Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Kumpulan Laporan Kebejatan IPDN – Dari Berbagai Site dan Linknya

Posted by agorsiloku pada April 11, 2007

APAKAH KITA MAU PUNYA BIROKRAT YANG DILATIH sehingga MENGANGGAP KEKERASAN SEBAGAI DISIPLIN?. APA ITU YANG KITA INGINKAN?. UNTUK ITUKAH NEGARA MEMBAYAR MEREKA?, UANG PAJAK DAN ANGGARAN PEMERINTAH MENCIPTAKAN KADER YANG AKAN MENYIKSA RAKYATNYA SENDIRI?. Ini link-link tentang keprihatinan mendalam berbagai pihak. Hanya sebagian kecil saja. Semoga saja linknya tetap ada, dan kita tidak segera melupakan kejahatan demi kejahatan hanya untuk segepok uang, terlebih di dunia yang seharusnya etika dan keteladan teruji. Adalah menjadi fakta, sebagian dari pembunuh di STPDN/IPDN itu sekarang telah menjadi pejabat. Sungguh mengerikan negeri ini…..

Jelas : Kami tidak rela, tidak ikhlas.

“Itu satu kejahatan yang harus diperiksa, pelakunya harus diusut, ” tandas Wapres yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar. 

Pemecatan Praja IPDN –> dari blog spot praja ipdn, berita ini juga dimuat di Pikiran Rakyat.

… Kabag Administrasi Keprajaan dan Alumni IPDN Benhard Rondonuwu. Dalam laporan itu, ada tiga nama siswa yang tidak dimasukkan dalam daftar, yaitu Fahrudin, Gatot, dan Edy. Padahal ketiga siswa itu meninggal misterius dan tidak dilakukan otopsi ... –>disiplin misterius !!!?

Lalu yang diberitakan kemarin bahwa ada 600 kasus yang terjadi di kampus tsb . –> 600 kasus?, tinggi mana dengan kasus preman di tanah abang ????


Menurutnya, yang harus diberi sanksi adalah mereka yang berbohong tentang kematian Cliff. Misalnya yang menyuntikkan zat formalin ke jenazah Cliff untuk mengaburkan pemeriksaan, maupun yang bersikeras menyebut kematian Cliff adalah akibat lever. Selain dikenal sebagai ‘vokalis’ dari IPDN, Inu juga rajin menulis buku.

Ah, jangan-jangan singkatan IPDN mesti diganti menjadi Institut Penganiayaan Dalam Negeri?

Banyak di antaranya penggemar kehidupan malam, minum-minuman, praktek pemerasan dan korupsi. Tapi justru dosen-dosen yang ”benar” (istiqomah) malah dikesampingkan. Sebagai ilustrasi dia sebutkan, ada seorang dosen yang baru masuk telah memiliki kekayaan yang cukup luar biasa. (statement ini hanya dia ungkap di media radio MQ ini).

Posisi waktu itu, kami disuruh buka baju dan menggantung di lemari
menghadap mereka. Setelah beberapa kali dihantam, saya merasakan perut
saya nyeri dan langsung jatuh pingsan. Akan tetapi, lagi-lagi para praja
senior itu seakan-akan tdak percaya bahwa saya pingsan, kemudian mereka
menginjak dan menampar saya (itu pun menurut rekan-rekan satu barak).
Setelah kejadian itulah saya langsung dibawa ke KSA (poliklinik),
untuk dirawat. Selama perawatan di sana, saya tidak mendapatkan perawatan
medis yang sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, orang tua saya membawa
saya ke RS Advent Bandung. Kemudian para dokter di sana menyimpulkan
bahwa saya mengalami pendarahan di selaput perut akibat trauma
benda tumpul (pemukulan). Kemudian saya ditangani dokter ahli bedah
digestif untuk mengobati pendarahan tersebut.

Tindak kekerasan tersebut umunya berupa penganiayaan dari praja senior kepada praja yunior dengan dalih pendisiplinan. Menurut salah seorang dosennya, Inu Kencana Syafiie, sejak tahun 1990an sudah ada 35 orang praja yang meninggal dunia, tapi baru 10 kasus yang terungkap.

Fantastis! Itu yang ada di pikiran Kang Kombor tadi malam waktu nonton News Dot Com pada saat Effendi Ghazali menyebutkan bahwa sejak tahun 1990 korban meninggal di STPDN atau sekarang IPDN sudah mencapai 46 orang. Berarti selama 17 tahun ini setiap tahun rata-rata ada 2 praja meninggal karena kekerasan di STPDN-IPDN.

Masyarakat seakan mengalami dejavu dari peristiwa yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Perubahan nama STPDN menjadi IPDN terbukti bukan langkah yang tepat untuk menghilangkan budaya kekerasan yang telah berakar kuat dan mendarah daging dalam setiap insan civitas akademik kampus tersebut.

Kekerasan adalah senjata (orang/bangsa/manusia) yang jiwanya lemah. Kelemahan jiwa merupakan kelemahan sejati. – Mahatma Gandhi (1869-1948). Suara miring terhadap kegiatan ospek ini makin lama makin keras seiring dengan terus jatuhnya korban. Ny Siti Dara, ibu korban Suryo, saat itu berharap agar tidak ada lagi korban setelah anaknya. “Bila ospek terus diizinkan, akan jatuh korban lagi,” ujar Ny Siti Dara. Memang benar, tahun 2000 korban ospek jatuh lagi, yakni Erie Rakhman di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Sumedang, Jawa Barat, disusul korban Wahyu Hidayat (STPDN), pekan lalu.

Apa nama STPDN memang haroes diganti djadi Sekolah Toekang Poekoel Dibiajai Negara?
Ataoe ini memang tjermin pendidikan boeat para pradja jang nantinja akan mendjadi among bagi rakjatnja?
Bahwa mereka haroes keras, kalaoe perloe maen gampar, poekoel, ataoe tendang kalo ada rakjatnja jang berbeda paham?
Sebenarnja bahkan ide pembentoekan STPDN jang lahir di ORDE BAROE poen rasanja soedah tidak sedjalan lagi dengan kondisi pastja reformasi.
Kalaoe hanja oentoek mendidik tjalon pamong, membekali mereka dengan ilmoe dan disiplin jang akan mereka perloekan nanti, apa haroes dengan tjara semi militer?
Jang hanja akan memberikan kesan eksloesif?
Seorang perwira AL, jang kebetoelan sekamar sama saja pada saat rekaman video ‘pembinaan’ di STPDN jang heboh itoe ditajangkan, hanja bisa geleng-geleng kepala.
“Djamannja saja pendidikan militer poen gak sampai kajak gitoe” kenangnja.

Hal menarik lainnya, yakni saat pihak Rumah Sakit Al-Islam mengusulkan untuk diotopsi korban, beberapa rekan yang mengantar menolak. Kejadian ini mengajak kita untuk mereview beberapa kejadian sebelumnya yang juga menunjukkan adanya tindakan serupa yang cenderung berusaha menutupi kesalahan. Madya Praja Edy meninggal tahun 1994 lalu dengan dalih belajar motor waktu praktek kerja lapangan, dan pihak STPDN mencegah untuk dilakukannya visum. Demikian juga kasus yang menimpa Madya Praja Wahyu Hidayat tahun 2000 lalu, yang meninggal saat perjalanan ke rumah sakit, juga pihak STPDN menolak untuk dilakukan otopsi. Kemudian sederet kasus mengenaskan lainnya, juga diberitakan harian ini sejak tahun 1994 hingga 2003 dan umumnya bagian kepala serta dada para praja yang menjadi sasaran penganiayaan.

Terlepas dari jenis kelamin, Hari Sabarno juga mengungkapkan hal yang dianggapnya cukup menyedihkan. Berdasarkan hasil kuesioner terhadap praja STPDN, diketahui bahwa hanya 2% saja yang menyatakan ingin berkarir sebagai widyaiswara (dosen). Ini jauh berbeda dengan jabatan Presiden yang diinginkan 20% responden, Sekretaris Daerah (20%), Bupati/Gubernur (12%), dan Mendagri (8%).

Duh gusti, ternyata mereka ingin jadi pemimpin dan dipersiapkan jadi pemimpin dengan moral yang luar biasa ancur-ancuran ini. Dimana hati nurani ditempatkan. Salahkah kalau saya berpendapat bahwa mereka berkontribusi besar pada rusaknya bangsa ini?. Lulusan preman ini sudah begitu banyak???

Saya merasa lega ketika AA Gym berpidato di Jatinagor untuk menenangkan hati para pejabat dan praja disana, dan saya kira ini hal yang baik untuk STPDN membenahi diri dan menyadari kesalahan yang selama ini terjadi. Apalagi para civitas STPDN telah berikrar untuk tidak akan melakukan tindak kekerasan lagi. -> ikrar preman???

Sebelumnya Rektor IPDN ini membantah bahwa kematian Cliff akibat tindak kekerasan. Menurut Nyoman Sumaryadi saat itu, Cliff meninggal akibat penyakit liver yang dideritanya. Namun, setelah menerima hasil otopsi dari RSHS Bandung dan penyidikan tim dari Polres Sumedang, I Nyoman baru mengakui bahwa kematian Cliff Muntu akibat tindak kekerasan para senior IPDN, yakni Fendi, M. Amrullah, Gunawan, Amrilah Bustamil dan Jaka. –> Sulit dibedakan Rektor atau Pemimpin calon penjahat????

Empat tahun lalu kita dengar beritanya. Kita pun lihat rekamannya. Demi senioritas, siswa baru digilir-hantam dadanya. Jiwa remuk redam, nurani langsung padam, budi pekerti sirna dan berganti dendam. Sepuluh, entah berapa puluh lagi, senior lelaki, senior perempuan, bergilir menghajar dengan tangan, tinju, atau tendangan kaki. –> Pemimpin seperti inikah yang rakyat inginkan?

Ihwal kejadian yang memalukan empat tahun lalu itu, akhirnya para pemilik negeri tersebut pilih ganti nama. Keputusan yang jitu oleh para penentu relasi publik negara ini. Buktinya, empat tahun berlalu tanpa kejadian apa-apa terdengar dari negara ini. Kejadian menggembirakan ataupun memalukan, bahkan mungkin kita jadi lupa ada negara ini. –>menghibur, dasar rakyat bodoh !.

Di IPDN para senior dengan leluasa memukul dan menendang tepat di dada dan punggung sehingga para junior ada yang muntah darah dan kesakitan. Tayangan di metro TV kemaren benar2 membuat mata tercenggang mengapa sampai detik ini tidak ada tindakan kongkret untuk mencegah mereka, sampai2 korban meninggal dari tahun ke tahun terus ada. Bahkan dari pengakuan seorang dosen IPDN, korban meninggal sebenarnya jauh lebih besar dari yang dipublikasikan karena sudah berlangsung lama. –> tidak ada tindakan kongkret… hah… bentuk dongengan tim investigasi.

Ryaas mengaku sistem pengawasan atau pengasuhan yang berlaku di IPDN itu berjalan selama 24 jam. Maka, bila ada kegiataan pembinaan yang dilakukan praja senior kepada junior, para pengawas pasti mengetahuinya. Gerakan tutup mulut yang dilakukan para praja terkait kasus kematian Cliff saat Wakil Presiden Jusuf Kalla berkunjung ke IPDN merupakan doktrin yang luar biasa yang diterapkan di sana. “Bayangkan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla mereka disuruh berbohong,” ungkap Ryaas. –>di desa IPDN membohongi adalah prestasi kah?…..

Dan ternyata senior yang menganiaya Cliff Muntu itu adalah angkatan 2004 yang SEHARUSNYA tidak mengenal kekerasan terhadap junior, karena seperti tadi aku bilang, mata rantai kekerasan itu -konon- diputus tahun 2004. Tapi ternyata, rantai itu tetap kokoh, dan lagi-lagi meminta tumbal seorang anak bangsa. ->Jelaskan membekukan satu tahun itu hanya akal-akalan.

Maksud hati hendak mudik lebaran, seorang praja (mahasiswa) Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) atau yang dulu dikenal STPDN, AR, harus berurusan dengan polisi karena dilaporkan telah melakukan tindak pengeroyokan terhadap tetangganya, Wahono alias Ono (25), warga Perumnas, Tanjung Karang, Ampenan. –>keroyokan….

Bandung, Diduga mengalami stres berat, salah seorang praja (mahasiswa) Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Rivan Albert Ribo (20), asal Puncak Jaya Papua dilaporkan tewas setelah menenggak racun serangga (baygon) di kamar kontrakan rekannya, Hendi, di Jatinangor, Sumedang, Rabu. –>stress

Ditemui terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Sumedang, Aminah mengungkapkan, pihaknya sudah menerima tembusan surat perintah dimulainya penyidikan dari Polsek Jatinangor, untuk kasus pengeroyokan seorang praja oleh 21 praja lainnya. Korban, Riskan Kautsar, muda praja IPDN dikeroyok oleh rekan-rekan seangkatannya di barak Sumatra Utara, sehingga menderita cedera di bagian kepala dan dadanya. –> seorang praja digulung oleh 21 praja lain….

Apa pun alasannya, toh pimpinan STPDN akhirnya dicopot, seorang dosen STPDN yang melaporkan kasus-kasus kekerasan, narkotika, dan tindak asusila di STPDN menuai teror dan ancaman pembunuhan, kepengurusan STPDN dilebur dengan IIP, dan SCTV terancam somasi oleh Mendagri sebagai akibat berita STPDN yang ditayangkannya.
Satu hal yang pasti, Wahyu Hidayat, kepergian mu tak sia-sia, salam hormat dariku

–> Sia-sia, karena IPDN sudah menghasilkan lagi Cliff. Masih akan terus dipertahankan???

Bila kita membalik lembaran catatan kejadian beberapa waktu lalu, kita pasti membaca kejadian tawuran antar kelas (antar angkatan) di sekolah calon pejabat birokrasi STPDN Jati Nangor, Jawa Barat. Tawuran yang melibatkan ratusan siswa itu telah menimbulkan kerusakan pada beberapa gedung dan diskornya beberapa siswa yang dianggap menjadi biang perkelahian. Oknum siswa di sekolah ini juga yang sebelumnya membuat noda hitam dengan melakukan penganiayaan berjemaah terhadap adik kelasnya sehingga menimbulkan jatuhnya korban jiwa dan membuat beberapa orangtua murid histeris menonton anaknya dipukuli dan ditendangi dengan sadis sebagaimana ditayangkan berulang-ulang oleh sebuah stasiun televisi swasta. –> Semuanya sudah jadi oknum….

Tidak heran jika hasil Psikotest di antara para Praja pada tahun 2002 menunjukkan bahwa 90% di antara mereka bersifat agresif, cenderung homo-sex dan hipersex. Di samping narkoba, obat-obat perangsang sex seperti Majun, Pasak Bumi, Tongkat Ali, Irex,Kuku Bima beredar di antara para Praja. Bahkan Viagra juga sudah teramat lazim digunakan oleh para Praja sialan itu. Karena lingkungan STPDN makin lama makin cabul maka semua Praja selalu bertelanjang bulat saja di kamar masing-masing.Para pengelola dan pengasuh sekolah sialan itu juga tidak berbuat apa-apa terhadap kelakuan aneh dari para Praja gila itu! (site di atas banyak gambar yang tidak layak, tapi mohon maaf tetap saya link karena banyak informasi mengenai lingkungan sesat ini)

Thread detik.com beritanya:
– Aneh, 8 penganiaya Wahyu Hidayat belum dieksekusi
– 4 Penganiaya Praja Wahyu Hidayat bekerja di Pemkot Bandung
– 2 Penganiaya Praja Wahyu Hidayat bekerja di Pemda Sumedang

Empat dari terpidana itu; Bangun Robinson, Bennarekha Fibrianto, Oktaviano Santoso, dan hendi Setiadi menikmati indahnya menjadi PNS di Pemkot Bandung. Terus dua lainnya menjadi pegawai Pemda Sumedang. Enak nian, sudah membunuh praja, dipecat, diadili, divonis, tapi bisa kembali kuliah, diangkat jadi PNS dan melupakan ‘kejahatan’ nya di tahun 2003 ketika dengan arogannya membantai Wahyu Hidayat!

Aduh… capek benar mengumpulkan berbagai kisah tentang kebobrokan Praja IPDN yang sekarang para lulusannnya sudah bertebaran menjadi Lurah, Camat, atau bahkan mungkin sudah jadi penggede lebih tinggi lagi. Saya lebih mengerti sekarang, kualitas mental seperti apa mereka itu. Pantas negara ini sulit beranjak menuju yang lebih baik.

Jelas, ada kontribusi mereka melestarikan keburukan, membuat sekolah dengan kualitas dan mutu serendah ini hanya akan menghasilkan calon pemimpin tak yang bisa jadi pintar, tapi tidak bermoral. Tidak punya cukup hati nurani, sudah biasa munafik.

Karena pendidikan adalah dasar segalanya dalam kehidupan ini, maka jelas bukan nasehat yang penting, tapi keteladanan. Jelas, IPDN tak layak dipertahankan. Negeri ini tidak boleh lagi menghasilkan pemimpin yang cacat moral dan mentalnya, yang sesungguhnya sakit jiwa.

Yang sekarang masih ada, harus diuji lagi mental dan kualitas berpikirnya. Jangan-jangan sebagian dari mereka lebih layak menghuni rumah sakit jiwa atau perlu konseling karena sudah tergolong sakit jiwa yang parah….

Hanya saja, mereka (termasuk tentunya dosen dan Rektornya I. Nyoman itu, yang sudah dinonaktifkan, seorang guru besar), perlu sekali terapi kejiwaan (ini saran lho).

41 Tanggapan to “Kumpulan Laporan Kebejatan IPDN – Dari Berbagai Site dan Linknya”

  1. Saya kira sudah sangat pantas IPDN dibubarkan. Tidak perlu lagi dipertahankan. Dalam acara Topik Minggu Ini di SCTV tadi malam, Gubernur Gorontalo, Gubernur Kalimantan Tengah dan Gubernur Kalimantan Selatan sudah menyatakan tidak akan mengirimkan lagi utusan untuk sekolah di IPDN.

    Yang lebih menyesakkan lagi adalah kenyataan bahwa 9 orang pembunuh Wahyu Hidayat itu tidak dipecat dari STPDN mereka dinyatakan LULUS!!!! IPDN memang benar-benar bangsat. Pada link di atas juga disebutkan mereka bisa diterima menjadi PNS di Pemda-pemda. Busyet dah, pembunuh bisa menjadi PNS di Pemda.

    @
    Kalau saya merenungkan IPDN dan kejadian-kejadian yang dibaca dari berbagai informasi, termasuk saudara saya yang kuliahnya sering dekat IPDN sehingga sering menonton pemukulan-pemukulan, sungguh, kita akan mendapatkan calon pemimpin tanpa hati nurani. Mereka sudah tidak bisa melihat lagi kebenaran. Seperti inikah yang diharapkan Indonesia. Sangat zalim Pemerintah Indonesia, khususnya Depdagri, jika masih mau mempertahankan sekolah ini.

    Semua pengurus, rektor dan dosen harus dipecat. Tapi, seperti 9 orang itu, menjadi wajar dipertahankan, karena para alumni pembunuh sudah banyak yang jadi pejabat. Jadi, jelas, mereka mempertahankan hegemoni kekuasaan dan kebrutalannya.

    Mengerikan… selama ini sudah ribuan dididik untuk menghancurkan negeri sendiri. Pantes negeri ini susah bangkit dari keburukan. STPDN/IPDN rupanya berkontribusi besar bagi kehancuran negeri ini.

    Mudah-mudahan masih ada yang punya hati nurani ya…

    Suka

  2. BUBAARIN ajaa… Institute Preman Doyan Narkoba.. udah kriminal tuh.. nyuntik formalin segala..bener2 bejaat. AKABRI yg lebih keras dan jelas2 pendidikan militer aja ga penah denger ada yg meninggal…duh pakmaaf saya marah banget…

    @
    Saya juga mba…sampe hilang keinginan menulis gara-gara IPDN ini. Pendidikan militer jauh lebih manusiawi dari pada pendidikan IPDN ini. Ini benar-benar lembaga yang menghasilkan penjahat. Dibungkus segala atributnya, kerapihan, dan gagah, tapi di dalamnya bejat. Kita nggak bisa berbuat apa-apa, uang pajak rakyat dipakai untuk membunuh rakyat itu sendiri. Duh, Pemerintahan macam mana.

    IPDN hanya dibekukan satu tahun. Betapa tampak bahwa Pemerintah tidak tegas, peragu. Biaya etika dan kerugian masyarakat mendapatkan pemimpin yang busuk (dan sekarang jumlah mereka semakin banyak dari tahun ke tahun) sudah nggak ketulungan lagi. Semua hanya bermaksud menenangkan kegelisahan masyarakat jangka pendek. Padahal manusia yang dibejatkan oleh sistem IPDN, sulit sembuhnya. Setelah lulus, mereka benar-benar ditakutkan akan menambah kerusakan bangsa ini.
    Saya nggak ikhlas Mba, calon pemimpin bejat diluluskan. Sekolah itu benar-benar harus ditutup. Cukup sudah semua omong kosong ini. Bahkan, yang menganiaya sampai mati yang dulu-dulu pun dibebaskan dan tidak diusut. Jadi pilihan menutup adalah pilihan terbaik untuk bangsa ini.

    Suka

  3. grandiosa12 (males login) said

    kang agor kerja keras nih ngumpulin informasi, ok.. bubarkan saja kalo gitu.

    @
    Sakit rasanya hati ini melihat kejahatan terencana. Mereka mungkin datang baik-baik, cerdas dan bermutu, waktu lulus seleksi. Setelah masuk ke dalam, mereka dicuci otaknya, menjadi rendah rasa kemanusiaannya, takut atasan, dan gagal melihat kebenaran (sangat kentara dari sikap gurubesar yang jadi rektornya (I Nyoman S) yang diPHK itu dan wawancara di media massa. Terasa sekali mereka sudah kehilangan kepekaannya sebagai manusia. Kalau pun masih ada, ya tinggal sisa-sisanya. Untuk inikah negara akan mempertahankan?. Kalau ya, berarti ada rencana besar meningkatkan derajat kedurjanaan. Inikah arti pamong praja. Please, mari kita renungkan bersama……

    Suka

  4. deking said

    Saya juga setuju pembubaran IPDN. Percuma saja jika hanya melakukan perbaikan di IPDN karena kebobrokan itu sudah mendarah daging dan menjadi sistem busuk yang sangat kuat. Lha Inu saja baru berani bersuara lantang setelah dia diangkat menjadi anggota senat karena hal itu membuatnya sulit untuk dipecat, secara tidak langsung pernyataan Inu tersebut menyatakan kebobrokan IPDN benar2 mencakup seluruh komponen IPDN itu sendiri.

    @
    Kalau saya Ebiet G Ade (maunya), tentu rumput yang bergoyang di sana bercerita banyak sekali.

    Suka

  5. antobilang said

    pak agor, sayang sekali suara rakyat ngga bulat untuk pembubaran IPDN.
    masih banyak yang tertutup hatinya….

    @
    Karena sudah banyak juga sih yang menjabat dan tidak mengerti artinya kekerasan dan disiplin. Tidak mengerti artinya budi pekerti. Mereka diajarkan dan paham, tapi karena hati yang di dalam dada sudah buta… yah.. begitulah.

    Suka

  6. rusle said

    memang sudah layak di bubarkan deh…

    or lulusannya jadikan saja SATPOL PP…kan sama-sama Pamong Praja tuh…trus kan boleh meneruskan bakat mukul rakyat kecil di lapak2 pinggir jalan…

    @
    Kejahatan di IPDN, meluntuhlantakan kepercayaanku pada pembinaan dalam negeri. Masa yang panjang dan kebobrokan pemerintahan, ternyata tercermin sejak mereka “disekolahkan”. Oh rupanya begini ya kedinasan sipil ini.

    Suka

  7. thewanderer79 said

    mending kita tolak saja pelayanan yang diberikan aparat yang alumni IPDN……

    @
    lulusannya sudah tercuci otaknya, mana mungkin mereka peduli rakyat. Hanya sebagian kecil saja yang mungkin bisa kembali menjadi manusia yang menghayati arti pamong praja

    Suka

  8. Ah, jangan-jangan singkatan IPDN mesti diganti menjadi Institut Penganiayaan Dalam Negeri?

    Bukan, pak. Institut Preman Dalam Negeri. 😀

    Saya sih setjju kalau IPDN dibubarkan. Tapi gedung dan ‘dekorasi – dekorasi’-nya mau dikemanakan….?

    @
    Gedung-gedungnya bisa digunakan untuk kebaikan, bukan untuk membentuk kader-kader birokrasi jahat yang tidak tahu artinya pamong praja. Atau bisa dijadikan musium kenangan kejahatan pendidikan di Indonesia.

    Suka

  9. Kukuh TW said

    kunjungi galery photo,cartoon, anecdote tentang IPDN di http://demo.kukuhtw.com/ipdn
    jangan lupa ikutan berpartisipasi ya, kirimkan foto,cartoon dan anecdote tentang IPDN
    @
    Trims Infonya, saya letakkan site Mas di tag depan ya. Ini berharga sebagai kenangan atas prestasi brilian IPDN.

    Suka

  10. layudhi said

    “hasil psikotes menunjukkan 90% dari mereka bersifat Agresif”

    Kelihatan nih, sudah tidak bisa dimaafkan lagi. Aku paling gak suka sikap tutup mulut mereka, seakan kebobrokan mereka itu adalah hal yang wajar-wajar saja.

    @
    90% bersifat agresif –> umumnya laki-laki agresif, mungkin naluri berperan?. Penyalurannya yang dilegalkan. Itu yang berbahaya.

    seakan kebobrokan mereka itu adalah hal yang wajar-wajar saja.–> inilah kader yang didisain Pemerintah?. Mudah-mudahan tidak demikian.

    Betul kata para analisis, mereka memang gagal melihat kebenaran berdasarkan norma umum. Alumnusnya sama?, mereka tidak mampu melihat kerusakan sistem. Yang mereka anggap wajar, buat kita sangat jahat.

    Suka

  11. […] itu membuat nama sekolah kami berganti nama  STPDN menjadi IPDN, tapi tidak kulturnya. Media massa dan bloggers menghujat sekolah kami pencetak  pembunuh, pengeroyok, preman dan semua P jelek […]

    Suka

  12. Biho said

    Bubarkan!

    @
    Siap !!
    Laksanakan… #kabur#

    Suka

  13. syahrul said

    ketika kita mendapat suatu berita, alangkah lebih baik untuk tidak serta merta mempercayainya, apalagi jika berita itu datang dari orang non Islam. Saya yakin berita2 itu ada benarnya, namun bukan tidak mungkin berita tersebut telah dilebih2kan. contohnya, beberapa bulan lalu Jakarta tergenang banjir. wah..wah..wah.. ketika lihat di TV sepertinya Jakarta itu tenggelam semua, sampai2 sempat dapat dikatakan bahwa jakarta sudah tidak layak jadi ibukota, sehingga ibukota harus dipindah ke kota lain. namun dalam kenyataannya, tidak semua wilayah terendam banjir seperti yang dibayangkan masyarakat yang hanya melihat berita dari TV. Jakarta masih dapat berfungsi sebagai ibu kota, dan satu yang sangat jarang dibahas, bagaimana cara mengatasi masalah di JKT. pembuatan sumber energi alternatif biomasa aja gagal karena yang tereksplor hanyalah PRASANGKA NEGATIF, warga hanya tau kalau ada penumpukan sampah maka akan ada sumber penyakit, namun warga sangat jarang yang tau kalau sampah tersebut akan ditangan dengan baik sehingga akan memberikan manfaat yang jauh lebih besar.

    @
    Itupun benar. Kebetulan saya lahir di Bandung, juga ketika IPDN masih di Jalan Dago belum pindah ke Jati Nangor. Saya juga punya adik yang sekolah di dekat situ, dan sering nonton pertunjukan pemukulan (Ikopin), Video SCTV, Metro TV, Disertasi Inu Kencana dengan 35 kematian, cerita pengalaman di blog (mantan IPDN). Sebenarnya, itu semua tidak menggerakan saya ingin menulis tentang IPDN, biarlah polisi yang menyelesaikan. Saya menjadi “terus terang” terbakar dan sedih ketika Tausyiah subuh, Pak Tua yang begitu rajin berjamaah itu membakar kenangannya tentang “kekerasan dalam pendidikan”. Kemudian, ada di Trans TV Press Confrence dari Praja Senior. Saya tidak menangkap sama sekali nuansa nurani dan kepedihan atas kematian dan kekerasan. Hati jadi bertanya, mengapa mereka tidak punya hati nurani?. Akhirnya saya telaah, cari informasi kiri kanan dan ikut berpromosi melakukan pembunuhan karakter IPDN. Harapannya pemerintah berbuat lebih cepat dan tegas, bukan akan-akan-akan. Sebuah kematian harus mendapatkan porsi moral tertinggi dalam kaca mata manusia. Kalau ada orang protes membakar diri, orang geger karena ini adalah klimaks kehidupan. Kita malah sering bilang : “rasain sendiri saja, emang gua pikirin”. Tidakkah kita berada pada kritis moral yang memprihatikan.
    Nah kembali ke tesis awal Mas, kalau benar, saya berprasangka justru Pemerintah melakukan pembiaran. Sebenarnya tidak salah-salah amat melihat bukti berapa banyak kasus kematian yang TIDAK diusut. Bahkan yang sudah berkekuatan hukum tetappun, masih bisa bebas. Kalau saja media tidak ribut, semua ini akan dianggap biasa. Kematian seekor kambing yang dibuang ke lumpur panas oleh kelompok supranatural saya anggap kezaliman besar. Mas tentu bisa merasakan kepedihan saya ketika seorang manusia mati dalam proses pendidikannya, meninggalkan kampung halaman untuk sebuah cita-cita dibandingkan dengan seekor kambing yang dilempar ke lubang lumpur panas karena sebuah keyakinan. Apa kata Allah terhadap perbuatan itu?

    Sedangkan soal manfaat, saya bicara dalam sisi ukuran-ukuran etika, yang saya tulis diblog : Mengapa STPDN/IPDN lebih baik dibubarkan. Saya sangat yakin, pembubaran tidak akan membuat mahasiswa IPDN kehilangan kesempatan pendidikan, banyak solusi lebih manusiawi dan bijak bisa dilakukan.

    Suka

  14. pedhet said

    isunya tahu nggak…? kalau yang dicari adalah khusus org yang nurut (penurut) aja, nggak bakal dicari yang suka mbangkang, biar enak kalau di ajak korupsi, kolusi dan lain sebagianya. pinter tapi suka bangkang nggak bakal deh. makanya di sono dilatih supaya nurut dan ngikutin kata-kata pemimpin (alias nggak bangkang/bandel).

    @
    Harus jujur diakui, kelihatannya ini adalah gaya pendidikan orba, jadi mengapa harus dipertahankan di era reformasi yang tak kunjung habis ini….

    Suka

  15. Perlu dikeluarkan regulasi yang jelas dari pemerintah bahwa penyelenggara pendidikan, apapun itu bentuknya, ya isntitut-lah, akademi-lah dan lain sebagianya, apalagi peruntukannya di kalangan sipil – segala jenis kekerasan itu seyogyanya DILARANG dengan dalih pembentukan/pembinaan mental.

    Variasi nyasar macam begini udah banyak makan korban percuma dan toh akhirnya tidak mendidik malah kontra-produktif.
    @
    Bukan hanya kontra produktif, tapi jadi tempat pembunuhan… the crazy’s institution…

    Suka

  16. […] Kumpulan Link Berita Terkait Kasus IPDN oleh Pak Agor […]

    Suka

  17. wek said

    “Money Talks Bullshit Walks”

    Suka

  18. […] yang bisa kita lihat dengan begitu jelas, banyak orang, kini tidak hanya sekedar menjerit, berteriak menyaksikan kebobrokan mental anak-anak bangsa. Meraung, dan bukannya menangis, melihat kekejian […]

    Suka

  19. sikat boz, qta dukung dmn2 IPDN bubar…

    @
    agor dukung pembubaran, karena agor tidak bisa dan tidak rela anak bangsa dianiaya.

    Suka

  20. anya said

    ga semudah itu membubarkan suatu institusi apalagi IPDN,kasian anak bangsa yang kurang mampu tapi pengen banget terus mengenyam pendidikan, pasti ada jalan keluar yang terbaik tanpa harus membubarkan IPDN.berpikir positif dan terus dukung langkah pemerintah terhadap IPDN,banyak sekolah kedinasan yang seperti IPDN tapi mencetak Lulusan yang unggul dibidangnya.

    @
    Kalau IPDN dibubarkan, maka kita telah berhasil membunuh salah satu penciptaan karakter buruk birokrat di negara ini. Selanjutnya, IPDN bisa dibubarkan dan mahasiswanya bisa jadi bagian dari universitas jauh, entah UNPAD, UGM, atau apa saja. Tapi yang jelas memelihara institusi busuk adalah usaha melanggengkan kekuasaan.
    Jalan lain, tentu banyak. Yang jelas seluruh pengurusnya memang harus dibubarkan. Tak layak lagi IPDN menjadi tempat pengkaderan pamong praja yang sudah bertahun-tahun terbukti gemar menyimpan kebusukan. IPDN sama sekali tidak menghasilkan kader yang unggul di bidangnya. lebih dari 15 tahun negara ini bobrok dan korup, administrasi yang buruk, birokrasi yang over acting, dan jelas IPDN memberikan kontribusi. Jadi, bagaimana bisa bilang bahwa unggul. Apakah pejabat kita unggul?. Perlindungan terhadap kader penganiaya, kalau bukan karena dorongan media massa, jelas akan tetap dilindungi.

    Suka

  21. […] Anda percaya segala tindakan mereka yang dirangkum di sini itu […]

    Suka

  22. irja tanjung said

    Saya alumni STPDN, saya bangga ternyata masih banyak yang peduli dengan bangsa indonesia ini.
    tapi perlu di pertimbangkan juga, saya atau bahkan teman2 saya yang lain juga merupakan korban. bukan korban senior, senior hanya alat. tapi sistem lah yang terjangkit virus. jika komputer kena virus apa harus di buang or di rusakkan?

    @
    Betul Mas, saya menjadi perduli, karena saya sangat prihatin IPDN menghasilkan pamong praja yang menjadi tipis hati nuraninya karena proses pendidikan begitu. Sistem telah membuat mereka tidak peka terhadap lingkungan, bahkan terhadap rekannya yang mati dianiaya sampai puluhan. Entah lagi yang setiap hari dipukuli. Entah seperti apa abdi negara yang dididik dengan cara ini. Friendster mereka (yg sekarang umumnya private), dan pembelaan di tv, sangat kami rasakan bahwa mereka tidak lagi memiliki kepekaan sosial yang memadai. Mungkin hanya tinggal satu dua saja. Mereka begitu bangga dengan (maaf) kebusukkan korpsnya. Begitu bangga dengan IPDNnya. Buat kami, rakyat biasa ini aneh benar. Pejabat macam apakah yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan ini?. Ini yang membuat saya bandingkan dengan etika universalitas. IPDN dibubarkan lebih bermanfaat dari pada dipertahankan.

    Coba jawab sendiri oleh Mas, mana yang lebih menyakitkan. Kematian yunior yang tidak dikenal itu (Wahyu n Cliff dan puluhan yang lain) dengan pembubaran IPDN.?.

    Yap, bisalah kita mengerti, Wahyu dan Cliff memang adalah manusia yang gagal (tidak berhasil) melewati proses pendidikan IPDN. Dia sebenarnya bukan korban, tapi sebuah resiko dari proses untuk membangun manusia yang unggul. Kurang lebih begitulah … eka baktilah… atau apalah.

    (setidaknya, inilah yang bisa saya tangkap dari komentar alumnus IPDN yang cukup banyak bertebaran).

    Mas juga adalah korban, ya bisa begitu dari sudut pandang IPDN. Buat kami, rakyatlah yang menjadi korban, karena calon pamongnya tidak memiliki cukup hati nurani untuk membela apa yang seharusnya menjadi amanat rakyat. Pengurus negara itu pamong, bukan penguasa. Hakikatnya begitu. Pantas negeri ini tidak ada kemajuan dalam pemberantasan korupsi dlsb.

    Coba renungkan oleh Mas, anak Mas, selama setahun tiap hari dimaki dan dipukuli (tapi jangan sampai mati), lalu Mas pikirkan, akan jadi anak seperti apakah?. Ini yang kami lihat IPDN sudah tidak memiliki harga manusia lagi. Sudah terlalu banyak peristiwa dan bertahun-tahun. Adalah irasional jika pemerintah mempertahankan IPDN?.

    Kalau dikomparasi dengan virus : maka yang menjadi virus adalah sistem IPDN, Rektor dan konco-konconya, termasuk yang melindungi praja pembunuh wahyu H atau Cliff termasuk sistem pendidikannya. Komputernya adalah bangunan dan tanahnya dan sistem operasinya bisa diganti. Tentu tanah dan bangunannya bisa dipakai untuk kemakmuran bangsa ini, juga uang pajak kami yang dipakai bisa dimanfaatkan untuk kebaikan. Sedang Virus dan sistemnya, betul-betul memang harus dimusnahkan. Mahasiswanya harus dikembalikan ke “jalan yang lurus”. Di cek kejiwaannya, fit n proper test oleh lembaga independen. Dan tentunya bisa melanjutkan pendidikan ke arah yang sesuai dengan cita-cita pendidikan.

    Jika ini tidak dilakukan, memang itulah hidden agenda dari Pemerintah. Untuk menghasilkan birokrat yang hanya nurut perintah atasan, tapi tidak paham apa artinya mengayomi. Yah… inilah yang dapat kami pahami. Betul-betul menyedihkan bangsa ini.

    Suka

  23. deedhoet said

    “Semoga saja linknya tetap ada”

    Kalau ada videonya, kenapa tidak diupload di sini (blog ini) aja pak? Jadi bisa diarsip sendiri. Youtube suatu saat pasti akan menghapus videonya. Kita kan nggak pengen hal semacam ini dilupakan begitu saja. 2 bulan (?) adalah waktu yang lama untuk melupakan kejadian ini.

    Kalau pak agor pake firefox, coba de pake videodownloader
    http://javimoya.com/blog/youtube_en.php
    Btw saya belum coba liat & download videonya coz harus hemat byte, sampe gambar aja harus dimatiin. Dah overquota jatah internet saya, ntar gak bisa bayar hehe.

    @
    Betul sih, tapi masalah IPDN adalah selingan dan “kemarahan” atas kejadian itu. Saya menyimpannya di hardisk saja ya. Thx untuk infonya (penggunaan videodownloader). Belum pernah nyoba juga.

    Suka

  24. hendry said

    Sebaiknya IPDN itu dibubarkan saja. Meskipun nanti ia berganti nama 1000x pun kalo moral orang2 disana tetap moral mental tukang pukul, ya podao wae kan. Mendingan ipdn itu dijadikan universitas lain atau jadi kantor pemerintah. biar gak mintak jatah lagi kenegara. IPDN mutu nya belum tentu bagus dibandingkan dgn kampus lain. IPDN cuma menang seragam and gengsi doank…………

    @
    Kalau soal mutu, walah…. apa mutu orang dipukuli setiap hari akan menjadi manusia paripurna?

    Suka

  25. dora said

    ipdn sangat-sangat bejat, sebejat-bejatnya umat.lebih-lebih dari setan atau makhluk apa pun.

    @
    IPDN kan institusi pendidikan yang penuh dibiayai oleh Pemerintah untuk menghasilkan pamong praja. Jadi setidaknya tulisan ini menyadarkan kita bahwa di negara Indonesia ada institusi pendidikan yang begitu menyedihkan. Entah apa maksud Pemerintah mengadakan pendidikan ini?.

    Suka

  26. hendra_ku said

    IPDN (semua unsur2 yg didalamnya) sangat sangat sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan, semua kelakuannya sama mulai dari Rektor IPDN sampai para Praja2 IPDN kelakuannya sama persisnya dengan kekejaman yang dilakukan oleh bangsa Zionis Israel yang membantai Rakyat Palestina, atau kelakuannya sama jahatnya dengan PKI !!!
    BUBARKAN IPDN SEKARANG JUGA !!!
    ALLAHU AKBAR,,,
    ALLAHU AKBAR,,,
    ALLAHU AKBAR,,,

    @
    Kita belum tahu final IPDN, tapi menyedihkan juga Rektor barunya yang juga tidak bisa memberikan “jaminan”. Apakah pendidikan kita akan melestarikan kekisruhan ?.

    Suka

  27. @k@ng said

    anda bilang gitu…silahkan..
    sekarang coba yang anda pikirkan bagaimana dengan korban lumpur lapindo?mereka jauh-jauh datang dari ujung timur pulau jawa,tapi tidak digubris oleh wakil-wakil yang katanya anda pilih..masih mending para purna praja dari IPDN,mereka masih care dengan rakyat yang dibawah naungannya..rakyatnya masih dia pikirkan..banyak lulusan lembaga tersebut yang mengurusi rakyat yg dibawahnya..para gubernur yang lulusan lembaga tersebut,bukan mereka yang anda pilih,yang ternyata dia cuma lulusan maksimal SMA atau mngkin sarjana tapi kena DO gara-gara kebanyakan demo,tapi gak pernah belajar menyelesaikan masalah di negeri tercinta ini…coba renungkan!!!!apakah yang di didik???atau pejabat yang mendidik mereka??pikirkan secara rasional bukan dengan emosional……

    @
    itu adalah kumpulan masalah dan keburukan yang telah terjadi dan sedang terjadi di IPDN… semoga bisa menjadi pelajaran bagi yang ada di dalam atau masyarakat bahwa hakikat pendidikan bukanlah seperti itu yang dicita-citakan bangsa ini, apalagi jika untuk menjadi calon pemimpin bangsa. Apalagi pelakunya bisa dibiarkan seperti ke Wahyu Hidayat (almarhum)… korban penganiayaan…. Hal-hal seperti inilah yang seharusnya menjadi perhatian serius. Kalau hal ini gagal dilihat oleh para praja, apalagi setelah mereka lulus?.

    Membandingkan dengan kasus lain…. Kekurangan dan kejadian banyak terjadi, tapi legalitas atas kejadian seperti ini, luar biasa terjadi di IPDN. Inilah yang memprihatinkan karena keterlibatan luar biasa dari praja, dosen, sampai penggedenya?. :((

    Suka

  28. Wanita Praja Marini said

    suah hampir 2 bulan ini kami menjadi bulan-bulan pers,masyrakat.terllau banyak tudingan yang harus kami terima pasca meninggalnya saudara kami Cliff Muntuh. Dan dari opini publik yang ada cuma 2% yang benar. Sisanya sebuah pembunuhan karakter,psikologis,yang ada pada kami praja untuk bisa bergaul dengan masyarakat. Yang mengetahuni STPDN/IPDN itu sendiri adalah kami prajanya. Kami yang mersakan suka duka hidup sebagai pamong. Kisah-kisah yang kami lalui entah itu dinamakan pembinaan. oyalitas,kerespekan tapi saya sendiri merasa wajar dan tidak ada masalah. Sejaka PAsca Wahyu Hidayat meninggal pola perubahan sistem yang dituntut dilembaga IPDN ini memang benar-benar brubaha. Aku masuk tahun 2003 bersamaan dengan menignggalnya Whayu Hidayat. INu Kencana, semua masyarakt diluar mnggap dialah pahlawan bagi IPDN. Tapi adakah masyarkat yang tw sosok Inu mengajar dikelas. Sosok seorang dosen yang g mau dkiritk dan suka pujian dan sanjungan. Wajar manusai memang suka di puji hanya saja saya tertawa geli lho koq mw kritik orang tPI diri sendiri gak mau dkiritik.Ketika masih semester 1 kuliah dikampus ini, teman-teman saya mengeluh… saya bertanya mengapa mereka disuruh bawa Al’quran mau disumpau sama P Inu. Lho disumpah apa… gak tau cuma bapaknya mau sumpah kami di Atas Alquran. dalam pemberiain nilai untuk praja P inu mengatskan bahwasanya nilai A itu milik Allah nilai B milik malaikayt dan nilai c milik dosen serta nila d milik prraja. Yap dimata P Inu praja itu bodoh dan gak tw apa2 Ya klo prajanya bodoh otomatis yang salaha yah pengajarnya….Kemarin ketika wasana prajha selesai ujuian sidang, P Inu bertanya kepada anak bmbingannnya. hambatan apa yang kmu rasakan selama menjidi anak bimbingan saya, apakah sudah puas. Anak itu menjawab saya belum puas pak… bapak terlalu sibuk. Ehh, kertas-kertas yang ada dimja di robek marah, dan berantem sama dosen pengujinya. Wajar dong anak bimbingan nya jawab kayak gitu coz kenarim pa inu memang sibuk dy jadi pahlawah dan mendadak terkelna sama masyrkat.

    @
    Saya tidak tahu bagaimana menghitung 2% itu, apakah 35 kematian selama IPDN berdiri dibagi jumlah total mahasiswa ataukah 2% dari biaya pajak rakyat yang dipakai secara benar untuk tujuan pendidikan. Kalau dijelaskan model simulasi perhitungannya tentu lebih baik.

    Pembunuhan karakter selama dua bulan ini ?. Memang benar, karena masyarakatlah yang membayar mereka, memberikan uang saku, jadi wajar sekali masyarakat mengharapkan pendidikan yang melahirkan pamong yang berbudi pekerti luhur.

    Kalau praja bodoh (seperti kata Anda), saya terus terang tidak tahu. Rata-rata IQ dan SQ nya berapa, belum pernah saya dapatkan informasinya.

    Suka

  29. […] Potret Kekejaman IPDN dari Masa ke Masa […]

    Suka

  30. max said

    Eh, Jangan 2x ntar kalo mo bikin KTP saya ditempeleng dulu sama pegawai klurahan ex IPDN

    @
    Kalau Mas Max hanya ditempeleng, bisa dipastikan Mas bukan tukang ojek — Wendi yang dipukuli sampai mati oleh mahasiswa IPDN. Mas benar-benar beruntung. 😦

    Suka

  31. birokrat said

    Terima kasih infonya yang banyak banget.
    Saya tunggu di IPDN Watch.

    @
    😀

    Suka

  32. amoet said

    Hem….memang bahasan IPDN ini menarik. Sejak adanya kasus Wahyu Hidayat, rakyat Indonesia dikejutkan oleh fakta apa yang terjadi di balik tembok kokoh kampus di Jatinangor itu.
    Setelah itu hampir tidak ada berita lagi mengenai STPDN yang berganti nama menjadi IPDN, rakyat pun dibuat percaya telah terjadi perubahan sistem di kampus itu.

    Tapi ternyata….kasus Cliff mencuat dan kali ini rakyat marah. Marah karena kampus itu sama sekali tidak belajar dari kesalahan masa lalu. Ada di salah satu blog http://www.ipdnmania.wordpress.com yang mengatakan kalau yag mengirim video ke media itulah “oknum”nya. Yang disebut pengkhianat oleh mahasiswa IPDN.
    Kemana perginya ‘hati nurani’ itu? Apakah mereka tidak bisa lagi berpikir dengan rasional dan akal sehat?

    Opsi dibubarkan memang opsi yang sulit, tapi menurut saya memang yang paling baik. Semua praja itu dipulangkan ke daerahnya masing2 dan dibina langsung oleh Pemda daerah setempat. Langkah seprti itu sepertinya lebih baik supaya mereka tahu keadaan rakyatnya tidak melulu dipenjara dalam ‘kerajaan’STPDN.

    Kalau pemerintah terutama SBY masih tarik ulur dengan nasib STPDN, saya membayangkan peristiwa reformasi tahun 98 dulu ketika teman-teman mahasiswa akhirnya berhasil menduduki gedung MPR dan memaksa Presiden waktu itu mundur. Apakah kejadian seperti itu harus terulang? Apakah harus ada yang berhasil menduduki kampus STPDN baru pemerintah akhirnya menutup kampus itu?

    @
    IPDN memang menarik, karena di tempat itu dididik calon birokrat dengan menipiskan etika, kejujuran, dan menjadi pemberang. Entah bakal apa negeri ini kalau mahluk-mahluk ini semakin banyak. Kematian demi kematian, pembelaan demi pembelaan, karena akal dan nurani tersimpan terali masyarakat yang juga tercemar. Semoga cepat berakhir nestapa ini. Kematian tukang ojek, apapun yang menjadi alasannya, sungguh merupakan bukti baru bahwa mempertahankan IPDN sama dengan menyia-nyiakan hasrat masyarakat madani.

    Suka

  33. kin said

    kalian semua menghina ipdn kan belum tentu semua siswax nakal, sebelum bicara harus koreksi dulu dong………………contohnya aq merupkan hasil dari kampus ipdn yang telah mendidik saya menajdi sukses……………..” dasar pihak2 tak bertanggung jawab” bodoh……..!!!!!!!!!!!

    Suka

  34. haniifa said

    @mas Kin
    Masudnya “sukses” ndumel gituh 😀

    Suka

  35. yudhisidji said

    ssssst………ada orang sukses baru marah…
    jadi ingak iklan si butet…

    Suka

  36. truthseeker said

    Mas Agor saya tambah sedih dengar komentar bapak/ibu pejabat Kin, krn:

    1. Seolah2 IPDN adalah milik IPDN yg lolos dr penganiayaan (kayaknya yg lolos adalah yg posisi penganiaya yaa?)
    2. Apakah kt rakyat Indonesia dan IPDN yg teraniaya, jg org tua korban tdk boleh bersuara ttg IPDN?
    3. Apakah layak ada yg bisa bilang sukses, jika kesuksesannya diatas darah rekan2nya?.
    4. Apakah matematika yg dipakai sbg dasar manfaat IPDN. Bagi sy 1 nyawa manusia tdk ada beda dg seluruh nyawa manusia. Jk kt melihat sistem berpotensi atas terjadinya kekerasan/kematian mk sistem tsb pantas utk diganti/ditutup.
    5. Terlihat jelas arogansi produk IPDN, dan ketidakpeduliannya atas tumbal2 kesuksesan mrk. Semestinya mrk yg palingkeras berteriak revolusi di IPDN. Perubahan saja tdk cukup, kt butuh ZERO Kekerasan.

    Suka

  37. NanieaPriL said

    tHX aLot bWt yG uDAh COmmEnt…
    QitA sBg PRaJa sie FAIR Kok. tIAp sSuatu itu pAsti adA sisi nEGATif n Positif nyA.
    Bkn cM IPDN yG pUNYa kasUS gINIE.PTK Lain jG, bedanYA cM adA yg tereKspos n aDA YG Ga.
    yG KONTRa ma IPDN BRarti bERada di 1 sudUT pandang aja,,
    cB dONK Liat darI sisi Positif nya Jg.KLo di BubaR’in,mAsyaraKAt sKItar KmpUz mO di Bikin aPa…????
    SbUruK apA pun aNDa2 M’cLaim KampUz kAmi, ONE CORPS-ONE NATION!!!!
    BHINNEKA NARA EKA BHAKTI !!!!!!!!!!
    WWP.NANIEAPRIL

    @
    Benar Mba, ada sisi negatif dan sisi positif dari segala peristiwa. Ketika frekuensi kemunculannya terekspos, masyarakat kemudian sadar bahwa sisi negatif sampai pada kematian itu haruslah menjadi perhatian sungguh-sungguh. Bayangkanlah kalo itu adik saya atau adik mba yang jadi korban dari penganiayaan dengan sebab-sebab yang jauh dari cita-cita pendidikan?.
    Kalaulah tidak terekspos, maka bukanlah berarti sistem pendidikannya benar. Bukan hanya di kampus-kampus tertentu, tetapi juga di kampus lainnya.
    Namun, ada hal yang lebih khusus untuk lembaga seperti IPDN yang seluruhnya dibiayai negara. Buat saya pribadi, jelas berpendapat bahwa masyarakat menghendaki calon-calon pegawai yang memiliki etika dan kualitas yang baik. Bukan yang dalam proses pendidikannya berperilaku negatif. Bangsa ini sudah sangat korup dan kemiskinan meraja lela. Tapi, adakah kita punya kekuatan untuk mengubahnya. Jawabnya tidak, kita bagian kecil saja dari bangsa ini.
    Jadi, tentu dasarnya kami berharap bukan seburuk apapun, tapi lebih menghasilkan produk yang bermutu. Administrasi pemerintahan yang penuh buruk tercermin juga dari sistem pendidikan anak bangsanya yang buruk.
    Tentu ini bukan hanya merujuk pada IPDN, tapi pada banyak sistem.

    Suka

  38. Boymuda said

    IPDN akan tetap dipertahankan dgn segala keadaannya dan Pemimpinnya akan dikembalikan ke Para Petinggi TNI Angkatan Darat. Keadaan yg diharapkan adalah :
    1. Nama “Kampus” IPDN di Jatinangor akan dikembalikan menjadi “Kesatrian IIP (Institut Ilmu Pemerintahan)”
    2. IIP akan menerima Calon Praja dari Jalur Pendidikan S-1 dg disiplin Ilmu ; Sosial-Politik,Pemerintahan,Hukum,Perencanaan Pembangunan dan Administrasi Publik. Serta menerima jalur Tugas Belajar dari Pemda dg pangkat minimal gol.II/c.
    3. IPDN regional di daerah hanya menerima Calon Praja dari Lulusan SMA/MA/Sederajat yg akan menempuh masa pendidikan Ikatan Dinas 4 thn.
    4. Perencanaan ini diharapkan dimulai pada tahun 2009 ini.
    Apapun tanggapan Publik mengenai IPDN dsb. Tidak berpengaruh karena :
    1. Kebutuhan akan Alumni Sekolah Pamong Praja tetap diperlukan sedangkan Alumni Ilmu Sospol/Pemerintahan dari Perguruan Tinggi Umum lainnya akan menjadi pendamping/mitra kerja alumni Sekolah Pamong Praja dg catatan harus Lulus Diklat Kursus Kepemimpinan Kecamatan yg diselenggarakan oleh Seskoad-Teritorial TNI-Angkatan Darat di Bandung. Perbandingan Ini mirip dgn Sarjana Kedokteran (dokter) dan Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
    2. Kasus Pemukulan di IPDN memang ada, & itu bukan Premanisme yg dilegalkan. Kenapa harus dipukul, karena Jam Dinas harus tetap berjalan, Negara sudah membayar mahal jam2 Dinas selama 4 thn yg harus diselesaikan oleh seorang praja tanpa ada alasan apapun utk nyantai.
    3. Kedepannya Proses Pembinaan seperti ini harus ditinjau kembali agar tidak memunculkan sisi2 negatif. Akan tetapi Pola Pembinaan Militer harus tetap diadopsi dan dianggap masih efektif untuk Pendidikan di Sekolah Pamong Praja ini demi Kestabilan Negara.
    Jelass … sekian.

    Saran & Kritik Layangkan ke : negarastabil@yahoo.co.id

    Suka

  39. plr-gratis said

    disiplin bukan kekerasan…

    Suka

  40. disiplin itu sebenarnya apabila bisa melalui kata-kata bisa langsung dilakukakan mengapa harus melalui kekerasan? , tapi apabila dia tidak bisa di beritahu lewat mulut ya melalui tindakan. memang terkesan keras, namun apabila melalui jalur tersebut bisa menegakan disiplin dari semua darerah indonesia pendapat saya sah-sah saja kekerasan tersebut..
    karena tidak semua watak orang-orang dari berbagai daerah itu sama

    Suka

  41. anonymous said

    Bahkan sampai saat ini masih banyak kekerasannya, dan semua orang dalam sampai petinggi di dalamnya ikut menutupi.

    Suka

Tinggalkan komentar