Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Perjalanan Pindah Rumah

Posted by agorsiloku pada Maret 7, 2007

Memang tidak terlalu sering sih, tapi ini catatan pindah rumahku :

1988 pindah ke rumah kontrakan pertama. Rumah kontrak sederhana (Rp 250 ribu per tahun).
1989 pindah ke rumah kontrakan kedua, masih dekat dengan kontrakan pertama. Anak pertama lahir.

1990 pindah ke rumah cicilan pertama dari yang gagal meneruskan cicilan rumah. Oh ya, keluarga kecil kami membeli rumah BTN sederhana dengan cicilan Rp 63.600 (Enam puluh tiga ribu enam ratus rupiah). Karena hidup menyicil rumah, kalau ke supermarket selalu ingat belanja ayam hanya punya pilihan di sekitar ayam saja : punggung ayam, ceker ayam, sayap ayam, atau leher dan kepala ayam. Menderita?. Tidak, kami bahagia kok. Kami bisa makan nikmat. Selalu ingat ketika anak kecil sulungku berkata sambil memegang mainan di supermarket :”Ayah… ayah…, nanti kalau sudah punya uang belikan ini ya!”. Aku selalu menjawab : “Ya.. ya nanti dibelikan kalau ayah sudah punya uang”. “Insya Allah”, bisik hatiku, sambil tak yakin, apakah aku dapat membelikannya.

1991 pindah ke Jakarta.

1992 pindah rumah lagi yang lebih dekat tempat kerja.

1993 Anak kedua lahir.

1994 masih tinggal di rumah yang sama. Sambil kerja meneruskan sekolah. Beruntung perusahaan memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan.

1995 akhir, pindah ke Kota Semarang.

1997 pindah lagi. Kali ini di Surabaya. Anak pertama di SD bilang, :”paling enak tinggal di Semarang?” Dia bilang gurunya pinter sekali, kalau ditanya selalu ada jawabnya. Kalau tidak tahu, dia selalu bilang — nanti Pak Guru cari jawabannya.” Dia kecewa, gurunya sekarang malah marah kalau ditanya. Pertanyaan anak saya waktu itu : “Pak Guru, apakah blekhol itu?”. Anak saya tahu black hole gara-gara membaca buku Doraemon.

1998 tetap

1999 tetap

2000 pindah lagi, tapi masih di Surabaya.

2001 tetap

2002 tetap. Anak sudah smp bertanya lagi : Kok nggak pindah lagi sih?… Pindah baginya adalah “kewajaran saja”. Meski kewajaran, tapi aku tahu betul bahwa ada sesuatu yang hilang dari padanya, sahabat-sahabat kecilnya. Dia boleh jadi tidak punya “kampung halaman”, dan saya tahu, desanya adalah Indonesia.

2003 pindah lagi ke Jakarta. Sampai sekarang.

Sampai Tahun 2003, sejak 1998 atau kurang lebih 15 tahun masa kerja mengalami 9 kali pindah rumah. Tidak terlalu sering sih, hanya hampir setiap dua tahun pindah rumah. Kadang sampai “malas” membuka tumpukan buku yang di bawa dari satu rumah ke rumah yang lain. Barang yang dibeli pun, selalu memperhitungkan kemungkinan pindah, sehingga tidak “terlalu” serius membeli. Namun, saya beruntung bisa pindah dari satu rumah ke rumah yang lain. Begitu banyak yang pindah dari satu rumah dan tidak tahu pindah ke rumah yang mana?.

Setiap perpindahan adalah kehilangan sahabat-sahabat lama, bertemu sahabat-sahabat baru. Bertemu kesempatan-kesempatan baru dan kehilangan harapan-harapan lama, berhadapan dengan situasi baru. Namun, selalu yang ada bersama kita, sampai suatu saat.

Namun, itu hanya kilasan pendek. Ketika banyak orang Inggris, Spanyol, Belanda; berangkat ke benua harapan baru yang kemudian dinamai Amerika, mereka pamit kepada keluarganya untuk pergi ke negeri harapan dan belum tentu kembali lagi ke negeri nenek moyangnya. Bangsa penjajah juga begitu, sekali pergi ke tanah “harapan”, dia belum tentu bisa kembali lagi ke tanah kelahirannya. Bahkan, bukan hanya meninggalkan lingkungan dan sahabat-sahabat lamanya, tetapi pergi untuk bertempur, meninggalkan keluarga, isteri, anak untuk sebuah cita-cita. Juga seperti jaman penjajahan dulu, perbudakan dari Afrika ke Eropa dan Amerika, Suku Jawa ke Suriname, dan banyak lagi dan banyak lagi. Yang ini, lebih tragis lagi, bukan kehilangan lingkungan dan sahabat, tetapi juga kehilangan harga dirinya.

Jadi sungguh, pindah rumah itu jelas bukan sesuatu yang layak dicatatkan sebagai beban dalam kehidupan. Wajar-wajar saja…..

4 Tanggapan to “Perjalanan Pindah Rumah”

  1. Saya sebagai seorang anak justru memperoleh pelajaran yang luar biasa dari perpindahan-perpindahan keluarga kami dari satu tempat ke tempat yang lain. Makin banyak warna dalam kehidupan jiwa saya yang baru tumbuh ketika itu. Dengan demikian saya banyak belajar tentang banyak hal yang tak dapat saya temui bila saya hanya menetap di satu tempat.

    @

    Betul, perpindahan-perpindahan mendapatkan banyak manfaat. Kita tidak pernah tahu, apa yang sesungguhnya Allah persiapkan untuk kita. Setiap titik di persimpangan jalan, adalah juga titik-titik di pertemuan tujuan…..

    Suka

  2. Masih ada rencana pindah lagi?

    @
    Jika dikehendaki, namanya prajurit, selalu siap….

    Suka

  3. OOO tentara to pak?

    @
    bertahun-tahun saya di garda depan… bukan polisi atau tentara, tapi salesman mba… sampai sekarang masih nyales….

    Suka

  4. Kang Agor, Sampeyan ini koyok tentara saja, pindah-pindeh terus. Anak-anaknya jadi dapat julukan anak kolong dong.

    @
    🙂 memang anak kolong,…. kolong langit………..

    Suka

Tinggalkan komentar