Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Takdir, Qada, Qadar Yang Penuh Tanda dan Tanya.

Posted by agorsiloku pada Desember 6, 2007

Di antara sekian banyak kegelisahan akal, pertanyaan mengenai takdir (ketetapan), qada atau qadla (keputusan), dan qadar (ukuran) adalah hal-hal yang asyik direnungkan dan dipertanyakan. Begitu juga nasib berada di antara pertanyaan ini. Pusaran pertanyaan berkisar pada peranan manusia dan ketentuan Allah dan beberapa penjelasan Allah mengenai kehidupan ini.

Tulisan ini tidak bermaksud menjelaskan beberapa postingan sebelumnya (padahal iya  😀 ), yaitu

Takdir dan Kehendak Bebas.

Yuk Kita Ubah Takdir.

Memilah dan Memilih Takdir.

Karena memang belum ada kemantapan rasa untuk memahami dengan baik. Namun, tak apalah. Telah ratusan tahun lalu manusia dari berbagai masa mempertanyakan hal ini. Bahkan tidak sedikit pula yang kemudian membentuk aliran-aliran yang menambah rumitnya persoalan karena ada pro dan kontra terhadap aliran-aliran yang terbentuk. Entah yang bernama Qadariyah, Jabariyah, Muztazillah, dan entah beragama pemahaman lainnya.

Jadi catatan berikut ini bukan dimaksudkan untuk menafsirkan atau memahami semua pertanyaan yang bermuara pada aliran-aliran dari pemahaman yang berbeda-beda, namun tidak lebih dan kurang hanya menjadi bahan perenungan saja.

Tentunya dengan satu catatan penting bahwa ini adalah bagian dari iman ke enam yang dicatatkan para ulama terdahulu. Iman kepada Qada dan Qadar. Jadi, saya mengimaninya tanpa reserve. Bertanya dan penuh tanda tanya, bukanlah mempertanyakan tentang patuh atau membangkang pada firman Allah, namun sebagai bagian dari usaha untuk memahami firmanNya juga.

Inilah beberapa yang terlintas dalam ingatan :

Semua Dalam Ijin Allah.

Segala yang terjadi dan hanya bisa terjadi karena ijin Allah. Ini dipahami sebagai takdir. Yang disebut ijin atau dalam kehendaknya termasuk segala apapun yang terjadi dari produk ciptaanNya. Jadi bukan sekedar hasil dari satu kejadian, tapi seluruh proses dari kejadian itu adalah keputusan Allah. Saya harus memisahkan pola pikir antara ijin dalam konteks takdir dan ijin dalam konteks kehendak. Kejahatan, murtad, bandel berada dalam lingkup ijin Allah, tapi tidak dalam kehendak Allah.

Pola pikir ini didasarkan pada pengertian bahwa kita ditempatkan dalam satu tempat bernama bumi dan alam semesta seluruhnya. Apa saja yang terjadi di dalamnya berada dalam pengetahuanNya. Ini mutlak adanya.

“Termasuk kejahatan?”

“Ya, tentu saja..”

“Kebaikan atau keburukan, rahmat atau azab adalah ijin dan kehendakNya”.

Di bumi ini, tidak ada yang melanggar hukumNya. Benda bermassa lebih besar akan menarik benda bermassa lebih kecil. Segala terjadi dalam ketentuanNya, sesuai dengan ukuran-ukuran yang telah ditetapkan. Jadi kalau sesuatu terjadi hanya dalam ijinNya maka benarlah, karena seluruh kejadian yang terjadi memenuhi hukum-hukum yang telah Allah SWT tetapkan.

“Termasuk pembangkangan? ”

“Ya, tentu saja”

“Berarti itu juga kehendakNya?”

“Nah.. ini saya pikir tidak juga”. Kehendak di sini menjadi bagian pilihan dari Allah kepada manusia untuk bermain-main di wilayah ijinNya. Manusia bebas memilih untuk taat dan membangkang, berbuat baik atau buruk. Allah mengilhamkan jalan kebaikan dan keburukan lengkap dengan segala resikonya. Manusia memiliki kesempatan untuk memilih salah satu di antaraNya. Pilihan yang diambil juga sudah diketahui olehNya, apa akhirnya dan bagaimana hasil akhirnya. Singkatnya, manusia tidak bisa keluar dari lingkup ijinNya dan melakukan kebebasan pada wilayah yang disediakan untuk menjalankan kebebasannya. Contohnya, manusia tidak bisa berubah ujud menjadi asap. Ini contoh ekstrimnya, tapi manusia bisa terbang bila memperlengkapi dirinya dengan perlengkapan yang disediakan baginya.

Segalanya Dalam Ukuran Tertentu.

Manusia memiliki segala sesuatu untuk berada dalam perangkat yang tersedia. Manusia dilahirkan dengan ukuran-ukuran tertentu yang spesifik. Berapa jumlah rejekinya selama masa kehidupannya, kekuatan berpikirnya, kekuatan berjalan kaki, kesehatannya, umurnya, kapan rambutnya memutih, kapan menjadi pikun, kapan masuk sekolah, kapan menikah, kapan mati, dan lain sebagainya dan lain sebagainya.

Pokoknya lengkap deh. Suka atau tidak suka, manusia berada pada ukuran-ukuran itu. Bukan hanya seberapa putih kulitnya dan seberapa tebal alisnya, tetapi juga seberapa banyak rejekinya, seberapa tajam matanya. Manusia tidak punya pilihan untuk menolak pemberianNya. Dia hanya menerima, dan tidak memiliki kemampuan untuk mengubah apa yang telah ditetapkanNya.

Jadi, tiada daya dan upaya kecuali karena ijinNya adalah ucapan yang mengakui ketakberdayaan manusia saat menjalankan kegiatanNya dan sebuah fakta dan kesadaran bahwa segala usaha manusia tidak lebih dan kurang sesuai dengan tempat yang disediakan baginya dan hanya dapat melaksanakan dari apa-apa yang telah diberikan kepada manusia.

Jadi, kalau manusia lahir ke dunia dan telah tertentu jatah baginya. Misalnya jatah hartanya sebesar 1000 juta rupiah dalam periode kehidupannya, maka segala usahanya akan berada pada kisaran angka itu.

“Apakah mungkin mendapat kurang atau mendapat lebih?”

“Ya bisa lebih, kalau dia bekerja keras maka dia bisa mendapatkan lebih dari 1000 juta. Misalnya karena jatah 1000 juta itu karena malas mengerjakan sesuatu, secara tidak langsung ia berikan pada orang lain dengan memberikan beban pekerjaannya. Bisa juga karena kelalaiannya, maka rejeki yang seharusnya bisa diambil untuk diraih malah dicuri orang lain sehingga yang bersangkutan seharusnya bisa hidup cukup senang, malah jadi sengsara”.

QS 51. Adz Dzaariyaat 22. Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.

Di sinilah kiranya peran makna, Allah tiada mengubah suatu kaum sebelum kaum itu mengubah nasibnya sendiri.

QS 8. Al Anfaal 53. (Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Disain Utama dan Disain Detail.

Hal-hal yang kerap dipertanyakan pada wilayah takdir adalah disain utama dan disain detil. Terdapat petunjuk Illahiyah bahwa hal-hal detil sekalipun berada dalam cakupan dan kehendakNya. Berikut ini beberapa contoh detil disain yang telah terjadi :

Perahu dibolongi oleh Nabi Khidir (pada massa Nabi Musa).

Nabi kembali ke Mekkah dalam keadaan aman (QS 48. Al Fath 27), nabi bermuka masam (QS Surat Abasa).

Skenario-skenario kecil-kecil (relatif) menunjukkan suatu informasi bahwa Allah Maha Berkehendak atas segala sesuatu. Jika sudah berada pada kehendakNya, maka tidak ada yang bisa menahan kehendakNya. Bahkan hal yang tampaknya sederhana sekalipun, terdapat campur tangan Allah secara langsung. Misal ketika Allah memperkuat hati Mariam.

Namun, tampak pula Allah memberikan peluang terhadap kejadian-kejadian dalam skenario kecil karena sebab tertentu pula. Misalnya do’a. “Bermohonlah kepadaKu, nicaya Kukabulkan” adalah pernyataan petunjuk Allah bahwa pengabulan atas do’a berada pada wilayah-wilayah “kesibukanNya” setiap saat.

Jadi dalam konteks ini, bisa dipahami bahwa Qada dan Qadar berada dalam pengaruhNya setiap saat dalam konteks pencapaian manusia untuk mencapai tujuan-tujuan materialistik atau spiritualnya. Kapan kehendakNya muncul atau tidak rasanya tidak selalu dapat kita pahami juga. Katanya sih, semakin dekat padaNya, maka tanda-tanda yang berada di segala ufuk, bisa juga (dan memang) sebagian kecilnya  saja dipahami manusia.

Wallahu’alam

17 Tanggapan to “Takdir, Qada, Qadar Yang Penuh Tanda dan Tanya.”

  1. Menggugat Mualaf said

    Mas, saya ga susah-susah mikirin takdir kayak gitu deh. Kalo buat saya, ya jalani saja hidup ini. Yang disuruh, kerjakan (kalau mampu). Yang dilarang, tinggalkan (kalau mampu). Kalo mau nasib berubah, ya ubahlah sendiri. Masalah Tuhan mengijinkan kejahatan atau keburukan, ya ngga usah ditanyakan, itu kan rahasia Tuhan. Apa malah ngga pusing sendiri nanti?

    @
    Pandangan seperti ini terbelah dua, seperti pandangan bahwa segalanya dalam ijinNya dan beradu dengan pemahaman tiada daya dan upaya kecuali dengan ijin/kehendakNya berada pada ketidakberdayaan dan usaha. Bagaimana kita menyikapinya adalah model-model berpikir yang menjadi sifat “keberakalan” manusia. Jadi, pesan ini logis di satu sisi, dan tidak tepat di sisi lainnya. Yang mampu mengolah dengan kemampuan akalnya, kemudian melahirkan teknologi maju dan peradaban materialistik — faktanya di abad ini adalah orang yang justru meninggalkan agamanya, —- adakah pilihan untuk maju namun tidak meninggalkan asal-usulnya. Ulama-ulama masa terdahulu banyak sekali membahas (bahkan saling mengkafirkan karena masalah ini).
    Saya menghargai pandangan seperti ini, juga yang sebaliknya. Nabi Yakub dikisahkan dalam Al Qur’an penuh kepasrahan dalam setiap tindakannya, Nabi Ibrahim menjalani proses pencarian untuk menemukanNya, Nabi Musa terus bertanya :Siapa Engkau? Ini adalah contoh-contoh keteladanan sebagai usaha memahami.
    Lalu Mas “menggugat mualaf”, salahkan manusia bertanya seperti yang telah dicontohkan dari petunjukNya?

    Suka

  2. saya penasaran, adakah manusia yang ditakdirkan masuk neraka? (teringat surat Al Lahab)

    @
    Saya juga…. jadi punya ide untuk satu postingan baru nih… trims ya…

    Suka

  3. erander said

    Mungkin bisa dibaca di majalah TIME edisi 3 Desember 2007. Tentang penelitian mengapa orang berbuat baik dan berbuat jahat.

    Yang pasti .. ketika saya mendapat pengalaman kurang menyenangkan dari seseorang. Saya berpikir bukan orang itu yang “jahat” atau “salah” tapi semua karena Allah. Lewat orang itulah saya “mendapatkan” apa yang dikehendaki oleh Allah. Saya lebih senang menggunakan istilah sunnatullah. Benar begitu pak?? Maaf kalo salah.

    @
    Mas Erander, saya tidak membaca Time edisi 3 Desember 2007, jadi tidak tahu menurut versi ini, mengapa orang berbuat baik dan berbuat jahat. Jadi, lepas dari majalah Time, saya membuat jawaban menurut versi yang saya pahami saja dulu.

    Pernyataan : “bukan orang itu yang “jahat” atau “salah” tapi semua karena Allah.” Pernyataan ini menurut saya bisa “ya” ketika manusia tidak memiliki kebebasan dalam berkehendak. Tapi pada akhirnya juga akan kita akan mempertanyakan pula :”bukankah semua kehendak manusia berada dalam lingkup “kehendak” Allah?. Ulasan ini akan mempertanyakan batasan kehendak manusia dan kehendak Allah. Allah sebagai mahaberkehendak menempatkan kebebasan manusia pada satu posisi sampai pada waktu yang ditentukan. Namun, sangat jelas pula bahwa manusia diberikan kebebasan berkehendak (pada wilayah yang ditetapkannya) sampai saatnya kewenangan itu ditarik kembali. Jadi, kalau saya melihatnya dari sisi : KEBEBASAN BERKEHENDAK MANUSIA (pada wilayah Kehendak Allah – yang ditetapkan dengan apa yang kita sebut sunatullah). Kebebasan itu adalah untuk menjadikan kebebasannya sebagai khalifah yang diridhaiNya dan yang tidak diridhainya. Namun keduanya berada pada wilayah yang ukuran dan ketetapannya dikehendaki oleh Allah.

    Batasan ini kadang dalam berbagai pembahasan kerap dicampuradukkan, sengaja atau tidak. Jadi, pernyataan Mas Erander menjadi benar pada satu kondisi, tetapi tidak tepat pada kondisi lain. Kondisi mana yang tepat dan kondisi mana yang tidak tepat…. rasanya Mas Erander sudah sangat memahaminya… 😀

    Suka

  4. El Za said

    Assalamualaikum wr wb.

    ada takdir yang sudah ditentukan
    ada takdir yang sudah terjadi
    ada takdir yang sedang dijalankan
    ada takdir yang akan terjadi

    takdir yang sudah ditentukan, misal
    jika terkena zat warna merah maka akan berubah merah. terkena air basah. terkena api terbakar/panas.

    takdir yang sudah terjadi,
    misal perbuatan kita dimasa lalu.

    takdir yang sedang terjadi,
    misal apa yang kita lakukan saat ini, dan ini boleh jadi akibat/efek dari takdir yang terjadi di masa lalu.

    takdir yang akan terjadi,
    merupakan kombinasi dari takdir/hukum yang telah ditentukan dan efek takdir (kejadian) dimasa lalu dan masa sekarang.

    ketika sebuah takdir akan terjadi, maka akan mengikuti hukum yang sudah ditentukan dan efek dari pilihan yang kita lakukan sekarang atau masa lalu.

    ketika sebuah hukum ditentukan, misal ” berdoalah padaKu, maka akan Ku kabulkan”, maka apa yang akan terjadi adalah, nilai kemungkinan kombinasi antara kita mau berdoa atau tidak, bersungguh2 berdoa atau tidak, berdoa plus berusaha atau tidak, dsb

    saya tidak perlu bertanya, apakah saya ini ditakdirkan masuk Neraka atau tidak? Apakah Allah sudah tahu saya masuk Neraka atau tidak? itu sama sekali bukan urusan saya & saya tidak mau tahu, kalaupun iya, yang penting itu belum terjadi dan toh nyatanya saya masih diberi kesempatan untuk berdoa atau mengikuti takdir hukum yang ditentukan bagi orang yang berdoa, maka saya masih diberi hak untuk berdoa Husnul Khatimah.
    indah sekali bukan Karunia Allah?, maka berilah peringatan, sesungguhnya peringatan itu akan sangat berguna, insya Allah.

    Wassalamualaikum wr wb

    @
    Wass.Wr. Wb.
    Mas El za, ketika yang dibahas adalah takdir yang sedang dan akan terjadi, maka yang dapat saya pahami adalah resultante kejadian, dari sejumlah milyaran takdir terhadap setiap objek yang dikenainya. Produk dari milyaran takdir itulah yang kemudian saling mempengaruhi sehingga objek yang dikenainya berjalan pada jalurnya. Sedangkan yang akan datang adalah resultante kebolehjadian dari segala sesuatu yang diperhitungkan Allah dengan teliti. Karena itulah, sependapat dengan yang Mas sampaikan :”ketika sebuah hukum ditentukan, misal ” berdoalah padaKu, maka akan Ku kabulkan”, maka apa yang akan terjadi adalah, nilai kemungkinan kombinasi antara kita mau berdoa atau tidak, bersungguh2 berdoa atau tidak, berdoa plus berusaha atau tidak, dsb”…
    Salam, agor

    Suka

  5. Quantum said

    Ketika manusia mendapat hukuman karena kedurhakaannya, statement dari Allah,
    Allah tidak pernah menganiaya hambaNya, manusia yang menganiaya diri nya sendiri.
    tetap menunjukkan adanya kebebasan pilihan, tetapi tetap dalam kerangka pengetahuan endingnya oleh Allah (segala resiko pembangkangan dan sebab akibatnya sudah dalam pemrograman Allah yaitu hukum Keadilan tadi).

    @
    kerangka seperti inilah yang kerap menjadi perdebatan dan boleh jadi berkontribusi kepada masyarakat ketika dipahami dalam segala ragam pemahaman….

    Suka

  6. Quantum said

    QS 3:182. (Azab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Nya.
    QS 4:40. Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.
    QS8:51. Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya,

    dan masih banyak lagi

    @
    Maha benar Allah, dengan segala firmanNya.
    Di dalamnya terletak prinsip-prinsip dasar yang menjadi sebab akibat dari pilihan manusia sebagai khalifah….

    Suka

  7. […] Sorry, sorry, sorry … Taqdir ya ? […]

    Suka

  8. zal said

    ::irdhi’i kembali kepada titik balik, Musa AS (namun musa akhirnya ditegur oleh Khidir, “kamu terlalu banyak bertanya”), Ibrahim AS, Muhammad SAW, mencari arah balik, dan dari pertemuannya ketemu titik balik.
    Do’a adalah wadah, untuk mengenal siapa pemberi, pada shalat ada “inni wajjahtu wajhia”, di AQ ada “kemanapun engkau memandang..”, “jika sudah mengenal arah, yg seperti qiblat, apa menjadi sulit untuk shalat”..
    seandainya bisa menghubungkan shalat itu dengan jalannya taqdir ya…

    @
    Seandainya terhubungkan shalat sebagai jalan taqdir, shalat sebuah jalan dalam area yang ditunjukiNya.

    Suka

  9. haniifa said

    Salam,
    Para Nabiullah dan para Rasullah adalah contoh yang extrim buat manusia kemudian (setelah Nabi Muhammad s.a.w).
    Pemahaman saya jika membaca ayat yang berkenaan dengan para Nabi dan Rasul cukup mencari hikmahnya saja.
    ————–
    contoh extrim:
    Tiada seorang manusia pun yang usianya lebih dari 1000 – 50 kecuali Nabi Nuh a.s
    Tiada seorang ilmuwan pun sehebat “Milata Ibrahim a.s”
    Tiada seorang dokterpun yang melebihi “Nabi Isa a.s”
    Tiada seorang penguasapun yang melebihi “Nabi Sulaeman a.s”
    Tiada seorang penderitapun yang melebihi “Nabi Ayub a.s”
    Tiada seorang peramal apapun yang melebihi “Nabi Khidir a.s”
    Tiada seorang politikus yang melebihi “Nabi Muhammad s.a.w”
    dsb.dsb
    Na…bigitu gimana donk ??

    Wassalam.

    @
    Potensi utusanNya dalam ragam variasi, tempat kita mengambil hikmahnya… apalagi… 😀

    Suka

  10. zal said

    ::agorsiloku::
    terima kasih, yg terfahamkan padaku, pada sholat, banyak hikmah yg terkandung, ada komitment bahwa dalam tindakan berdiri (kehidmatan), ruku’ (penghormatan), sujud (kepasrahan), duduk (kefakiran)
    pada posisi berdiri :
    Ada komitment
    1. Membesarkan, lawan katanya mengecilkan/ menyepelekan
    2. Pujian, lawan katanya menghinakan
    3. Penyucian lawan katanya mengotori, menajiskan
    ada Janji/ komitment
    1. Selalu menghadapkan wajah kepada Wajah Tuhan Langit dan bumi
    2. Selalu Menyerahkan segala sesuatu apapun itu baik pada hidup maupun pada mati
    3. Selalu sebagai abduhu mutlak, tiada mensyarikatkan pada apapun. apakah pada materi maupun non materi lain selain Allah.
    Ada pengakuan dan do’a Alfatihah dan ayat
    dst., dan dengan ini termanifestasikan pada segala urusan, bisa jadi Allah menyempurnakan Akhlaq yang menurutNYA patut.
    Mungkin ini yg termaksud pada Al Ankabut 45,
    tapi ini hanya yg terfahamkan padaku, tidak patut untuk disefahamkan, dan sekedar share bukan untuk contoh-contohan,
    Maafkan saya, menyampaikan sesuatu kefahaman yg picik ini…

    ::Haniifa::
    Terima kasih, mungkin sekedar menyampaikan bahwa :
    1. Allah, pada saat penciptaan mengatakan “Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi” siapakah itu, jika para nabi, Para Rasul, Para Syuhada , jika faham seorang itu bentuk seperti orang itu, maka itu sudah lebih dari seorang. lainnya “semua diciptakan dari satu jiwa”
    2. Rasulullah berkata “aku manusia sepertimu juga dan aku bisa marah”

    Oleh karena pertanggungan itu sendiri-sendiri, maka saya lebih memilih tidak sefaham-sefahaman, jika pun ada yg sama, mungkin sekedar wujudnya saja hakikat tiap-tiapnya dalam takaran yg pasti di Tangan Yang Paling Tepat Timbangannya… Wallahu a’lam.

    @
    Alhamdulillah, setiap komentar yang masuk ke blog agor lebih merupakan keniscayaan, amanat, dan keluasan pandangan yang pantas disyukuri. Saya (dan semoga pembaca lainnya) mendapatkan manfaat dari setiap kata yang terinspirasikan, dari setiap untaiannya, bernas-bernas indah yang dilantunkan. Pandangan hikmah dari berdiri, rukuk, sujud, duduk, begitu indahnya. Terimakasih Mas Zal.

    Suka

  11. sitijenang said

    ah… nikmatnya ditakdirkan berbeda-beda… he he he 😀

    @
    Tentu saja… kalau semua ditakdirkan sama, tak terbayangkan repotnya. Semua jari tangan jempol semua dan semua jempol tangan semua… bingung deh. Perbedaan adalah sepenuhnya rahmat…. 😀

    Suka

  12. haniifa said

    Salam,
    ::mas Zul::
    Kembali kasih. Tapi kayaknya mas ini salah presepsi soal kata yang di maksud “menurut pemahaman saya”, sungguh saya tidak memaksakan pemahaman pribadi, atau gol etc.. kepada orang lain.

    ::mas SItijenang::
    he..he..he.. 7x,
    Wassalam.

    @
    Pemahaman pribadi atau bukan, tentu saja menarik untuk diwacanakan, bukan untuk mencari siapa pemenangnya, namun dari padanya kita mendapatkan pencerahan. Selalu ada dua jalur pemahaman yang mungkin datang pada manusia. Saya jadi ingat dunia marketing tempat saya bergelut belasan tahun lalu. Negative marketing ataupun Positive marketing, selalu memberikan nilai tambah untuk memahami industri… 😀

    Suka

  13. […] Tidak heran pembuat buku Salat Smart yang bukunya sudah beredar di negeri Jiran mengulas dan mempertanyakan : Perlukah Memilih Takdir. Satu pertanyaan yang saya jadi ragu mengelaborasinya, karena memang ada beberapa pandangan dalam cara kita melihat takdir. […]

    Suka

  14. dinda said

    berbicara tentang takdir……….. apa yang harus kita lakukan untuk menyakinkan diri kita kalau takdir kita itu akan berakhir dengan baik.

    Suka

    • agorsiloku said

      Takdir berakhir baik, dari mana kita tahu?. Ya tentu saja dari Kitab Allah yang kita yakini petunjukNya. Petunjuk untuk bersyukur, memohon ampun, petunjuk untuk beramal, dan ragam lainnya. Kita meyakini Allah maha pengampun dan memberikan ampunan kepada siapa yang dikehendakiNya. Kita yakini, betapa salah dan kita, jika kita memohon ampunanNya, insya Allah akan dikabulkan. Allah SWT mengikuti prasangka hambaNya, begitu yang disampaikan (lupa dalam hadis atau AQ), namun dari ragam hal itu, maka kita berharap (dalam harap-harap cemas) takdir kita akan berakhir baik. Insya Allah.

      Suka

  15. Sy snang skali bisa bljr di google krna yg blm sy kthui jd thu mkanx sRING2 ja Ksni 0k! said

    Anda ingin tahu apa yang tidak anda ketahUI tENANG JA krNA semua yg anda tdk kthui akan trjwab dsni makanx sering datang ksni y pk0kx anDA g kn nySeL dC,buktix aku sering ksni aku puas bnGET ats pnJlsanx Krna ap y ak blm kthui ak bz tw dsni slmat mNC0BA fr0m: Ly^ €rMÌN^
    by: biak

    Suka

  16. […] oleh Allah? Ya, benar. Bahkan, bukan hanya jodoh. Segala hal mengenai diri kita sudah ditetapkan/ditakdirkan oleh Allah ketika kita berada di rahim bunda. Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari Muslim dari Ibnu […]

    Suka

Tinggalkan komentar