, bukan dilempari ??

    pertanyaan buat bang Agor dan saudara semua :
    dari trilyunan benda2 angkasa yang ada di alam semesta, kata dalam Quran mana yang bisa bermakna planet ?

    Suka

    • agorsiloku said

      Salam mas Yudhisdji… rasanya beberapa waktu yang lalu Mas suka memberikan tambahan catatan berharga di sini lho. Kemudian lama tak ada tak muncul. Semoga sehat dan gembira selalu dan berada dalam rahmatNya selalu.

      Mengenai benda langit bernama “planet”, saya juga tidak tahu persis, kecuali planet bumi. Pemisahan berikutnya, yang beredar menempuh jalannya masing-masing. Sedangkan langit, ada langit dekat dan bintang yang dekat yang menghiasi langit. Planet bumi dan planet lainnya dalam tatasurya adalah definisi dari ilmu pengetahuan.

      Dalam pemahaman saya, bumi menjadi satu-satunya tempat yang dihuni oleh khalifah (mahluk hidup cerdas).Saya masih lebih memahami bahwa khalifah di bumi ini menjadi khalifah di alam semesta ini (univers). Banyak perbedaan dan tafsir mengenai hal ini. Namun ini asumsi saja, alasan utamanya : karena dalam berbagai informasi tentang hari kiamat, banyak dijelaskan dengan perilaku manusia di bumi. Di bumi ini kita hidup, di bumi ini pula kita akan dibangkitkan, diisyaratkan di QS 7:25.

      Kita bisa melintasi langit (dengan kekuatan, kalau kita mampu yang disampaikan pada QS 55:33 saya pahami bahwa teknologi memungkinkan kita melintasi langit, menembus atau boleh jadi pergi ke luar tatasurya kita.

      Wallahu’alam

      Suka

  8. vera said

    Aslmkm,,,

    Ingat pengetahuan di alam ini luas sekali. Ibarat ilmu Allah itu seluas lautan, maka kita hanya dititipkan pada masing-masing diri setitik air lautan. Jadi saya menerima apa yang disampaikan mas Agor, dan M Shoddik. Innadina indallohil Islam,,, Din=berfikir,, kemudian Islam = Pasrah,, jadi kita melakukan proses berfikir dahulu (din) kemudian menrima/pasrah (islam) tanpa bertanya lagi.

    Mungkin bahasan syetan nya perlu khusus Mas Agor !

    Ingat ciri syetan itu, “selalu memaksakan kehendak”

    Ketika Allah SWT memerintahkan untuk bersujud,, satu perilakulah yang muncul yaitu perilaku SYETAN !

    “Undur maa kola wala tandur man kola”

    wassalam

    Suka

  9. al hikmah said

    kalian akan sulit memahami, krn hanya hal ghaib hanya Allah yg mengetahui….
    utk itu mengetahuinya tidak hanya dari satu ilmu tapi dari ilmu lainnya..

    Suka

  10. hehehehe ilmu yang lain itu cuocuokologi

    Suka

  11. Mikaeel said

    Untuk memahaminya, silakan pelajari konsep kosmologi Bumi Datar.

    Suka

Tinggalkan komentar