Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Al Ma’un Versus UUD ’45

Posted by agorsiloku pada Juli 23, 2009

Huh…, astagfirullah, mengapa orang miskin dan anak-anak terlantar subur di negeri Indonesia ini, terutama neh di Pulau Jawa.  Bandung adalah kota indah yang dililit amanat UUD 45 yang gagal dilaksanakan. Tebaran pengemis di Kota Bandung menjelaskan kualitas kekhalifahan masyarakat dan pemerintah setempat.  Begitu juga banyak kota di Pulau Jawa dan sebagian di luar Pulau Jawa.  Saking terbiasanya melihat pengemis, baik itu mesjid dan gereja, baik itu dekat istana maupun dekat real estate, di banyak persimpangan jalan sudah gagal menyentuh hati nurani, tidak ada rasa yang cukup untuk mengetuk pintu hati melihat kemiskinan dan kesengsaraan sesama … Duh…Kalau UUD 45 menyemangati melalui : orang miskin dan terlantar dipelihara negara, maka buah dari 64 merdeka adalah 35 juta anak bangsa yang tergolong miskin adalah santapan berita setiap hari.  Di negeri yang lebih dari 80% penduduknya beragama Islam !.  Amanat Allah SWT kepada manusia, pendusta agama adalah yang tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.  Pendusta agama?, kaum Dhuafa’ ? Sungguh, kita berbicara antara pendusta dan orang miskin yang disantuni adalah dua hal yang begitu didekatkan olehNya.

Lucunya, UUD 45 kata dipelihara oleh negara dipelintir menjadi “membiarkan” kemiskinan sehingga orang miskin dan anak-anak terlantar dipelihara (dipelihara keterlantarannya, dipelihara biar miskin terus), seperti kita katakan : ayam dipelihara maka ayamnya makin banyak, maka orang miskin dipelihara maka orang miskinnya masih banyak 😀   😦

Kalau memang Negara (atau Pemerintah) memenuhi amanat UUD 45, dan jika pemimpin negara tersebut beragama Islam, maka tentulah akan tercermin dari APBD, APBN berapa persen amanat itu dilaksanakan.  Yang miskin dan terlantar, tidak punya rumah, tidak punya KTP, tidak punya RT, tidak punya RW (jadi nggak dapat BLT).

Dan di sisi lain, kita juga mengenal eksploitasi kemiskinan untuk bantuan, untuk menghiba kasihan orang sehingga mereka (sebagian dari mereka) menjadikan kemiskinan yang pura-pura miskin sebagai sarana untuk meraih pendapatan.  Membuat kita kesel dengan pengemis yang itu-itu juga, pengemis anak-anak yang bertebaran.

Betapa terasa tipisnya hati ini melihat saudara-saudara kita yang terlantar dan terasa, betapa tipisnya pula keinginan pemerintah (apakah Pemerintah SBY mampu mengubahnya?) untuk memberantas kemiskinan dan tidak memelihara orang miskin dan terlantar tetap pada keterlantarannya, tetap pada kemiskinanannya?

Lha itukan tanggung jawab semua?  TIDAK !, itu tanggung jawab Pemerintah, hanya Pemerintah.  Jadi laksanakanlah, perintahkanlah, adakan anggarannya dan laksanakan !.

Masyarakat, seperti sekumpulan domba, eksekutif yang amanat akan melahirkan masyarakat yang juga amanat !

28 Tanggapan to “Al Ma’un Versus UUD ’45”

  1. lovepassword said

    Hari ini nada tulisan anda penuh semangat dan kemarahan. Pasti ada sesuatu yah??? Masalah anak-anak di jalan itu bahkan bukan cuma di jawa. Aku barusan dari luar jawa juga ada. Kayaknya memang perlu upaya sistemik

    Suka

  2. haniifa said

    @Kang Agor
    Tanggung jawab bersama dibawah koordinasi “permen“, bigitu kaliyah…

    hehehe… mau komentar apa lagi yach..?! 8)

    Suka

    • haniifa said

      Yang miskin dan terlantar, tidak punya rumah, tidak punya KTP, tidak punya RT, tidak punya RW (jadi nggak dapat BLT).
      ______________________
      BLT = Bandung Lautan Tapi… 😛

      Dihaturanan linggih Oom-oom Permen ti Bandung.

      Suka

  3. refa said

    Numpang komentar mas.
    Miskin bukan sesuatu yang perlu ditakuti atau dipinggirkan. Para darwis sufi menempuh jalur miskin untuk menyehatkan jiwa. Ksatria Templar terkenal dengan Sumpah Kemiskinannya sewaktu Perang Salib dulu. Dan mereka tetap hebat, namanya disebut-sebut hingga sekarang.
    Jadi bukan miskin dan kemiskinan yang perlu diubah. Tapi cara pandang dan mental manusia Indonesia yang mesti berubah.
    Salam hormat dan sukses memperjuangkan kemiskinan.

    Suka

    • Irawan Danuningrat said

      Memang, orang miskin – orang kaya, cacat lahiriah – sempurna lahiriah, orang lemah – orang kuat, orang rajin – orang malas dsb dsb… adalah sunatullah yg akan selalu ada hingga kapanpun sebagai mekanisme ujian bagi umat manusia. Keadaan itulah yg menyebabkan tumbuhnya sinergi dan harmoni, saling membutuhkan, peluang amal ibadah dan terimplementasikannya eksistensi rukun islam ke-4, zakat – shadaqah – amal jariyah…

      Sulit dibayangkan jika semua orang hidup serba kecukupan…., siapa yg harus disedekahi…?

      Sedikit banyak saya sependapat dengan komentar bung Refa, kemiskinan bukan sesuatu yg mesti disesali eksistensinya dan kemiskinan mustahil punah dari muka bumi. Kemiskinan adalah salah satu aspek penting agar manusia bisa lebih mudah bersyukur pada Allah swt.

      Saya punya kerabat seorang janda tua “miskin” (lahiriah) yg menyandarkan hidupnya pd anak perempuannya yg cacat fisik namun giat bekerja sebagai tukang urut. Kedua anak beranak tsb justru sangat “kaya” batinnya, sekecil apapun rezeki yg diperolehnya mereka senantiasa bersyukur pd Allah swt. Bayangkan, bisa rutin makan 2 kali sehari saja buat mereka adalah karunia besar dari-Nya! sementara buat kami betapa sulit utk bersyukur meski tak terhitung nikmat Allah yg tercurah pada kami….Astagfirullah..

      Suka

  4. angga chen said

    seharusnya orang kaya tidak pelit dengan orang miskin dan orang miskin tidak iri dengan orang kaya..sebenarnya pemerintah peduli terhadap masalah kesejahteraan rakyat hanya saja menyelesaikan masalah itu tidak mudah seperti membalik khan telapak tangan…! thanks ya

    Suka

  5. Budhe dati said

    Jadi orang miskin tidak akan terlalu menderita seandainya orang yang kaya tidak memamerkan kekayaannya atau bersikap sewenang-wenang dengan kekayaannya. kemiskinan akan terasa begitu menghimpit dihadapan orang kaya yang sombong dan kikir. Bukan hanya kemiskinan yang harus diatasi akan tetapi terutama sikap orang yang kebetulan berharta yang juga harus berubah. Sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam surat Al Ma’un.

    Suka

  6. Sederhana saja, Indonesia memang bukan negara beragama maupun bermoral. Hanya keliatan dan kedengerannya saja, tapi realitanya jauh dari demikian.

    Lex dePraxis
    Romantic Renaissance

    Suka

  7. riza said

    tapi ada juga yang mengemis jadi profesi, penghasilannya lebih besar dari pedagang kaki lima atau fakir miskin lain yang ndak mengemis tapi kerja sebisanya

    Suka

  8. haniifa said

    @Kang Agor
    Kalau dipikir-pikir apa nggak lebih banyak pengemis berdasi dibandingken dengan pengemis jalanan ?!

    Suka

  9. refa said

    Miskin..oh… miskin…
    Yang ribut kok orang kaya?

    Suka

  10. kips said

    Hal tsb betul adanya, skrg sj sudah hampir 5 orang pengamen menghampiri, walaupun secara jujur saya akui tidak semuanya saya beri (dgn alasan tertentu). Hal tsb memang sudah sepatutnya diperhatikan pemerintah. Sy dukung semangatnya.

    Suka

  11. Udachlah…

    harimau tak mungkin bisa hidup seperti kambing

    Islam Tak mungkin ……(ach saya tak mau lanjutkan…)

    Gini aja dech saya perhalus….

    ISLAM BUKAN NON ISLAM

    Suka

  12. Dono said

    Ass.wr.wb,
    seorang muslim yg paling berat timbangannya adalah yg semasa hidupnya yg paling berguna untuk manusia dan sekitarnya dibandingkan yg paling banyak janji dan paling banyak bicara tetapi tidak terbukti.neraka jahanamlah tempatnya.

    Wassalam,

    Suka

  13. rafidhah said

    @agor
    Ass.w.w

    Numpang kasat=kusut.

    Sebenarnya situasi kita sekarang ini tidak sesulit apa yang dibayangkan mas agor

    Coba kita pikir secara jujur dan dengan penuh kesadaran. DUNIA ini milik siapa. Hidup kita ini siapa yang mengendali dan menentukan. Kalau saya pasti saya katakan Allah Rabbul Alamin. Alam semesta adalah milik Allah dan Dia adalah Rajanya, dengan segala Maha KekuasaanNya.Ia telah menyodorkan pada kita UUD Nya Tapi UUD Allah diaabaikan. Malahan kita melanggarnya. Yah, terimalah HUKUMANNYA.
    Kita telah menentang Allah dengan KEAKUAN kita. Sombong sok pintar dan segalanya. Dan semua itu adalah sifat2 IBLIS. Wasalam

    Suka

  14. rafidhah said

    @haniifa

    Makmur dalam soal apa mas. Kalau soal DUNIA ok. Sesuai Firman Allah> Kemewahan dunia untuk kaum Kafir. Kehidupan mereka walaupun memiliki kemewahan tapi ketenangan hidup tidak ada mas. Untuk menenangkan hidup mereka, mereka menhalakan segala cara. Apa guna kemewahan tapi hidup nda tenang. Kita di Indonesia kalau KEADILAN benar2 dilaksanakan sesuai Firman Allah. Insaya Allah kita lebih makmur dari mereka. Wasalam

    Suka

  15. refa said

    Umat Islam itu ditakdirkan makmur dunia dan akhirat. Kalau nyatanya gak begitu pasti ada sesuatu yang salah sehingga takdir makmur jadi bergeser ke “kehancuran”.
    Para pembela sistem khalifah menganggap kemunduran kaum muslimin karena melepaskan sistem khalifah. Apa mereka lupa baca sejarah ya, dari 14 abad sistem kekhalifahan, yang patut dibanggakan dan diacungi jempol tidak lebih dari 60 tahun (masa Khulafaur Rasyidin plus Umar b Abd Al Aziz). Lalu sisanya apa? Sejarah yang busuk? Atau sejarah busuk yang dimaafkan karena sistemnya benar?
    Jadi pertanyaannya kembali : sistem yang salah atau orangnya yang salah?
    Introspeksi sajalah. Selamat merenung. Salam hormat.

    Suka

  16. silmikaffa said

    Haturnuhun 🙂

    Suka

  17. aburahat said

    @refa

    SISTEM yang salah. Karena kita sekarang menjalankan sistem yang sudah diperlakukan.Tapi mengapa sistem menjadi SALAH. Sebab yang membuat sistem adalah orang yang tidak mengerti hukum2 Allah. Wasalam

    Suka

  18. Blog anda OK Banget!. Submit tulisan anda di Kombes.Com Bookmarking, Agar member kami vote tulisan anda. Silakan submit/publish disini : http://bookmarking.kombes.com Semoga bisa lebih mempopulerkan blog/tulisan anda!

    Kami akan sangat berterima kasih jika teman blogger memberikan sedikit review/tulisan tentang Kombes.Com Bookmarking pada blog ini.

    Salam hormat
    http://kombes.Com

    Suka

  19. arief juniawan,drh said

    Alkisah ada seorang miskin papa yang profesinya sbg pencari kayu dihutan,dia hanya punya sebatang kampak maka dlm penatnya hidup dia protes pd Sang Pencipta…wahai Pencipta mengapa aku begitu miskin hanya punya kampak..?..why?..tak lama kemudian dia tertidur dan seperti mimpi telah tiba saatnya di YAUMUL AKHIR…apa yg terjd pengadilan dan pertanggungjawaban thd memiliki satu kampak begitu lama dan berat…kmdn dia terbangun dan rasanya ingin membuang kampaknya itu.bagaimana halnya yg memiliki 4 mobil,milyaran uang…hah?.

    Suka

  20. Fietria said

    Kenapa di jawa banyak pengemis? Salah satu alasannya adalah kepadatan penduduk di pulau jawa ditambah lagi banyak yang dari luar jawa datang ke jawa untuk mencari pekerjaan. Gosip yang saya dengar tahun 2011, ibukota Indonesia akan dipindah ke Balikpapan atau Samarinda. Tapi hanya sebatas sistem pemerintahan saja sedangkan bisnis tetap di jakarta.

    Suka

  21. qarrobin said

    Selamat menjalankan ibadah puasa

    mohon maaf lahir dan batin

    @mas agor, tukeran link yuk

    hatur tengkiu

    Suka

  22. Kalo mau tahu itu para pengemis itu ada yang bockingnya

    Suka

Tinggalkan komentar