Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Mengapa STPDN/IPDN Lebih Baik Dibubarkan ?

Posted by agorsiloku pada April 12, 2007

Tentu ada sejumlah alasan yang logis dan wajar harus dipertahankan. Bagaimana nasib mereka, baik mahasiswanya dan dosennya?. Ada ribuan yang terlibat, biaya, dan lain sebagainya. Hal ini dari berbagai sisi “kemanusiaan” akan tampak benar dan wajar. Semua harus dilihat ke depannya. Yah… ke depannya. Jangan karena oknum (seberapa banyakpun oknumnya, bahkan andaipun seluruh isi kampus), membubarkan adalah pilihan terburuk!. Dan lain sebagainya dan lain sebagainya. Kalau sistem dan metoda pengajarannya diperbaiki, ulama 1000 kali didatangkan untuk menyadarkan, tentu kerugian negara dan terlukanya hati masyarakat akan terobati. Kira-kira begitulah, kalau saya berada di sisi IPDN.

Sisi etika universalitas akan bertanya kerugian dan keuntungan terbesar yang dapat diraih. Dan ini sudah pasti debatabel. Bisa terus diperdebatkan tanpa henti. Kalau Pemerintah memutuskan untuk membangun bendungan untuk mengairi 100 ribu hektar sawah dan menenggelamkan 10 desa, maka mana lebih berharga 10 desa dengan 100 ribu hektar sawah yang mengairi dan menghidupi 10 ribu desa. Kira-kira begitulah sebuah keputusan akan diambil. Apalagi ini menyangkut sejumlah manusia yang diharapkan menjadi salah satu pilar pembangunan negeri ini. Dan seterusnya dan seterusnya.

Saya sendiri dalam ketakberdayaan dan ketidakpuasan serta “kemarahan” atas berulang-ulangnya fakta kejahatan sistemik yang terjadi di STPDN/IPDN menilai bahwa kerugian yang lebih besar menganga untuk bangsa ini jika meluluskan yang sekarang jadi mahasiswanya dan mempertahankan STPDN/IPDN. Alasan klasik yang menurut saya “benar” adalah :

    • Usaha perbaikan yang tidak serius telah dilakukan beberapa tahun terakhir dan tidak menghasilkan apa-apa?. Kejahatan terus berulang dan dipertahankan. Praja senior menjadi binatang yang mendidik yuniornya sangat jauh dari falsafahnya berada pada posisi pengurus wilayah dan masyarakat. Namun, polanya luar biasa absur, mereka bukan lagi dididik menjadi pelayan masyarakat, tapi jadi monster-monster yang menghilangkan unsur humaniora dalam menjalani pendidikannya. Mulai dari cara berjalan, sopan santun yang adigung adiguna, cara makan, cara berpakaian dan segala atributnya, dan gaya hidup. Nah jika para frankeinstein ini kemudian menjadi pejabat negara, maka bisa diperkirakan bahwa kebobrokan pengurus negara ini akan semakin parah. Kerugian yang akan terjadi secara moral dan materil akan terjadi berkesinambungan yang biayanya akan terus ditanggung oleh rakyat yang jumlah orang miskinnya dari tahun ke tahun kian meningkat. Kerugian ini jauh lebih besar dari pada mempertahankannya.
  • Kalau saya memperhatikan para pejabat depdagri, rektor yang dipecat karena “kebebalannya” dan kebetulan juga seorang guru besar, para praja yang melakukan press conference, begitu tampak kuat keinginan membela diri dengan rasa kemanusiaan yang saya nilai sudah berada pada titik kulminasi bawah. Ini wajar saja, melihat pemukulan, ikut memukuli, pagi siang sore dihormati, telah membentuk mereka menjadi pribadi-pribadi adigung yang kebal terhadap segala bentuk kekerasan.
    • Mentalitasnya juga begitu buruk, berusaha menutupi kebobrokan, bahkan sama wapres saja berbohong. Inu Kencana Syafe’i yang menjadi saksi hidup kebobrokan mental ini malah diasingkan. Mahasiswa senior dan yunior sama sudah terkooptasi kelemahan mental dan tidak punya keberanian moral untuk menegakkan keadilan di masyarakat bahkan terhadap diri mereka sendiri. Begitu juga Rektor dan sejumlah tenaga pengajarnya. Inikah calon pemimpin bangsa ini? Karena itu, saya lebih melihat mereka akan menjadi hantu-hantu tanpa nurani. Pemerintah telah menyediakan kader-kader tanpa hati untuk mengurus masyarakatnya. Inilah kerugian terbesar yang akan diderita bangsa ini. Dan telah ribuan lulusan yang berjaya dan berkontribusi selama bertahun-tahun membrengsekkan negara ini.
  • Para lulusannya atau alumninya (yang tentu sudah jadi pejabat), tentu saja akan membela mati-matian, karena mereka sudah menikmati hasil jerih payah mereka sebagai yang dididik dengan menghilangkan unsur-unsur humanisme dalam kehidupan. Tidak ada artinya ruang kelas dan guru mengajar etika dan budi pekerti. Etika bukan pengajaran, tapi pelaksanaan dan kearifan bermasyarakat.
    • Nama yang sudah begitu tercoreng dipertahankan menurunkan kredibilitas pemerintah (kalau memang masih ada). Disertasi Inu adalah bukti ilmiah yang tidak mungkin hadir sembarangan dan tanpa pengamatan mendalam terhadap objek penelitiannya. Ini diperkuat lagi oleh Pemerintah yang memberikan dukungan moral dan materil untuk kejahatan yang terjadi. Bahkan sebelum Cliff pun, Wahyu Hidayat tidak ada hukuman nyata yang menenangkan masyarakat. Terbukti pula, puluhan praja yang dipecat atau diperingati, tidak mampu mengubah perilaku. Karena memang motif “tersembunyi” yang tertangkap adalah pengkaderan sistemik manusia tanpa hati nurani. Kejadian 2003 yang fatal, tidak ada tindak lanjutnya. Sangat jelas bahwa pemerintah berjuang keras untuk membela dan mempertahankan kaderisasi ini. Hukum tidak dianaktirikan, tapi dikubur hidup-hidup.

Dipahami pula, untuk membentuk praja baru yang humanis jelas biayanya akan lebih besar. Ini masih tanggung jawab Pemerintah juga, tapi ini bisa diserahkan kembali ke daerah masing-masing. Menyembuhkan akibat psikotropika lebih mahal dari pada ketika korban membeli di pasar gelap. Kita sekarang berhadapan dengan sejumlah manusia yang sudah dididik menjadi sakit. Perlu pengobatan dan biaya tinggi untuk menjadi pemimpin yang tidak jahat. Berkesinambungan.

Saat ini mereka pasti sedang GTM. Tutup Mulut, hati mereka pasti panas. Untuk masyarakat, mereka pura-pura sedih, pura-pura ikut berduka. Tapi benarkah mereka masih mengerti artinya penderitaan. Mereka telah terlatih memukuli, bahkan yang sekarat saja tidak dipahami?.

Apa yang terjadi kalau IPDN ditutup?

Presiden SBY dan Mendagri Ad Interim tentunya telah membantu masyarakat untuk tidak ditindas oleh calon lulusan IPDN yang sudah sakit mentalnya. Tidak semua?. Tidak tahu. Jelas harus ada uji psikologi dan pengamatan panjang bahwa mereka layak mengikuti pendidikan yang baru. Lebih baik, dipulangkan sekarang juga, dan diuji kembali, dari pada membiarkan mereka menjadi penjagal masyarakat seperti yang sudah-sudah (beratnya, lulusan jenis ini sudah terlampau banyak di negeri ini).

Kebutuhan tenaga tentu ada. Hitung-hitung saja, universitas lain kan banyak. Alihkan dana rakyat yang membayar pajak untuk universitas yang kredibilitasnya sudah teruji. Wah banyak cara untuk itu.

Terapi bagi sistem pendidikan di Indonesia juga akan lebih nyata. Ini memberikan efek simultan ketimbang mempertahankan sekolah yang megah bangunannya, tapi hancur isinya. Home lebih penting dari house.

Tapi, percayalah. Pemerintah tidak akan mau membubarkan IPDN. Ada kepentingan yang tak bisa ditinggalkan. Semangat birokrasi dengan kader-kader seperti inilah yang perlu dipertahankan. Sistem apapun ditangani oleh manusia-manusia yang tidak punya cukup hati nurani dan banyak kepentingannya akan tetap menghasilkan manusia dengan moral yang sama. Bahkan mungkin ke depan bisa lebih canggih lagi. Tidak sampai terbunuh, tapi secara mental, sudah tercuci seperti inikah hidden mission Pemerintah?.

Wah berprasangka?. Tidakkah cukup 35 kematian yang terjadi, entah berapa korban yang tidak mati dan lolos? Apakah satu harga nyawa Cliff tidak cukup berharga dibanding dengan penutupan IPDN dan masa depan kebobrokan birokrasi yang akan dipertaruhkan?.

Harapan dasarnya hanya satu : Lakukanlah yang terbaik, perbaikilah mental frankeinstein yang sudah terjadi, jangan tanggung-tanggung. Setiap langkah peragu dan setengah hati, hanya makin menjerumuskan dunia pendidikan yang sudah coreng moreng (tapi penuh dengan kata idealisme) ini dari kemunafikan pendidikan dan alasan-alasan yang “nyaris” bebal. Tapi, … mereka tidak akan lagi mengerti bahasa hati, itulah masalah terbesar di IPDN. Jadi bukan sistemnya saja, juga manusianya.

Mudah-mudahan tidak semua, masih ada yang setelah lulus, bisa kembali punya hati nurani lagi. Bisa kembali ke masyarakatnya. Yah seperti napilah, perlu diajari lagi sosialisasi dan hidup dalam komunitas yang berbudaya. Mungkin setelah mereka bertemu teman hidupnya, keluarganya. Kenapa menggunakan kata mungkin. Karena nafsu angkaa murka, baik pada keluarga, jahat pada tentangga dan lingkungan. Kalau anak kecil dididik dengan kekerasan, maka setelah dewasa, tanya Elizabeth Hurlock. Tahu sendirilah jawabannya. Kalau maling masuk penjara, pulangnya makin ahli.

Semoga Allah memberikan jalan terbaik untuk bangsa ini.

Referensi :

SATU, DUA, TIGA.

39 Tanggapan to “Mengapa STPDN/IPDN Lebih Baik Dibubarkan ?”

  1. grandiosa12 (males login) said

    analogi sawah dan desa sangat bagus tuh! kena banget.. bubarkan IPDN.. mudah2an itu keputusan terbaik.

    @
    Satu nyawa dan sikap kekerasan tanpa hati nurani dan akal sehat jauh lebih berharga dari IPDN, IPB, ITB dan semua yang awalan I digabung dengan menjadi satu. Apalagi kejahatan sudah sistemik. Tercermin dari Rektornya yang luar biasa bebal dan nothing to lose. Gelar berendeng, guru besar bukan menjadi keniscayaan, tapi kenistaan.

    aduh gimana sih… sudah nulis 3 artikel belum juga reda marah ini. Ya… karena IPDN pasti tidak akan dibubarkan, karena jawaban pertanyaan wartawan sama pengurus ipdn, jawaban dari depdagri, komentar dan jawaban praja yang didengar di teve, keputusan presiden tidak sesuai benar-benar lip serpis.

    Suka

  2. Siapa sih yang berkepentingan didirkannya IPDN atau apapun namanya… Siapa sih orang tua atau orang yang mau masuk di IPDN, apa motivasinya… Kalau agar terhormat dan bisa kaya, salah tempat sekolah khan?! Yah sudah setuju dibubarkan saja. Mosok sekolah kok dijadikan latihan jotosan dengan alasan melatih fisik atau mental… geblek itu. BTW pernah gak ada kasus pendidikan akademi militer sampai ada yg mati taruna-nya… itu khan tentara kok sepertinya belum pernah denger yah?
    IPDN itu bukan semi militer tapi pendidikan semi a-manusia
    @
    IPDN adalah tempat yang direstui manusia yang hanya taat pada majikan (atasan), semi a-manusia. Jelas ini perlu untuk hegemoni kekuasaan. Jadi pastilah Pemerintah mempertahankan sekolah busuk ini demi kelanggengan kekuasaan.

    Suka

  3. […] IPDN : mengapa dibubarkan lebih baik, oleh Agorsiloku […]

    Suka

  4. moga moga aja ga ada IPDN IPDN yang laen deh,, susah kalo mau dibubarin satu satu,, satu aja udah susah,,

    @
    Susah dibubarkan karena alumninya yang sudah jadi pejabat, entah lurah entah bupati, butuh budak-budak piaraan yang nurut. Dan IPDNlah tempatnya. Lulusannya sudah terlanjur banyak. Jadi, memang sulit, kecuali kalau pemimpin negeri ini punya niat baik. Tapi, jangalah terlalu berharap. Kematian 35 orang, masih terlalu sedikit untuk sebuah kekuasaan.

    Suka

  5. kangguru said

    Lebih baik lagi jika membubarkan diri

    @
    Tak mungkin akan muncul pikiran yang gentlemen seperti ini. Mas ini ada-ada saja. Tapi ide ini lucu. Mas ini rupanya orang Australia ya?, soalnya pernyataan ini hanya mungkin disampaikan oleh orang yang punya harga diri dan etika yang tinggi. Mas pasti bukan orang Pemerintahan ya. Mas pastilah tidak pernah tinggal lama di Indonesia?.

    Suka

  6. antobilang said

    pak agor, ga boleh reda kemarahan ini sebelum institut pembunuh itu bubar!
    bubar dalam artian fisik mamupun mental2 pengecutnya itu!

    ayo dong pak agor, bahas mereka itu dari sisi agama…
    kan ini yang paling sensitif…

    @
    Saya memang “marah” Pak Anto, tapi saya tidak berdaya. Saya simpan di tag depan, agar masyarakat ingat bahwa kejadian sistemik yang didisain oleh Pemerintah ini dalam mendidik kadernya adalah satu usaha pelanggenggan kekuasaan, yang menghasilkan “boleh jadi manusia cerdas” namun mental hancur dari sudut norma masyarakat. Mereka tidak bisa lagi protes ke atasan, terlatih menganiaya. Awalnya mereka siswa yang baik, namun dididik dengan penuh kekerasan sehingga hatinya membatu. Sikap itu sangat kentara dari mulai Depdagri, Rektor, sampai semua pengurus dan mahasiswanya. Tapi mereka tidak mengerti itu. Mereka sudah tercuci otaknya.
    Agama Islam adalah petunjuk agung dari Yang Mahaesa, Rasulullah adalah Al Qur’an berjalan. Membahas mereka dari sudut agama akan merendahkan agama Islam, karena kita sudah tahu Islam tidak mendidik hambaNya dengan cara-cara membunuh karakter calon pemimpin dengan cara itu. Terlalu jauh.

    Suka

  7. Fourtynine said

    Pokoknya™!!!!! Bubarken STPDN!!!!!!!!!
    @
    STPDN, IPDN, katanya mo ganti jadi IPDN kurikulum mau diperbaiki dsb-dsb, tapi hidden mission ?, ini perlu dikorek kembali. Saya tidak percaya bahwa ini tindakan illegal dari sejumlah oknum. Shoot video di TV, pembunuhan karakter di lapangan, rektor yang bebal, alasan dibuat-buat, menjelaskan ada sesuatu yang disengaja.

    Suka

  8. madsyair said

    kalau menurut saya, yang perlu dibubarkan adalah system,manajemen,pengajar. seandainya para praja dimasukkan pesantren (bagi yg muslim) mungkin bisa lebih baik.
    maaf, ndak apa2 kan beda pendapat.

    @
    itu kan salah satu alternatif solusi. Persoalannya, Pemerintah butuh kader seperti itu (semoga tidak demikian ya), masyarakat butuh kader yang santun dan mengayomi.

    Suka

  9. Anang said

    Bubarkan IPDN

    http://anangku.blogspot.com/2007/04/bubarkan-ipdn.html

    @
    Pertahankan IPDN = Mempertahankan kader tanpa hati nurani untuk menjadi pejabat di negeri ini. Zalim.

    Suka

  10. antobilang said

    maksudnya saya pak agor, di bahas dong, kalau menurut agama tuh gimana sebaiknya sikap kita melihat penganiayaan terbuka seperti ini?
    secara hati nurani jelas saya berontak, tapi mungkin kemarahan saya ini berlebihan atau hanya hawa nafsu saya..

    @
    Oh iya, betul juga tuh. Saya juga merasa hawa marah dalam dada. Saya coba niati bahwa IPDN harus bubar dan karena itu saya ikut berkontribusi untuk “membunuh” IPDN. Saya punya alasan rasional (Mengapa STPDN/IPDN dibubarkan lebih baik) karena dalam ilmu komunikasi pemasaran, produk yang dipertahankan sedangkan citranya selama bertahun-tahun buruk, sama saja dengan mempertahankan keburukan itu. Kurikulum, sistem manajemen, dan lain-lain tidak mengubah citra dalam waktu singkat. Pemerintah juga mempertahankan kredibilitas kebusukan itu dengan argumen, jelas dari sudut komunikasi ini bodoh. Dari sudut manusia beragama, kita hanya bisa menyatakan “menolak pelatihan pendidikan dengan cara penganiayaan yang akan menghasilkan kader batu”. Ini juga tergolong usaha untuk menegakkan kebenaran. Dalam arti kita menuntut Pemerintah berlaku transparan, cepat, dan tidak zalim. Kalau kita berhenti, sebelum perbaikan nyata dilakukan Pemerintah (sudah berkali-kali dilakukan dan tidak ada hasil), maka memang kita harus terus bersuara dengan apa yang kita bisa. Membiarkan kezaliman adalah juga zalim. Ini kan kemarahan blogger untuk tidak terjadinya pengkaderan sesat.

    Usul Mas Anto boleh juga, menarik untuk disimak, seberapa jauh sih “kita” dan tentu para ulama yang duduk manis itu melihat proses pendidikan dan penganiayaan dalam menyikapi masalah ummat untuk hidup lebih beradab. Trims ya.

    Suka

  11. Evy said

    Pak Agor udah baca ini : http://www.friendster.com/12612764
    praja2 itu sama sekali ga merasa ada yang salah di sekolahnya…
    ksihan mereka perlu di rehabilitasi sptnya 😦

    @
    Ya, Bu Dokter, saya sudah melihat. Ini salah satu info yang membuat saya menarik kesimpulan bahwa : “Sistem Pendidikan IPDN” telah berhasil mencuci otak mereka (brainwash). Kasihan praja itu, benar-benar jadi munafik, cerdas, dan tidak berperasaan lagi. Dia hanya bisa sayang pada keluarga dan kelompoknya (korps), tapi tidak kepada orang lain. Jadi, dengan dasar itu saya berkeyakinan bahwa Pemerintah tidak akan membubarkan IPDN. Karena ada hidden mission. Karena itu saya mendukung pembubaran. Kalau ganti apapun metoda, hidden missionnya tetap ada. Tidak mungkin juga mengganti semua pembina dosen di sana, padahal itu kunci terjadinya semua kebrobrokan yang akan ditimpakan kepada masyarakat setelah mereka lulus. Ini adalah “economic hitman” produk dalam negeri.

    Suka

  12. bener bu,,masukin rehab semua,, Ma jadi bingung kok mereka bilangin orang orang buta,, yang buta bagian mananya?? *aneehh!!*

    @
    Yah… kita harus berlapang dada, mereka ganteng, mungkin cerdas, tapi “secara mental” mereka sedang sakit …. Inilah penyakit yang pasiennya tidak tahu bahwa dirinya sakit.

    Suka

  13. […] Cliff, engkau telah damai disana bersama Eri dan Wahyu, tak ada lagi malam2 jahanam menghampirimu. Entah selanjutnya bagaimana nasib kami? Siapakah dari kami yang akan menyusulmu? Arrggh…aku tak […]

    Suka

  14. syahrul said

    assalamualaikum
    SENIORITAS, merupakan salah satu dari sekian banyak pemicu timbulnya tindak kekerasan di kampus IPDN. tidak hanya di IPDN, saya yakin sikap senioritas ini terjadi juga di sekolah-sekolah yang lain, walaupun tak seekstrim di IPDN. tidak hanya di tingkat perguruan tinggi, sikap senioritas juga terjadi di SMU, SMP, atau bahkan SD. sebut saja kegiatan perpeloncoan untuk siswa atau mahasiswa baru dimana istilah ini sering disamarkan dengan istilah orientasi. walaupun tak sampai main pukul, terkadang masa orientasi siswa/mhs baru diwarnai dengan sesuatu yang efeknya saya rasa tak jauh beda dengan kehawatiran masyarakat saat ini, yakni calon pemimpin yang berjiwa lemah. sesuatu itu misalnya bentakan, perkataan kasar, pelecehan, pembodohan, peludahan, atau apalah yang dilakukan senior terhadap junior yang kiranya dapat menciutkan jiwa atau nyali seorang mahasiswa baru kepada kakak seniornya. kalau tak salah hal ini disebut dengan bullying. bentakan2 dan perkataan kasar juga akan memberikan efek negatif bagi sang mhs baru. seperti tumbuhnya rasa dendam yang tentunya akan dilampiaskan ke adik2nya kelak ketika dia sudah menjadi mahasiswa senior. dan pernah juga ada penelitian (dimana saya lupa) bentakan2 dan perlakuan yang menciutkan jiwa dapat menurunkan kecerdasan. tentunya masih banyak hal2 negatif lain yang akan muncul akibat sebuah perlakuan negatif. islam telah mengajarkan untuk terus belajar dari buaian hingga ajal menjemput, tak peduli dengan siapa belajarnya, apakah itu kepada alim ulama atau kepada anak kecil sekalipun. seorang senior terkadang tak mau belajar dari sang adik, mungkin sang senior menganggap sang adik tak tau apa2. tapi saya yakin ada sesuatu yang diketahui si adik namun tak diketahui si kakak. intinya adalah mulailah kita (saya sendiri juga sedang berusaha mencoba) untuk berlapang dada menganggap sang adik maupun sang senior sebagai partner, kedudukan kita sama, sama2 masih belajar. tidak ada rasa lebih hebat dari adik tingkat dan tidak ada rasa malu, ciut, nggak PD, takut, segan dan lain sebagainya kepada kakak2 senior. karena kita punya sesuatu yang tak mereka punya, begitu juga mereka punya apa yang kita tak punya. kedudukan kita sama, bukankah lebih baik bagi kita untuk saling meutupi kelemahan, daripada memanfaatkan kelemahan saudara kita yang tentunya akan mengancurkan diri kita sendiri dari dalam. sifat2 seperti ini telah ada sejak dulu, tidak hanya di IPDN tapi juga di lembaga2 pendidikan lain. pas kebetulan aja IPDN yang ketauan belangnya, tapi apakah kita sadar kalau di sekolah/universitas tempat kita berdiri saat ini juga mengalami dampak serupa, dan genersai yang dihasilkan kira2 bermental agak2 miriplah? kalau memang begitu, tak hanya IPDN yang perlu dibenahi atau diBUBARkan.
    maaf jika saya ada salah kata.
    wassalam

    @
    Betul Mas, perpeloncoan dan keangkuhan senioritas adalah juga kezaliman. Bedanya, perpeloncoan waktunya pendek, sedang di IPDN berlangsung sepanjang waktu. Waktu makan juga diperlakukan yang menyebabkan keluarnya sifat-sifat buruk, bahkan menyeruput ludah senior (saya baca di Pos Kota). Dan mereka punya sistem sendiri, ada gubernur, wagub, dlsb. Ini yang saya lebih cenderung sistemik, cuci otak. Menjadikan – seperti kata penyair : Mahasiswa – Takut dosen, Dosen takut dekan, Dekan takut Rektor, Rektor takut menteri, Menteri takut Presiden. IPDN menjadi pendidikan untuk kekuasaan (coba cek hasil survey, cita-cita mhs IPDN). Di luar IPDN, universitas biasa, kesewenang-wenangan akan mendapatkan perlawanan luar biasa dari mahasiswa (sampai ke tingkat anarkhis), tapi di IPDN, rekan yang sudah terbunuh pun masih bisa dilindungi (demi korps), GTM, 37 mati? – so what gitu. Tidak ada “keberanian” membuka aib. Bahkan frienster mereka (nanti akan ditutup saya kira), sangat terasa titik-titik etika masyarakatnya tipis. Saya jadi “curiga” inikah yang diniati oleh penguasa sebelumnya, memperoleh herder yang hanya mengikuti apa kata majikan. Universitas tidak demikian. Pelatihan beladiri, malah menghasilkan jago silat/karate yang malah sangat santun. Jadi terdapat perbedaan. Kalau kampus, almamater saya juga melahirkan kebejatan yang sama, maka saya akan Alhamdulillah jika dibubarkan. Ketika jaman Dewan Mahasiswa, NKK diterapkan oleh Orba, apa motifnya?. Memberangus kebebasan berpikir dan hanya berpijak pada ilmu belaka. Unsur humaniora dikikis. Para ilmuwan sosial sangat menolak pendekatan itu (biar tidak berdaya). Mas juga tentu ingat, Julen Benda – Penghianatan Kaum Intelektual di Masa Revolusi Perancis. Suatu pendekatan ketika intelektual membela habis-habisan demi roti kekuasaan.
    Terbayang kan, apa jadinya jika anak Mas tiap hari dipukuli, apa yang terjadi setelah besarnya. Seminggu saja dendam di plonco akan melahirkan dendam turunan, apalagi bertahun-tahun.
    Keras dan disiplin, berbeda dengan usaha memperturutkan hawa nafsu.
    Jika IPDN dibubarkan, maka persaingan birokrasi terhadap posisi malah bisa lebih sehat, lulusan universitas pada kompetensi sejenis menjadi lebih demokratis. IPDN satukan saja dengan UNPAD atau Universitas Daerah yang sejenis, atau beasiswakan di Universitas kredibel lainnya. Banyak cara.
    Sekali lagi, ini wacana. Lembaga pendidikan tidak ada gunanya jika bisa membunuh manusia dan dibela habis-habisan. Tidak masuk akal.

    Suka

  15. Biho said

    Bubarkan!

    @
    Kalau saya Presidennya, maksimum 1 hari (karena analisis dan evaluasi sudah dilakukan bertahun-tahun dan usaha memutus rantai ini sudah dilakukan), jadi tinggal action saja. Tapi saya tak bisa apa-apa, jadi mohon maaf, saya tidak bisa melaksanakan perintah Mas Biho….
    Tapi janganlah karenanya Mas mau memukuli saya ya, atau mencaci saya idiot (biarpun memang begitu). Mas bubarkan saja sendiri.!

    Suka

  16. telmark said

    blogger kok ada jg yg belom ngarti sih ? yg setuju pasang bannernya dong, biar ketauan. (gua 1000 % setuju. ga usah nungguin sampe habis 4 taun lg, ngorbanin dikit buat nyelametin yg bnyk. lulusannya dikirim kemana2 tuh. (seluruh Indonesia). salam.

    @
    Salam kembali.
    Kita sama punya wujud kepedulian, betapapun tipisnya. Salam

    Suka

  17. […] : KITA) dalam mengelola pendidikan di negeri ini. Pak Agor sudah memberikan argumennya tentang Mengapa STPDN/IPDN Harus Dibubarkan ?, dan saya cenderung menerima pendapat beliau. Walaupun dengan beberapa […]

    Suka

  18. […] pasti bertanya-tanya, kenapa banyak pihak ingin membubarkan IPDN. Tapi banyak juga yang berusaha menolak ide itu. Bahkan termasuk SBY (saat ini ditulis masih […]

    Suka

  19. Dee said

    Membiarkan satu nyawa melayang, berarti sama saja dengan membunuh dunia…

    @
    Subhanallah. Itu etka yang diajarkan Islam kepada kita, membunuh tanpa hak.

    Suka

  20. […] I am back: Ternyata Iblis pun Masuk Surga ! 18 04 2007 well … setelah beberapa hari “berlibur” … ternyata cukup banyak perkembangan kejadian yg ada di dunia blogsphere … ipdn menjadi  salah satu pokok bahasan yg kerap dibicarakan. yg menjadi permasalahan inti adalah apakah disiplin itu selalu identik dengan militer. wadehel mengulas ipdn dari sudut pandang penyakit. dan … mungkin karena ada hubungannya dengan penyakit -meski tak ada hubungannya dengan kebersihan gigi- drg evy pun turut “berduka”.  beliau mengajak sesiapa saja untuk selalu tersenyum, termasuk praja ipdn. kanq kombor merilis para korban yg bergelimpangan. kanq roffi “menyiarkan” video seru soal ipdn. yg prihatinpun juga ada. namun, ada juga yg memberi masukan untuk perbaikan. […]

    Suka

  21. […] mendukung pembubaran IPDN sebut saja wadehel, anto, Roffi, ck, cakmoki, deking (hehehe), bu evy, Agorsiloku, 49 (yang mengungkap keburukan IPDN dengan gaya satire-nya), Bang Fertob , AMD dll (maaf untuk […]

    Suka

  22. A.Rohiim said

    Dah capek aku ngasih tahunya…
    udahlah gak usah lagi pake pukul2an ya…
    kan kasihan juga para juniornya ok?
    kudoakan aja bagi mereka yg mnggl dtrma amal ibadahnya oleh yg maha kuasa amin ya robbal alamiiin.

    @
    Amin. Kita menuliskan, betapapun pahitnya adalah pernyataan moral agar tak terulang-ulang lagi alasan yang sama dan akibat yang sama. Agar Pemerintah juga tidak bermain-main dalam menanganinya.

    Suka

  23. […] pasti bertanya-tanya, kenapa banyak pihak ingin membubarkan IPDN. Tapi banyak juga yang berusaha menolak ide itu. Bahkan termasuk SBY (saat ini ditulis masih […]

    Suka

  24. raja jaya said

    apakah anda mempunyai masalah… gangguan mental misalnya? atau stress menghadapi hidup…saya tunjukkan tempatnya yang tepat..IPDN yah itulah tempat yang tepat untuk anda yang mempunyai masalah ini…

    @
    Tapi, kalau tidak mempunyai masalah : Jangan ke sana ya?. Sayangi nyawa Anda…..

    Suka

  25. jatinagorians said

    numpang promosi yah sodara-sodara..
    saya teh punya bisnisan yeuh..
    sok atuh dibaca, siapa tau butuh…

    terima cuci (otak) kiloan
    buka (beroperasi) 24-7-365
    ditangani oleh pembantu (pejabat) berpengalaman

    menggunakan mesin cuci (penggilas) terbaik & terbesar (se-endonesya)
    detergen dengan bahan aktif (formalin) membantu menjaga (fisik) pakaian tetap utuh & cepat menghilangkan (bukti) kotoran
    noda-noda (darah) hilang tanpa bekas, karena diproses (disikat) dengan teliti (‘cermat’) setiap saat
    bolong/sobek akan kembali utuh (dengan ‘sedikit’ bekas jahitan)
    masih tetap bisa digunakan (dinas) walaupun terkena noda setelah dicuci
    proses cepat (menuju liang lahat)
    bisa ditunggu (di ruang tunggu rumah sakit)
    bisa dijemput (ambulan, keranda, panser??) selama masih di wilayah indonesia
    bisa diantar ke berbagai kota (surat dokter, surat kematian)
    cucian dijamin lembut, bersih (sudah dimandikan), wangi bermacam2 (karangan) bunga maupun aroma (pandan, kamper) pilihan lainnya

    harga cuci per kilo dijamin murah (subsidi rakyat)

    anda tidak puas, beritahu kami (nanti ‘harus’ puas)
    anda puas beritahu teman anda (se-alam jagat)

    berminat? hubungi 022-799IPDN
    cobalah! cobalah!!

    Suka

  26. deedhoet said

    Btw pak, menutup sarang tikus gak akan ada gunanya selama tikusnya masih berkeliaran. Si tikus akan berusaha menggali lagi sarang yang sudah ditutup batu, kalau lubangnya sudah disemen si tikus akan menggali lubang baru lagi untuk beranak pinak. Tikus dan rekannya harus diamankan, sarangnya pun harus ditutup. Eksekusi si tikus dan konco-konconya! Siapa berani jadi algojo?

    Halah, opo to iki…

    @
    alumnus tikus itu dan kebutuhan pemerintah sudah terlalu besar…. 😦

    Suka

  27. hardy said

    waduh…waduh…buat kami apalah daya kalau sudah media yang bicara!!!!kalau boleh diprediksikan para wartawanlah yang bakal duluan masuk neraka…fitnah lebih kejam dari pembunuhan men…kok cuma yang jelek2 nya aja yang disiarkan.giliran ada acara yang menonjolkan kelebihan ipdn, lo..lo.. semua(wartawan) malah minta komisi supaya bisa disiarkan(lihat aja lomba LKTIP). katanya kalo ada yang meliput ga ada bayaran…buat rekan mahasiswa2 kalo memang anda mo nguji intelek praja , sok atuh…bisanya cuma cengar-cengir aja buat demo….
    mengapa ipdn harus dipertahankan?
    karena ipdn adalah indonesia mini
    pembubaran ipdn = pembubaran NKRI
    bravo ipdn!!!!!!!

    @
    Waduh… saya memang tidak punya saudara seperti Cliff atau Wahyu Hidayat atau puluhan kematian lain di institusi ini. Tapi, saya merasa menjadi bagian dari kepedihan itu. Saya merasa adik saya dibunuh untuk sebuah cita-cita jadi priyayi di negeri yang penuh korupsi dan menjadi bangga karenanya. Astagfirullah…

    Suka

  28. dewasa aja. g perlu sikapi dgn sinis bgitu. mending urus pekerjaan kalian masing masing.

    @
    Kami hanya prihatin, bagaimana mungkin kematian begitu banyak dari sebuah lembaga pendidikan bisa terjadi di negeri ini. Mungkin Anda atau salah satu dari Anda menjadi calon berikutnya. Kalau Anda selamat, tentu itu bisa dikatakan :”Dalam homo homoni lupus”, sayalah pemenangnya….

    Suka

  29. hidup ipdn jayalah ipdn walau bnyk cbaan n deraan.mereka hanya seonggokan insan yang sirik dg keberadaan kita. mg mereka mendapat hidayah dari tuhan.

    Suka

  30. deedhoet said

    @hardy, pria gentle & ???????????
    pembubaran IPDN = pembubaran NKRI?
    Nggak salah tuh? Saya malah berpikir, “Tanpa IPDN, NKRI akan menjadi lebih baik”
    Pria gentle sejati sejati tidak akan menyembunyikan & mengubah-ubah identitasnya…
    Warga IPDN adalah calon pelayan masyarakat & pemimpin negeri ini.
    Pemimpin yang baik tidak akan melupakan masalah pengangguran..
    Pemimpin yang baik bukan orang egois yang hanya memikirkan bagaimana cara mendapatkan pekerjaan untuk dirinya sendiri..
    Pemimpin yang baik adalah mereka yang jika dikritik akan melakukan introspeksi diri, melihat & berusaha memperbaiki apa yang salah dalam dirinya. Bukan malah ganti menghujat pengkritiknya.
    Apakah pemimpin sejati adalah orang yang jika dikritk justru mengatakan pengritiknya adalah orang-orang yang sirik?
    Akankah kami rela dipimpin oleh orang-orang seperti itu?
    SAYA TIDAK RELA!!!
    Sebelumnya saya cuma asal saja berkomentar ttg IPDN & sebenarnya gak begitu peduli dengan IPDN karena saya memang tidak begitu mengikuti perkembangan IPDN & nggak tau kejadian sebenarnya. Komentar saya di sini hanyalah karena saya memposting ttg tikus di blog saya tetapi komentar anda di sini benar-benar membuka mata saya, bagaimana mental & kualitas IPDN-ers. Sekarang saya menjadi yakin bahwa IPDN memang harus dibubarkan!
    Semoga saya & anda mendapatkan hidayah dari Tuhan. Amin.
    @pak agor
    Kasus IPDN sudah dingin lagi kan? Apakah akan terlupakan & terulang lagi?

    @
    Komentar dari orang dalam itu “kalau benar” hanya menunjukkan kualitas mereka saja. Kalau tidak dibubarkan, juga menunjukkan kualitas birokrasi kita.

    Bangsa kita memang bangsa yang mudah melupakan kejadian jahat pada diri mereka sendiri. Sangat pemaaf. Dan karenanya banyak dimanfaatkan. Kita benci korupsi, tapi ketemu orang kaya… kita selalu anggap mereka adalah manusia yang sukses, berhasil, ….. Kita “cium” tangan sama pejabat… , meski kita tahu mereka produk korupsi. Kita mengaku tidak korupsi, tapi terima komisi dari pekerjaan….

    Wah… kok kita…. ya kita… Kasus IPDN akan terjadi lagi… karena memang Pemerintah (baca birokrasi) membutuhkan manusia dgn kualitas hati nurani seperti yang saat ini terjadi.

    Suka

  31. […] meskipun komentar yang satu ini cukup menarik dari salah satu postingan yang menunjukkan sedikit mengevaluasi mengapa lebih layak IPDN dibubarkan. Namun komentar ini cukup menggelitik.  Saya sendiri tidak bisa menyebutkan atau berpraduga bahwa […]

    Suka

  32. mr.brownies said

    apapun yang terjadi sy tetap cinta ipdn,almamaterku yang tercinta,SIRIK = SETAN.. akan kami buktikan pada anda semua bahwa kami aakan dan telah berubah menjadi mr.brownies. hahahahahahahaha

    @
    Kalau penulis komentar ini berharap memberikan kebaikan pada dunia, menyadari bahwa uang saku yang dimakannya adalah uang pajak dari rakyat… menyadari begitu… dan tidak korup, mengerti artinya korupsi, mengerti artinya penyiksaan dan kematian…
    semoga saja begitu… semoga saja keinginan untuk membuktikan adalah niat yang ikhlas karena Allah. Semoga.

    Suka

  33. aricloud said

    Assalamu’alaikum
    Menurut saya IPDN tidak bisa dibubarkan begitu saja. Karena tidak semua pekerja atau dosen di sana berperilaku tercela. Sesuatu itu mesti memiliki potensi kebaikan. Apalagi tidak sedikit pegawai PNS maupun honorer dan keluarganya yang bergantung hidup pada IPDN itu.
    Mengingat banyaknya aset gedung, fasilitas dan lainnya yang masih memiliki potensi tinggi untuk pengembangan pendidikan, maka barangkali salah satu alternatif solusinya adalah dengan Privatisasi IPDN. IPDN dapat diserahkan pengelolaannya kepada pihak swasta, tentunya dengan manajemen dan pengelolaan yang baru. Dengan privatisasi otomatis IPDN mungkin akan berubah nama, serta Tidak Gratis lagi.
    Manajemen yang baru juga pasti tidak akan mempertahankan SDM pengelola dan pengajar yang tidak kompetitif, namun demikian SDM pengelola dan pengajar yang baik akan tetap dapat dipertahankan. Dengan Privatisasi, IPDN dapat berkembang dengan sendirinya menjadi universitas.

    @
    Masalah dari pendidikan IPDN adalah sistemik budaya kekerasan dalam pendidikan. Pembubaran adalah kata lain dari harapan tersurat dan tersirat. Tentu disertai pengawasan efektif dan nyata. Peristiwa kematian yang puluhan dalam proses ini adalah kebejatan luar biasa yang satu proses pendidikan (seperti kita saksikan di tv dan pengalaman mereka yang gagal dalam proses ini).
    Gedung dan segala perlengkapan hanyalah sarana yang menimbulkan kebejatan ini, termasuk uang pajak negara yang dibayarkan.

    Bahwa tidak dibubarkan atau dibubarkan, yang paling penting adalah esensi pendidikannya. Kalau esensi ini diabaikan dan dikalahkan oleh pemikiran-pemikiran lain, maka sungguh buruklah sejarah pendidikan di Indonesia ini, sungguh rusaklah birokrasi pemerintah yang telah membiarkan melahirkan pemimpin-pemimpin yang modelnya dibentuk dengan cara seperti yang sudah terjadi.

    Akhirnya, keputusan mendasar dan berprinsip pada hakikat pendidikanlah yang harusnya dikedepankan. 😦

    Soal teknis, saya kira tidak sesulit ketika kita harus mempertahankan suatu absurditas.

    Suka

  34. Rizki said

    Mending KAMPUS IPDN DIBAKAR AJA SAMA MASSA RAKYAT YANG SUDAH MUAK SAMA KEBEJATAN MORAL ASUSILA PARA IPDN. SEKALIGUS MEMBAKAR MEMORI TRADISI KEKERASAN SEKOLAH CALON KORUPTOR-KORUPTOR KAKAP INDONESIA PENGHISAP DARAH RAKYAT DEMI KEKUASAAN. SBY HARUSNYA TEGAS DONG, JANGAN TAKUT SAMA PRAJA YANG ‘BUKAN SIAPA-SIAPA’ ITU…

    @
    Praja-praja itu, IPDN itu telah dilindungi dengan sangat baik oleh para birokrat yang sebagian memang lulusan yang akan membakar negeri ini menjadi semakin buruk. Salah satu sebab negara brobrok adalah ribuan calon lulusan tanpa cukup hati nurani menjadi pemimpin negeri ini.

    Suka

  35. Rizki said

    TERSERAH DEH PRAJA-PRAJA ITU MAU LANJUTIN SEKOLAH DIMANA, MAU GAK SEKOLAH LAGI PUN TERSERAH. GAK NGURUS…. !!!! YANG PENTING BUBAR DULU IPDN, URUSAN PERUT DAN MASA DEPAN MEREKA UDAH JADI RESIKO YANG HARUS MEREKA TANGGUNG SENDIRI AKIBAT MENTAL ASUSILA NAN TAK BERMORAL CALON BIROKRAT INDONESIA !!!!

    @
    Yg benar-benar GOBLOK dan JAHAT bukan siswa IPDN, tapi KITA… benar-benar kita biarkan kebejatan merajalela atas nama institusi yang dilindungi oleh birokrasi, melanggar undang-undang sistem pendidikan nasional. Benar-benar tidak masuk akal. Benar-benar kita tidak punya pemimpin yang berhati nurani.

    Suka

  36. Anonim said

    Pesimis, pemerintah akan membubarkan IPDN, karena banyak kepentingan di dalamnya. Ada banyak pejabat yang menaruh harapan terhadap kelangsungan hidup anak-anak dan saudara-saudara di lembaga ini, walaupun jelas-jelas menyalahi sistem pendidikan nasioanal, juga nyata-nyata menzalimi masyarakat kampus lainnya, karena tidak adanya kesempatan sarjana-sarjana di luar IPDN untuk menjadi calon birokrat.

    @
    Jelas pesimis… namun untuk mengharapkan IPDN yang lebih manusiawi dan beradab… tentu kita tak boleh berputus asa.

    Suka

  37. Anonim said

    BUBARKAN IPDN,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
    SETUJU,,,,,,,,,,,,,,,,,

    @
    Harapan yang kita sama tahu : TIDAK AKAN KESAMPAIAN 😦

    Suka

  38. ahya rasa said

    emang BUBARKAN saja STPDN/IPDN!!!
    Famili saya masuk situ malah saya seperti tidak mengenalnya.

    hanya satu kata.. B-U-B-A-R!!

    Suka

  39. tai said

    ipdn ga boleh di bubarkan karna dia adlh satu2nya sekolah yg menjadi pemersatu bangsa dan hanya orng yg iri dan ingin bangsa in hacur yg mw ipdn bubar

    Suka

Tinggalkan komentar