Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Fakir Miskin Dan Anak-anak Terlantar Dipelihara Oleh Negara

Posted by agorsiloku pada September 18, 2008

Ini sama sekali bukan amanat UUD 45, biarpun sudah 63 tahun menghirup kemerdekaan.  Enam puluh tiga tahun adalah angka ketika junjungan Nabi Besar Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa salam berpulang.  Kalau kalimat itu adalah amanat, maka harus tercermin dalam setiap APBN, APBD, dan juga berbagai-bagai organisasi sosial kemasyarakatan dengan atau tanpa embel-embel agama.  Juga keluarga-keluarga kaya dan mampu yang dengan kedermawanan hatinya yang ikhlas dan tulus memencet atau memutar engsel kaca mobilnya dan dengan uang sebesar-besarnya mengulurkan jari tangannya untuk disambut para kaum miskin dan terlantar.  Kadang dengan sedikit keluhan dan do’a dari kamu terpuruk ini :”alhamdulillah semoga Allah menggantinya dengan yang lebih besar lagi“.  Kaum miskin memang jauh dari tepat untuk dimasukkan sebagai amanat UUD 45, tapi lebih tepat sebagai objek untuk mengisi pundi-pundi kaum terhormat (baca : negara kanibal).

Sama seperti keberhasilan Pemerintah untuk tetap mempertahankan korban lumpur lapindo, amanat UUD 45 untuk kaum yang berada pada belenggu kemiskinan tak mampu cukup untuk mengetuk para sujana untuk memberdayakan menjadi manusia-manusia yang merdeka sepenuhnya.

Paceklik Moral.

Kita mungkin sedang berpenyakit, hati kita begitu sulit untuk memahami bahwa amanat yang paling mendasar dalam menyejahterakan sejumlah anak bangsa seharusnya berbasiskan kemanusiaan.  Saya tahu dan merasakan (apakah masih ada ya sisa-sisa masa itu di dalam hati !) betapa pedihnya kemiskinan atau hanya sekedar bubur harapan untuk melanjutkan kehidupan.  Ataukah seperti Putri yang masih juga datang dengan segala kemiskinannya dan nyaris dari sekian waktu tidak ada yang berubah.  Kalau saja Putri dan Bunga ada di Pasuruan, bisa jadi, dia menjadi salah satu dari yang dipanggil Allah ‘azza wa jala.  Subhanallah.

Kadang, betapa mudah kita beribadah vertikal untuk mendapatkan rahmatNya, kasih sayangNya, agar dicintai dan diridhaiNya.  Namun saya merasa begitu sulitnya untuk berbagi, untuk mengulurkan tangan kepada ta’amil miskiin.  Padahal, jelas Allah menyampaikan pesan :  Siapakah pendusta agama?.  Mereka yang menghardik anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin.

Apakah bangsa yang berpenduduk hampir 230 juta ini banyak diisi oleh pendusta agama ?.  Bahkan yang diamanati oleh UUD dan agamanya sendiri, kita telah abaikan bertahun-tahun.  Semoga tidak !.

Semoga Allah mengampuni dosa kami dan membukakan pikiran dan hati kami untuk mau selalu berbuat seperti yang dipesankanNya.

Duapuluh satu nyawa karena rebutan zakat, dapatkah membuka jendela nurani untuk menyadari bahwa murkaNya boleh jadi sudah begitu dekat… !

Masihkah ada suara untuk menyapa : Selamat Lebaran, selamat menunaikan ibadah puasa !” ataukah kita dan terlebih pemimpin bangsa ini, tak tergerakkah hatinya untuk membinasakan memberdayakan mereka yang — oleh negara ini, oleh para pendahulu — yang menjadikan lantaran bagi kita merdeka agar menjadi bangsa yang merdeka dan sejahtera !.

Pulang tarawih, dari jauh Puteri mendekat tampaknya sedikit ragu, isteri menyapa :” Kok nggak jualan kolek?”.  Anak kecil yang baru kelas 2 SD itu menyodorkan baju mamanya untuk dijual.  Putri adalah anak dari kampung sebelah yang relatif tak punya.  Bapaknya pengangguran, dan ibunya berjualan apa saja untuk menyambung hidup.

“Berapa harganya Put?”.

“Tiga puluh ribu”

Dalam hati, saya merasa negara dan pemerintah ini benar-benar tidak mau lagi berpihak pada mereka. Begitu juga saya, hanya sekedar memberi dan tidak pernah bisa berbuat lebih !.  Kesalehan sosial masih jauh lebih kecil dari pada kesalehan vertikal !.  Kenapa ya Indonesia sampai saat ini belum juga berhasil menyusun social security, yang bisa secara bertahap dan teratur mengembangkan pengentasan kemiskinan yang telah diamanati bangsa ini.  Saya yakin dan sering menemui, betapa ribuan kesalehan yang terpercik dari setiap sudut-sudut kehidupan masyarakat bermunculan di mana-mana.  Namun, tanpa partisipasi Pemerintah secara aktif dalam mengarahkan, maka kemiskinan tetap saja akan menjadi lambang Pancasila negara ini. Masih ada 30-40 juta sejenis Puteri di negeri ini.

Kalau memang ada kemauan, kalau memang ada etos melakukannya, insya Allah kejadian di Pasuruan itu menjadi batu loncatan bangsa untuk menghasilkan anak bangsa yang lebih beradab.

7 Tanggapan to “Fakir Miskin Dan Anak-anak Terlantar Dipelihara Oleh Negara”

  1. yureka said

    menurut mas agor berapa juta uang dipake untuk naik haji ?
    kira2 bener nggak ada orang yang berlomba untuk tiap tahun ke mekkah ??
    apa ya… ittiba rasul itu ??
    haji terus…. kere terus…..

    @
    Kalau sekarang kali Rp 30 jutaan ya untuk naik haji. Kalau haji Plus antara 50-75 juta per orang.
    Dari Indonesia ada sekitar 200 ribuan jemaah haji. Jadi ada 30 juta dikali 200 ribu = 60.000.000 juta rp. = 60 T. Luar biasa.
    Yang berangkat untuk ke sekian kalinya, wah agor nggak punya catatan. Kalau dianggap 10 ribu orang saja (tapi ini makin dibatasi karena makin banyak yang nggak kebagian), 10 ribu kali 30 juta = 300 ribu juga = 300 milyar. –> kalau serius dan benar dipakai, tentu manfaat untuk mengurai kemiskinan.

    Nabi juga cuma satu kali kok melaksanakan ibadah haji.

    Meskipun, kerinduan untuk berangkat kembali selalu ada. Satu sisi bisa dipahami, satu sisi, mengapa tidak diberikan saja kepada kaum fakir yang masih bejibun di negeri ini. Allah tentu mencatatkan pahala hambaNya…

    Suka

  2. @ Saya yakin dan sering menemui, betapa ribuan kesalehan yang terpercik dari setiap sudut-sudut kehidupan masyarakat bermunculan di mana-mana. Namun, tanpa partisipasi Pemerintah secara aktif dalam mengarahkan, maka kemiskinan tetap saja akan menjadi lambang Pancasila negara ini. Masih ada 30-40 juta sejenis Puteri di negeri ini.

    Masalahnya banyak juga orang mampu yang memang nggak percaya sama pemerintah. Masalahnya lagi : Mengapa pemerintah tidak dipercaya oleh rakyatnya sendiri.Kepercayaan rakyat terhadap lembaga2 formal secara umum saya kira memang rendah.

    @
    Inilah bagian dari sisi sebuah amalan dan sebuah niat. Amalan materi ini tidak saja membutuhkan kedermawanan, juga kearifan mengelola….

    Suka

  3. sitijenang said

    jangan-jangan kesalehan sosial justru lebih bernilai di mata-Nya. Tuhan sih [katanya kan] tidak butuh apa-apa dari kita sebetulnya. saya kira perlu di kedepankan manfaat buat sesama, bukan kelipatan pahalanya.

    @
    Catatan Mas ini sangat layak kita renungkan bersama. Kalau tak salah ada hadis yang mengatakan bahwa sebuah kegiatan amal (kesalehan sosial) lebih baik dari pada beribadah (formal) sehari semalam. Banyak juga ayat yang menegasi, seperti pada Al Ma’un yang suka agor kutip, siapakah pendusta agama : yaitu mereka yang tidak memberi makan ….. Jelas di sini sebuah dorongan agar manusia memberikan perhatian pada kesalehan sosial. Namun, tentu pula bahwa orang beriman dituntut keduanya sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Tidak bisa kita hanya bilang, yang penting beramal, sholat sih bisa kita tinggalkan. Tidak, yang satu melengkapi dan menyempurnakan kedua-duanya…..
    Kelipatan pahala, tentu saja menjadi stimulus untuk menjadi salah satu motiv dari tindakan….

    Suka

  4. amburadul said

    Butuh kejujuran dari setiap pemimpin yang berkuasa.. adakah dari seorang pemimpin di negeri ini yang berkata jujur dan berani menghibahkan seluruh hartanya untuk diberikan kepada orang miskin..? sudah saatnya para pemimpin kita all out untuk memberantas kemiskinan… potensi untuk menghapus kemiskinan sangat besar… bagaimana kalau kita usulkan kepada pemerintah setiap warga indonesia dibatasi kekayaannya hanya diangka 1 miliar kalau ada yang lebih disita oleh negara untuk disampaikan kepada fakir miskin…bisa ngga yaa.?… jurang kemiskinan di indonesia sangat dalam… mau ngga ya sby dan jk.? mengangkut beras dipundaknya untuk disampaikan kepada orang miskin yang ada dilorong lorong negeri ini…?
    Saya hanya bisa berdoa “Ya Allah beri kemudahan dan kemampuan kepada kami untuk selalu bisa menyantuni fakir miskin dan anak yatim” Amin…

    @
    Kalau ada cerita seperti ini di jaman modern Indonesia (kalau di luar negeri — di negeri maju malah kejadian ini tidak sedikit terjadi).
    kalau saja ada 1% dari subsidi untuk bensin dihibahkan untuk kaum miskin dan terlantar dipakai untuk memenuhi amanat UUD 45 (jika memang ada amanatnya) maka cerita kemiskinan ini, insya Allah akan berubah drastis…..

    Suka

  5. esensi said

    kepincangan sosial lagi… 😦

    @
    Bukan, bukan kepincangan sosial….
    tapi
    ketidakadilan dan pelanggaran terhadap amanat uud 45.

    Suka

  6. […] melihat kemiskinan dan kesengsaraan sesama … Duh…Kalau UUD 45 menyemangati melalui : orang miskin dan terlantar dipelihara negara, maka buah dari 64 merdeka adalah 35 juta anak bangsa yang tergolong miskin adalah santapan berita […]

    Suka

  7. kou chan said

    itu undang undang jaman dulu gan sedangkan pelaksananya udah orang jaman sekarang yang hanya memikirkan diri sendiri dan berkedok membawa amanat rakyat dasar sampah

    Suka

Tinggalkan komentar