Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Sampai Dimana Batas Akal?

Posted by agorsiloku pada Mei 25, 2007

Mengapa kita dilarang sholat kalau akal belum kembali (misal karena mabuk) sehingga kita tidak mengerti apa yang kita ucapkan (QS 4. An Nisaa’ 43). Ya jelaslah, mana bisa kita mengerti kalau kita mabuk. Jadi, jelas ibadah itu hanya untuk orang-orang berakal. Isyarat atau kejadian karena kehendakNya, harus pula dipahami oleh hati :

QS 22. Al Hajj 46. maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.

Masuk akal nggak pernyataan ayat di atas (tentu saja, mengapa tidak !)

Kalau Isra Mi’raj yang dilakoni Nabi, masuk akal nggak?

Kalau manusia bisa melihat Allah masuk akal nggak?. Masuk akal juga nggak kalau manusia (saat ini) tidak bisa melihat Allah?.

Kalau Surga/Neraka kejadiannya begini atau begitu, masuk akal nggak? (Sudah terjadikah?, kok bisa dijelaskan kejadiannya?)

Masuk akal nggak bahwa sesuatu ada tanpa ada yang menciptakan?. Entah itu potlot, rumah, mobil, bulan, bintang, bumi, dan dirimu sendiri?.

Kalau alam semesta itu batasnya tidak ada, karena setiap batas artinya ada sesuatu lagi. Masuk akal nggak?.
Masuk akal nggak jika tiba-tiba di depan Anda muncul Dinosaurus yang siap menerkam Anda?
Masuk akal nggak memindahkan istana sebelum mata berkedip?
Masuk akal nggak anak kecil dibunuh oleh Nabi Khidir, karena kalau sudah besar akan menjadi jahat?.
Masuk akal nggak 1+1 sama dengan 3 (basis 10) ?
Masuk akal nggak 1/0 tak terdefinisikan?

Kalau saya sih akan menjawab, masuk akal saja. Setiap pertanyaan dari orang berakal berakumulasi pada akal akan selalu memiliki kontempelasi jawaban. Sebagai produk perenungan berakal. Akal memiliki loncatan-loncatan tanpa batas, tidak ada gerbang yang membatasi akal untuk membangun persepsi dan alasan. Apa yang dijelaskan oleh Al Qur’an, haruslah (baca bisa) masuk ke dalam akal kita.

Namun, sudah terbiasa pula kita membatasi kemampuan akal pada batas-batas ketika kita tidak mengerti, maka kita tidak mau menjadi mengerti, dan kita akan tegasi sebagai tidak masuk akal. Batasan akal dan kompilasinya dibatasi oleh pengetahuan dan pengalaman kita, serta naluri-naluri (pengetahuan tanpa penjelasan) pada batas-batas dimana hukum-hukum alam bekerja. Artinya, otomatis akal kita akan menolak segala sesuatu yang tidak bisa dipahami oleh kemampuan berpikir kita dalam mengenali hukum-hukum semesta (bahasa lainnya Sunnatullah).

Kebebasan manusia mengelola akalnya berada pada batasan dimana manusia berada. Ini menjadi “kebebasan” akal untuk menjangkau pengertian segala sesuatu jauh melebihi kebebasan manusia untuk berbuat. Kebebasan manusia untuk berbuat dibatasi oleh kemampuan dan keberadaan manusia di hukum-hukum semesta yang ditinggalinya. Dan manusia tidak diberi hak serta kesempatan untuk melakukan pilihan-pilihan bebas sebebas akal. Misalnya, lahir dan memilih siapa Bapak dan Ibu kita?, menetapkan kapan akan mati dan mengubah sakarepnya?

Tapi kan tidak semua bisa dijelaskan?.
Bisa nggak menjelaskan bagaimana perjalanan Nabi ke Sidratul Muntaha?.
Bisa nggak menjelaskan bagaimana lemper bisa di dalamnya daging di luarnya ketan?.
Bisa nggak menjelaskan bagaimana pesawat yang begitu besar bisa terbang tanpa mengepakkan sayap?.

Bisa nggak menjelaskan satu menit setelah mengetik blog ini di Indonesia, maka semenit kemudian di belahan dunia lain membacanya?.

Soal menjelaskan tidak sama dengan memahami batas-batas akal. Saya masih mungkin menjelaskan kejadian membuat lemper isi daging, tapi tidak bisa menjelaskan membuat pesawat yang bisa terbang tanpa mengepakkan sayap (nggak ngerti ilmunya). Tapi bisa dipelajari.

Akal jualah yang membatasi dimana kita tak bisa lagi menjelaskan atau memahami. Dengan akal juga, kita harus mengambil pelajaran dan memahami dengan akal.  Pada bagian mana kita tidak bisa menerjemahkan semua pemahaman kita untuk “tidak masuk akal”.

Open mind pls.

24 Tanggapan to “Sampai Dimana Batas Akal?”

  1. deking said

    cogito ergo sum
    hehehe…

    Apakah kita menganggap hanya kita yang memiliki “kesadaran”?

    Suka

  2. Fourtynine said

    Kalau Isra Mi’raj yang dilakoni Nabi, masuk akal nggak?

    Kalau menurut saya masuk akal Mas Agor. Soalnya kan pemindahan zat dengan cepat itu memang benar benar bisa terjadi, hanya manusia belum sampai ke sana.
    Jadi khusus untuk yang ini, saya rasa bukan tidak masuk akal, tapi justru akal dan otak kita manusia yang dangkal ini yang belum sampai.
    Maafkan kalau saya salah Mas Agor. Maklum akal dan otak saya sangat cetek dan bodoh.

    @

    Saya juga ikutan 49 deh… memang masuk akal… bahwa kita tidak memahaminya (how), itu juga masuk akal.

    Suka

  3. telmark said

    kayaknya semua memang bisa masuk akal. 🙂

    @
    Itu ciri-ciri akal juga. 😀

    Suka

  4. Hmmm…oke.*kening berkerut* Iya ya.
    From blogwalking, salam kenal! 🙂

    @
    Salam kenal kembali…. ini mungkin “masuk” wilayah dahi berkerut ya… Mudah-mudahan nggak ya. 😀

    Suka

  5. deking said

    Wah nyambung lagi nich tetapi agak serius sedikit hehehe…

    Kalau Isra Mi’raj yang dilakoni Nabi, masuk akal nggak?

    Mungkin pertanyaan ini mirip…
    “Mungkinkah seekor semut bisa menempuh jarak Jakarta-Purwokerto dalam waktu 7 jam?
    Kalau kita berbicara dalam konteks ke-semut-an (maksudnya di dunia semut hehehe) maka hal tsb sangat sulit untuk diterima akal tetapi jika kita meluaskan dimensi pandangan dan pikiran kita misal mencapai dimensi manusia maka hal tsb sangat mungkin terjadi. Semut bs menempuh Jakarta-Purwokerto dalam waktu 7 jam karena dia ada di kardus makanan yang ada di bagasi bus.
    Kembali ke masalah Isro’ Mi’roj…
    Kalau kita terlalu menyempitkan dimensi pandangan dan pikiran kita hanya sebatas pada dimensi manusia maka hal tsb sangat sulit diterima akal, tetapi jika kita meluaskan dimensi pikiran kita maka hal tsb sangat masuk akal. Nabi Muhammad waktu itu menaiki kendaraan yang sangat cepat…cuma masalah seperti apa kendaraan itu akal kita masih terlalu sempit untuk memikirkannya
    Contoh lain…
    Jaman dulu mungkin terbang di angkasa sangat masuk akal tetapi pada akhirnya manusia bisa menemukan pesawat yang memungkinkan kita terbang di angkasa…
    Jadi sekali lagi sempitnya dimensi akal kita itulah yg menyebabkan banyak hal menjadi tdk masuk akal…

    @
    Sulit diterima akal –> menunjukkan bahwa akal kita menerima adanya kejadian (bahwa itu tidak atau belum kita mengerti, bukan menunjukkan bahwa itu tidak masuk akal).

    Sebenarnya, saya ingin mendefinisikan akal dalam konteks bahwa akal akan membaca seluruh pengertian yang ditangkap melalui seluruh rumusan akan yang memenuhi hukum universal alam semesta. Ini berada pada batas-batas akal. Di luar itu, kita tidak bisa memahaminya, karena kita tidak punya pengetahuan tentang hukum-hukum di luar hukum-hukum fisika, kimia, biologi, sosiologi yang membangun kebudayaan manusia. Itulah yang tidak masuk akal. Dan yang tidak masuk akal kita, tidak akan bisa kita pikirkan…..

    Boleh jadi pula kita harus membedakan “tidak masuk akal” dengan tidak masuk dalam “pikiran” dan “pemahaman” kita.

    Kalimat terakhir ini menarik betul :”Jadi sekali lagi sempitnya dimensi akal kita itulah yg menyebabkan banyak hal menjadi tdk masuk akal…

    Suka

  6. MaIDeN said

    Halah kang, kalau konsep relativitas ini dipakai untuk sesuatu yang sudah jadi kesepakatan umum tanpa dasar akal yang kuat itu sama aja dengan pemaksaan, pendholiman atas akal 😛
    Seluruh orang juga tau kalau bumi itu mengelilingi matahari, tetapi kalau dipaksakan dengan dalil asal comot dari ayat-ayat suci untuk menjustifikasi matahari yang mengelilingi bumi itu namanya pemaksaan.
    Contoh aja.
    Harus di pilih-pilih juga dong antara yang masuk ke zona akal dan zona keimanan. Bumi mengelilingi matahari masuk zona akal bukan zona keimananan 😀 Memindahkan singgasana sebelum mata berkedip, itu masuk zona akal bukan keimanan 😀 Surga Neraka itu zona keimanan 😀 Sudah pasti 😛

    @
    Ha…ha… ha… komentar yang cantik…. Pendholiman atas akal…. menarik kata ini, saya suka dengan kata ini. Juga zona akal dan zona keimanan… ini juga menarik. Mencomot pengertian pusat lalu menjustifikasi bumi mengelilingi matahari dan membuat pembenaran karenanya, ini juga cukup menarik (tapi lucu juga ya, di abad ke 21 ini, kok kita masih berwacana untuk hal-hal yang terlalu diada-adakan).
    Dan satu lagi… akal juga untuk orang-orang beriman, akal menumbuhkan lebih banyak kemampuan untuk beriman. Jadi, bukankah zona keimanan itu muncul dan semakin tajam karena zona-zona akal….. 😀 😛

    Suka

  7. Tapi kan ada perkembangan terbaru ya pak?
    Terminology ‘bouraq’ sebagai kendaraan nabi waktu isra mi’raj ada yang mengartikannya sebagai ‘speed of light, even faster’.
    Jadi kalau memang tools yang dipake secepat cahaya bahkan lebih, masuk akal saja menurut saya kejadian itu.
    Saya suka bagian yang menyatakan, akal itu berkembang dan belajar. Apa yang tidak kita fahami saat ini, akan jadi masuk akal jika sudah dipelajari.
    Batas akal?
    When we meet The Creator of ‘akal’ itu lah batasnya…
    @
    Tools tentang taychon, kecepatan di atas kecepatan cahaya sudah berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan. Namun dideteksi ada, secara teori.

    Suka

  8. Kalau tidak salah, Nabi Muhammad SAW dalam Isra Miraj telah melakukan perjalanan dengan kecepatan melebihi kecepatan waktu menembus ke kejadian yang akan datang.
    Karena Nabi melihat orang yang sedang disiksa di Neraka.
    Jika demikian, maka alam semesta ini berlaku peta yang memiliki koordinat X,Y,Z,T. T adalah waktu absolut alam semesta. Artinya jika seseorang pada waktu sekarang berada di atas gunung, maka pada posisi (X,Y,Z) yang sama dia pergi ke waktu T= sejuta tahun yang lalu, orang itu bisa berada di planet bintang lain. Soalnya tata surya bersama bintang-bintang lain terus beredar.
    Namun, bisa juga Nabi hanya melihat sebagian dari simulasi proses di alam semesta ini yang menurut Alquran semua proses sampai yang sekecil-kecilnya, termasuk tulisan saya ini, sudah tercatat di Lauful Mahfuz sebelum penciptaan alam semesta.
    Yang pasti catatannya tidak seperti buku ramalan Costradamus atau Joyoboyo atau film dalam DVD.

    @
    Nabi melihat masa depan, melewati batas-batas hukum-hukum fisika, melewati hukum termodinamika dan mengalahkan juga ketidakpastian heisenberg. Masa depan menjadi penampakan yang riil pada perjalanan sang Junjungan. Kejadian yang banyak diteorikan dalam fisika kuantum. Pada peristiwa pengelihatan Nabi yang tercatat dalam hadis itu, tidak diketahui apakah itu simulasi proses atau kejadian yang ditunjukkan Allah. Yang jelas, Nabi memperoleh rahmat untuk ditunjukkan sebagian dari kekuasaan Allah.

    Suka

  9. andreas sun said

    kok jadi seperti membuat aksioma ya Pak?

    @
    Benarkah… saya memang ingin mendefinisikan bahwa yang di luar batas akal adalah yang berada di luar hukum-hukum fisika. Tapi, tentu ini bukan aksioma….hanya wacana kok…. hari ini pendapat begini, lain waktu ada penjelasan lain atau ada pembaca yang mau berbagi ilmu… jadi ilmu kita bisa sedikit nambah. Harapannya itu 😀

    Suka

  10. haniifa said

    As Salammu ‘Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.
    Terkadang ada yang harus diimani saja dan adakalanya harus menggunakan akal.
    Teori matematikan yang katanya paling exact pun ternya keliru untuk akal kita sendiri.
    Misalnya :
    A X B = C
    A x B = C x 1 bila B ditukar dengan C kanan maka A/C = 1/B
    A x B / C = 1
    jika :
    A = 2 dan B = 4 apakan C = 8 ?
    2 x 4 = 8
    2 x 4 = 8 x 1 bila 4 kiri tukar dengan 8 kanan maka 2/8 = 1/4 (ok)
    2 x (4/8) = 1
    (2/8) x 4 = 1
    MAKA C =8 benar menurut akal kita.
    Tetapi bagaimana jika
    A = 0 dan B = 4 apakah C = 0 ????
    0 x 4 = 0 (ok)
    0 x 4 = 0 x 1 (ok) jika 4 kiri tukar dengan 0 kanan maka 0/0 = 1/4 ??????
    0 x (4/0) = 1 ??????
    sesuatu bilangan jika dikali dengan 0 maka hasilnya 0
    sesuatu bilangan jika dibagi dengan 0 maka hasilnya tidak terhingga
    mana menurut akal kita yang benar ????
    (0/0) x 4 = 1 ???????
    sesuatu bilangan jika dibagi bilangan itu sendiri maka hasilnya 1
    kalau 0/0 = 1 maka apakah 1 x 4 = 1 ?????
    Statement diatas akan benar jika (0×4)/0 = 0/0 atau sama dengan 1, tepi jelas bertentangan dengan pernyataan setiap bilangan jika di bagi 0 (nol) sama dengan tidak terhingga. seandainya 0/0= 1 tentu 4/0 harus lebih besar dari 1 ?????
    Jadi jelas ilmu akal-akalan manusia tidak dapat melebihi ilmu Allah, dengan demikian kita akan mengerti terjemaahan surat Al-Ikhlas bahwa Allah Maha Ahad, bukan debatable lagi (walaupun sidik jari kitapun satu satunya di dunia). Coba kita renungkan dengan sesuatu yang datang dari Allah (Al Ahad=Yang Maha Satu (1))
    untuk Surat(91) Asy Syams ayat 8.
    Di ilhamkan oleh Allah kepada manusia kepasikan (-) dan ketaqwaan (+)
    jika Ahad = 1
    (Ahad / ilham fasik) atau 1 / -0,00…takhingga maka hasilnya minus tak hingga alias abadi di neraka (untuk penerima kitab golongan kiri bukankah kiri itu negatif).
    (Ahad / ilham taqwa) atau 1 / +0,00…takhingga maka hasilnya plus tak hingga di syurga tempat yang dirido’i Allah yaitu untuk penerima kitab golongan kanan.
    Jadi sangat jelas jika Al – Qur’an (2:132) dan (3:102) berkorelasi sama yaitu harus mati dalam keadaaan MUSLIM.
    Jika benar datangnya dari Allah tetapi jika salah datangnya dari saya selaku manusia. Semoga kita semua bertambah keimanannya kepada Allah semata. Amin

    @
    Menarik yang disampaikan… matematikawan, kalau nggak salah mendefinisikan 1/0 sebagai tak terdefinisikan. Banyak keunikan dari matematika yang sebagian terungkapkan, sebagian lagi menjadi bahasa terindah dalam kehidupan manusia…. Trims Mas Haniifa.

    Suka

  11. aricloud said

    Assalamualaikum
    Saya sepakat bahwa 1/0 bukanlah tidak berhingga, tapi lebih kepada tidak terdefinisikan.
    Karena definisi pembagian (divide) adalah ada hasil yang terbagi.
    Misalnya :
    4/2=2, diasumsikan 4 bola di tempatkan pada 2 kotak, maka tiap kotak memperoleh 2 bola.
    4/4=1, diasumsikan 4 bola di tempatkan pada 4 kotak, maka tiap kotak memperoleh 1 bola.
    4/1=4, diasumsikan 4 bola di tempatkan pada 1 kotak, maka tiap kotak memperoleh 4 bola.
    ~/~=1, diasumsikan tak berhingga bola di tempatkan pada tak berhingga kotak, maka tiap kotak memperoleh 1 bola.
    ~/1=~, diasumsikan tak berhingga bola di tempatkan pada 1 kotak, maka tiap kotak memperoleh tak berhingga bola
    0/4=0, diasumsikan 0 bola di tempatkan pada 4 kotak, maka tiap kotak memperoleh 0 bola
    tapi jika :
    4/0=?, diasumsikan 4 bola di tempatkan pada 0 kotak. Hasilnya tidak dapat didefinisikan.
    Karena jika:
    4/0=~ maka berarti ada kotak berisi bola sebanyak tidak berhingga. Padahal kotaknya saja 0.
    @
    trims… saya hanya bisa bilang ini.
    Tidak dapat didefinisikan…. dengan kata lain, matematika nol adalah ketiadaan atau ketidaktahuan juga. Nihilisme…. Tapi ketika dia bersanding dengan angka lain… bisa juga memberikan arti (karena perjanjian).

    Tapi, Mas Ari ~/~=1 sudah tidak bisa didefinisikan lagi. Masa yang kita tidak bisa didefinisikan kita bagi lagi dengan yang tak terdefinisikan akan sama dengan satu 😀 Sedangkan ~/1=~ masih bisa dibenarkan karena semua yang dibagi bilangan satu ya artinya “itu-itu juga”.

    Suka

  12. Ibrahim said

    Batas akal adalah segala yang ghaib.
    Gaib adalah relatif bagi tiap-tiap orang. Sesuai ilmu, pengalaman, ataupun inderawinya. Gaib bagi saya belum tentu gaib bagi orang lain.
    Gaib juga relatif terhadap tempat dan waktu. Misal waktu saya remaja dulu, masa dewasa saya adalah gaib bagi saya, tapi bila masa dewasa sudah saya jalani lewati maka masa dewasa menjadi tidak gaib lagi bagi saya. Satu detik, satu menit, satu jam ke depan adalah gaib bagi kita. Ada apa di luasnya jagad semesta sana juga gaib bagi kita.
    Ghaib adalah urusannya Allah. Apakah akal mampu mencapai yang gaib. Saya kira..Ya, bila tempat dan waktu telah terlewati, bila ilmu dan inderawi tidak terhijab lagi.

    @
    Saya juga memiliki pemahaman yang hampir sama. Pahami saja sebagai urusan Allah, kita tidak memiliki pengetahuan tentang ini.

    Suka

  13. x/0 adalah contoh dari kondisi yang tidak masuk akal.

    @
    Jika X tidak sama dengan 0,
    kalau nggak salah, matematikawan bilang tidak terdefinisi. 😀

    Suka

  14. haniifa said

    As Salammu ‘Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.
    Terima kasih atas koreksi 1/0 yang dinyatakan tidak terdefinisi, namun ada sedikit ganjalan (maklum saya bukan ahli matematika), mengenai tak terdefinisi:
    yaitu tak terdefinisi sangat besar, atau tak terdefinisi sangat kecil. Misalnya pembagian dengan bilangan yang mendekati nol (limit 0).
    4 / 4 = 1
    4 / 2 = 2
    4 / 1 = 4
    4 / 0,1 = 40
    4 / 0,0001 = 4000
    4 / 0,000…0001 = 4000…000 “sangat besar sekali”.
    Jelas semakin kecil pembagi semakin besar juga hasilnya.
    Dengan demikian lebih tepat jika dikatakan bilangan yang di bagi dengan nol (atau yang mendekati nol) adalah bilangan “tak terdefinisi yang sangat besar sekali” umum menyingkat “TAK TERDEFINISI”. Namun hati-hati dalam penyingkatan tsb sebab jika:
    4 / -0,000…0001 = 4000…000 “sangat kecil sekali”
    Jika kedua-duanya dinyatakan sama tidak terdefinsi, apakah akan sama orang yang sangat kaya dengan orang yang sangat berhutang. ???
    Atau apakah sama “bilangan positif bersar sekali” dengan “bilangan negatif besar sekali”. Tentu semua akan sepakat bahwa takterdefinisi besar sekali berbeda dengan tak terdefinisi kecil sekali.
    Untuk koreksinya saya mengucapkan terimakasih. Namun saya juga sering keliru jika mencoba menafsirkan sesuatu dengan bahasa sehari-hari, misalnya :
    Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata:
    “Hai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”.
    kata “AHMAD” (alif-ha-mim-dal) di dalam surat Ass Shaff ayat 6 (61:6) padahal dalam surat-surat yang lain menggunakan kata “MUHAMMAD” (mim-ha-mim-dal) bahkan digunakan sebagai nama surat Al-Qur’an dan 4 kali yaitu Surat Ali Imran (3:144), Al Ahzab (33:40), Muhammad (47:2), Al Fath (48:29).
    Pertanyaan :
    1. Apakah nabi Isa a.s tidak mengerti ?
    2. Apakah al-qur’an tidak konsisten ?
    3. Ataukan al-qur’an tidak terjaga ? …dsb..dsb… beribu pertanyaan ?
    Allamdulillah saya sendiri menemukan jawaban untuk diri sendiri dengan idzin Allah (mohon koreksi jika salah). Setelah saya perhatikan huruf per huruf.
    Alif = Mirip orang sedang berdiri.
    Ha = Mirip orang sedang rukuk.
    Mim = Mirip orang sedang sujud.
    dal = Mirip orang sedang duduk.
    Kalau direka-reka seperti gerakan 1 rakaat shalat,penafsiran saya Nabi Isa a.s, menunjukan bahwa setelah beliau akan ada lagi seorang Rosulullah atau Nabi yang nama “AHMAD” dan yang melaksanakan perintah shalat dengan gerakan seperti tersebut diatas.
    Nama surat Ash Shaff = Barisan (Shalat berjamaah)
    Nomor surat dan ayat : 61:6 = tampak angka enam jamak dan angka satu tunggal
    didalam shalat berjamaah ma’mum = jamak dan imam = tunggal.
    Setelah Nabi Isa -> kemudian Nabi Muhammad s.a.w dan kenyataan urutan surat Al-Qur’an setelah surat Ass Shaff kemudian Surat Al Jumu’ah bukankah pada shalat jum’at wajib berjamaah ?
    Nomr Surat 61 jika 6 – 1 = 5 bukankah kewajiban shalat adalah 5 waktu, (untuk 6 refresentasi ma’mun dan 1 refresentasi imam tetap wajib hukumnya untuk keduanya) berikutnya jika 6 + 1 = 7 maka 7 refresentasi 1 minggu, Shalat berjamaah jum’at untuk dzuhur di kurang 2 rakaat (cukup shalat jum’at saja untuk laki-laki) sesuai dengan pengurangan ucapan nabi Isa a.s (”Muhammad” menjadi “Ahmad”). Selanjutnya hurum “mim” didalam “Ahmad” tidak ditasjid. Seperti kita ketahui jumlah rakaat 4 / 2 (mim) = 2 rakaat. Kalau dilihat urutan huruf “mim” teletak pada posisi ke tiga “Alif-Ha-Mim-Dal” bukankah shalat magrib 3 rakaat (pengurangan jumlah rukuk). Jika yang dimaksud Surat Al Baqarah 2:238 “Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.” kata “wusthaa=subuh” bukankah shalat subuh juga pengurangan dari empat rakaat = 2 rakaat saja ?.
    Jika kita ingat Nabi Ibrahim mempunyai 2 istri dan diceritakan bahwa perpindahan siti Hagar ke Mekah adalah setelah kelahiran nabi Ishaq a.s. Saya yakin bahwa kedua istri dan anak (Sarah &Ishaq a.s + Hajar & Ismail a.s) dan Nabi Ibrahim menggukakan bahasa yang sama (buktinya meraka bisa berkomunikasi). Secara explisit Nabi Isa a.s memberitahukan bahwa bangsa Israel sudah jauh tatabahasanya dengan pendahulunya begitu pula cara menggunakan huruf hizaiyah (huruf arabiyu = huruf original/asli) karena pergeseran budaya beribu tahun bukankah huruf jawa kuna Da-Ta-Sa-Wa-La juga sudah hilang ?.
    Kesimpulan: “Taatilah peritah Allah dan taatilah perintah Rosul” maksudnya kita umat muslim harus berlaku “Haniifa” seperti nabi Ibrahim a.s. Bukahlah akhir dari bacaan shalat milibatkan Nama “Muhammad s.a.w dan Ibrahim a.s ” ????
    Saya sangat terbuka untuk berdiskusi masalah ini, karena ini pemikiran pribadi maka jika ingin menyebarkan dipersilahkan, semoga ada maanfaatnya. Amin
    Jika benar datangnya dari Allah tetapi jika salah datangnya dari saya selaku manusia. Semoga kita semua bertambah keimanannya kepada Allah semata. Amin

    @
    Wass. Wr. Wb…
    Mas Haniifa, mohon maaf setelah saya membaca berkali-kali mengenai tak terdefinisi ini… saya belum bisa paham juga uraian Mas. Mungkin karena patokan saya, ketika matematikawan bilang ini tak terdefinisi maka ya sudah… saya tidak bisa definisikan lagi. Sedangkan mengenai :Termasuk orang yang sangat kaya dan sangat berutang. Ini hanya silogisme saja. (Jadi ingin Liem Sie Liong) dan orang yang ngemplang BLBI. Sangat kaya tapi semuanya bersumber dari uang negara yang di pat pat gulipatkan… 😀

    Mengenai reka-reka per huruf, menurut saya itu alternatif kemungkinan jawaban dari suatu uraian Al Qur’an. Hanya, saya tidak tahu berapa reka kemungkinan bisa terjadi. Namun, rekaan itu juga adalah suatu keistimewaan dari suatu keaslian.

    Suka

  15. haniifa said

    As Salammu ‘Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.
    MAAF KOREKSI :
    4 / 0,000…0001 = 4000…000 “sangat besar sekali”. BILANGAN POSITIF

    Suka

  16. aricloud said

    @mas agor
    hmm.. iya juga ya

    @
    mudah-mudahan bisa saling melengkapi ya…

    Suka

  17. haniifa said

    As Salammu ‘Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.
    Terima kasih mas agor, saya mengerti kesulitan anda mungkin redaksi saya kurang jelas yaa, (maklum bukan ahlinya).
    Coba saya gambarkan begini:
    jika A : punya uang 1.000.001 = sejuta satu rupiah,
    dan B : punya uang 1.000.000 = sejuta rupiah
    Untuk kondisi A dan B, mungkin saya sepakat dan toleransi bila mengatakan kekayaan si A dan B adalah sejuta rupiah.
    Selanjutnya:
    Jika A : punya uang 1.000.000 = sejuta satu rupiah (atau +)
    dan B ; punya utang 1.000.000 = utang sejuta rupiah (atau -)
    Bisakah kita mengatakan kekayaan A dan B sama, dan toleransi bila mengatakan kekayaan si A dan B adalah sejuta rupiah.
    Mungkin kita bisa mengatakan baik si A maupun si B, mempunyai nilai absolute sejuta rupiah, kalau nilai absolute disebut pat gulipat ok (nggak masalah).
    Sekarang umpanya :
    Jika A = + 1 juta + 0,00..001
    dan B = – 1 Juta – 0,00..001
    Kalalu kita hilangkan +1 Juta untuk si A dan -1 Juta untuk si B, mungkin kita masih toleran dengan kekayaan si A dan B = ah kira-kira nol atau mendekati nol atau bahasa sononya: limit 0.
    Permasalahannya akan sangat fatal jika kondisi bilangan tersebut berubah menjadi pembagi.
    1. 1 / + limit 0 = + ~
    2. 1 / – limit 0 = – ~
    Apakah ? + ~ = – ~ (positif takhingga sama dengan negatif tak hingga).
    Reka-reka hukum matematika ?
    Pat gulipat hukum matematika ?
    Mencampurkan bahasa kucing dengan bahasa monyet ?
    Atau mengawinkan “C. Darwin” dengan Monyet ?
    Tidak mengherankan kalau ada orang beranggapan bahwa keduanya sama.
    Juga untuk pembaca yang budiman dan Mas Agor, saya mohon maaf saya tidak mencantumkan satu cuil-pun kitab suci Al Qur’an.
    Maukah kita jujur pada diri sendiri ? Dunguwan ataukah Cerdaswan kita.
    Bukanya tidak menghormati daya nalar manusia, hanya heran pada pendirian yang nyeleneh, apakah kita mau terpedaya dan terbelenggu pada pikiran kotor kita, karena tidak ke tidak jujuran pada daya nalar sendiri.
    Kalau benar datangnya dari Allah semata. Amin

    @
    Wass Wr. Wb. Mas Haniifa…
    saya juga tak begitu paham matematika, karena memang untuk implementasi matematika ke dunia nyata selalu ada penyederhanaan. Atau sebaliknya pula, ketika kita menggambarkan alam semesta dengan matematika, maka harus dilakukan penyederhanaan. Mengapa, karena kompleksitas ilmu (dan teknologi manusia) terlalu jauh dibanding ilmuNya.

    Penyederhanaan itu harus terjadi dan dipaksakan agar mudah dipahami. Contoh penyederhanaan lain yang saya tahu :

    Dalam peta, bumi itu bola tapi harus digambarkan dalam bidang datar.
    Jarak dari A ke B lurus tidak sama dengan dari B ke A, kecuali pada bidang ekuipotensial yang sama. Jadi jarak NewYork – Jakarta tidak sama dengan jarak Jakarta – NewYork, karena ketinggian kedua tempat itu berbeda. Berbeda pula bidang ekuipotensial yang terbentuk.

    Bahkan tinggi setiap titik di tempat yang berbeda juga berbeda. Jadi tinggi benda satu meter di NewYork akan berbeda dengan tinggi benda yang sama jika diukur di Jakarta. Itu yang sebenarnya harus dihitung mengenai definisi tinggi. Akan sangat terasa aneh buat yang tidak pernah mempelajari hal ini.

    Kembali ke perhitungan limit mendekati nol dari arah positip dan negatif. Memang begitu ketika dilakukan pembagian.
    Dari situ bisa dipahami ada “keajaiban” bahwa sesuatu yang terkecil sekalipun, memiliki pengaruh terhadap sesuatu yang besar sekali. Ilmuwan terkejut dan kaget dengan rumusan yang sederhananya dikenal sebagai butterly effect. Kepak sayap di benua Australia, menjadi badai besar di Amerika. Terjadi ketika sebuah rumus matematika diperhitungkan dan dipengaruhi oleh bilangan teramat-amat kecil.

    Semua mengandung teori kemungkinan. Stephen Hawking melihat probabilitas dengan menanyakan, kurang lebih pengertiannya begini : apakah kita bisa memperhitungkan seseorang akan menyanyi lagu apa di sebuah panggung, sedang pada saat ini dia masih belajar bernyanyi 10 tahun yang lalu. Rumus apa yang bisa memberikan prediksi seperti ini?. Fakta perkiraan hanya bisa dibuat manusia dengan beberapa variabel saja sampai perhitungan berikutnya. Main catur, mempertimbangkan langkah lebih dari 7 saja sudah luar biasa rumit.

    Jadi memang matematika manusia tidak bisa menjawab.

    Apalagi memperhitungkan dan menyatukan kejadian apa yang terjadi pada hari kiamat.

    Karena itu mendefinisikan bilangan imajiner, pembagi tak terdefinisikan adalah pernyataan lain dari ketidakmampuan pemahaman.

    Karena itu, saya memilih dunguwan. Karena juga sadar banyak tidak tahu bahkan semakin tahu, semakin banyak lagi ketidaktahuan….

    Suka

  18. haniifa said

    As Salammu ‘Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.
    Waduh saya jadi malu hati sama mas agor, kok sudah menjatuhkan pilihan ? Saya hanya mendo’akan mudah mudahan bisa berubah-ubah sesuai dengan konteknya.
    Sebab saya akan pilih dunguwan : kalau melihat kucing berbicara sesama anak kucing untuk memperebutkan tikus, (pilih dunguwan ah, nggak ngerti… ya usir biar nggak berisik).
    Begitu juga saya akan pilih cerdaswan: kalau melihat anak kecil saling jotos memperebutkan pisau, (harus pilih cerdaswan,… ya damaikan dan beri pengertian sesuai nalar mereka).
    Maaf yach mas agor saya komentari penyebab pilihan adan. Menurut saya bukan soal tahu tidak tahu tapi “kebijakan memilih” tahu atau memang tidak tahu. seperti contoh diatas, untuk kasus kucing saya memang tidak tahu bahasa kucing titik, sebaliknya untuk kasus anak kecil saya memang betul tahu bahasa anak titik.
    Buat saya “tahu” tapi pura-pura tidak tahu, atau “tidak tahu” tapi pura pura tahu, sungguh kasihan dan patal akibatnya.
    Saya hanya mengingatkan, misalnya kita memaparkan sesuatu, baik melalui media cetak, electronik, web hosting, langsung maupun tidak langsung tampa memikirkan segment pengguna yang begitu komplek, mulai dari sisi usia,daya nalar, daya beli…dsb…dsb, begitu juga tampa memperhatikan dampak pemaparan topik, ide atau apapun jenisnya.
    Saya mengambil contoh media tv:
    Untuk acara “SMACKDOWN”, apa akibatnya ?
    Pintar mungkin untuk para “MANAGER TV”, tapi bagaimana nasib si ibu yang kehilangan anaknya gara-gara tidak mampu secara daya nalarnya untuk melarang putranya agar tidak mencoba-coba meniru. Huh…
    “POKOKE,sudah diperingatkan jangan meniru” atau “POKOKE,sudah dirubah jam tayangnya”, Sadarkah sang manager tv, apakah daya nalar si ibu yang menjadi korban, tidak sama dengan daya nalar dia yang “LULUS PERGURUAN TINGGI TERNAMA”. Ataupun kalau si ibu tahu tapi si anak tetap menonton dan meniru, walaupun sudah diperingatkan oleh si ibu. Atau sadarkah sang “MANAGER” kalau jam tayang di setiap daerah berbeda, atau ada anak yang suka begadang ???
    Begitu juga penayanngan “MANUSIA PURBANYA” ?
    Saya yakin banyak yang “TAHU” tapi pura-pura tidak tahu, atau banyak yang tidak tahu, jadi terpaksa tahu kemudian menjadi “TAHU” pura-pura tidak tahu. ????
    Insya Allah saya yakin sekali, semua itu berkorelasi dengan “DOGMA” atu “IDEOLOGI” tertentu.
    Seandainya digambarkan akibat penanyangan acara tv tsb, dalam kurun waktu tertendu :
    Kurun waktu pertama : Honton, mencoba, smaking besar semakin kuat ???
    Kurun waktu kedua : ideologi semu menjadi yakin ???
    Kurun waktu ketiga : aplikasi ideologi dan kekuatan riil ???
    Seandainya kurun waktu ketiga, kebetulan anak para “MANAGER” di katagorikan pada posisi lemah, apa akibat kesembronoan para manager tv tersebut. “PUHAN” ????
    Sekarang bagaimana jika katagori posisi lemah pada generasi saya, termasuk para pembaca ?????
    Perlu digaris bawahi, saya tidak pernah memaksa siapapun, atau mengharuskan siapapun untuk memilih dunguwan atau cerdaswan.
    SIKAP “HANIIFA” :
    1. Kalau ternyata komentar “hanif” dianggap sangat rumit sehingga tidak dimengerti oleh siapapun atau tidak dibaca oleh siapapun = Saya bersyukur kepada Allah, rupanya Allah memberi pengetahuan yang besar buat saya. Sehingga hanya saya dan Allah Yang Maha Mengetahui saja.
    2. Kalau ternyata komentar “haniif” dianggap agak rumit, tapi akhirnya dimengerti = Saya bersyukur kepada Allah, rupanya ada orang yang mengerti padahal enteng / ece-ece menurut saya.
    3. Kalau ternyata komentar “haniifa” dianggap enteng atau ece-ece = Saya bersyukur kepada Allah, rupanya ada orang yang menganggap enteng atau ece-ece padahal rumit menurut saya.
    4. Kalau ternyata komentar “haniifa” dianggap tidak intelek (dungu) = Saya bersyukur kapada Allah, rupanya ada orang yang menganggap saya tidak intelek (dungu) padahal saya pintar bersyukur kepada Allah Yang Maha Tahu, dan smoga saya tidak menjadi orang yang suka mendungukan orang.
    5. Kalau ternyata komentar “haniifa” dianggap intelek cerdas = Saya bersyukur kepada Allah semoga dia lebih intelek atau lebih cerdas dari saya.
    Surat Asy Syam 8 (QS 91:8), tafsirnya:
    ” maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya ”
    Fujuurahaa “Wa” Taqwahaa
    RUGI “dan” UNTUNG
    Kiri “dan” Kanan
    minus (-) “dan” plus (+)
    dunguwan “dan” cerdaswan
    prasangka buruk “dan” prasangka baik
    mati “dan” hidup
    siang “dan” malam
    miskin “dan” kaya
    —————
    wanita dan laki-laki ??? (saya tidak merekomendasikan karena perbandingan benda, sedang, yang dimaksud sifat : Mudah mudahan para Biolog sepakat kucing tidak dimasukan ke dalam golongan ikan lele )
    —————
    Menurut nalar saya (tidak pokoke) jelas menyatakan suatu yang berlawanan titik.
    Menurut nalar saya kata “wa” (dan) (istilah Aljabar Boole, sehari-hari == OK).
    Saya mencoba merangkaikan kalimat: pakai Celana “DAN” pakai Baju, pergi ke Mall.
    Jika kondisinya, sbb :
    1. Saya pakai Celana “dan” tidak pakai Baju = Maaf saya sedang membetulkan
    …pagar jadi nggak pergi ke Mall.
    2. Saya tidak pakai Celana “dan” pakai Baju = Maaf saya lagi di kamar kecil,
    …jadi nggak pergi ke Mall
    3. Saya tidak pakai Celana “dan” tidak pakai Baju = Waduh maaf yach, saya lagi
    …msndi jadi nggak pergi ke Mall.
    4. Saya pakai Celana “dan” pakai Baju = Wah ini baru… SAYA PERGI KE MALL
    Kesimpulan:
    Jelas kondisi “dan” harus berlaku jika pakai celana ya juga pakai baju
    *)Maaf nggak pakai istilah sains, kerena komsumsi semua lapisan.
    ..(Maaf yach para Analist Komputer, matematikawan, …. yang lain)
    Surat Al ‘Ashr (1,2,3)
    1. Demi masa.
    2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam merugi,
    3. kecuali orang-orang yang beriman “dan” shaleh “dan” benar “dan” sabar.
    *) Maaf saya tidak mendefinisikan tafsir DEMI MASA,IMAN, SHALEH, BENAR, SABAR, silahkan definsikan sendiri, Insya Allah buat “Haniifa” sudah terdefinisi.
    Selarang saya mencoba merangkaikan : iman, shaleh, benar, sabar , rugi.
    Jika kondisinya, sbb :
    1. (tidak iman) “dan” shaleh “dan” benar “dan” sabar = Rugi
    2. iman “dan” (tidak shaleh) “dan” benar “dan” sabar = Rugi
    3. iman “dan” shaleh “dan” (tidak benar) “dan” sabar = Rugi
    4. iman “dan” shaleh “dan” benar “dan” (tidak sabar) = Rugi
    5. IMAN “dan” SHALEH “dan” BENAR “dan” SABAR = Wow Tidak rugi alias UNTUNG.
    Karena haniifa ingin “UNTUNG TERUS” tentu saya akan pilih nomor 5.
    Bagaimana kalau pilihan 1, maksudnya (tidak iman).
    Apakah maksudnya “tidak iman” kepada Allah, tapi iman kepada Berhala gitu.
    Haniifa juga memilih no 1, yaitu (TIDAK IMAN kepada orang yang IMAN kepada BERHALA),
    Bagaimana kalau nomor 3, maksudnya (tidak benar)
    Apakah maksudnya kitab Al Qur’an “tidak benar”, yang benar kitab The ORG..
    Haniifa juga memiilih no 3, yaitu (”tidak membenarkan” kitab The ORG.., tapi membenarkan kita Al Qur’an.
    Wah kalu begitu seorang yang “HANIIFA” ingin untuk terus yaa,
    Saya pedagang, tentu saya ingin untung makanya saya percaya ayat tersebut datangnya dari Allahu, pasti UNTUNG.
    Saya Pengusaha, tentu saya ingi dapat proyek terus makanya saya percaya ayat ini formula yang paling mujarab karena datangnya dari Allah.
    Saya Tukang Becak, tentu saya ingin dapat untung terus, makanya saya percaya ayat ini datangnya dari Allah, tapi saya ingin untung terus di SORGA bukan di DUNIA yang wahhh…banyak repotnya mas.
    Saya komentator, tentu saya ingin untung terus, makanya saya percaya ayat ini datangnya dari Allah, biar komentar-komentar apapun saya dapat hikmahnya hingga saya nggak perlu jadi maksum, dewa, atau label apapun didunia tapi Insya Allah saya akan dapat di “SORGA” yaitu tempat yang di rido’i Allah, karena saya juga ridlo kepada Allah sebagi sembahan saya SATU SATUNYA.
    Saya bla..bla..bla….
    Karena takut “hung” komputer saya, soalnya terbukti bahwa :
    Kalimat Allah tidak akan pernah habis walaupun 7 benua dijadikan komputer ….
    Kalau benar datangnya dari Allah semata, dan semoga para pembaca berikut mas mas pada untung. Amin

    @
    Wass. Wr. Wb. Mas Haniifa… bagaimanapun saya terimakasih dan senang dengan komentar Mas. Gayanya cukup kocak, meski saya agak susah mengikuti loncatan pikirannya. Ketika Mas menyinggung masalah yang berkaitan dgn evolusi dan juga ada kata dunguwan (yang kata ini datangnya dari saya), maka pikiran saya langsung lari ke artikel mengenai istilah ini. Pada alinea pertama uraian sudah saya tegaskan betul bawa saya adalah orang dungu.

    Dengan begitu, tampaknya Mas akan lebih memahami rangkaian artikel pada tag evolusi di blog ini. Sedangkan batas akal adalah rangkaian diskusi dari postingan sebelumnya yang membahas akal dan hati yang banyak diulas oleh Wak Somad.

    Kalau sudi, silahkan klik link yang dimaksud ya… 😀

    Suka

  19. […] sebentar kebelakang, sekedar menyegarkan ingatan akal?, merefresh,  kapan kita menggunakan  hati dan disaat mana kita  menggunakan akal , mungkin perlu dibulak balik lagi diskusi diskusi dengan […]

    Suka

  20. […] sebentar kebelakang, sekedar menyegarkan ingatan akal?, merefresh, kapan kita menggunakan hati dan disaat mana kita menggunakan akal , mungkin perlu dibulak balik lagi diskusi diskusi dengan […]

    Suka

  21. […] Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya). Tentulah akal juga memiliki batasan, batasan karena akal berada pada tempat dimana dia […]

    Suka

  22. […] Qur’an maka selebihnya, kebanyakan dari manusia, menanggap remeh agama. Karena manusia begitu percaya pada akalnya, Selalulah memiliki dalih di antara sejumlah petunjuk dan […]

    Suka

  23. […] Yah seibarat pedang… dipakai untuk membelah kayu (berfungsi sebagai kapak), membelah manusia (membunuh), atau mengupas bawang adalah pilihan manusia tapi Allah menyediakan tempatnya yang bernama bumi berserta seluruh isinya kemudian karenanya pula, diminta pertanggungjawabkan.  Untuk bertanggungjawab itulah akal diberikan. […]

    Suka

  24. Ali Fauzan said

    Assalamu`alaikum wr. wb.

    Sekarang saya baru sadar betapa terbatasnya (untuk saat ini) akal yang saya miliki bila dibandingkan dengan saudaraku-saudaraku disini….

    Mohon arahan dan bimbingan saudaraku-saudaraku semua….

    Semoga kita semua bertambah keimanannya kepada Allah semata. Amin..

    Wassalamu`alaikum wr. wb.

    @
    Wass. Wr. Wb.
    Mas Ali Fauzan ini ada-ada saja… di sini saya benar-benar sedang belajar….
    Semoga ini menjadi bagian dari sarana menguatkan keimanan….
    Wass, agor.

    Suka

Tinggalkan komentar