Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Karakter Manusia Indonesia Picik dan Tak Mau Kalah

Posted by agorsiloku pada Maret 17, 2007

Laporan Wartawan Kompas M Zaid Wahyudi JAKARTA, –Manusia Indonesia dicirikan dengan karakter yang picik, solidaritas rendah, serba instan, dan sulit menerima kekalahan. Kondisi tersebut membuat keadilan dan kesejahteraan sosial di Indonesia sulit diwujudkan.

Penggiat filsafat kebudayaan Tony Doludea di Jakarta, Jumat (16/3) sore mengatakan karakter manusia Indonesia adalah mudah iri hati, picik, dan tidak menyadari solidaritas untuk tujuan bersama. Mereka juga suka memperoleh sesuatu secara instan, mengabaikan proses dan kerja keras, percaya terhadap klenik, dan tidak dapat menerima kekalahan.

”Karakter itu ada dalam diri seluruh manusia Indonesia, mulai dari politisi, akademisi, intelektual, pemimpin, tokoh agama, hingga orang awam dan rakyat miskin,” kata Tony.

Mental manusia Indonesia tersebut membuat masyarakat tidak lagi percaya kepada kebenaran, keadilan, dan kebaikan. Kondisi tersebut membuat keadilan dan kesejahteraan sulit diwujudkan di Indonesia.

Dikirimkan oleh Pemerhati : El Zach dalam komentar.

19 Tanggapan to “Karakter Manusia Indonesia Picik dan Tak Mau Kalah”

  1. Kalau begitu sila ke lima dari panca sila diganti saja gimana? Menyesuaikan keadaan manusia Endonesa

    @
    Kalau menurut saya Pak Guru, pancasila sudah lama hanya jadi hiasan di kantor-kantor, di ruang guru, di ruang kepala sekolah, di banyak tempat. Tapi, kita sudah lama kehilangan spiritnya. Saya sama sekali TIDAK SETUJU DIGANTI, karena itu akan jadi objekan baru mengganti semua hiasan-hiasan itu. Berapa lagi biayanya. Persis seperti pemerintah suka-suka ganti dari SMP ke SLTP, terus balik lagi ke SMP –> hayo ada 217 ribu sekolah lagi yang ganti biaya papan nama. 217 ribu kali, anggap saja 20 ribu rupiah = Rp 4,3 M berapa lagi biaya ganti kop surat, ganti rapor, ganti cap sekolah. Apakah kita akan memboroskan lagi biaya untuk sesuatu yang spiritnya sudah tidak ada……………

    Suka

  2. Dono said

    Ass,wr.wb,pak Agor.

    Semua perubahan berdasarkan dari awal perubahan perangai bangsa indonesia sendiri.Kalau seseorang ingin dihormati, wajib dia menghormati dirinya terlebih dahulu dgn kata lain mengenal dirinya terlebih dahulu.Berikanlah kesempatan pada diri kita masing2 untuk berubah.Buang sifat2 ketidakdewasaan tersebut, gantikan dengan sifat2 kemanusiaan.Kita wajib bekerja keras demi kelestarian semesta alam.Kita sebagai khalifah di muka muka bumi, akan di minta pertanggungan jawab.

    Wassalam,Dono.

    @
    Wass wr.wb. Mas Dono…
    Kalau tak salah, pembahasan mengesankan tentang manusia Indonesia yang pernah saya baca itu al. Mentalitet Pembangunan – Koentjaraningrat. Buku terbitan Gramedia itu dulunya sangat populer jadi kajian banyak pihak, Manusia Indonesia – Pengarangnya Muchtar Lubis yang pernah punya Koran Indonesia Raya, Di bidang pers – Atmakusumah Astraatmaja yang menguras habis mentalitas amplop karyawan pers, Dimensi Pembangunan, Soejatmoko, dan teringat kembali “Penghianatan Kaum Intelektual” – Julen Benda di Revolusi Perancis (?) dimana beroposisi intelektual untuk berpihak pada kekuasaan. Wah, tentu semakin banyak buku-buku sejenis. Semoga.
    Pepatah lama, lebih baik seekor singa menjadi pemimpin sekelompok domba, daripada seekor domba memimpin gerombolan singa.
    Betul kita dari setiap diri akan diminta pertanggung jawaban dari setiap kegiatannya, namun totalitas sistem bekerja pada pilot yang mengarahkan kemana pesawat akan mencapai tujuan, biduk kapal yang mengarungi samudra dan tiba di pelabuhan kemakmuran dengan selamat.

    Pemimpin yang peragu, tidak tegas, tidak amanah lebih berbahaya bagi ummat dari pada segerombolan penyamun….. Wass, agor.

    Suka

  3. Amd said

    Mas Agor, kalau penafsiran ayat seperti di sini bisa dianggap picik juga ndak?

    @
    Wah, saya tidak dalam posisi “menghakimi”. Yang pertama, kalau tidak salah ada hadis bilang :”…kembalikan saja semua kepada ahlinya”. Yang kedua, saya tidak menemukan kata dalam al Qur’an bahwa matahari mengelilingi bumi, tapi yang ada matahari dan bulan pada garis peredarannya. Jadi matahari jelas dinyatakan bergerak pada garis peredarannya, seperti juga bulan.

    QS 13:2 Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.

    Dalam usaha memahami ayat al Qur’an, saya berusaha meminimalisir tafsir, tapi berusaha memahami apa adanya saja. Oleh karena itu, ketika :”saya berpendapat” pada posting-posting yang saya lakukan, saya usahakan hanya bertumpu pada apa yang Allah nyatakan pada Al Qur’an.

    QS 6:114. Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.

    Sedangkan sebuah wacana :”bumi mengelilingi matahari”, dengan kata lain : “memahami pusat” bisa didekati dari ragam pola berpikir.

    Pusat mode –>Paris
    Pusat peribadatan –> Mekkah (semua ummat muslim beribadah ke arah mekah dari segala arah di permukaan bumi).
    Pusat tata surya –> Matahari.
    Pusat kehidupan di tata surya untuk mahluk berakal ->Bumi.
    Pusat bumi (earth) –> inti bumi (pusat lingkaran bumi).
    Pusat alam semesta seluruhnya –>diduga bigbang, … dahulunya satu kemudian dipisahkan (QS 21:30)

    Jelas di Al Qur’an, pusat perhatian dalam penjelasannya berada di bumi. Memerincikan posisi manusia yang tinggal di bumi, banyak ayat yang menunjukkan pusat pengelihatan adalah posisi kita relatif terhadap sekitarnya. Misalnya, pada ayat :

    QS 18:86. Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: “Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.

    Perhatikan kata : melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam
    Kata melihat menunjukkan posisi pengamat terhadap objeknya. Jadi betul-betul posisi relatif. Begitu juga dalam ayat yang posisinya lebih luas dijelaskannya bulan dan matahari (bukan bulan, bumi, dan matahari).

    Melakukan komparasi harus berada pada konteksnya. Jadi membandingkan dengan kopernikus untuk pengertian posisi bulan dan matahari (tata surya), sedang ayat menjelaskan matahari dan bulan pada peredarannya saya kira menurut ilmu astronomi nggak begitu (saya bukan astronom), karena kopernikus bicara tentang pusat pergerakan di tata surya, sedangkan ayat itu bicara soal matahari yang bergerak pada garis edarnya, sedangkan Zulkarnaen (pada QS 18:86) jelas berada pada posisi dia berada di bumi dan melihat matahari.

    Akhirnya, betul sekali : serahkan pada ahlinya, jangan mudah mengambil kesimpulan terhadap apa yang menjadi “pemahaman”. Peringatan untuk saya, khususnya yang sedang belajar memahami.

    Oh ya, dalam konteks yang tidak berhubungan dengan Al Qur’an dan hadis; saya main kutip saja, main di level persepsi-persepsi juga.
    Salam, agor.

    Suka

  4. Yang mulia Agorsiloku,
    Apa yang dijelaskan tentang karakter manusia Indonesia picik dan tak mau kalah adalah benar apalagi yang terbanyak adalah beragama islam, sehingga menjadi kearab-araban. Sedang sifat kearab-araban menurut kitab suci At Taubah (9) ayat 97 adalah paling kafir dan paling munafik. Makanya janganlah kearab-araban, saran saya.
    Wasalam, Pembaharu Persepsi Tunggal Agama millennium ke-3 masehi.

    @
    Ass. Wr.Wb. Pak Soegana.
    Terimakasih lho atas komentar Bapak. Terimakasih juga atas nasehat Bapak. Memang perlu jua orang memahami antara budaya orang Arab, dengan budaya Islam di Arab.
    Oh ya, kalau boleh (dan sangat Agor harapkan), jangan panggil Yang mulia. Ini terasa ganjil dan super aneh di telinga. Yang paling mulia itu yang paling takwa, dan kita tidak tahu kan sesungguhnya siapa dari manusia-manusia itu yang paling bertakwa.

    Oh ya, kalau boleh (tidak keberatan, Nama diringkas (dalam komentar), tentu kalau berkenan. Agor yakin, orang telah mengenal Bapak sebagai pembaharu persepsi tunggal Agama millenium ke-3 Masehi.
    Salam, agor

    Suka

  5. Rovicky said

    Salah satu kepicikan Masyarakat Indonesia adalah menggali segala kelemahan diri, keburukan diri, kejelekan diri. Ada rasa lebih bangga kalau bisa menguak kesalahan diri sendiri. Mengungkap keburukan dengan dalih demi memajukan.
    Kemajuan sebuah negara lain lebih banyak menggali kelebihan diri, kekuatan diri.

    “Stay on positive side, start think the positive !! ”

    Herannya lagi coba baca :
    ”Karakter itu ada dalam diri seluruh manusia Indonesia, mulai dari politisi, akademisi, intelektual, pemimpin, tokoh agama, hingga orang awam dan rakyat miskin,” kata Tony.
    Emangnya WARTAWAN tidak ?

    @
    Bicara tentang karakter bangsa (Indonesia) memang rumit.
    Soale, dengar yang buruk-buruk –> biasa.
    Berita baik dan power full, seperti pada konsep dasar : Gemah Ripah Repeh Rapih Loh Jinawi –>biasa.

    Jadi sisi positif atau negatif selalu bersamaan dan diterima bersamaan. Bangsa yang selalu “UNTUNG” dan berpikir positif, ya bangsa Indonesia itu.

    “ambillah hikmahnya”.

    “yo gapapa toh, podo wae…”

    Jadi, ya Pak Dhe sisi posisif, think positif sudah dari sononya… cuma para praktisi Indonesia pasti bingung, negatif oke, positif oke. Kagak pernah sakit hati. Paling korupsi, ya bangga, paling santun yo angguk-angguk….

    Suka

  6. Evy said

    Ya bener pak orang lupa sama pancasila, akhlak, moral dan mental makin mlorot euy…so sad :(, aku jadi nulis pancasila tuh

    @
    🙂

    Mba, pancasila tanpa jiwa… bagaimana karakter (baca : etos), seperti bushido, seperti musashi, seperti itu vietnam bangun kembali bisa ya di negeri ini. Atau paling tidak, ya… jangan kita cuma ketawa atau marah sama pemerintah sambil makan biskuit dan roti mendengar berita busung lapar dan anak-anak kelaparan.
    Pemimpin dan ulama kita kagak punya karakter cukup untuk diteladani.

    Suka

  7. Amd said

    Wah, mantap analisisnya Mas Agor. Thanks a lot.

    @
    kalau keliru jangan ragu luruskan. Itukan hanya satu cara pandang dari ribuan sudut pandang…. Trims kembali….

    Suka

  8. Adalah sungguh benar karakter sebagian orang indonesia, khususnya jaman sekarang adanya seperti itu, hanya sebahagian orang2 yang tulus kepada Tuhannya lah yang tidak termasuk kedalam golongannya.

    Saya banyak kecewa kenapa mental mereka seperti itu, saya bukannya mengaggung budaya barat (=maaf yang saya ambil buadaya positifnya saja : disiplin, tanggung jawab dll ) , orang indonesia yang sifatnya seperti itu(=picik, solidaritas rendah, serba instan, dan sulit menerima kekalahan) sekarang sedang memimpin disemua lingkup baik dilevel negara sampai desa.

    Indikasinya adalah kerusakan dan bencana dibumi kita. Jika orang2 seperti itu masih memimpin maka tinggal tunggulah saatnya bangsa ini rusak serusaknya.

    Tapi saya yakin kelak suatu saat mendatang akan datang generasi2 yang menjungjung Al quran & Hadist sebagai landasan memimpin..

    Masa itu pasti akan datang …

    @
    Dilihat dari pergerakan selera bangsa :”mulai jenuh dengan korupsi”, semakin banyak buku yang mengajarkan tingkat kesadaran dan etika lebih baik, baik dari sudut agama, maupun fungsi-fungsi etika dan manajerial, maka kita percaya bahwa “kebaikan” akan lebih cepat menunjukkan cahayanya kembali….. Semoga, insya Allah.

    Suka

  9. Sdr. Otoi Suotoi pennggap no.8 tgl 22 Maret 2007.

    Anda yakin kelak suatu saat mendatang akan ada generasi yang menjunjung Al Quran dan Hadits sebagai landasan memimpin … Masa itu pasti akan datang.

    Firasat anda sudah menuju kepada I.Q.-nya Nabi Suci.

    Untuk memperbaiki persepsi tunggal agama agar tidak terdapat perpecahan persepsi agama-agama didalam agama itu maupun antara agama, maka Nabi suci menjanjikan:
    1. Datangnya Allah dengan hari takwil kebenaran kitab sesuai Al A’raaf (7) ayat 52,53.
    2. Datangnya Allah menjadikan Al Quran dalam bahasa asing ‘Indonesia’ selain dalam bahasa Arab sesuai Fushshilat (41) ayat 44.
    3. Datangnya Allah menyempunakan
    wahyunya pada era globalisasi agama berkat do’a kita semua sesuai Thaha (20) ayat 114,115.
    4. Datangnya Allah membangkitkan ilmu pengetahuan agama sesuai Al Mujaadilah (58) ayat 6,18,22.
    5. Datangnya Allah dengan hari-hari Allah sesuai Ibrahim (14) ayat 5 dan Al Jaatsiyah (45) ayat 14.
    6. Hal-hal tersebut wajib ditunggu-tunggu akan tetapi dilupakan oleh manusia terutama umat Islam seduania khususnya umat Islam Indonesia, oleh karena hal-hal itu turunnya di Indonesia, dana pada masa yang akan datang Indonesia akan menjadi guru agung persepsi tunggal agama untuk dilaksanakan oleh semua agama-agama dan kepercayaan agar terdapat perdamaian yang kekal dan tidak berselisih agama.
    Wasalam, Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal Agama millennium ke-3 masehi
    Hidup Indonesia mendamaikan semua agama dipermukaan bola atlas ini.

    Suka

  10. catuy said

    picik itu bukan budaya… picik itu sifat.. ketika dimiliki hampir sebagian orang di republik ini.. apakah itu menjadi alasan kita mendespite pribadi bangsa ini…

    picik atau tidak picik merupakan hal yang sangat subjektif. bahkan mungkin orang yang menuduh orang lain picik sesungguhnya adalah orang paling picik di dunia….. picik tidak sama dengan fanatisme.. picik tidak sama dengan konservatif.. picik adalah ketidak mampuan untuk mengolah berbagai pendapat menjadi satu konsensus pemikiran yang solutif dan konstruktif… karena terkadang ada orang yang “what so called” demokratis pun adalah orang picik.. picik dengan kedemokrasiannya… apakah picik hanya milik orang-orang islam fundamental atau orang-orang sosialis…

    Indonesia hanya sebuah negara dengan penduduk yang memiliki tekanan hidup yang besar… masyarakat yang hidup dengan tekanan yang besar memiliki kecenderungan untuk mencari kambing hitam.. ketidak percayaan terhadap institusi formal pemerintah yang ada saat ini menyebabkan masyarakat mencari model-model lain pemerintahan.. apakah Islam jawabannya??? saya memilih untuk tidak menjawab, nanti kesan jaim saya hilang…. kalau ada yang mau berdiskusi boleh…

    for me… menjadi orang indonesia yang berguna untuk masyarakat adalah lebih baik… apabila ada model lain selain yang ada saat ini yang mampu membawa masyarakat lebih sejahtera, maka saya akan dukung kelompok tersebut…

    manusia indonesia masih memiliki nurani untuk membedakan mana yang benar dan yang salah…. pernyataan yang anda keluarka terpaksa harus saya sangkal…. karena pesimisme lah yang menghancurkan negara ini.

    @
    Mas Catuy, trims komentarnya yang bernas. Sungguh nyaman saya membacanya…. sekali lagi,trims…. semakin banyak catuy, keniscayaan semakin mendapat bentuknya.

    Suka

  11. […] oleh AMD dalam tema yang lain, saya memberikan komentar tentang Pusat. Dalam komentar yang saya kutipkan lagi, jawaban saya sebagai berikut : Mas Agor, kalau penafsiran […]

    Suka

  12. […] sini, di sini dan di sini. Bid’ah ditebarkan, darah dihalalkan, pembunuhan terjadi. Sampai sampai ciri khas dan karakter picik dan tak mau kalah pun melekat, bukan hanya di Endonesia Indonesia, tapi memang sudah terjadi di berbagai negara lain, […]

    Suka

  13. […] untuk menyanggah fatwa konyol itu bisa saya dapatkan di blog Mas Agor, yang menjelaskan kalau yang namanya pusat itu bisa dalam bermacam-macam pengertian. Makanya mikir! – Tafsir tekstual? Lihat ini: Kami Berada Di Atas Manhaj Salaf: Saya juga bisa […]

    Suka

  14. […] itu hanya April Mop Kang! Tapi sejauh ini yang paling komprehensif menjawab pertanyaan saya adalah jawaban Pak Agor untuk komentar saya yang baru saja beliau publish ulang menjadi sebuah […]

    Suka

  15. […] untuk menyanggah fatwa konyol itu bisa saya dapatkan di blog Mas Agor, yang menjelaskan kalau yang namanya pusat itu bisa dalam bermacam-macam pengertian. Makanya mikir! – Tafsir tekstual? Lihat ini: Kami Berada Di Atas Manhaj Salaf: Saya juga bisa […]

    Suka

  16. […] itu hanya April Mop Kang! Tapi sejauh ini yang paling komprehensif menjawab pertanyaan saya adalah jawaban Pak Agor untuk komentar saya yang baru saja beliau publish ulang menjadi sebuah […]

    Suka

  17. […] so far, kita semua, mau tidak mau harus mengakui, seperti ujar Pak Agor kala menjawab komen saya, saya tidak menemukan kata dalam al Qur’an bahwa matahari mengelilingi bumi, tapi yang ada […]

    Suka

  18. […] untuk menyanggah fatwa konyol itu bisa saya dapatkan di blog Mas Agor, yang menjelaskan kalau yang namanya pusat itu bisa dalam bermacam-macam pengertian. Makanya mikir! – Tafsir tekstual? Lihat ini: Kami Berada Di Atas Manhaj Salaf: Saya juga bisa […]

    Suka

  19. atmonadi said

    Diskusi tentang pusat memang bisa membuat orang pabalieut kalau tidak sadar konteks dan dimensi yang diomongkan.

    Para penghuni Gua Al Kahfi, atau yang sehari-hari kita lihat misalnya para penjaga toko kelontong, melihat dunia dengan Pusat dirinya sebagai penjaga toko. Mengenai sistem refrensial Bumi sebagai pusat sebenarnya keliru kalau digunakan untuk ruang waktu 4 dimensi. Tapi benar kalau digunakan sebagai sistem kesadaran diri seperti para pertapa atau Pemuda al-Kahfi.

    Pemuda al-Kahfi melihat realitas dari sudut pandangnya yg ada di dalam gua dimana semua gerak kan di luar gua al-Kahfi bentuknya 2 dimensi mirip wayang kulit (atau ini mirip insinyur desain pesawat di lab yang bekerja sendirian – hasilnya gambar teknik 2d).

    Kalau Penghuni Gua al-Kahfi berjalan keluar gua maka ia melihat kehidupan dengan pandangan yang berbeda yaitu 3 dimensi. Ia bisa berinteraksi ke segala arah dengan orang lain, mengambil makanan dari pohon, ataupun keliling dunia . Nah, Pemuda al-Kahfi yang keliling dunia ini menyadari kalau realitas di luar Guanya dulu tempat ia bertapa ternyata berbeda.

    Pusatnya bukan lagi dirinya sendiri tapi ketika ia melihat konteks kehidupan dalam sistem masyarakat pusatnya ternyata Matahari. Itu kalau dari sisi kealaman. Pada sistem sosial masyarakat tentunya Raja atau Presiden yang menjadi pusat.

    Kalau kita menggunakan sudut pandang di Gua al-Kahfi produknya tentu saja gambaran dunia di atas kertas, 2-d. Ketika ingin diwujudkan di dunia luar untuk orang lain, ia harus membuat gambar 2 D itu menjadi 3 D, dan pusatnya tentunya ukuran-ukuran dimensi ruang-waktu dengan pusat Matahari.

    Adalah keliru menafsirkan ayat-ayat esoteris tanpa kemampuan untuk menafsirkan perumpamaan di dalamnya karena hasilnya hanyalah egosentrisme dan fanatisme yang jatuhnya akan menjadi Hitler atau Polpot karena melihat kebenaran secara sepihak yaitu dari sudut Gua al-Kahfi saja yang gepeng 2-D.

    Jadi, gagasan kalau bumi pusat semesta memang harus diterapkan secara proporsional yaitu untuk kesadaran diri kita. Meskipun sebenarnya tidak tepat benar juga karena ujung awal dan akhir semua realitas yang artifisial yaitu yang kita pahami dengan bantuan ilmu itu ternyata TELUNJUK DAN IBU JARI KITA SENDIRI yaitu 230!!!! (perhatikan 230 adalah nilai huruf dari ayat yang berbunyi AIN SIN QOOF dan kalau ditransformasikan ke kehidupan ruang-waktu ia tak lain suatu pesan ilmu pengetahuan tentang 2 lempengan dan 3 lempengan bumi yang tidak stabil dan bisa mengubah keadaan di Planet bumi).

    Makanya dalam al-Qur’an hal ini tersirat sebagai jumlah ayatnya yaitu 6236 ayat.Artinya al-Qur’an itu untuk semua manusia secara personal, tapi kalau untuk diaplikasikan bagi kegiatan keduniawian harus di elaborasi dulu menjadi kontinuum-Kesadaran-Ruang-Waktu . Jika tidak orang tidak akan menghargai pendapat oranglain maka lahirlah TERORIS2 yang ngebom seenaknya karena mengira dirinya sudah jadi Tuhan alias jadi Fir’aun.

    @
    ada beberapa tema komentar ini… namun benar… jangankan menafsirkan… memahami saja rasanya tak kunjung mengerti… 😦

    Suka

Tinggalkan komentar