Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Kalau Anda Jago IT, Jangan Kerja di Indonesia !

Posted by agorsiloku pada April 1, 2009

Tidak perduli seberapa besar saya sebagai warga Indonesia punya jiwa nasionalis, cinta tanah air, dan rela berkorban demi bangsa dan negara.  Tapi, kalau saya punya segala keahlian, lalu keterampilan dan investasi yang sudah ditanam bertahun-tahun, lalu hanya mendapatkan gaji sebesar UMR padahal saya sarjana teknik komunikasi komputer, mengerti proses bisnis, tahu membuat program, jago membuat bisnis analisis maka saya akan buang jauh-jauh jiwa nasionalis saya dan pilih kerja saja di luar negeri.

Kalau saya seorang IT Management, maka gaji saya di Hongkong akan Singapura akan empat kali gaji saya di tanah air.  Kalau saya seorang system development maka gaji saya di Hongkong kurang lebih 11 kali lebih besar dari pada di negeri tercinta.  Kalau di Singapura, maka gaji saya akan delapan kali lipat ketimbang di negeri yang banyak musibah ini.  Seperti yang disampaikan oleh ZDNet – Asia IT Salary.   Data yang dirujuk oleh site ini, tampak bahwa semakin rendah jabatan strategis yang kita miliki, semakin rendah pendapatan yang bisa diraih seorang pekerja.  Pada contoh dirujuk, System Dev digaji 4800 dollar setahun dan di Singapura 35 ribu dollar.  Sedang IT Management di Indonesia 15 ribu dollar (hampir 150 juta per tahun atau hampir 13 juta per bulan), sedangkan di Hongkong 800 Juta per tahun.  Yah, itu juga masih mending sih.  Tapi dibanding negara sekitar kita, harga tenaga IT kita emang masih rendah !.  Lebih memprihatinkan, catatan sahabat saya ini, melakukan perhitungan cuma gaji pokok sejuta.  Sedangkan,  gaji anggota DPR (gaji lho bukan pendapatan) sudah sekian puluh kali lebih besar dari UMR saja masih merasa miskin.

Kalau kita merujuk pada IT Salary Benchmark Survey 2008, kita tahu kita masih teramat rendah dihargai dibanding negara-negara mahal dan maju, yang lebih sejahtera.  Mereka juga jauh lebih ketat menjaga hak cipta, harus bayar ini itu lebih mahal pula dari negara kita.

Logika Miskin dan Kaya.

Hampir selalu, sudah terbiasa bangsa kita saya berpikir bahwa dengan penghasilan yang pas-pasan, maka segalanya harus murah.  Beras harus murah, harus disubsidi, transportasi publik amburadul, jalan keriting, situ dan danau tidak terpelihara, (Bantuan Langsung Tunai) pupuk subsidi, BLT juga dijadikan alat untuk meraih simpati rakyat.  Kemiskinan kita, bahkan menjadi terlalu miskin dibanding bangsa-bangsa tetangga kita yang 50 tahun yang lalu sama-sama hancur dan porak porandanya.

Begitu juga tenaga terampil IT, di negeri yang miskin, wajarlah dibayar miskin.  Komputer bekas dari negeri maju seperti negeri tetangga bisa dikirim ke kita.  Di sana nilai residu assetnya sudah nol.  Di negeri Indonesia, maka kembali menjadi berharga.  Kita juga menjadi bangsa yang paling gemar membajak karya cipta.  Harga karya intelektual dipandang rendah.  Pemerintah juga mendukung pembelian hak cipta intelektual, kemudian diperbanyak sendiri atau membatasi kemampuan ekonomi masyarakat sehingga nilai ekonominya menjadi rendah dan kemudian dibagikan dengan murahan pula ke bangsa yang miskin ini.  Ini jelas menghancurkan daya ungkit ekonomi bangsa.  Disadari, tapi demi popularitas murahan, kebijakan seperti ini diambil.  Entah berapa banyak penulis, pembuatan program IT dan pajak yang seharusnya menjadi daya ungkit ekonomi bangsa dikikis.

Saya sering berpikir berkhayal bahwa persoalannya bukan menyubsidi rakyat miskin karena tidak mampu beli, tapi adalah keharusan untuk meningkatkan kemampuan beli.  Karena itu, kalau dari sudut iklan pemilu.  Saya senang dengan logika Gerindra.  Mereka melakukan pilihan-pilihan jual yang cerdas — biarpun orang  bodoh seperti saya sulit mengerti juga. 😦

Di satu sisi, orang miskin dan tidak punya kemampuan dan kesempatan untuk menghasilkan pendapatan memang harus dibantu oleh negara.  Fasilitas pajak untuk kaum yang terkena kemiskinan struktural haruslah dibantu.  Tapi jelas, sumber daya ekonomi, daya ungkit modal-modal bangsa haruslah bisa dibangkitkan untuk meraih pendapatan bangsa.  Maka buat khayalan saya, Gubernur yang menekan-nekan UMR tidak bisa naik atau naiknya sedikit, sangatlah tidak layak untuk bangsa ini.

Jadi singkatnya, kita kerap gemar berpikir miskin.  Apa yang para pemimpin bangsa kita pikirkan itu juga yang menjadi kejadiannya. Jadi, berhentilah berpikir miskin, berhentilah berpikir selalu perlu dibantu dan disubsidi.  Model-model berpikir itu adalah sumbu untuk mempertahankan kemiskinan bangsa ini dibanding dengan bangsa-bangsa lain. Termasuk tentunya di salah satu bagian kecil bangsa ini : Dunia IT.

13 Tanggapan to “Kalau Anda Jago IT, Jangan Kerja di Indonesia !”

  1. Saepuloh said

    Mampir Bos… komen dikit ya!

    Dari posting anda ini, Saya melihat kekecewaan anda bukan pada bangsa atau terhadap bangsa yang berpikir miskin.
    Jujur… Anda kecewa dengan tempat anda bekerja sekarang kan?
    Manusiawi sih jika orang ingin bekerja di luar negeri yang konon gajinya jauh lebih besar daripada bekerja di negri sendiri, karena dimanapun tempatnya unjung-ujungnya adalah mencari kesejahteraan.

    Saya pikir kesejahteraan itu tidak akan anda peroleh jika anda terus terusan berpikir miskin (terus-terusan menjadi kuli), sehebat apapun seorang kuli, baik itu staff, karyawan, buruh atau pekerja lainnya itu tetap saja…. terbatas.

    Saya kira… dengan kemampuan yang anda sebutkan diatas seharusnya anda tidak menyebutkan penghasilan anda sebesar UMR, melainkan andalah yang seharusnya memberikan UMR itu kepada karyawan anda.

    Saya juga yakin… jika anda benar dalam menyampaikan / memberitahukan kemampuan anda, maka seorang investor akan menghubungi anda.

    Dulu Saya juga pernah mengalami hal yang sama, 4 tahun bekerja sebagai IT management, Graphic Designer, dan multimedia designer dengan gaji Rp. 900ribu/bulan, oh.. nasib!
    Dan saya sadar… perusahaanku tidak cukup besar untuk membayarku, dan aku tahu…. aku berada ditempat yang salah.

    Sekarang dengan bermodalkan 1 unit PC dan laptop dan keahlian saya… saya hampir tidak pernah meninggalkan keluarga dirumah…namun kami merasa sejahtera.

    Maaf kepanjangan

    Salam
    @
    Salam Mas Saepuloh… terimakasih untuk catatan Mas. Menarik. Pengalaman Mas juga luar biasa, sebagai IT management hanya dibayar 900 ribu per bulan. Duh ini bisa cuma senilai sekali makan di hotel atau semalam nginap dihotel bintang empat.
    Namun, selamat juga untuk Mas. Dengan modal sederhana (tapi keahlian cukup) Mas bisa hidup sejahtera dan pandai mensyukuri karuniaNya. Kalau saya nanti menjadi pengusaha (masih bermimpi), untuk bidang keahlian seperti Mas… insya Allah, semestinya bisa membayar setidaknya 4-10 kali dari pengalaman Mas dan ketika mencapai tataran manajerial, bisa menyaingi negara yang IT Salarynya sudah jauh di atas bangsa kita.
    Kalau kemampuan saya, he…he..he… itu kalimat banyak kalau-kalau-kalau…. Kalau itu bahasa lainnya andai… andai…andai….
    Salam kembali.. komentarnya nggak panjang kok. Tapi mengena.

    Suka

  2. frozen said

    @ atas
    Oh, kita ini termasuk kaum proletar berarti ya. Saya mengerjakan berbagai desain interface web, header, hingga mengerjakan berbagai script sampai menjadi webmaster beberapa situs, feedbacknya? Anda tidak akan percaya kalau saya menyebutkan nominalnya.

    Tapi saya sedikit lega, ada kesamaan nasib lah, antara kita-kita ini.

    PS: Bang Agor, saya agak-agak sependapat juga nih. Iya, kalau saya bisa, saya pun ingin hengkang saja dari negeri ini.

    @
    Secara umum, penghasilan ahli IT di Indonesia relatif lebih rendah dibanding profesi sejenis di negara lain di sekitar kita, bahkan dgn Filipina, Thai, apalagi dibanding Malaysia, Hongkong, Singapura. Keseimbangan dengan negeri lain harus pula kita pertimbangkan, terlebih untuk para pengambil keputusan, karena ini juga menyangkut daya saing kita di dunia….

    Suka

  3. haniifa said

    Subhanallah…

    Mas-mas sepertinya masih beruntung jika dibandingkan dengan gaji Honorer IT dengan 72.000 /bln, inipun dibagikannya setelah 6 bln mengajar plus potong sana-potong sini.

    Selanjutnya sang honorer terganjal secarik akta karena ketiadaan biaya… hilanglah harapan menjadi PNS.

    Catatan:
    Walaupun belum tentu yang terbaik tapi kami merupakan yang pertama mengajarkan secara klasikal (muatan lokal Ket. Komputer) ditahun 1990-an.

    Wassalam, Haniifa.

    @
    Tahun 90 kan Mas Haniifa… dan Haniifa dulu dan sekarang sudah sangat berbeda… juga dengan segala keahlian yang menyertainya… kionghi..kionghi….
    Selain itu… salam kembali.. udah rindu dengan segala catatan nakal Mas Haniifa yang menggelitik… 😀

    Suka

  4. lovepassword said

    Subsidi itu perlu saat ini – tetapi memang perlahan-lahan harus dikurangi. Lha masalahnya adalah subsidi itu dipolitiasi oleh pihak yang pro maupun yang menentang. Lihat saja gaya PDIP versus demokrat saat kampanye. Hik hik hik. Kayak dua anak TK, kayak aku maksudku. hi hi hi.

    Mestinya kalo niat ngurangi subsidi waktu BBM turun itu saat yang tepat. Harganya nggak usah diturunin terlalu banyak.

    Kalo masalah gaji. Hi hi hi, siapa suruh mau jadi orang gajian. Di Indonesia lagi. hi hi hi. Ini bukan masalah orang TI atau nggak. Semua bidang bayarannya juga segitu. Hi hi hi.
    Usaha kek jadi web desain freelance, atau ngajar photoshop, ngajar web desain atau apa, ngajar bahasa assembly, dsb terus nulis buku. Lha gajinya itu bisa berkali lipat dari gaji pegawai. Minimal buat sambilannya lah. Dapet gaji tetap + dapet gaji sambilan. Tapi itu cuma bayanganku sih. Prakteknya aku sendiri juga masih membayangken. Hik hik hik.

    Kalo usahanya jalan, terus buka kursus, kalo besar terus di franciseken. Lha terus Mas Agor jadi konglomerat kursus komputer di Indonesia kayak Purdi S Chandra bosnya Primagama itu. Atau minimal bisa kayak Binus atau Universitas Dian Nuswantoro. Dulunya itu cuma les privat terus jadi kursus terus jadi universitas. Kapan aku bisa kayak gicu?? Hi hi hi. Bikin ngiri saja, 🙂 SALAM

    @
    Betul-betul… Mas Ari udah lebih dulu kan.. buku Mas Ari udah meluas. Mudah-mudahan jadi konglomerat deh… Nanti kalo mau jadi, saya diajak-ajak ya Mas.
    Oh ya.. ada sedikit catatan. Saya setuju benar, mereka itu (Primagama, Binus, Univ Dian N, dan banyak lagi) adalah bisnisman yang sukses pada bidang pendidikan dan kaya dengan peluang ini. Sama seperti konglomerat retail juga.
    Namun, kalau kita melihat Zahir misalnya yang produknya berhasil menembus pasar Eropa adalah contoh yang menurut saya layak dimunculkan dalam dunia informasi dan komputasi. Zahir menghasilkan produk dan menjualnya ke mancanegara. Di luar bidang komputasi, tidak sedikit pengusaha kita yang memiliki kompetensi untuk bersaing di pasar bebas. Tidak menunggu proteksi atau fasilitas Pemerintah.
    Menurut saya sih, orang-orang seperti Mas Ari, Mas Haniifa, dan ribuan atau puluhan ribu orang yang mampu berkarya di bidang IT menembus pasar internasional atau nasional. Berkontribusi menjadi entiti bisnis yang bertumbuh dimanapun. Karya anak bangsa pada berbagai entiti industri.
    he..he…he… ini yang juga sangat saya impikan…. dan meskipun mungkin sangat terlambat, saya ingin ke sana…
    (sambil berpikir, siapa tahu kita bertemu di dunia ini).

    Suka

  5. haniifa said

    @Mas Agor
    (sambil berpikir, siapa tahu kita bertemu di dunia ini).
    _______________
    Kalau bigitu kapan dunk… kita ngombe kopi bareng , kalau sekedar “sepoci kopi dan serabi”, kayaknya saya masih bisa ngutang sama si bibi warung sebelah !! 😀

    @
    Kapan ya.. Mas di Jakarta atau di lapangan… kopi dari saya, serabi dari Mas ya… 😀

    Suka

  6. haniifa said

    Bigimana mas soal diatas, sedeng ikutan hari-hari tenang gituh ?!

    @
    iya…

    Suka

  7. agorsiloku said

    Iya betul Mas Haniifa… soal “di atas” itu rasanya asyik juga, karena disadari tidak.. rasanya kita sudah bersahabat lama… hanya agor lagi keteteran pekerjaan bener-bener…
    Salam, agor

    Suka

  8. haniifa said

    Gelagatnyah perolehan sementara bukan sekedar serabi saja, berikut syukuran nasi tumpeng neeh… 😀

    @
    kalo caleg sih kalo nggak syukuran.. disyukurin… Mendapatkan jabatan : INALILLAHI WA INAILAHI ROJIUN…

    Suka

  9. donairl said

    Betul, …
    saya juga berpikiran sama dgn mas…

    sekarang udah lari dan kerja di negeri seberang.. bukannya karena ga nasionalis, tapi karena ada kesempatan ya saya ambil.

    sebelumnya sempat buat usaha sendiri, buat software pesanan dari sana sini. tapi kurang berhasil. Karena tak dibayar oleh klien , mbayar nya telat, atau kurang.
    Seperti nya tak ada yang menghargai kerja keras saya.

    Salam kenal ya

    @
    Selamat deh Mas.. di negeri seberang… semoga sukses di sana… mimpi saya juga adalah menjual produk sendiri ke seberang….
    Salam kenal… dan senang saya mendapat teman yang bergelut di IT dan berada di luar Indonesia…

    Suka

  10. ienx said

    yach..mang kompleks si problem negeri kita. semuanya memang berputar pada sistem. selain sistem ekonomi,sistem pendidikan indonesia memang untuk mencetak tenaga buruh murah.

    Suka

  11. Doni said

    saya ingi bekerja diluar negeri 0854659418181

    Suka

  12. Surya Rhalieb said

    Buat Para Ahli IT dan semua anak2 bangsa, tanamkan dalam pikiran anda bahwa anda akan jadi pengusaha, atau bekerja adalah sasaran antara saja, mau berapa pun besar anda digaji, orang lain tetap menikmati terbesar dari potensi anda, so jadilah pengusaha dan jangan tetap bodoh untuk bekerja!

    Suka

  13. Surya Rhalieb said

    Jika anda benar2 jago, mari kita bicara bisnis yang saling menguntungkan dan saling berbagi keuntungan, kirim profile anda ke suriansyah_rws@hotmail.com

    Suka

Tinggalkan komentar