Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Bumi Sebagai Hamparan ?

Posted by agorsiloku pada April 22, 2007

Dari sebuah situs, ada “olok-olok” terhadap ayat Al Qur’an bahwa Allah tidak tahu bahwa bumi itu bulat, sehingga membuat ayat yang lengkapnya berbunyi :

78. An Naba’ 6. Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan.

Sempat saya baca, diskusi berlangsung “sengit”. Saya memang paling enggan untuk memasuki dunia perdebatan, apalagi jika antar keyakinan. Setidaknya karena dua sebab, yaitu keterbatasan pengetahuan dan rasanya persoalan untuk lebih meningkatkan keberimanan pun membutuhkan perhatian dan kerja keras. Jadi ngapain harus ikut-ikutan.

Namun, saya perlu juga memahami apa sih hamparan (mihadan) itu?. Meskipun, terjemahan dari Ibnu Katsir lebih simpel dan jelas :

78. An Naba’ 6. Tidakkah kami menjadikan bumi tempat kediaman?

Bumi memang jika tidak dihamparkan, bagaimana bisa kita bisa mendiaminya. Kenapa penerjemahan kedua lebih mudah dimengerti. Ya karena memang begitu “enak”nya. Sedang dengan penerjemahannya hamparan, maka akan lebih “capek” memahaminya. Karena hamparan berarti berada pada suatu bidang, dan memang bidang itu harus berada pada bidang ekuipotensial, karena sesungguhnya tidak ada yang datar. Bumi hanya datar pada kurang lebih luas 50 km persegi saja. Bahkan alam semesta saja berupa “lengkungan”. Kata orang fisika/astronomi, kemanapun kamu menembak, jika tidak ada penghalang, suatu saat nanti peluru itu akan menembak dirimu sendiri?.

Wah, kok ribet ya?. Pikiran memang tidak mudah menjangkau, tapi yang jelas Allah selalu memesankan pada manusia agar mengingatNya, berendah diri dan tidak menyombongkan diri. Jadi bersyukurlah bumi didisain sebagai tempat terunik dan sesuai bagi kehidupan manusia.

Pada waktunya alam semesta itu akan digulung kembali seperti awal (QS 81 At Takwiir). Dengan kata lain, alam semesta itu menurut Al Qur’an adalah tertutup. Seperti pintu saja ya, buka tutup.

39 Tanggapan to “Bumi Sebagai Hamparan ?”

  1. Assalamualaikum wr wb
    masih juga mau menggunakan fikiran? saran saya belajar menggunakan HATI.

    @
    Wa alaikum salam,
    ya, masih menggunakan selalu pikiran. Kalau boleh tunjukkan pada bagian mana hati tidak digunakan. Tapi memang, saya juga selalu berusaha menggunakan hati untuk memberikan “nilai” terhadap hasil pikiran…..

    Suka

  2. madsyair said

    @1. Mas Doel
    Akal digunakan untuk berfikir

    @
    🙂 😀

    Suka

  3. abdulsomad said

    #Madsyair
    Ketika ada suatu kejadian yg tak bisa diterima akal, sementara kita dituntut untuk membenarkan, dengan apa kita mengambil keputusan untuk membenarkan nya?

    @
    Akal selalu bisa menerima dan menjelaskan apapun. Ketika prosesnya tidak dimengerti sekalipun, akal memberikan pembenaran untuk ketidakmengertian. Hati meyakini atau menolak terhadap “sesuatu” yang tak terjelaskan.

    Suka

  4. abdulsomad said

    #Madsyair
    Ketika Rasulullah Isra’ Mi’raj, dalam 1 malam beliau dapat menempuh perjalanan dari Baital Maqdis ke Mekkah ditambah lagi naik ke Sidratul Muntaha. Kejadian yg. tak masuk di akal…

    Lalu mengapa Sayyidina ABU BAKAR R.A percaya? dan pada akhirnya pun semua ummat Islam percaya… termasuk saya.

    @
    Dan tidak sedikit pula (bahkan lebih banyak) yang tidak mau membenarkannya.

    Suka

  5. […] Kalau saya buatkan comment, takut OOT lagi, jadi buatkan trekbek aja […]

    Suka

  6. madsyair said

    @mas doel
    1.malaikat dikaruniai akal, dan mereka tetap yakin dan mengapdi pada Alloh. Bagaimanapun,malaikat tidak akan ingkar,karena mereka tidak punya nafsu.
    2. Hewan2 dikaruniai nafsu, tapi tidak punya akal, jadinya mereka bertindak tanpa aturan
    3. manusia dikaruniai akal dan nafsu, karenanya jika manusia bisa memakai akal untuk berfikir mana yang baik dan benar,manusia lebih mulya dari malaikat, tetapi jika nafsu mengendalikan akal,jadinya manusia lebih hina dari hewan.

    Jadi akal digunakan untuk berfikir, dengan berdasarkan ilmu (baik iptek maupun ilmu agama).

    Para orang kafir di jaman nabi, sebetulnya tahu kalau nabi mengarkan yang benar,tapi akal mereka dikuasai nafsu makanya mereka tidak mau mendengar ajaran Rasulullah s.a.w

    soal isro’ mi’roj, (kalau salah tolong diluruskan ), menurut abu bakar, masuk akal kalau nabi Muhammad s.a.w melakukan isro’ dan mi’roj, karena beliau adalah rosululloh,yang dekat dengan Alloh, dan Alloh bisa berkehendak apa aja. Kun fa yakun. itu yang saya yakini juga.

    Maaf, pak agor,saya cuma menyampaikan pendapat yang dangkal,karena saya tidak menguasai dalil2.

    @
    Betul Madsyair,
    Namun, saya sendiri terus terang tidak punya (tidak tahu) dalil yang menjelaskan bahwa malaikat tidak punya nafsu (adakah penjelasan tentang hal ini ?). Namun ada penjelasan mereka taat, bertasbih memuji Allah dan tidak menyombongkan diri. Namun, mereka jelas bisa diceritakan punya kehendak, buktinya bisa bertanya kepada Allah, mengapa menciptakan manusia. Juga penjelasan lain sejenisnya. Mereka juga bisa “kesal” ketika Nabi dihina oleh ummat manusia lain, sehingga mereka menawarkan untuk menghukum yang menghina utusan Allah (ada hadis atau kisahnya – namun sy juga belum elaborasi). Namun, sangat sulit kita memahami Malaikat, yang jelas, kita sebagai orang beriman diwajibkan untuk mengimani keberadaannya.

    Begitu juga hewan, memiliki nafsu dan menerima wahyu pula (… diwahyukan pada lebah QS 16:68) dan hewan menjadi masyarakat sendiri (ummat) yang juga bertasbih memuji Allah. Hewan memiliki aturan dalam kelompoknya, juga ketika bertemu kelompok lain. Mereka juga bisa dididik, jadi hewan tunggangan atau sirkus. Mungkin persoalannya pada level (kualitas akal) yang dimilikinya.

    Manusia, nah inilah yang dilengkapi dengan segalanya dan dengan “sok” menerima tanggung jawab menjadi khalifah di muka bumi ini….

    Terimakasih untuk pandangannya Mas yang bernas.

    Suka

  7. deking said

    Wah terlambat nich….
    Mengingat berbagai keuntungan, yang dimiliki oleh bentuk bola maka saya pribadi dengan segenap keterbatasan saya lebih setuju dengan bumi itu memiliki bentuk yang bulat.
    Selain itu menurut konsep geometri, semakin besar jari2 suatu bola (dan lingkaran) maka akan semakin mendekati garis lurus semua busur yang ada pada keliling lingkaran dan bola tersebut. Bagi yang mau mencoba silakan melihat berbagai macam ukuran bola maka dijamin hal itu akan jelas terlihat.
    Mengingat diameter bumi yang lumayan besar maka kita tidak merasakan bentuk lengkung, yang kita rasakan adalah suatu dataran.
    Upppsss…maaf karena saya masih menggunakan AKAL, bukan HATI 😀

    @
    iya… saya sudah muter-muter baca bumi tulisan Mas tentang bola dan tinjauan matematis. Ingin memberikan catatan tapi rasanya sulit, soalnya banyak rumusnya, padahal di kepala saya bumi itu seperti telur, nggak bulat… jadi ketika ditetapkan bulat jadi bingung deh, apakah bulat memang kondisi ideal untuk masa bumi yang masif dan tidak homogen….

    Suka

  8. deking said

    Sebenarnya bentuk bumi memang bukan bola tetapi tidak juga seperti telur karena sepertinya bentuk bumi adalah bola yang dimampatkan bagian “atas” dan “bawahnya”
    Maksud tulisan saya sebenarnya sich….
    *sambil tengok kanan kiri*
    ssssttt…tulisan tentang bentuk bola itu memang sedikit saya paksakan karena saya agak tergelitik dengan banyaknya statement tentang bentuk bumi yang merupakan suatu hamparan.
    Kalau membahas bentuk bumi sebagai bola gepeng akan sangat repot karena nanti rumus2nya akan lebih rumit…integral lipat tiga. Dan ilmu saya masih sangat jauh dari semua itu hehehe…
    BTW punya ID di messenger atau tidak Pak? Saya ingin belajar dari Pak Agor melalui obrolan…

    @
    iya kalau bumi mengikuti bulat telur atau mengikuti masifnya bumi sehingga diukur-ukur, wah ribet… jangan deh ke sana. Rumusnya bisa puluhan langkah…. Tapi memang kan bumi dihamparkan, apa terus dihamparkan nggak boleh bulat secara keseluruhan… kan pada ukuran manusia mo tidur ya… datar-datar saja sih 🙂
    Saya belum punya Id aktif Pak De King, maklum gaptek dulu pernah punya tapi nggak pernah dipakai….

    Suka

  9. Apa mungkin Islam mengajarkan sesuatu yang tidak masuk akal (irrasional)? Makanya harus dibedakan antara pengertian irrasional yang berarti tidak masuk akal dan supra-rasional yang berarti diluar jangkauan akal. Di luar jangkauan akal bukan tidak masuk akal. Peristiwa Isra’-Mi’raj Nabi adalah peristiwa supra-rasional, bukan irrasional. Semua yang bersifat irrasional mustahil akan terjadi di alam realita. Silahkan berkunjung ke http://www.islamalternatif.com …!?

    @
    Pemahaman saya di wilayah ini, terus terang masih gamang. Sampai dimana akal memilah batasan-batasan akal, termasuk memisahkan antara rasional dan irrasional karena keseluruhan akal akan bekerja pada level-level pengertian dan pemahaman untuk mendefinisikan seluruh perbatasan dari kemampuan berpikir. Bahwa kita tidak bisa menggambarkan dengan bahasa atau membuat simulasi untuk akar -1 atau 1 dibagi 0 atau garis sejajar yang berpotongan di tengah-tengah adalah juga pemikiran rasional. Menyatakan irrasional atau menggolongkan peristiwa dalam supra-rasional juga adalah berpikir rasional. Yang di luar jangkauan akal akan terdefinisi pada batasan-batasan akal yang selalu membuat ukuran pada ukuran-ukuran ilmu dan pengetahuan, bahwa ketika “sesuatu” sesuatu itu tidak bisa dirumuskan oleh ilmu dan pengetahuan fisis, maka kita akan menyadari itu “sesuatu” itu sedang bekerja pada wilayah di luar hukum-hukum yang dikenali dan dapat dipahami manusia. Memahami keberadaan yang di luar jangkauan akal itulah yang saya pahami sebagai beriman.
    Barusan saya berkunjung ke Islamalternatif.com… site yang menarik dan akan lebih sering saya kunjungi…. trims ya.

    Suka

  10. Dari ayat tersebut telah terlihat bahwa Qur’an menjelaskan bahwa Bumi dihamparkan. Pernyataan itu benar. Namun terdapat kesalahan para mufasir-mufasir terdahulu terhadap penafsiran ayat ini. Kata “daha” pada ayat tersebut diartikan sebagai “dihamparkan”, padahal dalam bahasa arab kuno kata “daha” berarti “bulat telur”, karena Bumi memang berbentuk bulat telur. Untuk diketahui bersama bahwa para mufasir mengartikan kata “daha sebagai “dihamparkan” karena takut ditertawakan atau dianggap gila oleh orang-orang terdahulu. Namun begitu arti bahwa Bumi dihamparkan pun tidak terlalu salah karena bagian kerak Bumi memang seperti dihamparkan atau tidak menempel pada Bumi, karena itulah lapisan luar Bumi terus bergerak hingga saat ini.

    @
    Terimakasih penjelasannya. Saya tidak menguasai/mengetahui bahasa Arab dengan baik dan benar. Jadi memang sebenarnya daha itu artinya bulat telur bukan dihamparkan, digelar gulungan. Kata teman, ada juga kata dahyah yang artinya bulat telur. Entah mana yang benar. Namun, pun artinya dihamparkan, saya kira tidak ada masalahnya sama sekali karena memang bumi terhampar sehingga layak huni. Bidang ekuipotensial bumi baru akan tampak membentuk lengkungan pada luas di atas 50 km persegi. Salam, agor

    Suka

  11. Abu Afkar said

    1. Al-Quran tidak pernah menyatakan bentuk bumi datar, hanya menghamparkan… Kebanyakan tafsir klasik, seperti Jalalain, Ibn Kasir mengartikan “DIMUDAHKAN UNTUK DIHUNI”

    2. Bahwa dunia bulat, sudah dikenal dari masa keemasan Islam.

    3. Dan sekarang sudah menjadi fakta yang tidak bisa dibantah.

    Kalau ada orang yang ngotot bumi itu datar, hanya karena tafsir yang tidak jelas, dan ketinggalan zaman. Bagaimana Islam mau maju??

    @
    😀 pertanyaan terakhir untuk kita semua : Bagaimana Islam mau maju??
    Mas Abu Afkar mengajak kita merenungkannya.

    Suka

  12. Suluh said

    Kepercayaan kita pada sains bergantung penuh pada kredibilitas sains dalam menjelaskan, meramalkan, dan kadang memahami dunia alam semesta… Semakin sering betul dan benar semakin dipercaya dia… Nah sains telah membangun reputasi yang luar biasa sampai abad ini
    Kepercayaan kita pada kitab suci bergantung penuh pada kredebilitas hati kita untuk yakin dan tunduk… Ini juga dibangun melebihi rentang waktu sains… Reputasinya masih sering dipertanyakan… ah gak tahu juga aku…
    Kepercayaan pada diri kita bergantung penuh pada kredibilitas kesadarang kita dan kenyataan bahwa diri kita ada (eksis)

    @
    Singkatnya… pilihan tema : Sains … dalam kacamata religion itu ribet ya Mas. Untunglah, yang diacu Firman Allah yang teruji dari jaman ke jaman, yang dijamin pemeliharaannya. 😀

    Suka

  13. Banyak fakta yang tidak masuk akal manusia, tergantung manusianya.
    Bagi ilmuwan, terciptanya alam semesta ini tidak masuk akal. Stephen Hawking (seorang fisikawan besar abad ini) misalnya, bertanya “mengapa alam semesta ini harus ada?”. Karena terciptanya alam semesta ini tidak dapat dijelaskan dengan sains.
    Suku pedalaman juga akan merasa tidak masuk akal ketika diperlihatkan dihadapannya gambar dirinya di televisi.
    Ketika manusia tidak mampu lagi menjawab dan menjelaskan fakta itu, manusia hanya pasrah dan mengakui kelemahan dirinya.
    Kita bersyukur hidup di daratan permukaan bumi yang penuh dengan dataran, perbukitan, dan lembah (seperti juga di Mekkah walaupun gersang). Seolah permadani berukir yang dihamparkan di atas bola raksasa.
    Nampak datar, gedung-gedung dibangun tidak melengkung. Alat ukur dari yang sederhana seperti “water pass”, teodolit, sampai yang canggih sepeti “total station” menganggap bahwa permukaan bumi adalah datar.
    Mereka menggunakan prinsip tinggi permukaan air dan juga sinar yang bergerak lurus tidak melengkung.

    @
    Namun, kemudian kan semuanya menjadi masuk akal. Apakah alam semesta itu harus ada sesuatu yang tidak masuk akal?.
    Menurut agor sih, masuk akal saja….
    Kalau begitu apa yang tidak masuk akal?. Tidak masuk akal adalah peristiwa yang kita tidak bisa jelaskan dengan akal sama sekali, kita hanya mengerti output akhirnya. Tidak ada penjelasan apapun yang bisa diberikan, dan bahkan kita pun tidak sadar bahwa itu telah terjadi. Itulah yang tidak masuk akal. Yang tidak pernah ada penjelasan apapun, betapapun sedikitnya. Kita hanya kemudian sadar bahwa hasil akhir telah terjadi, dan ada “sesuatu” yang maha cerdas, maha berkehendak telah berbuat. Itulah yang tidak masuk akal. Kalau pun kita mengerti dengan definisi tambahan : di batas kemampuan akal atau di luar batas akal, maka perbatasan itu sendiri sudah merupakan pemahaman akal. Tak ada sesuatu apapun dijelaskan pada yang disebut di luar batas akal.

    Suka

  14. Betul Mas Agor, sesuatu yang tidak dapat dipahami dengan akal akan menjadi masuk akal jika ada penjelasan mengapa sesuatu itu tidak dapat dipahami dengan akal.
    Dalam kasus penciptaan alam semesta memang sains secara teoritis, ilmu pasti tidak dapat menjelaskannya.
    Karena sesaat sebelum alam semesta ini muncul tidak ada hukum fisika, atau hukum-hukum alam lainnya. Hukum alam itu ada karena adanya alam semesta.
    Dengan perhitungan apa, dengan hukum fisika apa, tiba-tiba alam semesta ini muncul begitu saja tanpa sebab apapun, tanpa ada aksi apapun. Bahkan kosongpun tidak ada sebelum alam semesta ini karena kembali lagi kepada pertanyaan bagaimana bisa kosong itu tiba-tiba tercipta.
    Itu menurut pandangan sains.
    Namun, hal itu menjadi masuk akal setelah turunnya penjelasan melalui wahyu dari Pencipta Alam Semesta Yang Maha Mengetahui Segalanya. Bahwa Allah adalah Pencipta Alam Semesta dari tidak ada.
    Saya pun memahami dengan akal bahwa tidak ada ketetapan/ketentuan bahwa manusia mampu melihat, mengetahui, dan memahami seluruh apapun yang ada.

    @
    Betul Mas, saya juga “ragu” bagaimana menetapkan batas akal. Tapi sepertinya Mas memberikan penjelasan tambahan yang menelisik apa yang ada dalam lintasan pikiran….

    Suka

  15. Abu Afkar said

    @Dedi Gunaedy
    Salam Mas Dedi, kayaknya saya pernah ketemu di forum MyQuran, saya sedikit komentar:
    1. Apa Mas Gunaedy yakin bumi ini datar?
    Mudah-mudahan tidak… Ah, yang benar saja…
    2. Quote dari Mas Dedi:
    Nampak datar, gedung-gedung dibangun tidak melengkung. Alat ukur dari yang sederhana seperti “water pass”, teodolit, sampai yang canggih sepeti “total station” menganggap bahwa permukaan bumi adalah datar.
    Mereka menggunakan prinsip tinggi permukaan air dan juga sinar yang bergerak lurus tidak melengkung.
    Mas Gunaedi sedikit keliru, prinsp bejana berhubungan adalah benar ketika dalam skala/orde kecil pendek. Tapi ketika sangat panjang, katakanlah separo bumi tentu saja jadi melengkung (ah, tapi mana ada bejana berhubungan separo bumi…, yang ada ya laut.., Nah permukaan laut ini tidaklah datar namun melengkung). Namun tidak mengapa melengkung, karena yang penting dalam bejana berhubungan bukanlah datar/lurusnya, tetapi kesamaan ketinggian terhadap pusat bumi.
    3. Tentang penggunaan akal.
    Tidak ada larangan atau batasan, bahkan yang ada anjuran, untuk menggunakan akal/berfikir terutama untuk mempelajari fenomena alam. Yang tidak boleh adalah berfikir tentang zat Allah. Karena Allah adalah obyek zikir, sedang alam adalah obyek fikir, namun di dalamnya ada ayat Allah untuk sarana berzikir kepadanya.
    Apakah ada batasan berpikir untuk memahami alam? Tidak ada…

    @
    Kata teman fisikawan… andaikan kita menembak lurus sebuah peluru dan anggap saja tidak pernah berhenti, pada suatu ketika … entah kapan, dan tidak ada penghalang…. peluru itu akan menembak punggung penembak….. entah bagaimana menjelaskannya, saya juga bingung 😦

    Kalau bumi dihamparkan…. itu tentu saja tidak menjelaskan tentang datar dan tentang kedataran… tapi dihamparkan agar bisa ditinggali (mahluk hidup)…. Bumi dianggap datar kurang lebih pada bidang ekuipotensial (tinggi muka laut dalam keadaan tenang) dianggap mewakili satu bidang ekuipotensial.

    Karena bumi juga tidak masif di seluruh bagian bumi dan tidak homogen, maka tentu saja pusat bumi tidak tepat betul-betul pada tengah-tengah (pusat bumi). Bidang ekuipotensial dipengaruhi oleh masa bumi yang disederhanakan berbentuk elips atau lebih sederhana lagi bola.

    Karena definisi tinggi pada dasarnya adalah selisih dua bidang ekuipotensial, maka kemudian tinggi di satu tempat bisa berbeda dengan tinggi di tempat lain. Contoh kongkritnya tinggi muka air di Selat Sunda, kurang lebih berbeda 1 meter dengan tinggi di Selat Bali…. Lho kok bisa begitu… ya begitulah….

    Suka

  16. assalamualaikum wr.wb
    astagfirullah hal’adzim…
    masih ada saja yang tidak mempercayai tentang ayat-ayat al_Qur’an…
    mungkin saja ayat-ayat al_Quran penjelasannya tidak dimengerti oleh kita…tapi yakinlah terhadap isi dari ayat2 al_Quran itu, bukti dari itu adalah diciptakannya gunung, air laut, planet2, bintang, matahari dsb.
    wassalamualaikum…

    @
    Ketika keliru memahami bumi dihamparkan sebagai pemahaman bumi itu datar. Mungkin jika lebih teliti dan tidak berada dalam prasangkaan… akan lebih mudah memahami. Semoga begitu.

    Suka

  17. elzach said

    assalamualaikum Wr Wb.
    Sebenarnya justru ayat itu menunjukkan keMahKuasaan Allah,
    andaikata bumi ini datar dan tidak bulat tentu tidak perlu ayat itu disampaikan karena semua orang pada masa sebelum adanya satelit /teknology angkasa luar berpikir memang bumi itu datar.
    Tetapi arti apa dibalik kata ‘dihamparkan’ itu bahwa bumi itu kenyataan fisiknya bulat tetapi dirasakan datar oleh manusia, gambaran mengenai bumi itu bulat sebenarnya sudah dicontohkan dengan adanya bentuk Bulan dan matahari sebagai benda langit terdekat dengan bumi, itu adalah hal yang benar-benar menakjubkan. Subhannallah.
    betapa tidak menakjubkan, bahwa bumi ini bulat, tetapi sebenarnya logika manusia menyatakan bahwa andai kita berdiri di sisi benda bulat, mestinya logis kalau kita merasa miring, air juga akan tumpah, apalagi yang ada di bawah benda bulat itu, tapi lihatlah bahwa semuanya nampak berdiri di atas bidang datar sehingga tidak terasa sama sekali bulatnya bumi ini, Subhanallah..
    Wassalamualaikum wr wb.

    @
    Wass. Wr. Wb.

    Cukup jelas dan jernih. 😀

    Suka

  18. sikabayan said

    euh… sebagaimana kita biasa berbicara dengan bahasa ayam kepada ayam teh… kut. kut.. kut.. sini2 makan… betapa inginnya kita agar si ayam mengerti maksud kita… betapa jauhnya pengetahuan kita dengan pengertian si ayam tersebut…
    tentunyah Allah menjadikan Al Qur’an sebagai bagian dari lohmahfud… dalam bahasa manusia… yang tentunyah sangat2 jauh lagih… jarak pengetahuan Nyah… dengan akal kita…
    yang terlihat dengan mata telanjang sejauh mata memandang yah hamparan… inih menunjukan betapa manusiawi nyah bahasa Al Qur’an tersebut.. juga berarti betapa kecilnyah manusia… secara umum… sebab Al Qur’an teh untuk semua ummat… manusia terbodoh dan termiskin pun mungkin akan melihat dunia sebagai hamparan…
    mungkin sajah ada satu atau dua manusia yang beruntung dapat melihat dengan mata kepalanyah sendiri kebulatan bumi… dari geosetasioner.. serta cukup banyak yang mau belajar mengintip melalui teleskop satelit… atau dari gambar2 satelit… tapinyah yang terbanyak adalah melihatnyah sebagai hamparan sajah… saat kedua kakinyah menginjak tanah bumi inih…

    @
    Kalau melihat dunia sebagai bulatan… yah… kita juga sering kan… melalui kamera satelit… 😀 atau simulasi dalam film… nggak banyak bedanya kan?

    Suka

  19. sikabayan said

    euh… memang sih kang agor… dalam dunia 3D juga nempel gambar dibulatan teh namanyah maping… yah mungkin artinyah kurang lebih teh hampar juga yah?… di indonesiakan jadi menghampar gambar pad buletan… blug… 😀

    @
    ha…ha… ada pemetaan dalam ragam bentuk. Pada bidang datar (peta di atas kertas), pada bentuk bulatan (globe), dan tentu saja ada pada bentuk tiga dimensi. Masih ada lagi juga, pada bidang datar tapi menggambarkan 3 dimensi, ini tentu saja pakai kontur (garis-garis dengan ketinggian yang sama). Belum puas juga, divisualisasikan lagi dalam bentuk maket. 😀

    Suka

  20. sikabayan said

    euh… pas tah kang agor… setelah dalam bentuk maket teh… percis sama gambaran dari kamera satelit tea…

    @
    😀

    Suka

  21. Raja Ahmad Ismail said

    Assalamu’alaikum,
    Numpang nimbrung, bolehkan.
    Yang menjadi perdebatan adalah perkataan “Bumi dihamparkan” atau “Bumi sebagai hamparan”. Ini dalam bahasa Indonesia kan?.
    “Dihamparkan” tidak sama dengan “Didatarkan”. Tetapi yang “datar” bisa “dihamparkan” sementara “hamparan” juga bisa “didatarkan”.
    Contoh : mari kita “hamparkan” tikar. Bisa saja tikar ini terhampar datar, tetapi tak menutup kemungkinan terhampar bergelombang atau melengkung alias tidak datar/rata. Kedua-dua keadaan tikar tersebut masih bisa ditempati. Ini yang penting. “Masih bisa ditempati”. Jadi apakah bumi itu terhampar atau didatarkan, masih bisa kita tempati. Inilah kerahiman dan kerahmanan Allah.
    Datar atau terhampar, sebenarnya tidak lebih dari pada hasil pandang kita. Contohnya, kalau kita melihat kecakrawala (atau tepi langit, kata orang kampung saya), kita akan melihat sejauh mata kita memandang, seolah-olah permukaan laut datar dan terhampar. Apakah ini sungguh-sungguh datar?. Saya yakin tidak. Tetapi memang terhampar. Ini kenyataan yang bisa kita lihat sehari-hari. Bukan hanya lautan, bahkan padang pasir dan daratan juga demikian. Untuk membuktikan “kehamparan” dan “kedataran” permukaan bumi, tanpa belajar fisika dan ilmu alam juga bisa kita lakukan kok. Jadi, dimana salahnya ayat Alquran. Nggak ada toh?.

    Wassalam,

    @
    Wass.wr.wb.
    Dihamparkan agar kita bisa tinggali (ditinggali mahluk hidup) dan beranak pinak di dalamnya. Tidak ada yang aneh… (buat kita), namun mudah-mudahan menjawab ketidakpuasan dari “sebagian” lain yang melecehkan pengertian ini di site lainnya. Terimakasih untuk uraian tambahannya. Semoga ada manfaatnya. Wass, agor

    Suka

  22. aRh said

    bukti bukti bumi hamparan buat yang mau mikir pake akal jangan pake nafsu :

    http://www.sacred-texts.com/earth/za/index.htm

    @
    😀 terimakasih catatannya, saya memang menulis dengan akal dan juga nafsu kok.
    Saya sudah sedikit membaca, terutama karena gambar-gambarnya cukup jelas dari link tersebut.
    Tentu juga sebagai seorang yang belajar bertahun-tahun mengenai geoid dan segala tetek bengeknya, saya dapat memahami uraian tersebut.

    Suka

  23. Bashirah said

    Assalaamu’alaikum wrwb.:)
    kenapa takut mengatakan bahwa bumi itu hamparan,Allah yang Maha mengetahui apa yang di firmankannya itu,hanya saja manusia dituntut utk berfikir dan merenungkan firman-Nya,jika kita berdiri dimanapun kita berdiri akan berada pada hamparan bumi dan kemanapun kita berpindah tempat tetap saja kita berada dalam hamparan bumi dan Allah tdk pernah mengatakan bahwa “bumi itu bukan bundar/bulat”. Jangan takut oleh perkataan orang2 kafir… Yakinlah kepada Allah…
    Wallahu’alam bisshawab.

    Suka

    • bukan takut akan kebenaran ..tapi kalau itu kesalahan..gimana…/??

      Hamparan itu tetap tidak tepat untuk memaknai mahda..mihaada..firoosa…
      Bayangkan…dari berbagia kalimat …kosakata indonesia cuma satu yaitu..Hamparan…

      Firoosaa….bisa diartikan= layak huni…

      Suka

    • agorsiloku said

      Wass.ww. Mas Bashirah…
      Sepertinya telah dijelaskan di bagian depan, bagaimana tafsir dari Ibnu Katsir dan ditegasi lebih panjang lebar pada semua komentar rekan-rekan. Termasuk Mas Ayruel.

      Emang sih, hamparan tidak bisa disebut datar… kalau menghubungkan dengan keluasan langit (seperti pada link).. tidak ada yang datar. Datar itu satu batasan dalam lingkup yang lebih kecil (di permukaan bumi kurang lebih 50 km2 pada bidang ekuipotensial disebut datar). Bahkan alam semesta itu juga melengkung artinya tidak datar. Jadi hamparan, meskipun hanya satu kosa kata tidak berarti datar. Jadi datar hanyalah penyederhanaan….

      Kalau ada yang menyimpulkan hamparan = datar, tentulah termasuk yang tidak paham pengetahuan bidang ini.

      Suka

  24. konyol said

    @Ayruel Chana
    Top dach 😀

    Suka

  25. aburahat said

    @Agor
    Mas tolong baca yang tenang serta renungkan ayat tsb.
    Masalah hamparan tidak aneh kok. Ayat itu berbunyi UNTUKMU dan bukan untuk manusia, walaupun manusia dan makhluk lain menempatinya Apakah kalau tidak ada pengetahuan/ilmu yang memberitahukan kita bumi ini bulat kita akan mengatakan bulat? Saya rasa tidak. Saya akan mengatakan tempat saya bepijak dan sepanjang pemandangan saya hamparan yang datar. Wasalam

    Suka

  26. Aburahat said

    @Konyol
    Yang anda lihat bumi yang lengkung atau langit yang lengkung. Coba anda kepantai dan lihat lagi. Apalagi diseberang ada pulau. Dan saya tidak mengatakan bumi datar. Atau hamparan=datar. Wasalam

    Suka

    • haniifa said

      @Aburahat
      Waktu saya memancing ikan, ternyata kail saya yang lurus berubah menjadi lengkung dan saya tidak melihat ke atas tapi disudut mata saya jelasssss lengkun 😆

      Suka

  27. konyol said

    @Aburahat
    Lho saya juga cuma tanya:
    apakah tidak melihat garis lengkung ?!
    Mirip lengkung mata saya, saya hanya bisa melihat lengkungan mata sendiri dari “cermin” bukan, (indirection).
    Cermin untuk melihat garis lengkung bumi bisa diibaratkan “PELANGI”.

    Suka

  28. Irawan Danuningrat said

    @Kang Agor

    Menurut KBBI :

    1. “ham·par·an” [n] sesuatu yg dihamparkan (tikar, permadani, dsb);

    2. “meng·ham·par·kan” [v] :
    1 membentangkan merata; menggelar:
    2 ki menerangkan panjang lebar, memaparkan; membentangkan.

    “Hamparan” jelas beda dengan datar/rata.
    Menurut pemahaman saya, hamparan [n] adalah “sesuatu yang layak ditempati/didiami”. Contoh: sebidang tanah/lantai belum tentu bisa/layak diduduki/ditempati jika diatasnya tidak “dihamparkan” tikar atau permadani. Demikian pula sebidang lahan bebatuan yg gersang dan tandus tentu tak layak untuk dihuni jika diatasnya tidak dihamparkan tanah/tumbuhan/sarana pengairan yg sangat esensial untuk menunjang kehidupan.
    Permukaan sebuah “hamparan” bisa saja berupa permukaan yg rata/datar, atau hanya sekedar “tampak” datar/rata sebagaimana halnya hamparan lautan/sawah/bumi yg sesungguhnya bergelombang, bergunung-gunung, berlembah dsb.

    Dari contoh-contoh diatas, jelas bahwa “hamparan” adalah sebuah kata benda yg digunakan untuk merujuk pada ketersediaan fasilitas guna memberikan “kelayakan” dan “kenyamanan” untuk ditempati/diduduki/didiami/dihuni, (hamparan tikar – tempat yg layak utk diduduki; hamparan kasur – tempat yg nyaman untuk ditiduri; hamparan sawah-ladang – tempat yg tepat untuk ditanami dll); dan sama sekali bukan kata sifat [a] yg artinya datar/rata.

    “Hamparan” ([n]/kt benda) jelas tidak identik apalagi menjadi synonim dari kata “datar” ([a]/kt sifat).

    Kalau ada yg mengartikan hamparan = datar….. yaaah, mungkin tak ada salahnya jika kita tanya berapa nilai pelajaran bahasa Indonesianya dulu.. hehehe…

    salam

    Suka

  29. aburahat said

    @konyol
    Maaf mas pada waktu saya tidak melihat keatas yang saya lihat yang dihampar. Maka saya melihat datar.wasalam

    Suka

  30. aburahat said

    @konyol
    Maaf mas pada waktu itu, saya tidak melihat keatas yang saya lihat yang dihampar. Maka saya melihat datar.wasalam

    Suka

    • agorsiloku said

      @ all, saya tidak ikut berkomentar.. karena saya percaya, pada kelas Mas Abu dan Mas Konyol, sebenarnya ini bukan persoalan untuk didiskusikan. Nampak jelas kemudian, asumsi ini benar. Alhamdulillah…. 😀
      agor

      Suka

    • konyol said

      @aburahat
      Indirect melihat pulau sejauh mata memandang, kira-kira sama dengan saat mata kita melihat lurusnya kayu kail pancingan yang berubah lengkung saat umpan dimakan ikan, kecuali mata @aburahat tidak memperhatikan ujung kail (bukan mata kail)

      Suka

  31. Irawan Danuningrat said

    78. An Naba’ 6. Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan…..

    “bumi…. sebagai hamparan”……

    “hamparan”, selamanya ada di bawah…
    bisa diartikan sbg “bumi tunduk dibawah kendalimu. “hamparan” adalah lahan yg siap dieksplorasi, ditundukkan, ditempati, dinikmati dsb…

    Mahasuci Allah dgn segala firman-Nya, hanya manusia yg sering tak paham dan keliru memaknai firman-Nya…

    salam

    Suka

  32. sianteng said

    43.QS AZ ZUKHRUF (PERHIASAN) : 10.

    “Yang menjadikan bumi untuk kamu sebagai tempat menetap dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk kamu supaya kamu mendapat petunjuk”.

    cukup jelaslah bahwa makna hamparan di sini adalah tempat menetap.

    78. QS AN NABA (BERITA BESAR) : 6

    “Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?”

    Jawaban pastinya adalah ya
    coba pikirkan kenapa hanya bumi yang cocok untuk tempat menetap manusia ?
    adakah manusia pernah menjadikan matahari, bintang, bulan dan planet lain sebagai tempat menetap ?

    upaya orang kafir sudah sia-sia untuk memadamkan cahaya Islam.

    Suka

Tinggalkan komentar