Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Awal Penciptaan (Adam) Tak Mesti Mengikuti Sunatullah

Posted by agorsiloku pada Juli 12, 2007

Bergerak dari pertanyaan-pertanyaan yang bergelut di arena pikiran, kemudian mulai menuliskannya di sini. Kemudian diskusi melebar ketika Ibrahim alias ayahluqman memberikan beberapa aneka pikiran pada kesamaan antara Nabi Adam dan Nabi Isa pada proses penciptaan. Uraian ini menjadi lebih berkembang terutama karena munculnya buku dari Ustad yang jebolan Fisika Nuklir UGM dengan bukunya antara lain : Adam Ternyata Dilahirkan.

Ada beberapa hal yang uraian Agus Mustofa cukup menarik yang saat ini saya ingat antara lain (soalnya bukunya lagi dipinjem temen) :

  1. Penciptaan mengikuti hukum alam (sunatullah), termasuk dalam penciptaan Adam. Buktinya Nabi Isa juga tidak bleg jadi, tapi melalui suatu proses. Jadi, jangan pahami “Jadilah” terus bleg jadi, tanpa proses. Tentu saja ada prosesnya, tapi juga bukan berarti karena ada proses terus ini berarti ini sama dengan pemahaman evolusi (darwin).
  2. Surga Adam itu adalah dunia (Ard). Logikanya semua dihidupkan dan dimatikan lalu dibangkitkan juga di dunia (ada ayatnya).
  3. Rahim diperluas menjadi “rahim bumi”, alasan logisnya karena ayat yang berkenaan segalanya di”lahirkan” dari dari bumi. Tumbuhan, hewan, dan segalanya “hidup” dan menjadi hidup karena air dan dari tanah bumi. Rahiim memang berarti sayang atau penyayang atau sejenisnyalah. Menunjukkan asal kata ini hadir karena kasih sayang.
  4. Air dikirimkan dari luar angkasa ke bumi. Banyaknya air di bumi ini datangnya dari mana. Kesimpulan bahwa air dikirim Allah bukan dari bumi ini bukan kesimpulan yang nyleneh, meski juga terlalu berani juga langsung pada kesimpulan ini. Oom wiki memang menjelaskan kemungkinan sumber air bumi berasal dari wilayah lain dari luar angkasa, entah dari mana? Pemikiran atau beberapa kesimpulan penelitian juga memunculkan fenomena pemikiran yang sama mengenai besi (diturunkan dari langit). Bahwa besi juga diturunkan ke bumi pada suatu ketika untuk kepentingan manusia. Namun, berbeda dengan air, surat Al Hadiid memang menjelaskan begitu. Arifin Muftie dalam bukunya Matematika Alam Semesta, panjang lebar menjelaskan mengenai unsur Ferrum ini.

Penulis sendiri termasuk yang memiliki pola pikir yang berbeda mengenai penciptaan ini. Kalau dari pemahaman (baca : usaha memahami) bukan tafsir lho, karena jelas saya tidak termasuk pada kriteria orang yang mampu menafsirkan. Beberapa pemikiran Agus Mustofa (AM) ini terasa berada pada nuansa berbeda. Ustad Ahmad Sarwat Lc memberikan kritisi tajam dari sisi metodologinya. Namun, sayang juga beliau tidak membahas secara tajam logika yang dipakai. Tapi lebih ke arah persyaratan teknis terhadap proses penafsiran. Mudah-mudahan di kesempatan lain beliau membahas dari sudut pandang permasalahannya, bukan dari titik pandang metode dan titik nilai paket Al Qur’an dan Hadis saja. Apalagi ada sub topik : Ayat yang ditafsirkan oleh akal. Suatu topik yang pernah beberapa kali menjadi bagian dari postingan di blog ini, karena saya menempatkan akal sebagai anugrah istimewa dari Allah untuk kemudian belajar dengannya.

Awal Penciptaan Tidak Dengan Sunatullah.

Fisikawan teoritis kerap menjelaskan awal penciptaan sebagai “bleg” dalam satu kejadian (epoch) singularitas pertama dan kemudian muncullah apa yang kemudian dikenali sebagai hukum alam. Sebelum kejadian pertama, tidaklah ada yang namanya hukum alam ini. Artinya hukum-hukum alam itu diciptakan karena suatu kondisi yang dikehendaki. Apakah sebelum hukum alam (dalam konteks ini hukum alam dunia) sudah ada hukum sebelumnya?. Apakah pada saat awal penciptaan, ketika alam semesta ada pada sesuatu yang tidak bisa disebutkan kemudian “blar…” mengembang menjadi alam semesta ini ada, mengikuti hukum alam?. Setelahnya ya… sebelumnya… ya nggaklah.. atau memang ilmu pengetahuan belum mampu menjangkaunya.

Lalu, apakah proses penciptaan itu mengikuti hukum alam yang kita kenali?. Tentunya untuk Allah tidak ada yang tak mungkin. Gampang-gampang saja kok untuk hukum-hukum semesta ini diubah (diganti dengan hukum yang lain). Dengan izinNya tentu, dalam kondisi tertentu.

Ayat QS 5 . Al Maa’idah 10 : dengan jelas menggambarkan bahwa “pelanggaran” terhadap hukum alam semesta yang kita kenali ini begitu mudah terjadi :

(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: “Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan ijin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: “Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata.”

Iya kan.. itu burung dibentuk dari tanah, lalu oleh Nabi Isa ditiup dan menjadi burung. Jadi burung hidup kan. Tentu saja bukan burung-burungan ukiran dari Jepara atau Bali. Burung itu juga bukan dari telor, terus menetas…

Lha, kalau contoh ini ditunjukkan, lalu mengapa pula Allah tidak menciptakan Adam seperti contoh burung itu. 🙂 Setidaknya masih mungkin argumen lain ditunjukkan. Itu menurut logika saja. Pelajaran untuk orang berakal.

Perubahan atas takdir, dalam arti terjadinya perubahan hukum alam yang kita kenali ini dalam bahasa lain dikenali sebagai mujizat yang diberikan Allah kepada utusanNya.

Setidaknya, ini adalah salah satu juga yang pemahaman saya sedikit berbeda. Gpp kan berbeda, bukan untuk merasa benar dengan yang diyakini/dipahami. Apa yang dipahami saat inipun bisa juga berubah bersama pemahaman yang sangat boleh jadi diluruskan lagi oleh yang lebih mengerti.

Semoga.

25 Tanggapan to “Awal Penciptaan (Adam) Tak Mesti Mengikuti Sunatullah”

  1. Dimashusna said

    Saya ingin mengikuti pemikiran Imam Ghozali, beliau tidak mengartikan Sunnatulloh sebagai HUKUM ALAM, tetapi sebagai kebiasaan ALLOH mengatur alam semesta yang berupa mekanisme kerja semesta -yang dilihat oleh Isaac Newton sebagai Determinisme mekanika semesta-
    jadi sebagai suatu kebiasaan, Sunnatulloh tidak akan menjadi hal yang perlu dianehi ketika terjadi perubahan. Namanya juga kebiasaan.
    Jadi kalau Nabi Adam diciptakan langsung tanpa perantaraan seorang Ibu, itu bisa saja. Toh kalau keukeuh Nabi Adam dilahirkan melalui perantaraan seorang Ibu, lalu Ibu nya itu punya Ibu lagi, lalu pasti ada titik awalnya juga kan? masa iya mau jadi tasalsul.

    @
    Mas dimashusna, bagaimana memahami “kebiasaan” itu dalam dunia logis, dunia sains?. Bukankah juga terjadi dalam sains dipahami “ketidakbiasaan” yang adalah “kebiasaan” bagi Allah?

    Suka

  2. MaIDeN said

    Pak Agor, mohon maaf kalau komen saya hanya “just comment”.

    Apakah pada saat awal penciptaan, ketika alam semesta ada pada sesuatu yang tidak bisa disebutkan kemudian “blar…”

    Baca di Febdian.net, ada teori yang lebih baru lho 🙂 Kalau teori ini diterima secara luas oleh para elmuwan spertinya tafsir cocok-mencocok-kan teori lama dengan ayat-ayat suci perlu diperbaharui 😀

    Lalu, apakah proses penciptaan itu mengikuti hukum alam yang kita kenali?. Tentunya untuk Allah tidak ada yang tak mungkin. Gampang-gampang saja kok untuk hukum-hukum semesta ini diubah (diganti dengan hukum yang lain). Dengan izinNya tentu, dalam kondisi tertentu.

    Sperti biasa, kun fayakun kata Allah SWT. Apa sih yang nggak bisa dilakukan ? Adam dibentuk dari tanah liat, dibentuk kayak manusia-manusiaan, trus ditiup, husssss … maka jadilah adam wujut yang sempurna seperti manusia modern sekarang ini. Nggak perlu teori macem-macem. Pokoknya Allah bisa 😛

    Iya kan.. itu burung dibentuk dari tanah, lalu oleh Nabi Isa ditiup dan menjadi burung. Jadi burung hidup kan. Tentu saja bukan burung-burungan ukiran dari Jepara atau Bali. Burung itu juga bukan dari telor, terus menetas…

    Lha, kalau contoh ini ditunjukkan, lalu mengapa pula Allah tidak menciptakan Adam seperti contoh burung itu. 🙂 Setidaknya masih mungkin argumen lain ditunjukkan. Itu menurut logika saja. Pelajaran untuk orang berakal.

    Menurut logika saya, mungkin Allah tidak mau umatnya terbiasa dengan mukjizat. Kalau Allah mau bilang itu mukjizat, Dia pasti bilang kalau itu adalah mukjizat secara terang-terangan (coba check ayat-ayat yang bercerita tentang mukjizat).
    Btw, mukjizat juga ada prosesnya menurut saya. Saat burung-burungan ditiup dan jadi hidup ada proses yang kita tidak/belum ketahui terjadi di sana.

    @

    Wah… Trims Mas Maiden, kalau yang dimaksud oleh Mas tulisan di Febian Net : Loop Quantum Gravity Bahwa singularitas itu bukan yang pertama, tapi ada sebelumnya “yang lain” itu menarik lho… saya juga ingin dapat lebih banyak pengetahuan (bukan ilmu) mengenai hal ini. Namun, tentu saja ini tidak memiliki pengaruh pada usaha mencocok-cocokan ayat. Dalam tulisan di atas, sengaja saya menyebutkan pada “sesuatu yang tidak bisa disebutkan” kemudian blar (dentuman besar). Karena sesuatu yang tidak bisa disebutkan itu tak bisa dididefinisikan oleh pengetahuan manusia sampai saat ini. Hukum yang bekerja di sana, mestilah sesuatu yang boleh jadi bukan hukum alam yang disebut sunatullah. Pada “sesuatu yang tidak bisa disebutkan” itulah kemudian Allah memerintahkan :”Jadilah…” Dan itupun berlanjut pada tingkatan berikutnya… ketika itu langit dan bumi masih berupa asap kemudian… (QS 41:11).

    Begitu juga burung tanah yang ditiup oleh Nabi Isa.

    Mujizat, betul melalui proses yang tidak/belum diketahui terjadinya. Saya memahaminya sebagai ketentuan di luar hukum alam (sunatullah) itu.

    Jadi selalu ada pertanyaan : Sebenarnya ada berapa hukum alam seeh?. Jawabnya : Banyak. Sebagian diinformasikan kepada kita (hukum alam barzah, kehidupan surga, neraka, dan hukum dunia ini : Sains dan Matematika, alam materi.). Bisa kah kita mengenali?. Dalam kriteria gaib tidak, karena Allah menegasi tidak.

    Sependapat juga, “mungkin” Allah tidak mau umatnya terbiasa dengan mujizat. Ya… memang betul. Mujizat diberikan (ditunjukkan) Allah untuk menunjukkan kebesaranNya pada suatu masa yang boleh jadi “sesuai dengan” kualitas kematangan ciptaanNya.

    QS 6. Al An’aam 109. Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mu jizat, pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: “Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah.” Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman.

    Kemudian, mujizat juga diberikan dalam kumulatif makin “berkualitas” :

    QS 43. Az Zukhruf 48. Dan tidaklah Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat yang sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).

    Dan adakah mujizat yang lebih besar dari perjalanan Nabi ke Sidratul Muntaha?

    Suka

  3. amrano said

    wah mas,klo sesuatu diciptakan keluar dr sunatullah brarti ALlah merubah aturannya sendiri donk!!

    pdhal kebenaran itu bersifat “pasti”.krena klo kbenaran pda jman dulu,skrng,dan yg akan datang terus berganti,berarti Allah merubah kebenaran itu donk..

    contohnya aj gni,1+1=2
    dari dulu,sekarang dan yg akan datang,yg namanya “1+1” tu y “2”..
    dan kbenaran itu g akn berubah..klau berubah,berarti sudah bkn disebut sbg kbenaran..

    Allah dengan sunatullahnya itu ingin berkata kpda kita bhwa jman skrng,itu sdh ad pda jman dulu,bhkan jg akan terjadi pd masa yg akan datang..krna Allah itu bersifat pasti dan bkn Allah yg “plin-plan”..kbenaran yg dibuatny tdk akan diubahnya..

    http://ruhul-qudus.blogspot.com

    @
    Salam Mas Amrano… wah pertanyaannya menarik… blog mas juga asyik… nanti saya akan lihat lebih dalam kalo udah nggak terlalu sibuk pekerjaan dunia.

    Kalau sunnatullah didefinisikan yang disebut hukum alam di dunia ini (univers) dan semuanya mengikuti aturan itu. Maka pertanyaannya, apakah Allah tidak boleh mengubah hukum alam yang ada sesuai kehendaknya. Apakah Allah bisa dan bila dikehendaki akan mengubah takdir yang harus terjadi menjadi tidak tidak terjadi.

    Pada beberapa contoh diberikan, Allah mengubah takdir hukum semesta dengan hukum yang lain (yang manusia tidak mengenalinya). Sekali lagi. Ini jika sunatullah didefinisikan sebagai hukum sains yang kita kenali.
    Misalnya ya :

    Nabi Ibrahim tidak merasakan panasnya api yang membakar. Api terasa dingin.

    Seorang anak kecil dimatikan oleh Nabi Khidir karena sesudah besar akan menjadi jahat. Kisah/cerita ini menjelaskan terjadinya pemotongan atas takdir illahi… menjadi takdir yang lain.

    Burung dari tanah ditiup oleh Nabi Isa, atas ijinNya menjadi burung hidup.

    Itu adalah contoh bahwa sunnatullah (hukum sains tidak berlaku) pada suatu kondisi tertentu yang dikehendakiNya.

    Suatu kebenaran diganti dengan kebenaran yang lain.

    Hukum semesta, dalam dunia ini, hanyalah salah satu dari hukum yang menjadi satu-satunya yang dikenali manusia. Dalam perjalanan Nabi ke Sidratul Muntaha, Allah menegasi bahwa Allah menunjukkan sebagaian kekuasaannya diperlihatkan pada nabi.
    Sebagian lho…

    Kembali ke soal kebenaran… kebenaran dalam agama, kerap berlapis-lapis… bertahap, bertingkat dan kita akan dapatkan, insya Allah … haqul yakin di akhirat nanti. Tentu saja Allah tidak plinplan… memberi tangguh, menunjukkan keberadaanNya, adalah sisi yang ditunjukkan kepada ciptaanNya. 😀

    Semoga diampuni dan dibebaskan dari siksa api neraka. Amin.

    Suka

  4. amrano said

    aslmkm…

    ok mas,saya sng dgn pndapat mas ttg perubahan sunatullah atau aturannya Allah…

    sperti halnya api pada nabi ibrahim mnjadi dingin,anak yg dbunuh nabi khidir,atau burung yg hidup gra2 ditiup o/ nabi isa..

    tp satu yg ingin katakan pd mas ttg semua cerita nabi2 di atas..
    ada baiknya mas melihat QS:3/7 bahwa Al-Qur’an diciptakan dalam 2 bahasa..yaitu:

    1.muhkamat(bahasa yg jelas”ttg hkum syariah”) dan yg sering manusia lupakan adalah…
    2.bahasa mutasyabihat (bahasa perumpamaan”cerita para nabi,dan keadaan alam”)

    jika memang yg dimaksudkan api dalam cerita nabi ibrahim adalah api sungguhan,atau nabi isa yg bisa menghidupkan org/burung mati adalah benar2 bisa dilakukan oleh Isa,berarti Allah menentang ayatnya sendiri yaitu di ayat QS:33/21 = “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” dan
    surat QS:3/31 = ” Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

    dlm 2 ayat tersebut,Allah ingin berkata kpda kita untuk mengikuti Rosul jika kita benar2 mencintai Allah (3/31) karena dalam Rosul terdapat suri tauladan yg baik (33/21) seperti pada 2 ayat tersebut…
    trus,jika rosul dpt mempan dibakar api(secara fisik)dan dapat menghidupkan org/burung,apakah dapat kita tiru??????

    jika mas lihat pada surat QS:17/90-93 = “Dan mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami,atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya,atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami.Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca” Katakanlah: Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca” Katakanlah: “Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”

    dalam ayat ini,Allah ingin berkata kpd kita bahwa,dl dlm pmunculannya,rosul ditolak oleh byk org krna tdk bisa mlakukan hal2 “ajaib” seperti yg diutarakan diatas..
    lalu apa jawaban rosul….”Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”
    yapss…rosul hanyalah manusia biasa sperti kita..beliau hanya “jembatan wahyu” dari Allah ke kita..Beliau bukanlah manusia “super power” seperti yg kita pkirkan..karena dy tdk bisa mlakukan hal2 “muuueeennnaakjubkan” sperti diatas,tp satu2nya hal yg mnakjubkan hanyalah mendapatkn wahyu yg pertama dr Allah pd jamannya..

    jd disini jelas..bahwa nabi dan rosul hanyalah manusia biasa..sperti halnya ibrahim dan Isa..jd cerita2 ibrahim dgn “api”nya dan crita2 nabi lainnya adlh menggunakan bahasa mutasyabihat (perumpamaan) bukan secara fisik,sehingga menjadi hal yg ajaib..

    jd bs disimpulkan bahwa yg namanya api adalah panas dan burung itu hidup dengan dilahirkan induk2nya…dari dulu,sekarang,dan bahkan yang akan datang..tak akan berubah

    alhamdulillah
    http://ruhul-qudus.blogspot.com

    @

    QS 11. Huud 107. mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.

    Kata jika…. bisa ya bisa tidak.
    QS 21. Al Anbiyaa’ 69. Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”.

    Api-nya yang diwahyukan kepada api tersebut menjadi dingin.

    Perintah wahyu dari Allah bukan hanya kepada utusan manusia tapi pada segala aspek kehidupan :

    QS 16. An Nahl 68. Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”

    Wahyu juga sampai ke titik tujuan dalam ragam yang bisa dipahami ataupun tak terpahami oleh manusia.

    Ayat yang menjelaskan perumpamaan ya perumpamaan, jelas juga disebutkan… jika bukan perumpamaan ya jangan dipahami sebagai perumpamaan hanya karena kita tidak memahami prosesnya. Al Qur’an begitu spesifik menjelaskan segala sesuatu. Persoalannya ada pada usaha kita mendapatkan hidayahNya untuk memahami petunjukNya.

    Nabi diberikan Allah keistimewaan yang saya pahami adalah untuk menunjukkan peranNya sebagai utusanNya. Manusia, bukan berarti bisa meniru utusanNya, kemampuan untuk berserah diri utusan Allah sebagai pembimbing ummat tentu berbeda. Suri tauladan… terus kita berpikir meneladani mujizat. Pemahaman saya tidak begitu, tetapi pedoman pada ahlak.

    Dalam konteks seluruh pembahasan, yang menjadi perhatian adalah bukan pada penarikan kesimpulan apa yang dipahami tapi memahami apa yang ada dalam konteksnya. Berbeda antara menarik kesimpulan dengan mencoba memahami. Jujur saja, saya mengalami banyak kesulitan untuk memahami dan hanya karena kehendakNya juga, maka pemahaman bisa kita raih.

    Salam.

    Suka

  5. Dimashusna said

    Mohon maaf jika komentar yang pertama tidak lengkap, kini saya coba tambahkan,
    Alam diatur melalui apa yang oleh Al-qur’an disebut sunnatulloh, menurut Al-Ghozali sunnatulloh tidak identik dengan hukum alam, tetapi tata cara atau kebiasaan (adat). Perbedaannya adalah sementara hukum alam, yang biasanya dipahami secara deterministik, tidak akan mengizinkan suatu kebaruan atau kreativitas apa pun dalam alam, sunnatulloh (sebagai adat) memberikannya. Jadi sunnatulloh merupakan kebiasaan Tuhan dalam menyelenggarakan alam. Kebiasaan mengimplikasikan suatu keteraturan, tetapi tidak seketat sebagaimana dalam pengertian hukum alam (natural law). Dalam kerangka berpikir hukum alam, mukjizat yang didefinisikan sebagai khoriq al-‘âdah (menyimpang dari kebiasaan) tidak mendapat tempat, sementara dalam sunnatulloh, hal tersebut tidak dinafikan. Hukum alam mengandaikan sebuah sistem yang fixed dan tidak mungkin dilanggar, sedangkan dalam adat atau sunnat pelanggaran terhadap adat tidak bakal menimbulkan kontradiksi logis sebab adat menjadi adat justru karena adanya kekecualian atau penyimpangan. Jika tidak, adat akan berubah menjadi hukum, yang tidak mungkin dirubah.

    Adapun fenomena penyimpangan terhadap sunnatulloh bisa disebut sebagai Qudroh, Qudroh bisa berbentuk mukjizat yang diperoleh para Nabi, Karomah yang diperoleh para Wali, Maunah yang diperoleh orang-orang sholih, atau juga sihir bagi orang-orang sesat.

    sumber: “Menembus batas waktu” DR. Mulyadhi Kartanegara
    & “Sunnah Aceh dan Qudroh Nuh” Gatra, Emha Ainun Nadjib
    Apabila dirasa masih kurang jelas silakan cek ke sumber asli, karena tulisan di atas merupakan ringkasan saya sendiri.

    @
    Yap… rasanya berkesesuaian dengan pikiran yang dapat saya pahami, point-point mengenai hal ini. Dr. Mulyadhi Kartanegara analisisnya juga, menurut saya tajam dan kritis pada definisi-definisinya sehingga lebih mudah dipahami. Ada 3 buku beliau yang masih dalam antrian bacaan saya : Nalar Religius, Menyelami Lubuk Tasawuf, dan Mengislamkan Nalar. Ada buku Kecil Islam buat yang pengen tahu… tapi malah isinya jadi lucu. Mungkin terlalu simpel. Dalam buku Nalar Religius, pandangan pada buku yang Mas sebutkan tampaknya segaris… karena di buku yang sy sebutkan itu juga ditemui pola pikir yang sama. 😀

    Suka

  6. sikabayan said

    euh… yah memang manusia berusaha mencari pemahaman berdasarkan kepeduliannyah… Allah lah yang akan menuntun jalannyah… berupa hidayah kecil maupun besar gituh… kalau soal mujijat mah.. jangankan seorang utusan yang disayang Allah… petani biasa sajah banyak yang kena petir cuma pingsan ajah… terlalu banyak mujijat dari Allah saat melindungi, merawat ataupun memberi petunjuk kepada makhluknyah… hanya sajah banyak manusia kesasar karena ingin memiliki yang dianggapnyah mujijat secara permanen… bisa ngilang misalnyah… tahan bacok… serta lain sebagainyah… lain halnya dengan rosul yang sudah lebih bijak… Isa al Masih yang hanya mengikuti petunjuk Allah untuk membangunkan orang yang sudah mati… dan bukan suatu ilmu yang bisa dipakai membangunkan banyak2 yang mati… hanya satu sajah…

    @
    kemudian … apakah kita bisa mengambil pelajaran untuk semakin berusaha memenuhi pertanyaan : mengapa kita hidup, ataukah kita berjalan dengan angkuh karena pengetahuan yang telah diberikanNya… 😦 [-<

    Suka

  7. Dimashusna said

    Oh iya sekalian saya tambahkan mengenai metode-metode ilmiah yang biasa digunakan para ilmuwan Muslim.

    Sumber: “Menembus Batas waktu” DR. Mulyadhi K.
    Metode-metode ilmiah:

    Karena objek-objek ilmu memiliki sifat dasar, karakter dan status ontologis yang berbeda, maka metode ilmiah dalam epistimologi Islam juga beragam sesuai dgn objek-objeknya. Para ilmuwan dan filosof Muslim mengakui tidak hanya satu metode ilmiah, seperti yang diakui dalam sains modern-yaitu metode observasi.

    Metode pertama yakni metode observasi (tajribi) atau eksperimen. Metode observasi atau eksperimen ini, karena berkaitan dgn pengamatan indriawi, tentu sangat cocok untuk meneliti objek-objek fisik. Namun untuk memperoleh pengetahuan yang objektif ttg objek-objek fisik ini diperlukan juga alat-alat bantu bagi indra, seperti teleskop, hydrofon, mikroskop, satelit, rumus-rumus fisika, matematika dan lain-lain.

    Metode kedua yaitu metode demonstratif (burhani). Ketika objek-objek ilmu bergeser dari objek-objek fisik ke objek-objek nonfisik, metode observasi tidak lagi begitu penting, sekalipun kadang-kadang masih diperlukan sebagai alat bantu metode rasional. Metode demonstratif pada dasarnya adalah metode logika atau penalaran rasional yang digunakan untuk menguji kebenaran dan kekeliruan dari sebuah pernyataan atau teori-teori ilmiah dan filosofis dengan cara memerhatikan keabsahan dan akurasi sebuah kesimpulan ilmiah. Sebagai bagian penting dari logika, metode demonstratif berbagi tujuan dengan logika yang digambarkan oleh Al-Farobi sbb:

    1. untuk mengatur dan menuntun akal ke arah pemikiran yang benar dalam hubungannya dengan setiap pengetahuan yang mungkin salah.
    2. untuk melindungi pengetahuan tersebut dari kemungkinan salah; dan
    3. untuk memberi kita sebuah alat bantu dalam menguji dan memeriksa pengetahuan yang mungkin tidak bebas dari kesalahan.

    Metode demonstratif merupakan salah satu metode rasional atau logis yang digunakan oleh para ilmuwan dan filosof muslim, selain metode dialektis (jidali), retorik (khitabi), sofistik (mughalithi) dan poetika (syi’ri). Namun di antara metode-metode rasional tersebut metode demonstratif lah yang dipandang paling akurat dan karena itu digunakan sebagai metode ilmiah dasar yang aplikasinya meluas tidak hanya di bidang logika dan filosofis, tetapi juga di bidang-bidang empiris dan matematika.

    Bentuk formal metode demonstratif (dan metode logis lainnya) adalah “silogisme”. Silogisme adalah pengambilan kesimpulan dari premis-premis mayor dan minor yang keduanya mengandung unsur yang sama. Sebuah silogisme baru dikatakan demonstratif apabila premis-premisnya didasarkan bukan pada opini, melainkan pada kebenaran-kebenaran yang telah teruji atau kebenaran-kebenaran utama. Contoh klasik silogisme demonstratif adalah sebagai berikut :

    Semua manusia akan mati.
    Budi adalah manusia,
    Maka Budi akan mati.

    Pernyataan “semua manusia akan mati” disebut premis mayor, sedangkan “Budi adalah manusia,” premis minor. Kata “manusia” yang muncul dalam kedua premis tersebut disebut middle term (al-hadd al-ausath). Kalu premis mayor dan minor benar tanpa keragu-raguan, bisa dipastikan bahwa kesimpulan “Budi akan mati”, adalah benar. Inilah contoh metode demonstratif yang ideal.

    Namun, dalam praktik tidak semua kebenaran premis itu jelas dan karena itu perlu kriteria yang ketat tentang kebenaran tersebut. Oleh karena itu, sebagaimana metode observasi, metode demonstratif itu juga memerlukan verifikasi dan falsifikasi. Verifikasi, misalnya dilakukan dengan menunjukkan syarat-syarat sebuah silogisme yang tepat. Misalnya apakah premis mayornya telah cukup komprehensif (jami’) atau sebaliknya (mani’); apakah middle term-nya dapat ditemukan pada kedua premis tersebut. Adapun falsifikasi dilakukan dengan mengaji metode-metode silogistik yang jatuh di bawah kriteria demonstratif.

    Bagi Al-Farobi , “Untuk memiliki pengetahuan yang sempurna tentang seni demonstratif, seseorang juga harus memiliki pengetahuan yang kuat tentang yang kontras atau kebalikannya. Mengetahui apa yang menuntun pada kebenaran dan keyakinan, pada waktu yang sama mengetahui apa yang menjerumuskan kita pada kesalahan dan keraguan.” “Seseorang,” kata Al-Farobi, “tidak mulai dengan kesalahan dan kemudian berangsur-angsur menemukan kebenaran.” Seseorang pertama-tama harus mempelajari apa yang menuntunnya pada kebenaran, kemudian mencoba mengetahui setiap jalan yang mungkin mengarah pada kesalahan agar tidak terjerumus kepadanya.

    Marilah sekarang kita beralih pada metode intuitif (‘Irfani), metode intuitif sesuai dengan namanya, berkaitan dengan intuisi atau hati (qalb). Persamaan metode intuitif dengan metode observasi adalah bahwa kedua metode itu menangkap objeknya secara langsung. Mata, misalnya dapat menangkap langsung objek yang dilihatnya, atau telinga dapat menangkap secara langsung suara yang didengarnya. Demikaian juga intuisi dapat menangkap objek nya secara langsung, hanya saja sifat objeknya berbeda. Observasi berhubungan dengan objek fisik, sedangkan objek-objek intuisi bersifat lebih abstrak, seperti rasa cinta, benci, kecewa dan bahagia. Berbeda dengan metode intuitif, metode rasional, seperti yang telah disinggung sebelumnya, bersifat tidak langsung karena menangkap objeknya melalui penarikan kesimpulan dari premi-premis yang telah diketahui sebelumnya dan karena itu berdiri secara jelas berseberangan dengan metode intuitif yang bersifat langsung atau “immediate”

    Dengan demikian telah jelas bahwa kekhasan metode intuitif ini terletak pada sifatnya yang langsung. Sifat langsung metode intiutif dalam menangkap objeknya ini dapat dianalisis ke dalam beberapa hal. Pertama, pengetahuan intuitif dapat dicapai melalui pengalaman, yaitu dengan mengalami sendiri objeknya. Misalnya, kita tidak akan pernah mengerti dan memahami hakikat “cinta” semata dengan membaca literatur tentang cinta, tetapi dengan mengalaminya. Cinta tak bisa dipahami lewat akal dan penalaran, tetapi lewat hati (intuisi).

    Kedua, sifat langsung pengetahuan intuitif bisa dilihat dari apa yang sering disebut ‘ilm hudhûrî . pengetahuan intuitif ditandai oleh hadirnya objek di dalam diri si subjek. Barangkali karena itu, pengetahuan intuitif disebut “presensial”. Berbeda dengan pengenalan rasional yang memahami objek-objeknya lewat simbol-simbol, kata-kata, kalimat atau rumus-rumus. Pengenalan intuitif dapat melampui segala bentuk simbol dan menembus sampai ke dalam jantung objeknya. “Bisakah anda menyunting sekuntum mawar dari M A W A R? Tentu saja tidak!” “Anda baru menyebut nama, cari yang punya nama.!” Demikian Jalaludin Rûmî berkata dalam sebuah puisinya.

    Ketiga, sifat kelangsungan metode intuitif ini dapat dilihat dari apa yang disebut sebagai pengalaman “eksistensial”. Berbeda dengan kecenderungan akal, intuisi mengenal objeknya bukan melalui kategorisasi, melainkan mengenalnya secara intim kasus per kasus. Ambillah sebuah contoh. Menurut kategori akal, 1 jam di mana pun akan sama saja kualitasnya. Demikian juga 1 meter di sini akan sama saja dengan satu meter di mana pun juga. Pengenalan kategori akal akan mengabaikan kenyataan bahwa 1 jam bagi yang ditunggu tidak akan sama bagi yang menunggu. Demikian juga akal akan mengabaikan kenyataan bahwa “stasiun kereta” bagi yang sedang berpacaran tidak akan sama artinya dengan, misalnya, orang yang sedang sendirian. Sebaliknya intuisi yang beroperasi secara langsung pada objek-objek partikular akan mengerti keunikan-keunikan setiap ruang dan peristiwa dalam apa yang disebut sebagai pengalaman eksistensial. Dengan metode yang sama, intuisi mengerti mengapa bagi orang-orang tertentu (bagi orang-orang yang beragama) ada tempat-tempat yang sakral dan yang profan, sebagaimana juga waktu (hari, bulan dan tahun) yang suci dan yang biasa.

    Nah Jika dikaitkan dengan kelahiran Nabi Adam, maka metode penelitian yang cocok untuk sekarang yaitu metode yang kedua, sejauh ini Data tervalid yang kita miliki tentang Nabi Adam dan kelahirannya yaitu Al-Quran dan Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.(ada sumber lain?). Maka jika sudah begitu, tergantung kepada tingkat keilmuan seseorang dalam menafsirkan kedua sumber itu.
    Berdasar hasil diskusi dgn adik saya, ternyata ada kesalahan yang dilakukan Bpk Agus Mustofa dalam menafsirkan ayat yang menyatakan bahwa “dan kelahiran Isa seperti kelahiran Adam”. AM menyatakan bahwa jika A=B maka B=A, padahal tidak demikian, dalam ilmu NAhwu ada yang namanya Balaghoh (pengandaian), yang mana ada kondisi pengandaian yang tidak bisa dibalikkan, Contoh : “Gadis itu seperti Rembulan”. kalimat itu tidak bisa dimaknakan terbalik menjadi “Rembulan seperti Gadis itu.”

    Wallohu ‘Alam

    @
    Trims Mas … Cukup panjang, tajam dan terdeskiripsikan dalam bahasa “akademik”. Mudah-mudahan perluasan pemahaman dan ketajaman analisis seperti ini menjadi bagian dari kultur ummat Muhammad di zaman akhir. 😀 Nanti saya naikkan ke postingan ya Mas… asyik rasanya membaca komentar yang bernas dan melihat segi benar dan salah dari sudut pandang pengetahuan, bukan dari sudut pandang “Lu bg, cm gw yg bnr”.

    Suka

  8. sikabayan said

    euh… tentunyah bila kita teh memandang bagaimana para rosul Allah.. menghadapi mujijat dari Allah yang pada umumnyah hanya satu kali setiap mujijat, serta bagaimana mencontohkan penerapan ilmu yang didapatnyah sesuai petunjuk langsung, tentunyah akan lebih dapat mengendalikan prasangka kita sebagai manusia… sebab prasangka manusia yang merasa memiliki ilmu tersebut dan bukannya pinjamanlah yang menjadikan bibit2 keangkuhan…
    euh… memang sulit untuk menepis prasangka teh… sebab memang hidup manusia sangatlah dikelilingi prasangka.. apah itu terhadap ilmu, rizki, sesama manusia bahkan prasangka kepada Allah… seringkali prasangka buruk terhadap yang Maha Memelihara, menjadikan manusia berpikir untuk memiliki mujijat yang permanen…

    @
    Yang akang sampaikan… terimakasih… menjadi perhatian agor tentunya 😀

    Suka

  9. Kangguru said

    Kalau alamnya belum ada lalu dimanakah tempat hukum-hukumnya berada???

    @
    😀 berada di…. di… di … tempat yang dikehendakiNya dari yang Maha Berkehendak, Maha Menguasai…

    Suka

  10. amrano said

    saya bukan memahami suatu ayat menjadi perumpamaan..

    kalau begitu,mnurut mas mn yg ayat mutasyabihat(perumpamaan) dan yg mana yg muhkamat(jelas)
    kebanyakan org skrg hanya mengambil suatu ayt itu dgn mentah2 dan secara fisik..

    kalau memang sunatullah bs berubah, lalu bagaimana dgn ayat QS:48/23 = “Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu.”

    hayoo..ini benar2 ayat yg gamblang dan sangat2 mudah dipahami loo!!

    Allah aj udh blg klo tdk akn mengubah sunatullahnya kok.
    dr awal saya tdk pnh blg klo Allah tdk bs mengubah sunatullah (ketetapan2)nya..tp memang Allah tdk ingin melakukannya..karena sunatullah selalu digunakan contoh bg makhluk hidup..
    krena dgn melihat sunatullah pd jman dulu,umat skrng bs mndapatkn petunjuk,sebagai cntoh proses pnciptaan manusia..dari dulu proses penciptaan manusia tu y kayak gt,bhkan jg yg akn datang..
    karena itulah,sampai skrng pun manusia diciptakan y lewat bapak ibunya..gt…
    dan ketetapan/sunatullah inilah jg yg akan dibaca dan dipahami oleh anak cucu kita.
    kalau sunatullah berubah,trus kacian anak cucu kita donk, mau nyontoh ketetapan yg mana coba???sbelum diubah,ato sesudah diubah???hayooo…ntar bingung donk anak cucu kita.

    karena itulah,dengan merujuk ayat 48/23,sunatullah tidak pernah dan tidak akan pernah berubah.

    @
    Kalau saya memahami as is… apa adanya saja… begitu… kalau dikatakan perumpamaan…ya perumpaan, kalau bukan ya bukan.

    Perhatikan kembali ayat surat ini : QS:48/23 = “Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu.”

    Sunatullah didefinisikan (dari terj. depag) sebagai suatu hukum yang ditetapkan Allah.

    Kita pegang dulu pengertian ini.

    Kata kedua :

    Telah berlaku sejak dahulu.

    Sambungannya :

    kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu

    Coba perhatikan :

    Telah berlaku sejak dahulu.

    Kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu -> tampakkan betapa terbatasnya kemampuan manusia untuk menemukan perubahan (ketika mujizat terjadi). Sekali lagi, sunnatullah adalah ketetapan hukum yang ditetapkanNya (bukan ditetapkan dalam pikiran manusia saat elaborasi).

    Tidak akan ada perubahan bagi sunatullah itu
    (ini masih bisa dielaborasi — karena berbeda antara tidak akan menemukan dengan tidak akan berubah)…

    Ketika Nabi Isa meniup burung tanah menjadi burung beneran atas ijinNya… apakah ada manusia (sampai kini) bisa menemukan perubahan bagi sunatullah itu.

    Juga ketika laut dibelah,
    Juga ketika tongkat menjadi ular (Nabi Musa),
    Juka ketika api menjadi dingin.

    Kalau memang manusia tidak bisa menemukan perubahan saat terjadi mujizat (apakah burung tanah jadi burung beneran, lalu manusia mengetahui perubahannya? –> jelas tidak), yang diketahui hanya awal dan akhirnya saja. Hukum apa dan bagaimana bekerjanya adalah rahasia Allah. Mengapa mujizat bekerja pada tataran ini. Jelas, Allah tidak sedang bermisal-misal karena memang tidak ada kata misal/umpama pada ayat atau rangkaian ayat dalam satu garis pemahaman.

    Oh ya… sebenarnya menarik juga dielaborasi… tapi lagi banyak kegiatan. Terimakasih sudi memberikan masukan.
    Salam.
    agor.

    Suka

  11. sikabayan said

    euh.. mungkin inih salahsatu contoh berubah lain yang jadi dalam seketika teh…
    2:65
    Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina”.
    euh… dari manusia menjadi kera seketika… kita teh tidak dapat mengikuti proses perubahannyah…

    @
    Subhanallah… ini salah satu contoh, meski banyak pemahaman mengarah ini sebagai perumpamaan atau penghinaan (merendahkan) merujuk pada perilaku, dlsb.
    ayat ini berlanjut dengan :

    QS 2: 66. Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.

    Menjelaskan bahwa itu kejadian pada satu masa

    Suka

  12. Dimashusna said

    RALAT :
    METODE-METODE ILMIAH DIAMBIL DARI BUKU “MENYIBAK TIRAI KEJAHILAN” DR. MULYADHI K.
    BUKAN DARI “MENEMBUS BATAS WAKTU”

    MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH

    @
    Judul :”Menyibak Tirai Kejahilan” ditulis beliau… cukup menarik rasanya untuk dibaca…. ceritakan dong, apa saja isi “kejahilan” yang diurai sang tokoh… 😀

    Suka

  13. Taufiq said

    Aduduh…
    Ceprex deeech…
    Koq pada ngributin air n besi yg asalnya dr luar bumi!!!

    Kan semua materi di bumi ini asalnya dari MATAHARI.Ingat reaksi FUSI!!

    @
    Ngributin sih nggak juga… namun memang ada beberapa hipotesis tentang air dan besi, termasuk prasangkaan ilmuwan. Sebenarnya, lebih suka juga ngegosipin pembunuhan tukang ojek oleh siswa IPDN…..

    Namun, saya belum dapat penjelasan logis bahwa semua materi di bumi asalnya dari matahari. Kan bumi punya magma yang panas sekali… sedangkan planet-planet lain tidak diketahui memiliki karakter yang sama. Juga satelit-bumi (bulan) dideteksi tidak memiliki inti yang cair. Lalu mengapa terjadi perbedaan, kalau memang semua datang dari serpihan debu matahari saat pembentukannya. Bagaimana matahari menyerpih dan mengembang dalam satu putaran panas tapi yang terbentuk ada yang semuanya beku ada yang seperti bumi. Lalu bagaimana posisi bumi dan anggota tatasurya bisa begitu unik, spesifik, dan berdaya hidup.

    Saya kira, masih terlalu banyak yang tidak kita ketahui sehingga menyimpulkan bahwa materi di bumi asalnya dari matahari karena pemahaman tentang fisi dan fusi masih akan menjadi …. ceprex deeech… 😀

    Suka

  14. sikabayan said

    euh.. bumi teh setiap sepuluh menit di gempur sama meteor… tapinyah ngga tahu darimanah datangnyah si meteor teh…

    @
    😀 dari manapun… kita punya atap langit yang melindungi dari hujan meteor…. ntah dari sinar matahari, galaxi orion atau serpihan halley….

    Suka

  15. Dimashusna said

    Topik-topik yang dibicarakan dalam buku Menyibak Tirai Kejahilan meliputi :

    *Konsep-konsep kunci dalam wacana epistimologi, seperti sains, ilmu, opini, filsafat, agama, indra, akal dan hati

    *Pilar-pilar utama epistimologi, mulai dari status ontologis objek ilmu, basis ontologis klasifikasi ilmu, hingga metode ilmiah

    *Masalah objektifitas dan kebenaran

    *Pengalaman mistik sebagai sumber pengetahuan

    *Masalah naturalisasi, sekularisasi dan islamisasi ilmu

    (Maaf baru kasih komentar lagi, lagi sibuk nyari kerja lagi Pak 🙂 )

    @
    Banyak yang menarik dari uraian beliau memang…. untuk menambah postingan blog 😀 , karena memang banyak yang relevan.

    Btw semoga cepat dapat kerja yang tentunya memberikan kepuasan lahir dan batin ya… 😀

    Suka

  16. Assalamualaikum

    Sunnatullah adalah adanya ketetapan hukum yang Ia berikan kepada makhluk-Nya. Baik itu berdasarkan hukum alam, sains, dan segala bentuk keajaiban yang ada seperti yang kita lihat dalam fenomena alam semesta. Penciptaan Adam as dan Isa as juga mengikuti aturan-Nya, yang dilahirkan tanpa seorang bapak. Dialah Pemilik Kuasa Atas Segala Sesuatu dalam hukum Takwini dan Tasyri’i dan tidak ada perubahan pada sunnah-Nya “Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.” (QS. Faathir ayat 43)
    Kalau seandainya tidak mengikuti sunnah-Nya. Lalu mengikuti sunnah siapa? sunnah yang mana?
    Atas dasar ini Dia (Allah Swt) tidak ada perubahan dalam ilmunya dalam sebuah penciptaan yang lain. Dialah Pemilik Ilmu Azali dan Abadi.

    Wassalam.

    @
    Ada berapakah hukum sunnatullah?… Dalam arti seluas-luasnya jawabnya : Kita tidak tahu. Hanya sebagian kecil dari rahmat dan kekuasaanNya yang ditunjukkan kepada kita. Pada alam dunia ini, sunnah-Nya berlaku atas segala yang kita tahu dan kita tidak tahu… dan juga karenanya ketika ditegasi ….dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.” (QS. Faathir ayat 43)
    Maka kita tidak akan berhasil menemui penyimpangan, dan juga tidak penggantian.

    Kalau pertanyaannya : mungkinkah Allah mengganti sunnah satu dengan yang lainnya (masih sunnah Allah), apakah manusia akan bisa mengetahuinya?.

    Dalam konteks kemahaan, maka tidak akan mendapatkan penggantian bagi sunnah Allah, yang agor pahami adalah berlaku pada alam ini dan kalau pun Allah mau mengganti, tentu juga Allah berkuasa atas segalanya…..

    Suka

  17. Raja Ahmad Ismail said

    Assalamu’alaikum,
    Sekali lagi, mengikuti “perdebatan” asal usul manusia memang sangat mengasyikan.
    Point 1. “Penciptaan mengikuti hukum alam (sunatullah)”.
    Pemahaman ” Kun fayakun ” (Jadi maka terjadilah dia ). Bisa juga kita fahami ” ngomong langsung jadi “. Bolehkah?. Siapa yang mau melarang. Itukan hak Allah. Apakah kita menganggap Allah tidak konsisten, monggo. Dia Mahakuasa. Dia yang membuat dia juga yang menghapuskan. So what, gitu loh!. Tapi dapat juga kita fahami bahwa “Kun fayakun” itu kejadian bertahap sesuai dengan kehendak Allah. Kok bisa?. Ya bisa saja. Masih dalam Kemahakuasaan Allah kok!. Mau begini mau begitu, bagi Allah nggak ada yang berhak melarang. Allah kok otoriter begitu. Memang. Kalau nggak otoriter, Dia akan berhenti jadi Tuhan. Makanya manusia sekarang ingin coba-coba mau bersikap otoriter seperti Allah supaya kekal sebagai penguasa, tapi lupa bahwa mereka punya keterbatasan.
    Kembali kemasaalah Adam. Kejadiannya juga memenuhi sunnatullah kok. Dibentuk dari tanah lempung, dibiarkan sehingga berbentuk tembikar kemudian baru ditiupkan roh kejasadnya. Nggak ada yang aneh. Yang aneh adalah pemahaman kita dalam proses penciptaan atau sunnatullah itu sendiri. Adam memang “dilahirkan”, tetapi tidak dilahirkan lazimnya manusia. Isa juga dilahirkan, tapi juga tidak lazim sebagaimana manusia lainnya. Adam “dilahirkan” melalui penciptaan dari tanah lempung, tembikar dan ditiupkan ruh (bukan berevolusi, tetapi bertahap. Bukan dari monyet kemudian jadi manusia). Sementara Isa diciptakan melalui indung telur ibunya tanpa ikut campur tangan sperma seorang ayah. Aneh?. Nggak kok. Banyak sekarang ditemukan hewan yang asexual. Tanpa penjantanpun mereka bisa bertelur dan beranak. Itulah Kekuasaan Allah.
    2. Surga Adam itu adalah dunia (Ard).
    Ini bukan pendapat baru ( Baca buku Apakah Adam manusia pertama, karangan Yousouf Syouib, cetakan 1985 lengkap dengan dalil dan argumentasinya ).
    3. Rahim. Umumnya kalau menyangkut “lahir melahirkan”, maka pengertian “rahim” merujuk pada peranakan seorang atau seekor makhluk perempuan atau betina ( manusia atau binatang ). Tapi kalau kita berpendapat bahwa yang “melahirkan” atau “yang menumbuhkan” bisa atau harus dianggap “Rahim” (sayang, yang menyayangi atau penyayang ), maka Bumi juga bisalah kita anggap “Rahim”.
    Apakah Adam “dilahirkan” dari Rahim “Sorga” (Jannah)atau dari Rahim “Bumi”?. Lihat point 2 diatas, bisa kita baca dalil dan argumentasinya.
    4. Masaalah Air dikirim dari luar angkasa ( outer space ? ) begitu juga besi, tak perlu kita herankan. Karena seperti pendapat para ahli astrofisika dan astronomi, karena ada sebagian materi matahari yang terlepas akibat gaya sentrifugal matahari yang membentuk bumi termasuk juga bulan. Jadi memang tadinya bumi ini belum layak untuk didiami makhluk hidup, apakah itu tumbuhan, binatang maupun makhluk sejenis manusia. Diakui, bahwa unsur dasar air, Hydrogen dan Oxygen sudah terbentuk jauh sebelum terlepasnya materi yang membentuk bumi dari matahari beberapa waktu setelah terjadinya Big Bang ( kalau menurut teori Big Bang ). Dengan terjadinya pengikatan antara 2 atom Hydrogen dan 1 atom Oxygen maka terbentuklah molekul air yang kita kenal dengan unsur H2O. Kemudian, unsur H2O pembentuk air ini berkumpul dibumi kemudian membentuk air. Kapan dan bagaimana?. Dan apakah hanya dibumi saja unsur tersebut bisa berkumpul membentuk air?. Karena kita tahu bahwa unsur H2O ini cukup banyak, maka adakah sejenis “bumi” lain yang juga menjadi tempat berkumpulnya unsur pembentuk air ini?. Kapan air mulai berkumpul?. Apakah sekaligus?. Ataukah terbentuk awan berat berisi uap air, yang akibat daya gravitasi bumi, ditarik dari “ruang angkasa” bersamaan dengan unsur helium, oxygen, nitrogen dan unsur lainnya yang membentuk ruang udara kita?. Saya rasa, sampai sekarangpun masih jadi PR bagi para ahli astronomi, astrofisika dan fisika, termasuk ahli fisika nuklir sekalipun.
    Hanya Allah yang tahu pasti bagaimana dan kapan terjadinya. Wallahua’lam.
    Wassalam.

    @
    Wass…
    Mas Raja… asyik memang berdiskusi dalam “mencari” pemahaman. Tentu, kita berharap wacana ini menambah kekuatan kita untuk kian beriman 😀 . Meningkatkan derajat pengetahuan dan ketakwaan.
    Mengenai, jadilah…. seketika atau bertahap tentu saya kira keduanya sangat mungkin. Betul, so what gitu loh… waktu itu pada dasarnya TIDAK ADA. Waktu adalah ukuran perubahan satu terhadap lainnya. Tidak ada perubahan, sebuah besi ya besi. Umurnya sejuta tahun atau baru kemarin, ya besi. Disebut seribu tahun pun karena diperbandingkan 😀 .

    Mengenai telur dari Mariam yang membuat Nabi Isa lahir, mohon maaf lho, saya malah belum tahu. Adakah ayat yang menjelaskan bahwa Nabi Isa hadir karena telur dari rahim wanita yang dibuahi. Bahwa, sesuatu bisa tumbuh dalam rahim seorang ibu (dan itu bernama Nabi Isa), setahu agor lho, tidak ada penjelasan mengenai pembuahan. Bahwa hadir karena kehendakNya, karena tidak ada penjelasan Allah mengirimkan sperma (?), ya saya cenderung berpendapat tidak seperti itu. Itu hanya sebuah kemungkinan saja. 😀

    Suka

  18. Raja Ahmad Ismail said

    Assalamu’alaikum,
    Mas Agor, memang tidak ada ayat yang menyatakan berprosesnya Isa didalam rahim Mariam sebagaimana lazimnya manusia, terjadi pembuahan terhadap indung telur. Tetapi kalau kita ikuti, proses kelahiran Isa sama persis sebagaimana manusia lainnya. Proses kehamilan Mariam (sehingga dituduh oleh masyarakat Yahudi macam-macam)dan sampai melahirkan, memerlukan waktu sesuai dengan kelaziman manusia. Yang jelas, Isa lahir tidak serta merta, tidak seperti cerita Mahabarata, dimana diceritakan bahwa Adipati Karna lahir dari telinganya Dewi Kunti akibat perselingkuhan dengan Batara Surya, dewa mataharari.
    Bahwa kehendak Allah akan berlaku sebagaimana dikatakan Jibril menjawab pertanyaan Mariam.
    Soal proses terjadinya janin dalam rahim Mariam, saya coba jelaskan “kemungkinan” begitulah prosesnya perkembangan Isa didalam rahim ibunya, untuk menjawab dan memuaskan keheranan orang yang tidak percaya bahwa Allah berkuasa meng “Kun fayakun”kan sesuatu. Dan juga untuk “memuaskan” pendapat yang mengatakan bahwa semua manusia tidak terkecuali Adam dan Isa dilahirkan, tak obahnya manusia sekarang. jadi Adam maupun Isa tidak perlu dipertuhankan. Tokh kelahirannya sama dengan manusia umumnya, cuma caranya beda. Yang satu “lahir” dari tanah yang dibentuk, sementara yang satu lahir tanpa memerlukan “pembuahan” seorang ayah. Bagaimana proses kelahiran mereka, terutama Isa, saya hanya coba mengkiaskan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin bisa dipikirkan yang biasanya terjadi pada makhluk setelah Adam ( contohnya pembuahan secara asexual ). Proses yang pastinya, tidak ada seorangpun yang tahu. Begitulah yang sejauh ini yang bisa saya pikirkan untuk menjawab pertanyaan “Kok bisa?. Karena kalau kita cuma mengatakan, kalau Allah berkehendak cukup “Kun” jadilah, maka bagi kurang puas, akan timbul pertanyaan yang berkelanjutan. Wallahua’lam.

    @
    Wass.Wb.
    Yap… penciptaan Isa seperti Adam. Karena Adam jelas tidak ada unsur pembuahan, tentunya Isapun demikian. Sedangkan prosesnya (dari dalam kandungan menjadi manusia) adalah proses pendewasaan. Itu yang yang agor pahami, aseksual juga tidak, setidaknya menurut pendapat agor, karena tidak sesuai dengan kesesuaian penciptaan. Memang, banyak sekali uraian bahwa dilahirkan tanpa Bapak, namun ini semestinya tidak merujuk pada pembuahan karena petunjukNya tidak menjelaskan begitu. Kira-kira, begitu yang saya pahami. Betul kata Mas, “Kun” dan ini adalah perintah untuk terjadinya dari sesuatu menjadi sesuatu… 😀

    Suka

  19. Dono said

    Ass.wr.wb,pak Agor,
    Masa(waktu)berada ditangan Allah S.W.T.
    Seperti firman Allah S.W.T di dalam surah Al-Hijr mengisyaratkan juga soal takdir secara total atas segala ciptaanNYA berdasarkan masa.
    Penciptaan nabi Adam a.s dan nabi Isa a.s juga sama cuma berlainan masa, terkecuali kalau Allah S.W.T menghendaki yg lain seperti di jaman nabi Isa a.s, pada saat beliau membentuk seekor burung dari tanah liat lalu meniupnya dengan ijin Allah S.W.T untuk menjadi seekor burung,padahal pada saat kejadian itu burung-burung sudah ada.
    Ini menurut pikiran saya loh.

    Wassalam,Dono.

    Suka

  20. Dono said

    Ass.wr.wb,pak Agor,
    Ralat bukan surah Al-hijr tapi surah Al-Ashr.
    mohon maaf.
    Wassalam,Dono.

    Suka

  21. nurul fatikhah said

    sunnatullah…..???? yang asal katanya dari kata Sunnah + Allah. Sunnah…kalau pemahaman yg diberikan guru saya waktu SD-SMU, yang dimaksud SUNNAH adalah BILA DI KERJAKAN MENDAPAT PAHALA DAN JIKA DITINGGALKAN TIDAK BERDOSA.dari penegertian ini, yang jadi pertanyaan “apakah sifat Allah seperti itu (alternatif)”. sedangkan berdasarkan Qs.Al-Fath ayat 23 yang artinya sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan peubahan pada sunnatullah itu.dari ayat ini Allah mengatakan bahwa apa-apa yang diciptakannya siklusy akan tetap sama. semisal ada laki-laki ada perempuan, ada langit ada bumi, ada siang ada malam dan lain sebagainya ini adalah kesepasangan. ini adalah sistem yang sudah Allah buat dan tidak akan berubah-rubah. jika ada perubahan pada penciptaan Allah yang tidak sesuai dengan sistemnya maka tunggu kehancurannya.begitu juga dengan maksud Allah menciptakan manusia dan alam semesta. jika manusia sudah tidak bisa menjaga alam semesta dan membuat kerusakan-kerusakan, maka tunggulah kehancurannya. ini adalah hukum alam yang pasti terjadi. kesimpulannya SUNNATULLAH adalah suatu kebiasaan allah ketika menempatkan segala sesuatu dan tidak pernah mengalami perubahan.

    Suka

  22. Anonim said

    klu mo mengerti ciptaan Allah, jng pake logika …..ok

    Suka

  23. yara petruci said

    keren..

    Suka

  24. NN said

    Asslmkm…
    perdebatan yang aneh….
    baca istigfar berulang2 kali..takutnya yang nanya ini justru bukan orang muslim…ckckckck
    dari cara pemahaman saja sepotong2 yang diambil dari ayat-ayat Al-Quran, nunjunkin betapa sebenarnya dia tidak paham…

    Suka

    • agorsiloku said

      wsslm
      blog ini memang untuk berdiskusi, dan diskusi kerap datang dari orang-orang yang tidak memahami, mencoba memahami, dan sebagian lain sangat memahami. Mungkin muslim, mungkin bukan.. namun, yang diharapkan adalah menambah wawasan dan bertukar pengetahuan. Dari alur diskusi, diharapkan kita bertambah pengetahuan, tanpa harus menjustifikasi kekurangan dari setiap kontributor….

      Suka

Tinggalkan Balasan ke NN Batalkan balasan