Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Status (Quo) Mengharamkan Rokok atau Merokok !

Posted by agorsiloku pada September 7, 2008

Ada sejumlah “pembenaran” untuk mengharamkan rokok.  Tentu kita harus hargai syiar untuk menekan jumlah perokok ini.  Data dari rangkuman ini memberikan kabar untuk para perokok yang disarikan oleh Media Islam di sini dan isi yang sama di sini.  Setidaknya, jika terjadi lho, ini meningkatkan persuasi dari status makruh ke haram.

Tulisan in tidak bermaksud menolak atau dan apalagi mendukung Fatwa.  Karena pernyataan haram adalah logika dan bukan logika manusia.  Yang menjelaskan tentang dosa atau diberi pahala adalah Allah yang menetapkan.  Mengapa Allah tidak langsung saja menyatakan dari dulu-dulu dalam kitabNya bahwa merokok itu haram !, tentu polemik tidak terjadi.

Saya juga tidak tahu persis kapan di dunia Arab mulai merokok dengan aroma buah-buahan (tapi bukan buah tembakau atau daun tembakau), namanya shisha atau hookah.  Kalau para perokok ingin mempercayai bahwa sejarahnya dimulai 1000 tahun sebelum masehi, namun dalam cerita sejarah yang lain masuk ke Turki sekitar 500 tahun yang lalu.  Jadi wajarlah kalau memang kita tidak menemui hadis mengenai merokok atau tentang rokok, entah itu campuran tembakau dan buah-buahan atau buah-buahan murni.  Toh buah-buahan juga kalau dibakar dijadikan asap, ya merokok juga toh!.  Karena itu, wajar kita tidak menjumpai alasan hadis yang tepat pada sasaran mengenai merokok ini.  Tidak ada kisah atau penjelasan Nabi atau sahabat Nabi berkongkow-kongkow sambil merokok.

Sekali lagi tulisan ini tidak bermaksud membela dan juga membenarkan soal merokok, apalagi dengan alasan-alasan yang dikemukakan oleh para pendukung, meskipun sebagian besar alasannya adalah alasan yang masuk akal dan diterima dan mubazirnya lebih banyak ketimbang manfaatnya.

Hukum kebolehan atau ketidakbolehan dalam hukum Islam, saya bukanlah ahlinya.  Metoda yang diambil mulai dari Al Qur’an, Hadis, dan Ijtihad (Ijma, Qiyas, Urf, dan Murshalah) dan menurut saya penting, apakah haram itu keputusan ulama ataukah keputusan yang Maha Kuasa.  Lho kok keputusan yang maha kuasa sih?.  Kan ada ijtihad, selama akal dan pikiran masih bisa dipakai, bukankah itu juga alat pendukung untuk membuat kesimpulan.

Soal mengharamkan, QS 7:33 menjelaskan : Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.

Sedangkan perihal makanan, Allah mengharamkan sesuai 16: 115 : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Persoalan Logika Mengharamkan.

Kalau yang dikemukakan menjadi haram dengan alasan logis sebab akibat yang tampak dalam merokok, maka mudah juga kita menggunakan qiyas untuk mengharamkan yang lain-lainnya.  Yah.. sekedar ambil contoh :

Sholat kita lakukan saja 17 rakaat sekaligus deh… biar afdol (lho disuruhnya 5 waktu, kok mau ngedodol sendiri seeeh ).  Karena susah ngartinya pakai bahasa Arab, yo wis bahasa Indonesia saja.  Tentu saja Allah azza wa’jalla tentu maha bijaksana.  Ya.. beberapa urusan per-fikih-an memang kontroversial (atau banyak perbedaan pendapat).

Karena logika tidak selalu dipakai dalam urusan-urusan keagamaan atau soal dukung-mendukung (terlepas dari setuju atau tidak), menetapkan sesuatu menjadi haram haruslah dipertimbangkan seksama.  Lha Allah tidak membuat aturan itu, lalu kita membuatnya.  Mengapa logika menjadi bagian yang harus dipertimbangkan.  Tampaknya, kita harus khawatir juga kalau logika yang sama bisa kita pakai untuk mengharamkan yang lain.  Misalnya, dari 10 sebab kematian pria maka rokok dan lemak adalah penyebab tertinggi. Kalau begitu rokok kita haramkan, juga lemak dong.  Lho mengapa lemak?, kan cukup rokok saja.  Lho, kan lemak juga penyebab kematian !.  Begitu juga, kalau 2,4% penyebab kematian pria adalah diabetes, maka gula juga kita haramkan saja.  Lha ini tidak usahlah  dibahas panjang lebar.  Maksud agor cuma mo bilang, mencari-cari alasan dan pembenaran dalam  menetapkan pengharaman punya alasan-alasan logis sendiri-sendiri.    Dengan alasan yang sama, maka kita bisa mengharamkan cocacola atau minuman berkarbonat karena apa seeh manfaatnya bikarbonat kecuali untuk kenikmatan.  Dari segi kesehatan tidak ada manfaatnya sama sekali mengisi badan dengan bahan kimia ini !.  Tidak berarti bahwa karena alasa mudarat lebih besar, lalu buat aturan agama pengharaman.  Shalat saja yang sudah jelas perintahNya dan jelas pahalanya, banyak ditinggalkan.  Apalagi fatwa mui yang mewakili Allah.  Kok rasanya aneh.

Tapi saya ANTI ROKOK.. gimana dong !.

Lha MUI, ilmuwan, birokrat, bisa menekan dengan peraturan dan hukum-hukum dunia untuk “membunuh” para perokok agar tidak membunuh dirinya lagi. 🙂  Mulai dari batasan usia, tempat menjual, harga cukai naik 10 kali lipat, dan lain-lain.  Banyak cara dilakukan di negara-negara mayoritas bukan muslim untuk membatasi gerak perokok tanpa menggunakan Al Qur’an.  Di kita kan begitu mudah dan murah rokok dijual dan diproduksi.  Kalau Pemerintah tak cukup kuat, ya sebabnya sederhana saja : memang pemerintah kita lemah pemerintah yang lemah untuk mengurusi masalah kesehatan bangsa ini.

Banyak jalan harus dan telah dilakukan untuk kampanye membersihkan masyarakat dari bahaya knalpot ini.  Aturan hukum yang semakin membatasi bisa dilakukan dan perlu dilakukan. Tetapi aturan agama adalah pilihan bukan pemaksaan atau menetapkan menjadi berdosa atau tidak.  Allah menetapkan sebuah urusan dosa dan pahala, bukan fatwa manusia.  Jadi nanti campur aduk gitu lho.  Nanti saya mo tanya, bagaimana zat yang halal menjadi haram hanya karena dilinting?, mengapa asap diharamkan tapi bikarbonat tidak diharamkan, dst … jadi ribet deh kalau logika-logika qiyas dipakai tanpa batas.  (tapi anda Gor bukan ahlinya, jadi jangan komentar dong !, lebih baik diam 😀 )

Memahami, meningkatkan kesadaran bahaya rokok tanpa disertai aturan-aturan yang ditegakkan maka seperti semboyan-semboyan atau menakuti soal rokok bisa menyebabkan bla..bla…bla.. tetap saja tidak akan berkutik.  Tiru deh cara kaum bukan muslim dalam menetapkan tindakan terhadap bisnis rokok.  Segala sisi dilakukan, bukan hanya di fatwa atau peringatan.   Insya Allah lebih afdol.

Wallahu’alam.

<a href=”http://www.lintasberita.com/submit.php?phase=2&url=https://agorsiloku.wordpress.com/2008/09/07/status-quo-mengharamkan-rokok-atau-merokok/” title=”lintas berita”>
<img src=”http://www.lintasberita.com/buttons_lb/ lintasberita_button32.png” alt=”baca berita di lintas berita” />
</a>

10 Tanggapan to “Status (Quo) Mengharamkan Rokok atau Merokok !”

  1. Yah, yang pasti nggak baik saya rasa kalau kita merokok klepas-klepus tanpa memperhatikan dampaknya bagi pihak lain. Itu yang kadang bikin sebel. Sudah tahu di angkot di sebelahnya ada ibu lagi nggendong bayi kok ya nggak sadar juga. Kalo untuk urusan pribadi sih elo elo gua gua sajalah.

    kalo ada yang mau merokok ya urusan masaing-masing , asal asapnya jangan disemburkan ke wajahku yang imut ini saja. Emangnya aku jejadian apa disembur pake menyan. Hik Hik.

    @
    Saya juga tidak mengerti, alangkah tidak santunnya rekan sebangsa dan setanah air terhadap orang yang tidak menyukai asap rokok. Mengapa pula Pemerintah gagal melaksanakan peraturan untuk tidak mengijinkan supir atau penumpang merokok dalam kendaraan penumpang umum. Jelasnya satu : karena peraturannya sudah ada, yang tidak ada itu pelaksananya. Kalau pun ada, maka pelaksana itu sering jadi preman yang dibayar oleh supir-supir itu. Kalau begitu, mana mungkin wibawa hukum ada.
    Tapi, yang memiriskan hati. Ini juga pelajaran sekolah dari SD sampai SMA seenggaknya gagal mencerminkan hal yang paling mendasar : etika saling menghargai dan menghormati.
    Hik… sungguh kita bangga deh dengan budaya bangsa yang adi luhung….

    Suka

  2. sitijenang said

    kalo saya sempat berpikir, kenapa MUI atau pihak yg anti rokok gak ada yg berinisiatif melakukan penelitian manfaat tembakau? selama ini mereka yg terlibat tidak sedikit. selain para perokok, ada pula petani, pengangkut, buruh pabrik, pengecer, dll. kalau industri rokok bisa dikonversi menjadi industri bumbu masak, misalnya, saya kira pelan-pelan jumlah orang yg terlibat dalam urusan rokok bakal menyusut dengan sendirinya.
    @
    Oh ya… apakah selain untuk rokok ada manfaat lain?. Yang agor sering pikir, mengisap rokok tembakau masih lebih baik dari merokok kertas berbumbu doang… 🙂
    Namun, menjadi industri bumbu masak !… walah…. betul… belum kepikiran…. 😦

    Suka

  3. Donny Reza said

    OKe, saya juga sebetulnya setuju saja tanpa menggunakan dalil Al-Qur’an dan Hadits. Atau tidak perlu lah hukumnya haram atau halal atau makruh. Akan tetapi, sangat diperlukan sekali sebuah regulasi yang mengatur tentang bagaimana seharusnya para perokok agar bisa menghargai mereka yang tidak merokok. Selama ini, yang tidak merokok lebih toleran terhadap para perokok.

    Jika kemudian ada pertanyaan, bagaimana nasib pekerja rokok jika pabrik rokok ditutup? kadang saya saklek juga sih… siapa yang peduli? selama ini mereka juga tidak pernah peduli -atau terpaksa tidak peduli- dengan nasib saya dan orang2 yang tidak merokok … hehe. Nah, jadinya kan sama-sama egois kalau begitu …

    @
    😀

    Suka

  4. Rokok yang dilarang itu terkesan formalitas belaka. Meskipun sebenarnya tanpa fatwa orang2 kita cukup mengerti akan mafsadat rokok. Sepertinya larinya ke budaya. Jika orang2 lain mampu mengatur dengan maksimal, pembatasan rokok, itu semata2 cara padangnya yang cukup serius. Kalau kita munkgin masih sekedar wacana.

    Seperti pernah diposting oleh MrTajib kalau berada di Pom Bensin otomatis kita berhenti. Tanpa fatwa dan pamer bahaya.

    @
    betul menyalakan rokok di depan uap bensin di pombensin, mafsadatnya akan segera kita rasakan… 😀

    Suka

  5. untung saya ga ngeroko, hehe 🙂

    Suka

  6. ddn-er said

    emang tuuhh perokok g mau tau kl di sebelahnya g mau dikirimin asep rokok, lagian rokok tuh sebenarnya g ada gunanyakan? hanya buang-buang materi dan malah ngedatengin penyakit ke badan kita

    @
    Banyak orang tidak suka asap rokok, sama polusinya dengan orang yang berteriak-teriak di tengah malam, pukul kentongan sekeras-kerasnya, asap knalpot motor/mobil berhamburan, dan lain-lain menjadi benar sepanjang tidak ada hukum yang mengaturnya….
    bukan sekedar etika…

    Suka

  7. nirva said

    kalo ga da rokok mana ada indonesia bs berprestasi dibidang olahraga ato anak2 bs dpt beasiswa ato pembangunan nasional jalan. .makmurin dulu negara ini biar ga tergantung dr pajak rokok lg !!! kalo dah makmur mah terserah mo haram jg. .

    @
    😀
    Wah mas ini bisa-bisa saja. Apalagi pada kalimat terakhir, kalau dah makmur ya terserah mo haram juga….

    Suka

  8. Elfarid said

    Saya pernah menuliskan “Rokok Harus Berlabel Haram”.
    Ternyata dalam pembuatan rokok mencampurkan etil alkohol dalam sausnya.

    Silahkan baca di http://elfarid.multiply.com/journal/item/735

    Salam,

    Elfarid

    @
    Di sini memang bisa dijadikan bahan untuk sebuah diskusi/perdebatan panjang. Bahkan dalam Al Qur’an, silogisme yang menjelaskan khamar sama dengan alkohol dari segi minuman memabukkan. Namun, ketika alkohol dalam campuran yang terdeteksi kemudian kita menyatakan sebagai haram, rasanya perlu direnungi lebih mendalam….

    Suka

  9. jeritan_hati said

    Gini mas saya punya pendapat, kalo minuman keras kan diharamkan di al-quran nah bagaimana rokok? saya ibaratkan kalo orang pemabuk itu hanya dirinya sendiri yang kena dampaknya, dan itupun kalo mambuk kan tidak setiap saat, nah itu saja dilarang. Apalagi kalo merokok udah dilakukannya setiap saat, dan yang kena tidak hanya seorang saja melainkan orang lain karena asapnya, ya… itu pasti lebih keras larangannya.

    @
    Pada masalah seperti ini, kita sebaiknya lho, membedakan mana substansi dan mana peristiwanya. Untuk sederhananya, rokok tidak haram, menganggu dengan asap rokok atau asap apa saja adalah tindakan tercela/tidak bisa dibenarkan. Bernyanyi merdu tidak haram, tapi bernyanyi tengah malam buta dan menganggu orang tidur tidak haram, tapi menganggu tidur nyenyak juga tidak disebutkan haram, tapi jelas gangguan (perbuatan tidak menyenangkan), sebuah situasi yang bisa dipahami sebagai perbuatan dosa. Namun, suara adzan yang membangun orang untuk sholat shubuh adalah kondisi dimana membangunkan orang beribadah apakah bisa disamakan?.
    Rokok dibuat dari tembakau atau kertas, substansinya jelas tidak haram. Perbuatan dari sebuah gangguan apapun adalah yang jadi persoalan (rokok dan merokok). Ijtihad bisa melarang orang merokok atau mengharamkan, tapi substansi dari rokok, menurut agor tidak benar jika itu diharamkan.
    Wallahu alam.

    Suka

  10. Anda said

    Saya perokok berat nih .. Hiks

    Suka

Tinggalkan komentar