Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Fiqih Kontroversial

Posted by agorsiloku pada Desember 25, 2007

Ini sekedar catatan saja dalam keberagamaan. Bukan untuk membesar-besarkan perbedaan, hanya sebagai penanda (tick mark) saja. Juga tanpa penjelasan, karena tidak ingin memperpanjang. Namun, catatan bahwa begitu banyak pandangan yang muncul dalam otak (baca : pikiran) manusia :

  • Salat Dwi Bahasa atau salat pakai bahasa Indonesia saja, nggak usah pakai bahasa Arab. Kagak paham. Lebih afdol dan mengenakkan… (katanya).
  • Perempuan kagak boleh jadi imam shalat Jum’at atau jadi pemimpin negara.
  • Waktu haji selama 4 bulan deh… jangan seperti sekarang, biar lebih panjang dan berdesak-desakan.
  • Tidak boleh mendo’akan orang tua yang berbeda agama.
  • Musik diharamkan. Pokoknya haram. Titik.
  • Gambar diharamkan. Gambar juga diharamkan. Titik.
  • Nabi Muhammad bukan Nabi yang terakhir.
  • Akulah Tuhan, Wujud Tunggal. Bersatunya Tuhan dengan manusia (pada tingkat hakiki tentunya).
  • Pacaran Islami. Ini seeh ditulis panjang lebar di sini.
  • Agama di ruang private, bukan ruang publik. Walah ini usungan sejak lama, model yang heboh di Turki ketika menjadi negara sekuler sampai adzan saja dilarang.
  • Memelihara Anjing. Jadi ingat kisah tentang 7 pemuda yang dijaga anjing (Ashabul Kahfi). Kisah yang juga dicatatkan dalam Al Qur’an.
  • MUI sesat. Walah repot juga ya kalau Majelis Ulama dibilang sesat. Pernyataan ini mewakili organisasi-organisasi sejeniskah?.
  • Campuran enzim dari unsur khinzir.
  • Al Qur’an tidak bisa dipahami, kecuali oleh orang-orang yang sudah disucikan atau maksum.
  • Do’a Qunut saat sholat Shubuh. Ah ini sih nggak kok, Nabi melakukan dua-duanya (dengan dan tanpa do’a Qunut).
  • Mempertuhankan akal. Nggak usahlah gunakan akal. Cukupkan beribadah dan beramal sholeh. Akal dikesampingkan (tapi mana bisa ya !)
  • Mars Mengelilingi Matahari
  • Jilbab wajib, tanpa pengecualian.
  • Hadits ditinggalkan (tidak perlu sebagai sumber hukum).

Ada lagi?.

Ini sekedar catatan saja yang boleh jadi didorong oleh usaha untuk memahami dan taat, atau juga bisa juga terpeleset….

23 Tanggapan to “Fiqih Kontroversial”

  1. kurtubi said

    Ada lagi kang,
    Bid’ah masalah ini perlu dibahas kang… saya ingin pula membahasnya….. batasan dan liku-likunya..
    “Semua bid’ah itu sesat dan setiap yang sesat masuk neraka… ” konteknya begitu, dan dipakai sebagian kalangan untuk menjustifikasi orang lain… duuh Gusti.. 🙂
    ada lagi postingan menarik lainnya ?? hehehe maaf kelamaan komentar ya kang Agor.

    @
    Bid’ah… ini memang ribet Kang. Setiap kali ingin postingan masalah ini, khawatir menyinggung saudara sendiri. Memilah-milah ada bid’ah baik atau buruk juga masih bingung dengan konteks, segala bid’ah itu sesat. Sedangkan sholat taraweh dijadikan berjamaah juga terjadi setelah Nabi wafat. Apakah kemudian kita pilah lagi per-bid’ah-an?. Juga ada zikir, do’a yang dilantunkan dan kemudian Nabi memuji caranya berzikir !?.

    Selalu memang mengerikan ketika dipakai menjustifikasi orang lain. Ini mungkin repotnya menafsirkan…

    Suka

  2. zal said

    :: Assalamu’alaikum. Pak Agor,
    kadang membingungkan ya Pak, jika tidak dilakukan penafsiran, apa yg bisa dilakukan, meski dari suatu ayat yang sudah ada artinya bukankah dikepala muncul pertanyaan untuk memahaminya.,
    mohon maaf, yg terpandang pada saya, adalah refleksi umat dalam mengikuti satu mazhab, dimana mazhab itu sudah berlangsung turun temurun, bukankah pokok fikiran berada pada yg pertama kali membangun mazhab itu, kira-kira berapa persen pergeseran faham yg terjadi pada tiap turunan…(mirip seperti abrasi..)

    misalkan saja seperti turunnya ayat Al-Baqarah 164, Rasulullah yang menangis sejadinya, pada saat disampaikannya hal itu kepada Bilal, sepertinya Bilal tidak menangis,.. dimana tersimpan tafsirnya…?
    misalnya kalimah “sampaikan walau satu ayat”, malah dipersepsi menyampaikan ayat a, kepada orang lain…, apakah sedemikian termaksud …???

    hal lain yang sering timbul dalam benak saya, bagaimana timbulnya pernyataan bid’ah, sedangkan bacaan shalat, tidak diturunkan bersama perintah shalat, lalu shalat yg diperintahkan Allah itu yg seperti apa ya…???

    mohon maaf Pak Agor, salam…

    @
    Wass.Wr.Wb. Mas Zal.
    Karena saya bukan mufassir maka saya juga tidak mengerti. Saya seeh hanya berusaha memahami dengan mencari rujukan pada Al Qur’an itu sendiri. Saya percaya bahwa AQ telah memerincikan pertanyaan kita dalam hubungan dengan Allah dan antara sesama manusia maupun bagaimana kita berhubungan dengan alam semesta serta mahluk hidup lainnya. Karena juga semua mazhab kalau memberikan pandangan atau fatwa adalah pekerjaan manusia biasa yang karena usahanya mendekatkan diri kepada Allah maka saya melihat mazhab sama seperti saya melihat teori-teori dari para saintis saja. Ketika sesuai dengan AQ dan logika pemahaman sendiri, maka saya terima; ketika berbeda dan merasa itu berlebihan atau tidak proposional, ya saya tinggalkan saja. Alasannya, ya sederhana saja, AQ itu adalah petunjuk utama dan tentulah Allah telah mengetahui segala sesuatu dan memberikan petunjuk sesuai dengan kadar manusia. Jadi, petunjukNya adalah monumen cahaya dimana ia menerangi segalanya. Karena mazhab itu tidak ada di AQ, jadi rasanya tidak punya kepentingan untuk bermazhab.

    Rasulullah dapat menangis ketika ayat tentang penciptaan itu disampaikan kepadanya. Tentulah pengertian beliau terhadap ayat itu mendalam lahir dan batin, apalagi (kalau tak salah) beliau juga sudah diperjalankan (Isra Mi’raj). Sebuah kualitas pemahaman yang tidak bisa kita bandingkan dengan ummat. Kiranya Bilal juga demikian; kita apa lagi….

    Perintah shalat ya… rukuklah bersama orang-orang yang rukuk. Bacaannya tentulah mengikuti arahan yang disampaikan Nabi. Tatacara sholat adalah kegiatan yang sanadnya tidak pernah terputus sejak Junjungan masih hidup sampai dipanggil ke rahmatullah dan berjalan terus abad ke abad. Ini berbeda dengan hadits mengenai sikap dan perilaku Nabi. Juga karena shalat tuntunannya terus menerus maka urusan ibadah ritual yang formal tidak menimbulkan banyak friksi setelah berabad-abad kemudian…..

    Kalau bid’ah… wah, saya juga kurang paham apa dan bagaimananya. Yang jelas, melebih-lebihkan melaksanakan ibadah wajib yang tidak dicontohkan oleh Nabi, tentulah tidak manfaat !. Bukankah petunjuk dan tatacara yang Nabi lakukan sudah yang terbaik. Untuk apa mencari atau menambah-nambahkan lagi…. Sedang dalam konteks lainnya, ketika bertemu dengan konteks masyarakat dan bertemunya dengan aliran-aliran dunia lainnya maka terjadi bentrokan. Boleh jadi orang memilih atas dasar suka dan hawa nafsunya ketika membahas dan menguraikan tentang apa yang kemudian disebut bid’ah. Kebiasaan mudah mengambil kesimpulan, tidak bertanya pada ahlinya (atau merasa sudah ahli), boleh jadi jadi penyebabnya. AQ sendiri, sepertinya menjelaskan ketika manusia mengikuti hawa nafsunya.

    Suka

  3. Donny Reza said

    tambahan: “Al-Qur’an saja cukup, tidak perlu hadits lagi” 😀

    @
    Saya tidak mau lho disebut “ingkar sunnah”… 😀 . Namun, harus saya akui bahwa saya banyak yang merasa tidak klop dengan hadits. Tapi bukan yang berurusan dengan ritual ibadah. Kalau ini seeh, saya merasa afdol saja dan nyaman. Yang merasa tidak cocok itu ketika banyak orang jaman kini memahami hadits sebagai sumber hukum yang di atas AQ. Bahkan lebih lebih lagi, hadits dan AQ dijadikan senjata untuk menjustifikasi kebenaran menurut versinya sendiri yang bisa bertentangan atau berbeda pandangan dengan versi lainnya. Saya percaya bahwa AQ telah memerincikan segalanya dengan sempurna. Jadi fokus saja pada rincian yang dibuatNya…..
    Petunjuk Sholat yang dibukukan adalah hadis yang mengikuti petunjuk nabi yang tidak pernah terputus seluruh perawinya dan saksinya juga berlangsung terus menerus. Karena ini juga bagian dari hadis… ya untuk sisi ini ya perlu ya… dan ini juga disebutkan dalam AQ agar kita memenuhi tuntunan Rasul. 😀

    Suka

  4. Herianto said

    Apa kabar mas Agor…
    He he… sudah lama nih gak ikutan, selain lagi banyak order :mrgreen: (#gaya aja), beberapa hari ini ikutan juga cuma mbaca aja gak sempat ngasi komentar padahal topiknya banyak yg seru … #sok sibuk gitu lho … 🙂
    ————————
    Saya pernah baca perbedaan dalam kaitannya dengan istilah khilafiyah (tidak furu’/pokok) adalah wajar. Tetapi ada perbedaan dalam kaitannya dengan masalah yg pokok yg menyangkut sendi2 dasar agama.
    Yang jadi masalah apa yg menjadi batasan tentang prbedaan khilafiyah dan perbedaan mendasar (furu’) ini juga BERBEDA di antara kita. Lha jadi perbedaan di atas perbedaan ya … 😆
    ———————
    Saya pikir di sinilah pentingnya kita bantuan pemahaman dari orang2 sebelumnya dan [sekaligus] orang2 kontemporer. Pemecahan menjalani hidup secara bersama (jama’ah) bukan tawaran kosong atau justru kontraproduktif. Katakanlah jema’ah dapat memunculkan friksi, dapat memunculkan sikap ashobiyah (fanatik jema’ah), mengurangi kadar objektivitas dari pribadi, dstnya. Tetapi manfaat yang diraih atas jema’ah yg ada, adakah akan menggugurkan semua kemudharatannya ? Pemahaman tentang ini mungkin memunculkan perbedaan selanjutnya lagi. 🙂
    ————————
    Sejauh ini kok saya merasa nyaman2 aja akibat dari perbedaan2 itu, tatkala menyadari kelemahan diri akan menggapai kesempurnaan ilmu-NYA dan kemestian akan kebutuhan bantuan orang lain, lalu menggantungkan diri pada kumpulan semacam NU, Muhammadiyah, Persis, JT, HT, Ikhwan, dan setrusnya.
    ————————
    Gmana ? Adakah fenomena peng-kotak2an (hizbiyah) ini merupakan perbedaan yang lain lagi ? 😆

    @
    Hallo Mas Heriyanto… sudah lama saya juga tidak berkunjung ke dunia IT padahal itu jadi pekerjaan sehari-hari yang menyita begitu banyak waktu 😀 … sama-sama sok sibuk… Kadang karena asyiknya menulis… nggak sempat banyak berkunjung juga… apalagi kalau koneksi lagi lelet.. 😦
    Ngomong-ngomong soal perbedaan, memang seeh yang terbanyak berkait dengan soal-soal yang sebenarnya tak perlu diperbedakan. Yang susah itu, ketika perbedaan menjadi klaim kebenaran dan menyakiti sesama saudara. Nyaris tidak ada perbedaan yang mendasar ketika ajaran doktrinal Islam dikembangkan. Utamanya taudhid, keadilan, ataupun negeri akhirat. Perbedaan persepsi mengenai kepemimpinan dalam Islam masih merupakan perbedaan yang berpengaruh. Masalah kenabian ada perbedaan yang mendasar dan tidak bisa ditawar-tawar sehingga melahirkan golongan tertentu. Perbedaan di sini, sulit saya katakan akan tetap nyaman di hati kita. Mengapa, karena kita kerap merasa saudara-saudara kita menjadi eksklusif (atau kita jadi eksklusif) dan kita melihat (atau dilihat) tersesat. Sedangkan yang lainnya, yang berbeda di cabang-cabang simple… hanyalah perbedaan pengertian yang teoritis mudah dikesampingkan karena perbedaan itu menjadi tidak prinsipil maka kita (dan mereka juga) tetap merasa nyaman.

    Sedangkan pengkotak-kotakan dari organisasi, tidak menyentuh sendi-sendi pokok dari agama bukanlah hal yang seharusnya membuat tidak nyaman. Namun, kadang kita (dan mereka) juga khilaf sehingga kebanggaan golongan menjadi tolok ukur. Ucapan pemimpin kelompok seolah mewakili hukum-hukum agama (bahkan mewakili Tuhan). Di sini, mau tidak mau ada perasaan tidak nyaman juga, bahkan kerap menimbulkan permusuhan/pertentangan padahal ketika ditelusuri, tidak ada sendi-sendi pokok yang berbeda….

    Jadi, betulkah sesungguhnya kita nyaman karena perbedaan dalam perbedaan, ataukah perbedaan karena prasangkaan?. 🙂

    Kadang kita prihatin kemudian sendi-sendi pokok malah dilupakan dan orang bersedia berdarah-darah untuk cabang-cabang yang tidak esensial dalam mengemban amanat Allah kepada manusia…. Jadi bukan saling mengingatkan, tapi saling berbantahan…. Namun, beruntung kalau kita merasa nyaman, dan semua merasa nyaman ketika sama menyadari, perbedaan berpikir bukanlah musibah, tapi rahmat.

    Mazhab-mazhab bukanlah ideologi. Semua juga ideologinya sama : Tauhid.

    Suka

  5. haniifa said

    Salam,
    menjustifikasi…?? nggak ahh.
    menghakimi…?? apalagi nggak tuh.
    lalu…
    “Bukankah Allah (=Yang Maha Haq) Hakim yang seadil-adilnya?”
    Wassalam.

    @
    Semoga… itu yang kita harapkan. Kadang kita begitu sadar siapa Hakim yang seadil-adilnya, tapi di dunia kita mewakiliNya… 😦

    Suka

  6. sebenarnya saya pernah berdiskusi dengan diri sendiri tentang poin poin di atas. Seperti misalnya “Kenapa Islam harus berasal dari Arab”. atau “Pacaran ga Haram”. “Otak akal dan hati”. bisa dicari lewat sini.

    Manusia memang harus berfikir. seperti halnya Mas Agor yang pernah menulis tentang jilbab (Saya lupa judulnya)

    Nampaknya ini semua hanyalah gambaran bahwasanya manusia memang berbeda beda. Seberbeda pendapat dan kemampuannya. Mungkin ini yang disebut rahmat dalam perbedaan

    kalaupun bukan, setiaknya ini pembelajaran. Pasti ada pembelajaran yang bisa diambil.

    *sekian komentar ngaco dari saya*

    @
    😀 petunjuk Allah itu dimisalkan cahaya. Kadang hati bertanya, apa cahaya itu?. Cahaya ada yang nampak dan tidak nampak (tapi panjang gelombangnya diketahui atau terukur). Cahaya di alam semesta itu mengisi setiap ruang, tanpa kecuali. Semakin jauh, semakin terasa samar. Tapi tetap mengisi keseluruhan ruang. Semakin dekat, semakin benderang (dan kita tidak mampu melihat cahaya itu dari sumbernya). Kalau kamar kita dinyalakan lampu di malam hari, maka di luar tampak gelap, namun kalau kamar kita matikan maka cahaya dari luar masuk. Yang di luar menjadi tampak. Maksudnya, perbedaan itu adalah juga derajat terangnya. Ilmu membahasakan luminasi. Bertingkat-tingkat. Cahaya Allah berlapis-lapis. Cahaya di atas cahaya. Perbedaan bisa diamati dari sisi ini sehingga kita tidak memanjakan nafsu bahwa perbedaan adalah sesuatu yang berbeda secara hakikat…..

    Suka

  7. alief said

    “Nabi Muhammad bukan Nabi yang terakhir.”

    wah kalo ini kayaknya dah masuk ke masalah akidah, bukan hanya fikih… tul g? 🙂

    @
    Betul juga… fiqih ber”polemik” pada pemahaman dan kemudian dipahami juga sebagai hukum syara atau syar-i yang berasal dari Al Qur’an dan sebagian dari hadis. Akidah ber”polemik” pada ikatan keyakinan yang mantap dan berujung pada keimanan. Kalau kita melihat masalah “kenabian terakhir” yang kemudian dipersengketakan (terutama oleh yang meyakini tidak ada lagi Nabi setelah Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW) maka di sini setelah pemahaman, muncul problematika akidah. Perbedaan dari kata khataman Nabiyyin lalu “bersaing” dengan khatamman Rasulan. Wah, ini jadi masalah yang ribet buat ummat Islam yang “gelo” dengan adanya perbedaan itu yang sejarahnya kemudian merujuk sejak penjajahan Inggris di negeri “itu”. Saya enggan membahas wilayah ini, karena saya lebih sangat meyakini bahwa QS 5. Al Maa’idah 3 :”….Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu….”. Jadi tidak perlu ada tambahan-tambahan lain lagi. Cukuplah petunjuk Allah kepada manusia sampai akhir jaman yang dibawa oleh penghulu para Nabi/Rasul, yaitu Rasul Muhammad SAW.

    Suka

  8. […] luar biasa (di luar kebiasaan kah ?) telah berhasil diperlihatkan oleh sejumlah teman2 muslim dalam menyikapi perbedaan antara kebolehan dan ketidakbolehan mengucapkan Selamat Natal terhadap teman non muslim (nasrani) […]

    Suka

  9. haniifa said

    Salam,
    “Perbedaan dari kata khataman Nabiyyin lalu “bersaing” dengan khatamman Rasulan.”
    Jika definisi;
    Seorang “Rasul” pasti nabi dan seorang “Nabi” belum tentu rasul.
    Rasanya saya pernah comment tentang SQL Khatamma = Cicin (Ibrahim bin Muhammad s.a.w bin Ab’dullah bin ….Ibrahim a.s)
    Khatamma = (Root) Ibrahim (putra Muhammad s.a.w) ketemu Ibrahim a.s (Bapak para Nabi/Rasul).

    —————-
    Jika,
    Khatamman Nabiyin = tidak ada lagi seorang nabi setelah Nabi Muhammad s.a.w
    Maka
    Pasti tidak ada lagi Rasul (sebab sorang rasul sudah pasti seorang nabi).

    —————–
    Jika,
    Khataman Rasulan = tidak ada lagi seorang Rasul setelah Rosullullah (Muhammad s.a.w)
    maka
    Pasti tidak ada lagi Nabi (sebab nabi-nabi diturunkan untuk menunggu kedatangan seorang Rasul).

    Wassalam.

    @
    Itulah… kalau kita membaca pembelaan terhadap pengertian cincin dan khataman…. rasanya memang tidak akan ada akhirnya…. 😦

    Suka

  10. zal said

    ::Pak Agor: saya sangat tertarik dengan comment Pak Agor yg ini
    “@
    Itulah… kalau kita membaca pembelaan terhadap pengertian cincin dan khataman…. rasanya memang tidak akan ada akhirnya….

    Seharusnya gimana Pak.. ???, Pencerahannnya Pak…

    @
    Khataman Nabiyyin dipahami sebagai cincin permata segala Nabi, sedang khatim sebagai penutup. Meskipun etimologi bahasa dibaca khataman, namu dipahaminya tetap khatim. Wahyu tidak terputus, begitu pengertian yang saya pahami dari Rekan-rekan Ahmadiyah. Saya sendiri pernah membaca apa itu Ahmadiyah, tapi tidak mendalami (dan kurang tertarik mendalami) karena menurut pikiran saya, AQ sudah segalanya. Kan sudah jelas di ayat-ayat lainya … sudah sempurna… dan saya memahaminya berlaku sampai akhir jaman. Saya pernah membaca perdebatan sengit mengenai hal ini, namun mohon maaf saya harus mengingat dan mempelajari kembali untuk memberikan catatan tentang hal ini. Rasanya, seperti biasa, saya menangkap kesan terlalu dipaksakan pembahasan mengenai hal ini sehingga lebih ke arah “memang berbeda” dan perbedaan itu terpelihara (dan dipelihara). Apalagi dengan Takzirahnya dari Ahmadiyah (namun, saya belum pernah mempelajari kitab tambahan dari penganut Ahmadiyah, jadi tidak bisa memberikan komentar). Mohon maaf.

    Hanya, bagaimanapun kita wajar prihatin terhadap perselisihan yang terjadi…. 😦

    Suka

  11. Nanya pak agor, dimana saya bisa dapat program terjemahan al-quran dalam berbagai bahasa yang bisa dibawa-bawa (portable files). Seperti program al-qu’ran depag format help file itu lo pak.

    @
    coba kunjungi : http://www.searchtruth.com/download.php
    ini dalam berbagai bahasa dan bisa di donlot masuk ke hardisk kita.
    Semoga bermanfaat.

    Suka

  12. Anonim said

    Nanya juga nich dimana saya mendapatkan keterangan arti kata “Aza Wa Jalla”.

    @
    Wah… saya mohon maaf, saya bukan ahli bahasa nih, apalagi bahasa arab. 😦 Setahu saya “Azza” itu dari aziz yang artinya perkasa/kuat, jadi Azza itu maha perkasa Sedang “Jalla” dimaknai agung atau kebesaran/kemuliaan. “Wa” dalam kata ini berarti “dan” (kadang bisa berarti “padahal” atau “demi” tergantung konteks kalimatnya). Jadi boleh jadi artinya Allah yang Maha Perkasa dan Maha Agung/Mulia. Mohon koreksinya karena saya cuma kira-kira saja.

    Suka

  13. zal said

    ::Pak Agor, Tks, itupun sudah sangat menjawab,

    @
    Saya kira serius bertanya, ternyata untuk memastikan saja… 😀

    Suka

  14. haniifa said

    Salam,
    “Hanya, bagaimanapun kita wajar prihatin terhadap perselisihan yang terjadi…. ”
    Itulah akibatnya, “jika satu jalan beda tujuan”
    Wassalam

    @
    akibat yang melahirkan beda tujuan kerap bisa berpeluang menyalahi prinsip. Awalnya benar, tengahnya ingin berkuasa dengan memanfaatkan lubang-lubang fiqih menjadi bagian dari “keuntungan yang ingin diraih”. Semoga kita dijauhkan dari cara-cara ini. Amin.

    Suka

  15. haniifa said

    “keuntungan yang ingin diraih”, tul…mas agor…saya jadi serraamm.

    @
    Kalau keuntungan yang ingin diraih adalah akherat tentu bagus… tapi menjual karena ingin dapat keuntungan dunia… Nah.. ini….

    Suka

  16. zal said

    ::Pak Agor, sungguh saya bertanya serius, ada dua kata yang menggelitik : cincin dan khataman, dan Pak Agor benar sudah menjawabnya, ketidak yakinan pada tidak terputusnya wahyu, dan melihat AQ sudah lengkap, terpandang sebagai keyakinan akan adanya…, sebab Allah berfirman “kewajiban Kamilah mengumpulkan AQ didada itu”, Surah Mutasyabih punkan Taqwilnya hanya ada pada Allah, dan Allah memahamkan melalui hati, koq ya seperti cinci yang ngubeng terus… 😆
    masalah berbedanya, kita sering memutuskan itu rakhmad tanpa besegera mencari maksud Allah dengan perbedaan itu, Padahal kita sadari bahwa AQ itu tak cukup ditulis meski dengan 7 samudera tinta, apa tidak terlalu banyak itu, untuk menuliskan 6666 ayat, pasti itu bukan sekedar 6666 ayat kan ….lalu bagaimana kita sudah memutuskan lengkap…, sedangkan menyampaikan untuk memahamkan saya walau satu ayat saja, engga akan terkupas tuntas,,,bagaimana yg 6666…????

    @
    Betul Mas Zal… membuat satu saja tidak akan bisa… dalam komposisi kesempurnaan dan energinya dari 6346 ayat.

    Wahyu AQ akan terputus pada satu masa menjelang kiamat. Dari beberapa hadis disampaikan… diangkatnya AQ dari dada manusia….

    Suka

  17. haniifa said

    Salam,
    Jemaah haji kita terbanyak …
    Umat muslim kita jua terbanyak …
    Jangan2 yg menjual ingin keuntungan duniapun terbanyak …
    Wassalam.

    @
    Salam…
    Kalau menjualnya kepada Allah, tentu keuntungan dunia dan akherat yang terbanyak… 🙂 Wassalam…

    Suka

  18. engkus said

    Berakhirnya diturunkan nabi dan rosul disertai dengan disempurnakannya wahyu tertulis (AQ), selesai tidak akan ada kitab wahyu lagi. Tapi wahyu yang tidak tertulis tidak akan berhenti diturunkan Allah sampai hari kiamat tiba. Oleh karena itu dengan fananya bumi ini sebenarnya menginformasikan kepada manusia baha Allah mewahyukan kepada bumi untuk melaksanakan tugasnya, yaitu fana (hancur “Bi’ Ana robbaka auhaalahaa”)
    Kehancuran bumi itu adalah bentuk wahyu Allah kepada bumi. Lain lagi bentuk wahyu Allah kepada air, angin, udara, dan api.

    @
    Memang, wahyu terdefinisikan disampaikan kepada manusia melalui Nabi/Rasul. Sedangkan kepada manusia lainnya tidak pada derajat wahyu, tapi lebih kita menyebutnya sebagai ilham atau apa deh yang kadarnya berada di bawah wahyu. Jadi wahyu ansich berhenti, namun petunjuk tidak berhenti. Saya memahami (mencoba memahami), wahyu tidak berhenti dan berlangsung terus dalam konteks Allah memelihara wahyu secara terus menerus seperti Allah memelihara ummat yang beriman kepadaNya sampai masa ketika AQ dicabut dari pemahaman dada manusia menjelang tibanya the end of the day….

    Suka

  19. Pak Agor, judul artikelnya, “Fiqih kontroversial”. Apa sih makna “kontroversial” menurut Pak Agor?

    @
    Pak Shodiq… seperti biasa saja kok, yang dimaknai (diartikan dari kontroversial) adalah yang diperselisihkan, diperdebatkan…. 😀

    Suka

  20. […] Khataman Nabiyyin dipahami sebagai cincin permata segala Nabi, sedang khatim sebagai penutup. Meskip…“Perbedaan dari kata khataman Nabiyyin lalu “bersaing” dengan khatamman Rasulan.” Jika definisi; Seorang “Rasul” pasti nabi dan seorang “Nabi” belum tentu rasul. Pada command  SQL Khatamma = Cicin (Ibrahim bin Muhammad s.a.w bin Ab’dullah bin ….Ibrahim a.s) Khatamma = (Root) Ibrahim (putra Muhammad s.a.w) ketemu Ibrahim a.s (Bapak para Nabi/Rasul). […]

    Suka

  21. […] Majelis Tarjih lebih berusaha membuka diri dengan pemikiran lain, termasuk yang kontroversial sekalipun tanpa disertai dengan prasangka negatif, dan tidak tergesa-gesa dalam mengklaim mereka […]

    Suka

  22. […] yo wis bahasa Indonesia saja.  Tentu saja Allah azza wa’jalla tentu maha bijaksana.  Ya.. beberapa urusan per-fikih-an memang kontroversial (atau banyak perbedaan […]

    Suka

  23. HENDRA said

    assalaamu’alaikum…

    pak agor,afwan mo nanya nih. kalo shalat berjamaah berantai gimana?
    mis. ada 2 orang ketinggalan shalat berjamaah (masbuk) terus sesudah imam salam, lalu berdiri lagi untuk mengganti yang ketinggalan, salah seorang mundur dan mengikuti (bermakmum) kepada yang satunya lagi..
    gimana nih?? ini juga kontroversial…….
    syukron..
    wassalaam..

    @
    Was.ww.
    Mas Hendra, agor juga tidak begitu tahu dasar hukum yang dipakai untuk shalat berjamaah berantai. Yang agor tahu waktu mahasiswa dulu… memang mengikuti cara berantai itu. Namun, secara konsep. Sekali lagi konsep, hal ini bisa dipahami dan “sangat boleh” jadi bisa dibenarkan. Wallahu’alam. Saya bukan ahlinya dan sama sekali tidak mengetahui syar’i di wilayah ini. Namun, sebagai bahan untuk dipikirkan, beberapa argumen agor terhadap hal ini adalah :
    Pertama : Pada saat dicekam rasa takut (berhadapan dengan musuh) maka shalat diatur menurut QS An Nissa’ 102. Boleh bergantian dan tetap bersiaga dan menyandang senjata. Dengan kata lain, pada ayat ini, jelas Allah tidak memberikan keringanan sedikitpun untuk tidak sholat, bagaimanapun keadaan hambaNya. Namun, dibenarkan melakukan tindakan sesuai dengan keamanan dan resiko yang dihadapi.
    Kedua : Sholat juga dibenarkan harus dilakukan pada keadaan bagaimanapun (sepanjang berakal) dan bersuci; ketika tak mampu berdiri, duduk saja oke, bahkan hanya dengan isyarat kedipan mata saja bisa dibenarkan.
    Ketiga : Berjamaah sangat disarankan dan bernilai pahala lebih dari shalat sendirian (tidak berjamaah). Berjamaah, bukan sendiri-sendiri, tapi ada yang jadi imamnya. QS 2:43 menjelaskan bahwa… rukulah bersama orang-orang yang ruku’. Dalam beberapa hadis shahih yang meriwayatkan mengenai pentingnya shalat berjamaah, begitu tegas dan jelas sehingga kita rasanya tidak akan berselisih pandangan mengenai hal ini.

    Dari ketiga hal di atas, lalu mengapa terjadi shalat berjamaah berantai?, bukankah tidak ada contohnya?. Artinya dengan kata lain, bisa saja sholat sendiri setelah imam pertama menyelesaikan sholatnya dan kita tertinggal di belakang. Tapi tidak ada petunjuk pula untuk tidak boleh mengikuti jamaah terdepan yang kemudian jadi imam yang diikuti oleh jamaah yang paling akhir hadir dalam sholat berjamaah. Konsepnya jelas, mempertahankan posisi jamaah dan yang menjadi imamnya adalah yang berada pada barisan yang belum menyelesaikan jamaahnya. Bahkan kalau merujuk pada ayat 2:43, logika ini malah lebih tepat (lebih afdol dilakukan), meskipun jelas bahwa melanjutkan sendiri juga tidak ada mudharatnya.

    Dengan begitu,

    Mempertahankan posisi jamaah dan peserta yang datang belakangan akan mengikuti imam yang belum menyelesaikan sholatnya menjadi suatu keniscayaan dalam mempertahankan barisan.

    Dari sisi pandang ini, agor melihat ini tidak menyalahi syar’i mengenai sholat berjama’ah.

    Wallahu’alam.

    Suka

Tinggalkan komentar