Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ketika Teman Kita Melakukan Kecurangan !

Posted by agorsiloku pada Februari 24, 2010

Perjalanan dalam kehidupan penuh lika-liku.  Kita boleh hidup bersih dan jujur, tapi kita juga harus solidaritas kepada teman, sahabat, keluarga, dan seluruh lingkungan dimana kita hidup.  Bagaimana kalau satu kali, teman kita mengajak kita mencurangi?. Bagaimana kalau satu kali sahabat kita melakukan kesalahan yang membuat dirinya terkena kasus hukum atau apa yang merugikan dirinya?.  Apakah kita akan membela dengan segala cara demi terbebas dari jeratan kesalahan.  Katakanlah, itu karena korban dari konspirasi, karena kelalaian, atau dan lain sebagainya yang pada prinsipnya apapun yang menjadi sebabnya tidak lagi penting.  Yang penting adalah bagaimana orang yang kita kasihi terbebas dari kasus hukum.   Alangkah indahnya, satu pandangan ideal muncul dari sikap Nabi, Sang Junjungan yang kita harus teladani dalam kehidupan itu berkata : “Jika anakku Fatimah mencuri, aku akan potong tangannya“.  Ini sebuah pernyataan dengan komitmen moral untuk menegakkan kebenaran.  Tidak boleh pilih kasih, tidak dibenarkan tebang pilih, tidak boleh tidak adil, tidak pantas mempertimbangkan untung rugi.  Hukum harus ditegakkan.  Di sisi lain, sebuah hadis menyampaikan pula :”“Fatimah adalah belahan diriku, menggoncangkan aku apa saja yang menggoncangkan dia, dan menyakitiku apa saja yang menyakitinya.”

Jika kita sandingkan kedua hadis ini dalam alur berpikir logika terhadap kebenaran, maka cara pandang dan etika terhadap kebenaran menjadi panglima.  Tidak ada pilihan bagi seorang beriman, betapapun akan menyakitkan dan pahitnya, maka kebenaran adalah puncak segala teori dan praktis dalam memilih jalan kehidupan.

Pilih Halal atau memilih Haram !.

wakakkkakkk, mudah sekali pertanyaan ini.  Pilih yang halal dunk.  Oke, kita setuju.  Begini ceritanya.  Kita ditawari makanan yang enak bin lezat.  Semua orang kaya dan miskin yang menjadi tetangga kita sudah mendapat bagian semuanya.  Sekarang giliran kita yang ditawari.  Lalu, kita dibisiki :

Silahkan pilih :

“Makanan ini total berasal dari bahan yang haram untuk dimakan menurut syar’i Islam“.

Jelas kita tolak.  “Ayem sori deh”.

“Bagaimana kalau hanya mengandung sedikit saja bahan haram?”.  Sama saja !.  Sedikit atau banyak,  poke’e… bla…bla…bla...

“Bagaimana kalau yang ini?”.  Ini totally halal dari sudut syar’i, tapi ini uangnya hasil menjual makanan yang haram tadi.  Yang beli sih tidak tahu.  Sampeyan saja yang saya kasih tahu.

Dengan bahasa lain, sumber awal adalah haram dan digunakan untuk menyediakan makanan yang halal.  Artinya, kecenderungan terjadi : “mencampuradukkan yang hak dan yang batil !”,  “mencampuradukkan yang baik dengan yang buruk”.

QS At Taubah mengisahkan tentang orang-orang munafik, yang mencampuradukkan yang baik dengan yang buruk dari sebagian orang-orang Arab Badwi (QS  At Taubah 9: 100 – 103).  Pada ayat 102 ditegasi : ” Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.” (terj. Depag RI)

Jadi, bagaimana… mau memakannya nggak ?”  Kita merenung sejenak.  Antara halal dan haram, antara sumber dan hasil akhir, antara kebersihan dan kekotoran.  Ini ada di tengah-tengahnya.  Sedangkan sungut nyamuk yang kecil saja bisa jadi sumber penyakit dan penyebar penyakit.  Sedikit atau banyak anasir haram akan masuk menurut sumber peristiwa.

Belum menjawab pertanyaan teman, tiba-tiba tetangga yang baik hati, pejabat terhormat lagi, menyapa dan bahkan segera mengambil piring untuk kita dan mengisinya dengan makanan tadi.

“Ayo, makanlah… ini makanan enak, segar, hangat, dan dijamin halal !”.

Gagap kita, tetangga yang baik hati dan terhormat secara jabatan dan materi ini, dahulunya, sebelum menjabat tidak lebih tidak kurang, masuk golongan setengah proletar.  Hanya kepintarannya memutar-mutar balikkan fakta dan pintar berkomunikasi, lincah mencari peluang dan kesempatan apapun, maka dunia seolah menjadi usungan hidupnya.

—–

Sampai di sini polemiknya.  Dalam kehidupan, kita berhadapan dan kerap berhadapan dengan kondisi ini.

—-

Lalu bagaimana kita melihat Bail Out Bank Century yang menjadi dimana usaha kejahatan yang diungkap oleh sebagian anggota Pansus Bank Century menjadi bagian yang berbulan-bulan ditunjukkan kepada masyarakat.  Manakah yang lebih penting, menunjukkan yang salah adalah salah dan harus menerima akibat hukumnya, ataukah kita memilih sebuah perkongsian besar untuk menyelamatkan muka kebobrokan keputusan penyelamatan Bank Century?  Ada 9 fraksi anggota Pansus bertempur melawan penguasa ril saat ini.   Padahal sederhana saja (karena tidak ikutan dapat aliran dana Bank Century).   Kalau emang tidak ikutan bancakan, apa sih susahnya Partai Demokrat dan konco-konconya itu membela kebenaran, tidak ribut soal kongsi politik?.  Bahkan juga masuk ke soal koalisi pecah, reshufle kabinet, penghianat koalisi.  Ketika segala kejanggalan dan keanehan pengeluaran uang itu keluar masuk sebagai berita nyata,  masihkah  kita akan membela kebobrokan.  Bukankah seharusnya posisi yang terjadi adalah bongkar habis kejahatan perbankan.  Jadi posisinya harusnya bukan 7-2 atau 6-3 tapi seharusnya 9-0.   Kalau ini terjadi, maka kita tahu : Di masa depan, Indonesia akan menjadi negara dengan supremasi hukum yang unggul.

Namun, kita cenderung mencampuradukkan keadilan dan kebatilan, duduk sama manis atas nama solidaritas.  Atas nama persaudaraan, atas nama warisan, atas nama kekayaan, atas nama peluang.  Atas nama apa saja,  terutama legitimasi kekuasaan yang melenakan.  Kita bolak-balik mempermainkan lidah.

Semoga Allah Subhana wata ‘ala meluruskan apa yang tengah terjadi pada bangsa ini.  Begitu kuat dan deras namaMu disebut pada setiap kesempatan.  Pada setiap awal dan pembuka kata keagungan namaMu disebut.  Karena Engkau jualah maka sebagian hamba-hambaMu memiliki keberanian untuk menyatakan yang benar adalah benar.  Adakah yang lain di balik sisi ini.  Engkau juga yang mengetahui.   Jangan Engkau biarkan kaum munafik memenangkan perkara ini ya Rabb., jangan biarkan bangsa ini menistakan namaMu dengan memuji,  sambil mengingkari perintahMu.

Kuatkan pula hambaMu, yang selalu lalai, kerap lupa untuk dapat berjalan di atas petunjukMu.  Ampunilah kesalahan kami, keluarga kami,  dan para pemimpin kami.  Tunjukkanlah kepada mereka jalan yang lurus, jalan yang Engkau ridhai.  Bukan jalan sesat dan menyesatkan.  Berilah kami dan para pemimpin kami untuk mengikuti jalan utusanMu yang telah Engkau kirimkan menjadi penghulu agama dan suri tauladan hingga akhir jaman.

“Ayo makan, jangan melamun !”.  Lamunan Pansus Bank Century membuat makanan enak yang sudah siap disantap terhenti.  Kutatap mata tetangga ini, menarik nafas dalam-dalam ….Apalagi yang harus kukatakan ya Rabb. !.

—–

(Catatan : cerita ini fiktif, hanya untuk kepentingan penjelasan, betapa rumitnya manusia melakukan pilihan dalam segala keterbatasannya.)

Ditulis menjelang Sidang Paripurna DPR, setelah rekomendasi Pansus DPR perihal Kebobrokan yang dilakukan dalam menangani kasus perbankan Bank Century dan kebobrokan manajemen Bank Century.

24 Pebruari 2010.

5 Tanggapan to “Ketika Teman Kita Melakukan Kecurangan !”

  1. kips said

    Tentang haram dan haram rasanya sudah dipahami semua orang, namun yang menyulitkan tiada lain hawa nafsu yang belum dapat terkontrol dengan baik.
    Baru sempet berkunjung lagi nih 😀

    Suka

  2. dilihat dari situasi dan kondisi dulu kalau saya

    Suka

  3. Bois said

    Hi
    Assalamu’alaikum… (Ucapan salam khusus untuk saudaraku yang muslim)

    ““Ayo makan, jangan melamun !”. Lamunan Pansus Bank Century membuat makanan enak yang sudah siap disantap terhenti. Kutatap mata tetangga ini, menarik nafas dalam-dalam ….Apalagi yang harus kukatakan ya Rabb. !.

    (Catatan : cerita ini fiktif, hanya untuk kepentingan penjelasan, betapa rumitnya manusia melakukan pilihan dalam segala keterbatasannya.)”

    Anda benar, pada prakteknya memang begitu rumit. Tentu akan ada berbagai macam perasaan yang sangat tidak enak, juga berbagai prasangka negatif yang terus menghantui. Hingga akhirnya iman kita pun tersisihkan demi rasa tidak enak dan segala prasangka itu.

    Karena itulah, kejernihan hati mutlak diperlukan agar bisa menjadi penasihat akal yang bisa diandalkan. Dengan demikian hati nurani akan senantiasa menasihati untuk meninggalkan segala hal yang masih meragukan.

    Jika kita memahami alur berpikir logika terhadap kebenaran, maka cara pandang dan etika terhadap kebenaran menjadi panglima. Maka pilihan bagi seorang beriman tentu akan mengikuti nuraninya, betapapun akan terasa pahit dan sangat menyakitkan.

    Begitulah Allah memberikan ujian kepada setiap hamba-Nya, dan ujian itu tentu akan disesuaikan dengan tingkatan level seseorang. Jika berhasil lulus melewati suatu level tertentu, maka secara otomatis ia akan naik ke level yang lebih tinggi. Begitu seterusnya dan seterusnya, semakin tinggi iman seseorang maka akan semakin berat ujian yang akan dihadapinya.

    Sekedar contoh:
    Level I
    Ada makanan enak di depan kita, kita tahu itu punya orang. Kita makan atau tidak?
    Level II
    Ada makanan enak di depan kita, kita tahu itu untuk tamu, namun belum diizinkan untuk memakannya. Kita makan atau tidak?
    Level III
    Ada makanan enak di depan kita, kita tahu itu untuk tamu, dan kita sudah diizinkan untuk memakannya. Namun kita tahu makanan itu dibeli dari hasil judi. Kita makan atau tidak?
    Level IV
    Ada makanan enak di depan kita, kita tahu itu untuk tamu, dan kita sudah diizinkan untuk memakannya. Namun kita tahu pemilik rumah bekerja di tempat maksiat. Kita makan atau tidak?
    Level V
    Ada makanan enak di depan kita, kita tahu itu untuk tamu, dan kita sudah diizinkan untuk memakannya. Namun kita tahu pemilik rumah sebagai pengusaha yang menghalalkan berbagai cara. Kita makan atau tidak?
    Level VI
    Ada makanan enak di depan kita, kita tahu itu untuk tamu, dan kita sudah diizinkan untuk memakannya. Namun kita tahu pemilik rumah sebagai pengusaha yang jujur, namun ia suka menggelapkan pajak. Kita makan atau tidak?
    Level VII
    Ada makanan enak di depan kita, kita tahu itu untuk tamu, dan kita sudah diizinkan untuk memakannya. Namun kita tahu pemilik rumah sebagai pengusaha yang jujur, ia pembayar pajak yang taat. Namun beberapa alat-alat yang digunakannya adalah hasil bajakan. Kita makan atau tidak?
    Level VIII
    Ada makanan enak di depan kita, kita tahu itu untuk tamu, dan kita sudah diizinkan untuk memakannya. Namun kita tahu pemilik rumah sebagai pengusaha yang jujur, namun berbeda akidah. Kita makan atau tidak?

    Karena ketakukan kita akan konsekuensi kebenaran, biasanya kita akan mengunakan jurus ‘Darurat’.
    ‘Few..! Gagal lagi, gagal lagi, gimana mau naik level?’ Kata si nurani
    ‘Oke lain kali saya harus lebih berani. Tapi…’ saya bertekad, namun gak yakin…
    ‘Jangan banyak tapi, usahakan terus sampai berhasil’ kata nurani lagi
    ‘Ngomong enak, emangnya gampang…’ ego komentar.
    ‘Duhai Allah beri aku kekuatan…’
    itulah manusia, mutlak butuh pertolongan-Nya…

    Hingga kini, saya pun masih terus belajar dan belajar agar bisa memilih sesuai dengan ridha-Nya.

    Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan kepada kita semua agar selalu berada di jalan yang lurus. Amin…

    Wassalamu’alaikum… (Ucapan salam khusus untuk saudaraku yang muslim)
    Bye and Peace V ^_^

    Suka

    • agorsiloku said

      Wassalamu’alaikum Mas Bois, terimakasih sudi berkunjung dan catatannya… mengena dan melengkapi postingan…
      Jatuh bangun memang, seperti diskusi nurani yang Mas sampaikan….
      agor.

      Suka

  4. pekat said

    yang namanya kebenaran itu hanya satu jalannya tapi kalo kesalahan banyak jalan
    manusia takkan lepas dari dosa
    sungguh berat jadi seorang muslim di akhir jaman
    bahkan terkadang keimanan yang teguh lawannya adalah nyawa
    sekedar contoh yang dikatakan bois sudah terjawab kebenarannya
    yang ditiru adalah Rasulullah
    akhirnya berujung pada tolak ukur iman
    tindakan->ucapan->doa (selemah-lemahnya iman)

    salam
    pepenk

    Suka

Tinggalkan komentar