Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dapatkah Mengenal Allah SWT dengan Akal?.

Posted by agorsiloku pada Desember 11, 2008

Pertanyaan yang lucu aneh !. Akal jelas adalah satu-satunya cara mahluk hidup yang bernama manusia itu untuk mengenal Allah azza wa jalla.

Ada cara lain?.

Tidak ada !

Apakah Allah ada masuk akal atau mengada-ada?.  Apakah Allah ada karena moralitas menghendaki ada?.  Karena kebaikan universal mewajibkannya ada?. Karena segala sesuatu, tentulah harus ada yang mencipta, maka Allah harus ada ?.

(Sumber link)

Akal dan Konsep Ketuhanan

Meskipun meyakini adanya Tuhan adalah masalah Fithri yang tertanam dalam diri setiap manusia, namun karena kecintaan mereka kepada dunia yang berlebihan sehingga mereka disibukkan dengannya, mengakibatkan mereka lupa kepada Sang Pencipta dan kepada jati diri mereka sendiri. Yang pada gilirannya, cahaya Fitrah mereka redup atau bahkan padam.
Walaupun demikian, jalan menuju Allah itu banyak. Para Ahli ma’rifat berkata,”Jalan-jalan menuju ma’rifatullah sebanyak nafas makhluk.” Salah satu jalan ma’rifatullah adalah akal. Terdapat sekelompok kaum muslim, golongan ahli hadis (Salafi) atau Wahabi, yang menolak peran aktif akal sehubungan dengan ketuhanan. Mereka berpendapat, bahwa satu-satunya jalan untuk mengetahui Allah adalah nash (Al-Qur’an dan hadis). Mereka beralasan dengan adanya sejumlah ayat atau riwayat yang secara lahiriah melarang menggunakan akal (ra’yu). Padahal kalau kita perhatikan, ternyata Al-Qur’an dan hadis sendiri mengajak kita untuk menggunakan akal, bahkan menggunakan keduanya ketika menjelaskan keberadaan Allah lewat argumentasi (burhan) Aqli. Pada edisi berikutnya, Insya Allah akan kita bicarakan tentang Al-Qur’an, hadis dan konsep ketuhanan.
Dalam persepsi mereka, membicarakan agama adalah suatu hal yang sangat sensitif dan akan merenggangkan hubungan antara manusia. Agama merupakan sesuatu yang sangat personal dan tidak perlu diungkap dalam forum-forum umum dan terbuka. Jika harus berbicara agama pun, maka ruang lingkupnya harus dibatasi pada sisi peribadatan saja.

Bisakah Tuhan dibuktikan dengan akal ?

Sebenarnya pertanyaan ini tidaklah tepat, karena bukan saja Allah bisa dibuktikan dengan akal. Bahkan, pada beberapa kondisi dan situasi hal itu harus dibuktikan dengan akal, dan tidak mungkin melakukan pembuktian tanpa akal.
Anggapan yang mengatakan, bahwa pembuktian wujud Allah hanya dengan nash saja adalah anggapan yang sangat naif. Karena bagaimana mungkin seseorang menerima keterangan Al-Qur’an, sementara dia belum mempercayai wujud (keberadaan) sumber Al-Qur’an itu sendiri, yaitu Allah Ta’ala.
Lebih naif lagi, mereka menerima keterangan Al-Qur’an lantaran ia adalah kalamullah atau sesuatu yang datang dari Allah. Hal itu berarti, mereka telah meyakini wujud Allah sebelum menerima keterangan Al-Qur’an. Lalu mengapa mereka meyakini wujud Allah.
Mereka menjawab,”Karena Al-Qur’an mengatakan demikian.” Maka terjadilah daur (Lingkaran Setan?, lihat istilah daur pada pembahasan selanjutnya). Dalam hal ini, Al-Qur’an dijadikan sebagai pendukung dan penguat dalil aqli.
Para ulama, ketika membuktikan wujud Allah dengan menggunakan burhan aqli, terkadang melalui pendekatan kalami (teologis) atau pendekatan filosofis.
Pada kesempatan ini Insya Allah kami mencoba menjelaskan keduanya secara sederhana dan ringkas.

Burhan-burhan Aqli-kalami tentang keniscayaan wujud Allah Ta’ala

1. Burhan Nidham (Keteraturan)
Burhan ini dibangun atas beberapa muqaddimah (premis).
Pertama, bahwa alam raya ini penuh dengan berbagai jenis benda, baik yang hidup maupun yang mati.
Kedua, bahwa alam bendawi (tabi’at) tunduk kepada satu peraturan. Artinya, setiap benda yang ada di alam ini tidak terlepas dari pengaruh undang-undang dan hukum alam.
Ketiga, hukum yang menguasai alam ini adalah hukum kausalitas (‘ilaliyyah), artinya setiap fenomena yang terjadi di alam ini pasti dikarenakan sebuah sebab (‘illat), dan tidak mungkin satu fenomena terjadi tanpa sebab. Dengan demikian, seluruh alam raya ini dan segala yang ada di dalamnya, termasuk hukum alam dan sebab-akibat, adalah sebuah fenomena dari sebuah puncak sebab (prima kausa, atau ‘illatul ‘ilal).
Keempat, “sebab” atau ‘illat yang mengadakan seluruh alam raya ini tidak keluar dari dua kemungkinan, yaitu “sebab” yang berupa benda mati atau sesuatu yang hidup.
Kemungkinan pertama tidak mungkin, karena beberapa alasan berikut : Pertama, alam raya ini sangat besar, indah dan penuh keunikan. Hal ini menunjukkan bahwa “sebab” yang mengadakannya adalah sesuatu yang hebat, pandai dan mampu. Kehebatan, kepandaian dan kemampuan, merupakan ciri dan sifat dari sesuatu yang hidup. Benda mati tidak mungkin disifati hebat, pandai dan mampu.
Kedua, benda-benda yang ada di alam ini beragam dan bermacam-macam, di antaranya adalah manusia. Manusia merupakan salah satu bagian dari alam yang palin menonjol. Dia pandai, mampu dan hidup. Mungkinkah manusia yang pandai, mampu dan hidup terwujud dari sesuatu yang mati ?
Kesimpulannya, bahwa alam raya ini mempunyai “sebab” atau ‘illat, dan “sebab” tersebut adalah sesuatu yang hidup. Kaum muslimin menamai “sebab” segala sesuatu itu dengan sebutan Allah Ta’ala.

2. Burhan al-Huduts (Kebaruan)
Al-Huduts atau al-Hadits berarti baru, atau sesuatu yang pernah tidak ada. Burhan ini terdri atas beberapa hal :
Pertama, bahwa alam raya ini hadits, artinya mengalami perubahan dari tidak ada menjadi ada dan akhirnya tidak ada lagi.
Kedua, segala sesuatu yang asalnya tidak ada kemudian ada, tidak mungkin ada dengan sendirinya. Pasti dia menjadi ada karena “sebab” sesuatu.
Ketiga, yang menjadikan alam raya ini ada haruslah sesuatu yang qadim, yakni keberadaannya tidak pernah mengalami ketiadaan. Keberadaannya kekal dan abadi. Karena, jika sesuatu yang mengadakan alam raya ini hadits juga, maka Dia-pun ada karena ada yang mengadakannya, demikian seterusnya (tasalsul). Tasalsul yang tidak berujung seperti ini mustahil. Dengan demikian, pasti ada ‘sesuatu’ yang keberadaannya tidak pernah mengalami ketiadaan. Kaum muslimin menamakan ‘sesuatu’ itu dengan sebutan Allah Ta’ala.

Burhan-burhan Aqli-Filosofi tentang kenicayaan wujud Allah Ta’ala

A. Burhan Imkan Sebelum menguraikan burhan ini, ada beberapa istilah yang perlu diperjelas terlebih dahulu :

  1. Wajib, yaitu sesuatu yang wujudnya pasti, dengan sendirinya dan tidak membutuhkan kepada yang lain.
  2. Imkan atau mumkin, sesuatu yang wujud (ada) dan ‘adam (tiada) baginya sama saja (tasawiy an-nisbah ila al-wujud wa al-‘adam). Artinya sesutu yang ketika ‘ada’ disebabkan faktor eksternal, atau keberadaannya tidak dengan sendirinya. Demikian pula, ketika ‘tidak ada’ disebabkan faktor eksternal pula, atau ketiadaannya juga tidak dengan sendirinya. Dia tidak membias kepada wujud dan kepada ketiadaan. Menurut para filosuf, hal ini merupakan ciri khas dari mahiyah (esensi).
  3. Mumtani’ atau mustahil, yaitu sesuatu yang tidak mungkin ada dan tidak mungkin terjadi, seperti sesuatu itu ada dan tiada pada saat dan tempat yang bersamaan (ijtima’un naqidhain).
  4. Daur (siklus atau lingkaran setan). Misal, A keberadaannya tergantung/membutuhkan B, sedangkan B keberadaannya tergantung/membutuhkan A. Jadi A tidak mungkin ada tanpa keberadaan B terlebih dahulu, demikian pula B tidak mungkin ad tanpa keberadaan A terlebih dahulu. Dengan demikian, A tidak akan ada tanpa B dan pada saat yang sama A harus ada karena dibutuhkan B. Ini berarti ijtima’un naqidhain (lihat Mumtani’).
  5. Contoh lainnya, A keberadaannya tergantung/membutuhkan B, dan B kebradaannya tergantung membutuhkan C, sedangkan C keberadaannya tergantung/membutuhkan A. Jadi, A tidak mungkin ada tanpa keberadaan B terlebih dahulu, demikian juga B tidak mungkin ada tanpa keberadaan C terlebih dahulu, demikin pula C tidak mungkin ada tanpa keberadaan A terlebih dahulu. Daur adalah suatu yang mustahil adanya.

  6. Tasalsul, yaitu susunan sejumlah ‘illat dan ma’lul, dengan pengertian bahwa yang terdahulu menjadi ‘illat bagi yang kemudian, dan seterusnya tanpa berujung. Tasalsul sama dengan daur, mustahil adanya.

Burhan Imkan dapat dijelaskan dengan beberapa point berikut ini :
Pertama, bahwa seluruh yang ada tidak lepas dari dua posisi wujud, yaitu wajib atau mumkin.
Kedua, wujud yang wajib ada dengan sendirinya dan wujud yang mumkin pasti membutuhkan atau berakhir kepada wujud yang wajib, maka akan terjadi daur (siklus) atau tasalsul (rentetan mata rantai yang tidak berujung) dan keduanya mustahil.
Ketiga, bahwa yang mumkin berakhir kepada yang wajib. Dengan demikian, yang wajib adalah ‘sebab’ dari segala wujud yang mumkin (prima kausa atau ‘illatul ‘ilal). Kaum muslimin menamakan wujud yang wajib dengan sebutan Allah Ta’ala.

B. Burhan ash-Shiddiqin
Burhan ini menurut para filosuf muslim, merupakan terjemahan dari ungkapan Ahlibait as. yang berbunyi,”Wahai Dzat yang menunjukkan diri-Nya dengan diri-Nya.” (Doa Shabah Amir al-Mukminin Ali bin Abi Thalib as.) Artinya, burhan ini ingin menjelaskan pembuktian wujud Allah melalui wujud diri-Nya sendiri. Para ahli mantiq (logika) menyebutnya dengan burhan Limmi. Penjelasan burhan ini, hampir sama dengan penjelasan burhan Imkan.
Ada beberapa penafsiran tentang burhan shiddiqin ini. Di antaranya penafsiran Mulla Shadra. Beliau mengatakan, “Dengan demikian, yang wujud terkadang tidak membutuhkan kepada yang lain (mustaghni) dan terkadang pula, secara substansial, ia membutuhkan kepada yang lain (muftaqir). Yang pertama adalah wujud yang wajib, yaitu wujud murni. Tiada yang lebih sempurna dari-Nya dan Dia tidak diliputi ketiadaan dan Dia tidak diliputi ketiadaan dan kekurangan. Sedangkan yang kedua , adalah selain wujud yang wajib, yaitu perbuatan-perbuatan-Nya yang tidak bisa tegak kecuali dengan -Nya. (Nihayah al-Hikmah, hal. 269).
Allamah al-Hilli , dalam kitab Tajrid al-‘I’tiqad karya Syekh Thusi, menjelaskan, “Diluar kita secara pasti ada yang wujud. Jika yang wujud itu wajib, maka itulah yang dimaksud (Allah Ta’ala) , dan jika yang wujud itu mumkin, maka dia pasti membutuhkan faktor yang wujud (ntuk keberadaannya). Jika faktor itu wajib , maka itulah yang dimaksud (Allah Ta’ala). Tetapi jika faktor itu mumkin juga, maka dia membutuhkan faktor lain dan seterusnya (tasalsul) atau daur. Dan keduanya mustahil adanya.

Kitab Rujukan :
1. Nihayah al Hikmah, karya Allamah Thabathabai.
2. Kasyf al-Murad fi Syarh at-tajrid, karya Allamah al-Hilli.
3. Bab al-Hadi ‘Asyr, karya Allamah al-Hilli
4. Al-Ilahiyyat, karya Syekh Ja’far Subhani.
5. Muhadharah fi Ilmi al-Kalam (kaset), ceramah Sayyid Kamal Haydari.

(sumber asli pada link)

34 Tanggapan to “Dapatkah Mengenal Allah SWT dengan Akal?.”

  1. nun1k04a said

    Promosikan artikel anda di http://www.infogue.com%3c/a>. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema, Musikgue & game online untuk para netter Indonesia. Salam!
    http://agama.infogue.com/dapatkah_mengenal_allah_swt_dengan_akal_

    Suka

  2. gentole said

    pokoknya enggak bisa mas agor. :mrgreen:

    @
    Nggak bisa … !.
    nggak bisa tahu.. nggak bisa proses ?.. 😀

    Suka

  3. sitijenang said

    Setuju…

    Manusia kan katanya berujud sebagai citra Tuhan, semacam bayangan di cermin. Tuhan adalah Cahaya di atas Cahaya, maka manusia aslinya dari cahaya atau setidaknya dari dimensi (ngkali). Mengenal diri sendiri mestinya pake akal. Orang mau kenal Tuhan konon harus kenal terhadap sang diri. Berarti Tuhan bisa dikenali lewat akal.

    Lha, akal sendiri menurut tulisan Mas Agor terdahulu tidak sama dengan pikiran kayaknya, ya?

    @
    Manusia berujud sebagai citra Tuhan… saya tidak tahu apakah ini ungkapan yang tepat atau enggak. Saya tidak berani mengelaborasi lebih mendalam hal ini karena memang ini hanya layak dibahas dalam diskusi antar agama di forum-forum ilmiah…

    Mengenai akal… iya .. terdahulu, seperti juga diajarkan Mas Jenang… pikiran adalah logika
    dan akal adalah pikiran dan budi atau citarasa yang menjadi keindahan bumbu…. 😀

    Suka

  4. sitijenang said

    soal citra, coba tanya kang zal deh… kayaknya dia bisa elaborasi tuh.

    @
    Kang Zal… bisa membantu ?..
    wass, ago

    Suka

    • Anonim said

      Itu menurut dia ataukah menurut anda,, kalau Allah bisa di kenal lewat akal itu berarti manusia juga bisa memikirkannya dong,,berarti akal manusia tidak memiliki batasan,,krn sesungguhnya,Akal manusia itu memiliki batasan sedangkan Allah subhanawwataala tidak ada batasan ,,,sy kasih logika yeah ,,,misalnya kita membuat meja atau lemari,,bisaka lemari itu memikirkan kita,,yang bisa memikirkannya hanyalah Penciptanya saja atau pembuatnya saja,,, Allah tidak mengatakan pikiran aku,kenali aku lewat Akal mu,,Allah hanya menyuruh Hambanya untuk memikirkan Apa yang dia ciptakan bukan dirinya dan Allah juga tidak dapat di kenal Allah lewat akal dan dipirkan,,tapi Allah hanya menyuruh kita untuk mengingatinya sesuai dengan Firmannya Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS ar-Ra’du:28)
      ,,,Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena merekaakan masuk neraka.” (Q.S. Shaad[38]:27)

      Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

      “Berfikirlah tentang nikmat-nikmat Allah, dan jangan sekali-sekali engkau berfikir tentang Dzat Allah ” [Hadits hasan, Silsilah al Ahaadiits ash Shahiihah]

      Kata dzat yang disandarkan pada Allah kita jumpai pada sabda Nabi saw, “Tafakkaruu fi khalkillah walaa tafakkaruu fi dzatihi” atau “Berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, tapi jangan berpikir mengenaiDzat-Nya.” (atau dzat Sang Pencipta).

      Perhatikanlah Firman Allah subhanahu wata’ala ini:

      “Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

      (QS. Al-Ikhlas[112]:4)

      “Tidak sesuatu pun yang serupa dengan Dia (Allah), dan Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. As-Syuuraa[26]:11)

      “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’Aam[6]:103)

      Dengan demikian, maka setiap kali kita menyebut Dzat Allah, tidak berarti bahwa dzat yang dimaksud adalah dzat yang sama dengan berbagai dzat ciptaan-Nya sendiri seperti zat cair, zat padat, zat gas, atau zat-zat lain yang menyerupai itu. Sama hal nya dengan ketika kita berkata bahwa Allah Maha Mendengar. Ini juga tidak bisa diartikan sesederhana sebagaimanamakhluk ciptaan-Nya mendengar dengan bantuan panca indera telinga.

      Perhatikanlah pula Firman Allah subhanahu wata’ala ini:

      “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran dari firman Allah.” (QS. Al-Baqarah[2]:269)

      “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali-Imran[3]:190)

      Jika dalam tiga firman sebelumnya Allah menyiratkan bahwa mustahil panca indera manusia akan mampu mencapai eksistensi-Nya, maka pada dua firman berikutnya (ada puluhan banyaknya yang serupa), Allah menyiratkan kepada kita bahwa manusia, bila mau merendah dan berfikir, niscaya akan mampu mencapai eksistensi-Nya melalui perantara akal.

      Rasulullah saw berpesan, “Tafakkaruu fi khalkillah walaa tafakkaruu fi dzatihi”

      Sabda beliau ini menyiratkan bahwaberfikir tentang ciptaan Allah, walaubagaimanapun, akan menyadarkan kita bahwa Allah itu ada, dan eksistensi-Nya sangat nyata. Namun Rasulullah saw juga mengingatkan; cukuplah sampai di situ saja! Jangan coba-coba untuk berpikir lebih jauh, misalnya tentang bagaimana kira-kira Dzat Allah, atau sosok Allahitu sendiri.

      Suka

      • agorsiloku said

        Alhamdulillah, bagus penjelasannya. Intinya tidak akan akal mampu memahami eksistensinya. Mengenal Allah tentu saja sesuai dengan uraian Akang. Jadi, bagaimana atuh kita mengenal Allah?. Itu juga dijelaskan dalam komentar ini, melalui karya ciptaNya, termasuk kita sendiri. Akal kita memahami batasan-batasan ini. Tidak menyerupai dengan sesuatu apapun, maka akal kita memahami. Apa saja yang ada dalam bayangan dan pemahaman kita adalah bukan itu. Lalu, bagaimana dengan akal kita, tentu saja kita mengenali dengan apa yang diinformasikan kepada kita, mengenali sesuai dengan nama kemahaanNya.
        Terimakasih atas kesediaan berbagi penjelasan.

        Suka

  5. lovepassword said

    Kalau istilahnya pembuktian, rasanya kok agak gimana gicu ya?

    Saya rasa keberadaan Allah itu memang masih logis. Tapi saya tidak yakin kalau logis itu sama artinya dengan terbukti. Terbukti di sini : Dalam arti – konsep pembuktian ilmiah sesuai metode sains.

    Pendekatan pemikiran mengenai Ketuhanan biasanya begini : sesuatu itu bisa dinalar lebih mudah jika Tuhan ada.

    Misalnya saja seperti yang sudah dijelaskan : Mengenai sebab akibat.
    Ada bakpao di atas meja. Tanpa harus melihat siapa yang menaruh bakpao tersebut, kita langsung yakin bahwa bakpao itu ada yang naroh. Tanpa harus melihat/membuktikan sendiri kapan dan bagaimana dan siapa pencipta bakpao itu- kita bisa yakin bahwa bakpao itu pasti ada penciptanya. Konsekuensinya kalo diteruskan maka alam semesta ini juga ada penciptanya.

    Sedangkan dari sisi sebaliknya – sisi maksimal atheis berkata begini :

    Sesuatu itu akan lebih masuk akal bila Tuhan tidak ada. Misalnya saja konsep adanya kejahatan diadu dengan keberadaan Tuhan. Jika Tuhan ada mengapa ada kejahatan? dan pertanyaan yang sejenis dengan itu.

    Bila Tuhan ada dan Dia Maha Kuasa berarti Dia tidak Maha Baik karena membiarkan adanya kejahatan. Bila Dia Maha Baik berarti tidak Maha Kuasa karena tidak berdaya melawan Kejahatan. Atau malahan sesungguhnya Tuhan itu tidak ada. Lazimnya ini disebut dengan pernyataan Epikuros.

    Jadi masing-masing pihak memakai pendekatan logika. Tentu saja ada saling bantah di sini. Memakai logika versus logika yang lain.
    Tetapi saya rasa belum sampai ke arah pembuktian.

    Karena saya sendiri ragu apakah Tuhan bisa dibuktikan.

    Dalam arti : Saya rasa ada keterbatasan manusia yang serba terbatas ini dalam memahami realitas yang Sangat Tidak Terbatas.

    Adanya Tuhan itu logis, jadi sifatnya masih bisa diterima dengan akal sehat. Masih bisa dipikirkan. Tapi saya rasa tetap sulit dibuktikan, karena keterbatasan manusia itu sendiri.
    Logis tidak identik dengan harus bisa dibuktikan.

    Yang ditakutkan oleh kelompok Fundamentalis sebenarnya juga cukup masuk akal. Karena mereka menyadari keterbatasan akal ini. Mereka menyadari keterbatasan logika manusia.

    Selalu ada kemungkinan manusia kemudian malah memilih tidak beragama – ketika dia meninjau Tuhan dengan logikanya yang terbatas itu. Dan itu memang sangat mungkin. Jadi sekali lagi : Ketakutan kelompok Fundamentalis itu juga masih masuk akal.

    Tetapi di sisi lain, saya juga melihat bahwa masalah ini sangat kompleks, karena penolakan terhadap agama – juga tidak melulu berasal dari keterbatasan akal dalam memahami Tuhan, tetapi juga karena terkait dengan perilaku umat beragama yang bisa dilihat. Latar Belakang seseorang yang menolak Tuhan ternyata sangat bervariasi, tidak melulu karena alasan akal saja. Ada yang asalnya memang karena pemikirannnya terlalu liberal, ada juga yang asalnya justru dari fundamentalis yang tadinya mati-matian membentengi agamanya. Kemudian karena satu dan lain hal – lalu kecewa dengan keadaan.

    SALAM BOS Agor.

    @
    hm.. ketika seorang atheis memikirkan dan memikirkan… kemudian ia berprasangka dalam segalanya analisisnya Tuhan harus tidak ada, seperti juga (mungkin) dia juga memikirkan mengapa “saya” ada !. Logikanya berusaha untuk menjawab bahwa Tuhan harus tidak ada adalah (dan kadang juga) adalah pengakuan bahwa ada sesuatu yang harus ada…. dan tidak puas dengan pemikiran mengapa harus ada !.

    Menurut saya tidak kompleks, yang menjadi kompleks itu justru ketika ingin mengakui tidak ada, sedang semua indikator ada permulaannya….

    Suka

  6. haniifa said

    Salam untuk @Mas Lovepassword…
    Kalau istilahnya pembuktian, rasanya kok agak gimana gicu ya?
    Bukan saja istilahnya pembuktian, bahkan kalau ada yang memaksakan pembuktian… luarbiasa konyol nyah 😀

    Sudah jelas jika “tanda bunyi bell listasan” pintu kereta api terdengar dan begitu juga dengan pintu palangnya… kemudian walaupun keretanya tidak tampak tapi ngotot uyel-uyelan nyebrang jalan kreta api…. ?! Insya Allah ada yang GAME OVER bukan.
    Artinya hanya ada satu jalan untuk mengenal dan memahami adanya Allah subhanahu wa ta’ala…. yaitu memperhatikan tanda-tanda yang diberikan olehNya.

    Misal: Kelak syurga seluas langit dan bumi hanya diwariskan kepada orang-orang yang taqwa hanya kepada Allah saja.

    Tandanya: Seluruh umat muslim boleh menginjakkan kaki dibumi ini ke kota manapun didunia… sesukanya, tapi non muslim walau membayar dengan Emas sebesar gunung tidak boleh menginjakkan kaki dikota “MEKAH AL MUKARRAMAH”, apalagi di masjidil Haram.

    Singkat kata kalau manusia berakal mestinya menjadi Muslim agar bebas menikmati karunia Allah seluas-luasnya,…. kalau orang kafir he.he.he…. 😛 mohon maaf didunia saja kebebasannya sudah terbelenggu bukan ?!!

    “Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman.” [QS 45:3]

    Gimana boss, bukankah kalau tandanya diketahui dengan akal dan diimani dengan hati… Allah yang Maha Pencipta itu ada bukan ?!
    Hanya orang tak berakal saja, kalau nekat nongkrong dijalan kreta padahal “tanda-tanda” kedatangan kreta apinya sudah jelast.

    Wassalam, Haniifa.

    Suka

  7. Hendak mengenal Allah bukan dengan cara mengenali Zat nya, mustahil mengenal melalui Zatnya yng Maha Suci lagi Maha Tinggi itu, melainkan dengan cara mengenali SIFAT, CIPTAAN dan PERAN Allah dalam kehidupan ini. Dan itu semua adalah proses akal. Dengan kita memahami ketiga point tersebut maka akal akan memproses dan mendapatkan rasa serta kefahaman bahwa Allah Yg Maha Pencipta, Yg Maha Berkuasa itu memang ada.

    Seperti kisah Nabi Ibrahim “mencari Tuhan”, awalnya dia lihat bintang, kemudian bulan, kemudian matahari. Rupanya ketiganya tidak “kekal” dan tidak memiliki kuasa apa2. Lalu Nabi Ibrahim kecil menyimpulkan bahwa Tuhan bukan mereka, Tuhan adalah yg menciptakan mereka. Bagaimana wujud Tuhan itu, hanya Tuhan yg tahu.

    Jangankan Tuhan, kita hendak mengenal alam ghaib saja ( syurga, neraka, alam barzakh, dsb ) akal kita perlu disuluh dengan wahyu, kalau tidak ada Rasul maka profesor dan filosof manapun tidak akan sanggup membuktikannya. Oleh karena itu dalam Agama ini Allah datangkan Rasul, sebagai utusan Tuhan yng membawa berita2 yg tidak dapat dibuktikan dengan akal ini, namun kita diminta untuk meyakininya. Itulah Iman. Iman adalah keyakinan dalam hati, sedangkan jika sebatas akal disebut “kepercayaan” atau “pengetahuan”.

    Sekadar pandangan nih mas Agor… 🙂

    @
    Pandangan yang cantik dan memang demikianlah.
    Kalau kita berpikir-pikir tentang wujud yang Maha Menciptakan dan kita berpikir sedikit ke apa yang telah diciptakan dan berpikir lagi tentang kombinasi penciptaan, kemudian bagaimana hasil ciptaan itu berkolaborasi “menciptakan” kombinasi-kombinasi baru, maka kita mendapatkan jawaban bahwa selalu ada permulaan baru dari setiap kehadiran penciptaan dari mahluk ciptaan….dari setitik air atau atom atau kuanta menjadi sesuatu. Kemudian kita bertanya kembali mengapa sesuatu ada permulaan… kalau kita melihat penciptaan yang berulang… saking terbiasanya kita merasakan penciptaan berulang (seperti tumbuhan) kita kemudian merasa tidak ada “campur tangan” atau bahkan kita merasakan keindahan keberulangan….
    Namun ketika ingin mencari pembuktian… maka pembuktian mana sebenarnya yang diinginkan?.
    Kebanyakan hanya memastikan berdasarkan leluhur dan pengetahuan dari kombinasi yang sudah diciptakan.
    Betapa merasa beratnya, bahwa pengetahuan dan kombinasinya harus dijawab di luar pengetahuan itu sendiri.

    Pembuktian, apa yang ingin dibuktikan oleh mahluk ciptaan terhadap penciptanya?. Dalam pikiran atau dalam bentuk, dalam bukti (apa yang dimaksud bukti).
    Ini yang tak pernah mendapatkan jawabannya, kecuali prasangkaan….

    Suka

  8. Luxmile said

    Aww…

    Salam mas Agor…

    Burhan Nidham maupun Burhan al-Huduts itu adalah warisan tempoe doeloe, dan telah memiliki sanggahan cukup berarti oleh para “ulama’-ulama’“ atheis…

    Saya kasih contoh utk Burhan al-Huduts:

    Pertama: alam raya ini hadits, Stphen Hawkins mengajukan model ketakterdefinisikan awal-akhir alam semesta melalui gambaran keruruct peristiwa yang tumpul/lengkung, yg artinya tidak ada ruang lingkup pembicaraan awal dan akhir alam raya ini, sehingga postulat hadits menjadi meragukan…

    Kedua: mengingat definisi hadits saja meragukan, maka menjadi rancu untuk membicarakan “sebab” adanya alam ini, alias alam ini telah ada dan terus akan seperti ini adanya…

    Ketiga: definisi “Sang Pencipta” sudah tidak relevan lagi kalaulah bisa dibuktikan bahwa alam ini “mandiri” terhadap eksistensinya, dengan kata lain alam raya ini sudah “qadim”, apakah perlu eksistensi qadim yg lain?

    Nah, bagaimana kang agor menanggapi sanggahan ini, mengingat para ulama-ulama atheis itu notabene adalah para saintis ulung…

    http://Www...

    @
    Kalau merujuk pada pandangan ilmuwan seperti Stephen Hawking… saya agak lupa tapi dalam salah satu bukunya, Beliau bertanya : “Mengapa Tuhan menciptakan aku yang bertanya siapa Engkau”, atau merujuk pada pandangan Albert Einstein agama dan ilmu, atau Sir Issac Newton yang juga menunjukkan pengakuannya pada kuasa Tuhan. Pengakuan adanya teori awal bigbang juga begitu menjelaskan bahwa ada sebuah permulaannya, umur alam semesta juga ditetapkan oleh tetapan kosmologi yang rumusnya mungkin njlimet (agor tidak tahu) tapi buah karya ilmuwan itu dan pada karya-karya terakhir penelaahan dunia kuantum, sampai mengambil energi masa depan, semakin menjelaskan eksistensi alam semesta yang justru semakin sulit untuk dijelaskan untuk tetap ada dan selalu ada sejak permulaan. Malah para ulama atheis itu sendiri yang jelas saintis ulung, menurut agor, akan “terpaksa mengakui” keberadaan permulaan segala yang diciptakan…
    Sedangkan soal Tuhan, sama seperti mobil… membicarakan mobil dengan membicarakan pembuat mobil adalah hal yang berbeda. Begitu juga pembahasan mengenai Alam Semesta, berbeda dengan membahas tentang Sang Pembuat Alam Semesta. Jawaban mengapa-mengapa terhadap pertanyaan mengenai alam semesta (dan juga ilmu) berada di luar ranah ilmu itu sendiri. Mengapa manusia ada?, mengapa Tuhan ada, mengapa ada hukum fisika?, adalah pertanyaan di luar fisika itu sendiri.
    Jadi memberikan contoh kekekalan alam semesta (karena dianggap masih akan hancur milyaran tahun lagi) bukanlah jawaban terhadap mengapa alam semesta ada.. Jadi mengaitkan alam semesta dengan ketiadaan tuhan… adalah mengaitkan dua eksistensi yang satu belum dipahami (alam semesta) dan satu lagi terlebih lagi (Allah) semakin sulit lagi. Sisi keimanan adalah hal yang tidak dibahas dalam ilmu alam, tapi tidak bagi orang yang melihat buah karya sebagai alat mendekatkan diri pada penciptaNya.

    Suka

  9. haniifa said

    Subhanallah…
    Tanggapan yang menarik sekali @mas Agor, sampai berulang kali saya membacanya.

    @Luxmile
    Kalau saya mengatakan bahwa Candi Borobudur pembuatnya adalah kucing… sudah barang tentu akan menjadi bahan tertawaan, mengapa ?! jawabnya sederhana, yaitu tanda-tanda pembuatnya terdapat pada relief.

    Lalu betulkah para ulama-ulama atheis para saintis ulung ?!
    Lucunya batu “Stonehenge” yan terletak di Salisbury Plain,Inggris semua saintis harus sepakat bahwa itu buatan manusia… 😀 Walaupun tidak diketahui siapa pembuatnya atau apa dan bagaimana caranya.
    Kalau saya nyatakan bahwa kucinglah yang membuat “Sotonehenge”, tentu mereka tertawa terpingkal-pingkal… para ulama atheis dengan lantang jelas dunk dari tanda-tandanya pembuatnya adalah manusia.

    Lalu siapakah yang menancapkan Gunung ?! Insya Allah, mereka bungkam seribu basa.

    Wassalam, Haniifa.

    @
    😀 Seandainya benar yang membuatnya adalah kucing… tentulah ini kucing sejenis Doraemon, yang biar tidak punya jari tapi punya kantong ajaib… Tapi seandainya Doraemon yang membuat, mengapa harus dibuat di sekitar Yogya, mengapa tidak dibuat di Jepang saja.

    Suka

  10. Anonim said

    Aww <== hayo tebak kepanjangannya apa… 😉

    @Haniifa

    Benar sekali kalo anda berbicara di dalam lingkup mikro kosmos, pencipta adalah suatu entitas sebab yg mutlak ada, namun di lingkup makro/nano kosmos, hal itu menjadi rancu, dualisme pencipta-ciptaan menjadi absurd, yg ada adalah kesatuan eksistensi, entah ciptaan itu atau Sang Pencipta itu… itulah mengapa para ulama-ulama ilmu-alam itu abstain jika doktrin dibenturkan terhadap keadaan ini…

    Contoh, kapankah sang waktu di ciptakan oleh Sang Pencipta? ada apa “sebelum” waktu tercipta?

    kalau anda masih berada dilingkup mikro kosmos, pertanyaan ini membingungkan, lha wong definisi sebelum-sekarang-setelah (sang-kala/waktu) aja “belum” ada kox “sudah” menjudgment eksistensi “sebelum”… terlepas dari itu, yg jelas itu adalah pertanyaan yg njlimet alias tasalsul (loop-back)… 😀

    Entah benar atau tidak, para ulama atheis itu seharusnya yakin kalaulah the-core-of-universe (Tuhan) itu harusnya ada/eksis, tapi mereka tidak mau meyakini sebagaimana doktrin-doktrin theistik…

    “Lalu siapakah yang menancapkan Gunung ?!”
    Siapa? pertanyaannya sudah menggiring untuk menjawab sosok personal “Sang Pencipta”…

    Bagi para ulama atheis itu pertanyaan yg mereka terima adalah “Lalu apa dan bagaimanakah penyebab terpancangnya Gunung-gunung itu?!”

    http://Www...

    Suka

  11. haniifa said

    @Mas Agor
    Biar klop, karena yang membuat/membangun Candi Borodur sejenis Doraemon mestinya yang membangun Stonehenge temannya Doraemon yaitu si Giant yang mampu mengangkat berton-ton.
    Kenapa tidak dari Jepang ?! Karena diberi tahu sebangsa Alien bahwa kedua tempat itu stabil. 😀

    @Anonymous
    Istri saya juga berjenis kelamin Aww. 😀

    Contoh, kapankah sang waktu di ciptakan oleh Sang Pencipta? ada apa “sebelum” waktu tercipta?
    Allah Yang Maha Pencipta adalah “Qiyamuhu Binafsihi==Berdiri sendiri” dan “Lam yalid walam yulad==Tiada sesuatu apapun yang menyerupaiNya” atau tegasnya tidak bisa didefinisikan dengan hukum-hukum ruang dan waktu menurut versi makhluq yang diciptakan. Sebagai gambaran rumitnya teori relativitas Einstein tentang “waktu” beliau menghitung dengan kecepatan cahaya yang konstan, selanjutnya bagaimana teori tersebut jika dihitung pada sesuatu yang mempunyai percepatan tak hingga ?! 😀 , padahal percepatan dan kecepatan sendiri tergantung waktu.
    Waktu mana yang mau dipakai ?!
    Constanta cahaya apa yang mau dipakai ?!
    Mari kita bicara makro…
    Jika jagad raya ini berexpansi, lalu menurut ada apa yach dibelakang galaxy terluar ?! para ulama atheis jawab, ya ada ruang dunk.
    Lalu tahukah tepi jagad raya atau titik-titik galaxy terluar ?! Insya Allah, mereka bungkam seribu basa.

    Bagi para ulama atheis itu pertanyaan yg mereka terima adalah “Lalu apa dan bagaimanakah penyebab terpancangnya Gunung-gunung itu?!”
    Al Qur’an memberitakan proses pembentukan dengan istilah “yaum atau periode”.
    Mari kita berandai-andaian….
    Jika dalam suatu periode bumi ini terdiri magma saja yang berputar, tampa atmosfir dll.
    Jika dalam suatu periode berikutnya bumi dijatuhi meteor padat maka seluruh permukaan bumi akan menjadi dingin, ingat ukuran meteor bisa saja sebesar gunung atu pulau.
    Jika dalam suatu periode berikutnya bumi bergesekan dengan Komet yang membawa cairan dan gas.
    Jika dalam suatu periode berikutnya bumi membentuk atmosfir.
    Jika dalam suatu periode berikutnya bumi mengalami perubahan iklim sehingga terjadi siklu hujan dan menjadikan subur dataran dibumi.

    Lalu bagaimana kehidupan itu ada di bumi ?! Pasti Allah ta’ala yang menciptakan semua ini.

    Jangan tanya bagaimana dan kapan ?! saya tidak tahu dan tidak bisa berandai-andai… 😀
    Wassalam, Haniifa.

    @
    Perandaian itu memaknai, betapa bumi menjadi tempat yang sangat unik di alam semesta ini….

    Suka

  12. Luxmile said

    @Haniifa

    {Allah Yang Maha Pencipta adalah “Qiyamuhu Binafsihi==Berdiri sendiri” dan “Lam yalid walam yulad==Tiada sesuatu apapun yang menyerupaiNya”}

    ok deh, ga perlu di perpanjang, itu adalah postulat yg niscaya, bahkan budhisme sangat fokus di “walam yakun lahu kufu’an ahad”, secara ekstrem berpendapat tidak layak meng-konsepsi-kan apapun ttg Sang Pencipta, sebagai siapa/apa pun, apalagi sebagai person…

    {Lalu tahukah tepi jagad raya atau titik-titik galaxy terluar ?! Insya Allah, mereka bungkam seribu basa.}

    Tahukan di mana ujung lingkaran? taukah anda dimana titik pusat permukaan bola? demikian juga dimanakah titik terluar ataukah titik pusat semesta-raya? jawabannya hanya ada di diri anda sendiri. Semesta raya ini adalah lengkung yg “Terbatas” sekaligus “tak berbatas”.

    Wassalam Wr. Wb. <== w w w 😀

    Suka

  13. haniifa said

    @Luxmile
    Karena menurut @mas Luxmile
    Semesta raya ini adalah lengkung yg “Terbatas” sekaligus “tak berbatas”.
    maka…
    Tahukan di mana ujung lingkaran? Ujung lingkaran adalah ujung ter-kiri sekaligus ter-kanan 😀

    Shaulin biara budha terbesar di Cina berisi para pendeta yang cinta kedamaian, bajunya mirip baju ihram, kepala botak… duh jangan-jangan cikal bakalnya dari Nabi Ibrahim a.s yang diselewengkan, Gimana ?! sebab: Salam, Tselem, Shaulin … Salim Hhs. Sunda.

    Wassalam, Haniifa.

    Suka

  14. wawan said

    Akal Tidak Bisa mengenal ZAT TUHAN.
    Yang dapat mengenal ZAT TUHAN hanya Percikan atau Tiupan Tuhan yang ada dalam diri setiap Manusia.

    Wassalam , WAWAN S

    @
    akal mengenalnya dari karya Yang Maha Besar…..

    Suka

  15. halwa said

    jadi gimana nih mas kesimpulannya, apakah akal bisa mengenal tuhan dan sebatas mana akal kita mengenal tuhan.

    terus apakah beda Dzat dengan Sifat ?

    salam.

    @
    Kalau dalam pemahaman agor, tentu saja bisa. Allah tidak mewajibkan manusia yang tidak berakal atau kehilangan akal untuk menjadi khalifah di muka bumi. Terbebas dari segala kewajiban.

    Mengenai perbedaan Dzat dan sifat. Yang dimaksud Dzat tentu kita telah pahami sebagai sebutan kepada Allah dan cerminan sifatNya disampaikan melalui nama-nama Allah. Tentunya ini juga pemahaman yang berlaku pada kebanyakan orang. Bahkan kita sendiri, tentunya sebagai manusia dengan bahan dasar manusia, memiliki sifat-sifat beragam….

    Suka

  16. haniifa said

    @Halwa
    Wah… betul juga yach gimana kesimpulannyah…..

    terus apakah SAMA Dzat dengan Sifat ?!

    mungkin harus dijelaskan dulu oleh @Halwa biar “SAMA” kesimulannyah… 😀

    Suka

  17. halwa said

    justru itu, saya bertanya karena saya tidak mengerti, mungkin mas hanifa bisa menjelaskan kepada saya yang bodoh ini.

    salam.

    Suka

  18. myrazano said

    Pemahaman tentang Allah menurut saya ( ada di http://mytazano.com ) adalah :

    1. Untuk tingkatan awam, Allah difahami dengan keyakinan saja tapa perlu pembuktian.
    2. Untuk tingkatan khusus Allah sudah mulai difahami dengan mempergunakan akal dan logika yang membutuhkan pembuktian sehingga menimbulkan keyakinan
    Pada tingkatan ini apabila Allah akhirnya tidak bisa dibuktikan keberadaannya. akan menimbulkan mengingkaran terhadap keberadaan Allah itu sendiri
    Jadi Allah Mutlak Harus Bisa Dibuktikan dengan atau tanpa akal

    3. tingkatan selanjutnya…..

    salam dari myrazano dalam
    ” Hakikat Zat Pada Sifat Allah ”

    ditunggu kunjungan dan dukungannya

    terimakasih

    Suka

  19. ayruel chana said

    Assalamu alaikum wr wb

    Ketika yang selain ALLAH itu FANA
    Maka Hanya sang AHAD yang ada

    MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU
    Siapa telah mengenal diriNYA maka dia sungguh telah mengenal ROBBNYA (Pengasuhnya,pendidiknya,pengaturnya,dll)

    Yang manakah kita sebenarnya?
    Apakah tangan ini,muka ini,kaki,mata,telinga,dll.
    Seandainya kaki kita terputus dari tubuh kita?
    Atau ketika kita mencukur rambut kita?

    RUH terbagi 3
    RUHANI,RUH NABATI,RUH HAYAWANANI.(penjelasannya kapan2 aja dech terlalu panjang untuk diuraikan,apalagi sampai dimana letak2nya dan fungsi2nya mungkin makan waktu nyampai 3 tahun)
    RUH untuk manusia dilengkapi dgn:
    NAFSU DAN AKAL
    Sedangkan untuk binatang dilengkapi dgn:
    NAFSU saja
    Dan untuk Malaikat dilengkapi dgn :
    AKAL saja

    NAFSU = DIRI = NAFAS
    terbagi pada 3
    Nafsu Mutmainnah,nafsu lawwamah,nafsu amaroh.

    dan segala sesuatu yang mengaktifkan anggota tubuh kita adalah:
    OTAK (katanya sich).Jadi apakah otak diri yang hidup itu?
    Padahal ketika seseorang mati,Otaknya tidak ngapa2,tidak rusak,tidak cacat dll(sebagian yang mati).
    Jadi jelasnya ,Otak adalah alat(sarana) juga pendukung kompleksnya
    anggota tubuh kita,,,,,?????
    contoh mudah akan kinerja kehidupan kita:

    1.Jika mata melihat suatu benda,maka perintahnya akan dikirimkan ke otak seterusnya otak menyampaikan ke akal untuk ditelusuri.akan tetapi sebagian lainnya,sebelumnya dikirim ke hati,baru kemudian ke akal.
    2.Untuk melakukan perintah,maka akal memberikan perintah ke otak,dari otak ke anggota tubuh lainnya.contohnya untuk mengangkat suatu benda.akan tetapi sebagin perkara,sebelum ke otak diproses terlebih dahulu di hati ,hal baik buruknya.

    andai hanya mengikuti kata hati dengan diiringi nafsu muthmainnah(sekedar tambahan :sifatnya tenang tak terburu2 akan tetapi pasti) tak tercampur dengan nafsu lainnya,maka segala persoalan dan perintah apapun juga akan terlaksana dengan baik.

    tambahan…yang berfikir itu akal…bukan otak..soalnya orang mati ataupun binatang nggak bisa berfikir,binatang hanya ada naluri berbarengan dengan nafsu muthmainnah.
    Sekian dan wassalam…

    Mohon koreksi dari saudara2 seiman untuk menambah pengetahuan bersama…atau andai komentar ini sesat dan menyesatkan,harap pak agor hapus saja.

    Suka

  20. memoar said

    ndak perlu memaksa diri ah memahami apalagi mengenal Dia dengan ‘akal’ kita.

    Suka

  21. dan..bagaimana cara untuk mengenal dirinya sedangkan;untuk hati qolbu aj…mash goyang…?

    Suka

  22. Asslamu alaikum….
    saiful

    Muqollibul qulub…….

    Knapa harus repot….

    Masih berputar….disana juga kok

    Wassalam

    @
    ketika sedang terbolak-balik… ujian… ini yang perlu kita sadari….

    Suka

  23. Assalamu alaika tak kenal maka tak sayang.tak sayang maka tak cinta

    Kalau tak kenal …trus..yang disembah SIAPA???(maksudnya kita mengabidkan diri atau mehambakan dir atau memperbudak diri)

    Kalau kata orang anda bermata 5,tetap aja saya takkan percaya,kalau belum melihat trus tentu saja kenal

    Dan untuk apa syahadat???
    ASHADU = aku bersaksi = aku nampak = aku melihat
    Sekian dan wassalam

    @
    😀

    Suka

  24. Dono. said

    Ass.wr.wb,pak Ayruel,
    Rasul-rasul dan nabi-nabi telah menyaksikan dan sebahagian manusia pada zaman mereka masing-masing juga telah menyaksikan.
    Bersaksi tidak hanya melihat tetapi mendengarpun atau menggunakan akalpun turut bersaksi.

    Wassalam.

    @
    😀

    Suka

  25. assalamu alaikum

    dono..
    yap benar juga
    tapi bukan melihat dgn mata…zohir
    bukan mendengar dgn telinga …zohir

    segala sesuatu yang diciptakan…bersifat fana…
    dan tentu saja mempunyai banyak kekurangan…
    segala sesuatu yg diliat mata tentu banyak kelemahan..
    segala sesuatu yang nampak oleh mata manusia ….berarti lemah…

    hanya yang dari ALLAH saja maka yang mempunyai kemampuan…
    untuk bersaksi kepadaNYA

    @
    Wass. Wr.wb.
    Jadi ingat, penjelasan tentang keinginan Nabi Musa untuk melihat Allah …..
    Was. agor

    Suka

  26. Dono. said

    Ass.wr.wb,pak Ayruel,
    Berarti maksud bapak tingkatan ma’rifatullah, yakni melihat dengan mata bathin.
    Belajarlah dulu tingkatan ini, insyaAllah bapak akan bertemu langsung padaNYA.

    Kalau kita menggunakan akal, kita akan bersaksi bahwa ada dunia dan jagat raya maka ada Allah (Pencipta)tetapi kalau kita mengunakan hati kita, maka kita akan bersaksi bahwa ada Allah maka ada semua ini.
    Semua yg bersifat makhluk akan sirna kecuali sifat makhluk yg berikhlas atas amal perbuatannya.

    Wassalam.

    @
    😀
    Mas Dono, Mas Ayruel…
    kalau tidak keliru memahami.. pikiran dan akal adalah dua term yang berbeda. Pikiran adalah rasional dan hati adalah logika dan intuisi. Logika rasional tidak memiliki makna tanpa hati. Hati adalah konsepsi akal yang sesungguhnya. Pikiran tidak membedakan baik dan buruk, tapi efesien dan efektif, tepat dan presisi atau tidak tepat atau tidak presisi. Hati adalah kombinasinya, yang kepadanya diilhamkan kebaikan dan keburukan… petunjuk dan sekaligus menjadi sarana juga untuk mendapatkan rahmat atau sesat.
    AQ mengungkapkan… tidak kah kamu berakal, kaum berakal, …
    pada bagian lain, ketika sebuah proses berpikir diperlukan, maka konsepsinya.. tidakkah kamu memikirkan…

    Wassalam, agor

    Suka

  27. assalamu alaikum….

    sedangkan keabadian..bagi sebagian makhluknya…itu adalah janji ALLAH mengabadikannya.dan ALLAH tak akan memungkiri janji.
    jadi tetap kita sadar…bahwa hanya diabadikan…bukan abadi fi lhaq.
    so…hanya ada satu yang wujud…..
    QUL HUWALLAHU AHAD…..dst
    maka fanakan ….maka hanya ada ahad
    bukan menyatukan (wihdatul wujud)….(menyatu berarti 2,34,dst berlawanan dgn ahad)

    Sedangkan ,2,3,4…dst….adalah syirik
    semoga ALLAH menjauhkan kita dari perbuatan syrik…amin

    so …tak salah 3x al Ikhlash….khatam qur’an
    apalagi …alfatIhah…..dgn key bismillah…dst
    maka …YAA SIIN….WALQUR’ANUL HAKIM….INNAKA LA MINAL MURSALIIN

    maka MUSA dtg ke THURSINA(Bukit sin)
    Siapakah sin kalo bukan …MUHAMMAD
    Karena sin dan alqur.an….jelas ada pada Muhammad

    kalau tanpa perantara muhammad….jelas kita terombang ambing dengan pemahaman yang menyesatkan.maka
    ALLOHUMMA SHOLLI ALA MUHAMMAD

    sekian & wassalam

    @
    Amin… penjelasan yang luas, semoga dapat menjadi perenungan dan bahan belajar buat agor.
    Terimakasih Mas Ayruel.

    Suka

  28. haniifa said

    @Om Dono
    pak Ayruel,
    Berarti maksud bapak tingkatan ma’rifatullah, yakni melihat dengan mata bathin.
    Belajarlah dulu tingkatan ini, insyaAllah bapak akan bertemu langsung padaNYA.

    Dono. berkata
    Januari 19, 2009 pada 5:21 am
    Ass.wr.wb,
    Susah banget deh ngeladeni manusia gemuk dan kerdil seperti anda sdr Haniifa.
    ngejek melulu sok pinter hehehe.

    Astaghfirullahalazim laillahailla anta subhanaka ini kuntu minazholimin.

    Wassalam.

    Orang pintar berkicau diatas, atas nama orang pintar:
    ngejek melulu sok pinter hehehe.
    ngejek melulu sok pinter hehehe.
    ngejek melulu sok pinter hehehe.

    Hua.ha.ha.
    Padahal saya aslinya, lucu imut-imut tapi amit-amit dach… kalau seperti Sdr. Dono 😀

    Suka

  29. Wek rabito said

    Jalan menujuh kesana:
    Lurus…….
    Terbuka………
    Alus………..
    Dekat…….

    Suka

  30. Anonim said

    tau dari mana malaikat hanya punya akal, itu pengetahuan tanpa pendasaran engga ilmiah, jangan menduga-duga

    Suka

  31. amseda said

    Reblogged this on alielblog.

    Suka

  32. Zizan said

    Saya mau tanya
    Dapatkah manusia mengenal cara besukur nikmat yg benar dengan akal??

    Suka

Tinggalkan komentar