Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Teori Evolusi dan Teori Pokoke…

Posted by agorsiloku pada Februari 10, 2007

Ini persoalan “POKOKE“, jadi kalau sudah pokoke, maka tidak perlu perdebatan atau membangun wacana lagi. Saya termasuk golongan yang memilih pokoke teori evolusi itu ngaco, salah. Semua penemuan spesies yang mirip-mirip manusia, apapun namanya adalah kerjaan absur yang tidak ada dasarnya. Teori evolusi tidak lebih tidak kurang hanyalah dugaan, hipotesis bahwa asal usul mahluk hidup itu berasal dari mahluk hidup lain atau yang sejenis mahluk lain. Bahwa jerapah menjadi berleher panjang, dan bukan pendek yah karena memang dari sononya begitu. Begitu juga kalau mammouth lenyap, maka gajah tercipta bukan dari mammouth, tapi Allah SWT saja. Pokoke, saya lebih suka disebut dungu, nggak ilmiah, gebleg dari pada dibilang nggak beriman dan tidak percaya adanya Allah.

Lho, emangnya kalau beragama dan beriman terus nggak boleh percaya teori evolusi. Bukankah seluruh bukti spesies, palaentologi, taksonomi, biologi, menunjukkan arah itu?. Lagian, saya kan beragama, tapi percaya teori evolusi?. Piye toh sampeyan!.

Sekali lagi, pokoke, saya tidak mempercayai teori evolusi. Mbo’ namanya juga teori yang belum ada buktinya juga cuma kesimpulan dan dugaan-dugaan saja.

Karena pendekatan percaya (beriman), tidak sama dengan pendekatan empiris ilmu pengetahuan dengan segala bla-bla-blanya emang berbeda buanget dengan teori evolusi.

Emang sampeyan sudah baca bukunya Darwin yang kesohor itu atau nggak, The Origin of Species?. Emang belum sih (jujur saja), tapi kan orang pinter-pinter dan yang pin-pin bo juga sudah bilang soal ini. Survival of the fittest, gitu. Terus berkembang jadi perubahan genetik mahluk hidup untuk berubah jadi mahluk hidup lain gitu. Dari laut turun ke darat dst dst. Perlahan, tapi pasti evolusi terjadi. Yo, wis.. itu kan pikiran yang menyetujui teori evolusi.

Saya juga pokoke percaya bahwa Coelacanth yang hidup ratusan juta tahun yang lalu sampai 65 juta tahun lalu, eh tahu-tahu sampai sekarang masih juga belum berevolusi ketika ditemukan. Hidup malah. jadilah fosil hidup yang kebetulan nggak ada perubahan.

Jadi saya juga punya alasan sah (tapi hanya logika), bahwa teori evolusi (sebenarnya saya lebih suka bilang hipotesis evolusi saja), karena emang evolusi itu juga kan cuma dugaan belaka.

Tapi, ngomong-ngomong, tetangga sebelah rumah menggali sumur. Dia menemukan dua mobil, yang satu buatan Jepang, yang satu buatan Eropa, yang satu lagi Delman. Berdasarkan ciri-ciri fisiknya, ia berkesimpulan bahwa ada hubungan dengan teori evolusi di antara mobil-mobil itu. Boleh jadi delman itu menurunkan mobil Amerika, terus mobil Amerika menurunkan mobil Jepang. Apalagi masa penemuannya berbeda tahunnya.

“Terus kalau bus bagaimana?”.

Untung dia nggak temukan bus, kalau temukan pasti dia bilang mammouth menurunkan gajah. Makin percaya saja pada teori evolusi.

Yah sudah, saya mo cari referensi lainnya dulu ya, tapi bagaimanapun teori evolusi itu betul-betul telah menambah kesenangan berdebat sambil menghirup kopi panas dan sedikit gorengan yang disiapkan si mbok.

13 Tanggapan to “Teori Evolusi dan Teori Pokoke…”

  1. Saya dari kenal teori evolusi juga gak percaya. Meskipun kalau ulangan tentang evolusi dulu njawabnya sih sesuai pelajaran juga, gak ada penentangan.

    @
    Kalau saya bolak-balik. Percaya, terus bingung, terus nggak. Sekarang sih sudah sama sekali nggak percaya hipotesis evolusi, new evolusi atau apa saja yang menjelaskan bahwa mutasi genetik melahirkan mahluk hidup jenis baru.

    Suka

  2. hehehe makhluk hidup terus berevolusi, nanti manusia di masa depan bentuknya kaya apa ya…namanya bukan manusia lagi…ada sayapnya kali…berubaaah…kata pakde…hehehe jd kaya power rangers.

    @
    Dipercaya manusia masa depan itu, wajahnya mirip agor (?), memiliki kepala yang membesar, kedua mata semakin dekat, yah seperti fiksi eti (extra teristial intelegent). Ini disebabkan fungsi indera semakin tidak dipakai sedangkan fungsi otak semakin optimum digunakan. Tapi eti tidak menjelaskan mengapa matanya terus membesar. Tapi, kalau saya sih lebih percaya bahwa bentuk manusia akan semakin enak dipandang dan nyaman, karena perkawinan genetis dan keahlian manusia di bidang ini akan kian mempercantik wajah manusia. Aktivitas manusia semakin digantikan oleh teknologi, maka sebagai gantinya manusia banyak melakukan senam pagi, kebugaran, dan lain-lain. Jadi kagak berubah-ubah. Tapi, ketika manusia jadi fosil, dan ditemukan oleh generasi masa depan, karena alam makin tidak bersahabat, manusia memakailah baju tebal atau bahkan dari besi atau alumunium atau sebangsanya, atau boleh jadi tangannya dihubungkan dengan peralatan mesin, wajahnya dibungkus helm anti karat maka fosilnya menjadi seperti satria baja hitam. Rupanya itulah yang ditemukan oleh Pak Dhe, sehingga berkesimpulan bahwa manusia bermutasi menjadi power rangers. Jadi, setelah direnungkan, memang benar yang disampaikan Pak Dhe. Tak terbantahkan lagi.

    Suka

  3. Kalo kata Pak Harun Yahya, kalo memang evolusi terjadi, seharusnya ada fosil yang menunjukkan perubahan itu, seperti fosil separo pak agor, separo monyet (maaf contohnya seperti itu). Atau fosil separo ular separu biawak, kaya biawak berkaki dua. Tapi sejauh ini ga ada kan?

    @
    Ada penjelasan bahwa terjadi loncatan evolusi pada karakteristik tertentu. Logika ini, separo agor separo monyet (biarpun agak mirip lho, bercanda), tidak akan muncul, jadi tidak berubah sedikit sedikit, pada tahap tertentu bisa terjadi loncatan evolusi menjadi sesuatu yang berbeda, Jadi ada sesuatu yang menyebabkan jadi bleg berubah. Karena kalau tidak begitu, tidak mungkin dia bisa hidup di alam ini (bersaing, survive). Bayi manusia mengikuti tahapan untuk dapat menjadi manusia utuh bersaing di alam ini membutuhkan pendidikan dari ibu (induknya), tapi tidak begitu dengan ular. Beberapa saat setelah lahir, ular kobra sama bahayanya dengan yang sudah dewasa. Loncatan ini dalam tahapan tidak mengubah teori evolusi, tapi menyempurnakannya. Model loncatan ini sebagai kesadaran reflektif. Kalau jerapah, bolehlah berleher makin lama makin panjang.
    Teori loncatan pada evolusi ini, setidaknya bisa “menghibur” hilangnya jalur perubahan (missing link) sebuah proses kehidupan. Namun, ini juga sebenarnya adalah hipotesis, atau dengan bahasa sosial sebuah prasangkaan.

    Suka

  4. Kalau sudah pokoke.. yaa susah… hehehe…

    @
    Karena itu, “kita” kemudian mudah menyudutkan yang berbeda pendapat dengan kita sebagai murtad, sebagai tidak beriman atau sebaliknya dasar fundamentalis, dasar penganut tradisi kolot, dasar…. yang ujung-ujungnya sama saja.

    Suka

  5. Theori Pokoke tentang Roh sesuai Al Isro (17) ayat 85, tidak perlu dibahas-bahas. Srehkan saja kepada Allah mau dikasih sorga ke’, mau dikasih neraka ke’ sama-sama kami terima kasih kepada Allah.
    Wasalam, Soegana Gandakoesoema, Pembahari Persepsi Tunggal Agama millennium ke-3 masehi.

    Suka

  6. GISKA said

    bagus isinya,,,,,,
    🙂

    Suka

  7. Hehhehee…

    Saya suka teori pokoke ini…

    Agama menyuruh kita pake akal, tapi ya jangan kebablasan. Tidak semua hal bisa dijelaskan dengan ilmiah, karena otak manusia itu terbatas.

    Ya kan?

    @
    Ha…ha…ha… pokoke… teori ngotot… teori mau menangnya sendiri… prakteknya orang yang tak mau mendengar dengan telinganya, melihat tapi hanya yang mau dilihat, membaca hanya yang mau dibaca, menerima apa yang dia anggap benar saja….

    Betul… Agama menyuruh kita memakai akal… dan jangan kebablasan. Pertanyaannya : penggunaan akal sampai mana dan seberapa banyak sampai pada posisi kebablasan?. Menjelaskan sampai batas empirikal dan yang tak terjelaskan, lalu kemudian manusia tetap berusaha menjelaskan :APAKAH ITU YANG DISEBUT AKAL YANG KEBABLASAN?.

    Nafsu dan amarah mencapai batas kebablasan ketika melewati batas toleransi yang menyebabkan terjerumus pada satu kondisi yang tidak bisa dikendalikan. Akal bekerja melewati semua batas-batasnya. Akal menjelaskan yang ilmiah dan tidak ilmiah. Apakah “akal”nya yang kebablasan ataukah nafsu dan prasangkaannya yang kebablasan… 😀

    Suka

  8. […] Soal benar atau tidak, jangan tanya.  Saya percaya seeh bahwa air bereaksi terhadap do’a.  Karenanya, ada hadis yang bilang kalau berwudlu biasakan jangan disapu pakai handuk airnya.  Air itu biar saja mengering di wajah.  Air juga bereaksi terhadap rasa marah, air juga bereaksi terhadap kekotoran sikap.  Air bisa senang bisa gelisah, atau apa saja.   Yap, mungkin-mungkin saja.  Aksi reaksi bukan hanya pada hal-hal besar, partikel-partikel selevel foton juga memiliki nama dan karakteristik tertentu.  Jadi, penemuan mengenai molekul Zam-zam yang indah itu, ya logis-logis saja… Juga kan ada hadisnya bahwa air zam-zam adalah air yang menyembuhkan.  Pokoknya air zam-zam is the best deh ! 🙂  (kalau sudah pakai Pokokke, sudahlah… jangan berbantahan lagi). […]

    Suka

  9. haniifa said

    @Soegana
    Haniifa Pokoke”Selalu mohon petujuk Allah, Insya Allah dapat sorga”
    Soegana Pokeke”Keukeuh memilih jalan mau dikasih neraka ke”
    Gimana mas …setuju ? 😀

    @
    ha…ha…ha… pokoke kalau mohon petunjuk tapi kagak mau melaksanakan petunjuk, pokoke surga masih tanda tanya…?
    pokoke.. sebanyak apapun amal saleh, kalau dibandingkan dengan rahmat dan kasih sayangNya yang diberikan pada manusia, tidak cukup sebagai tiket masuk surga.
    pokoke… mohon ampunlah dari segala salah dan mohon ampun dari sesama saudara seiman dan handai taulan dan beramal itu boleh jadi sudah lumayan sebagai tiket …
    pokoke.. mas Haniifa harus setuju… 😀
    saya juga setuju ya.. 😀

    Suka

  10. […] sih.. kalau sudah pokoknya atau pokokke… semua diskusi akan berhenti, semua keniscayaan akan berhenti pada satu keniscayaan.  Jadi, […]

    Suka

  11. […] Pokoke, hasilnya bisa dipercaya dan mendekati angka yang akan dicapai dari 561 ribu TPS yang ada.  Wah kalau begitu asyik juga ya.  Daripada mengeluarkan uang banyak-banyak untuk membiayai pemilu 2009 sebesar Rp 128 ribu per pemilih atau mencapai Rp 47,9 Trilyun maka gunakan saja quick count, maka biaya bisa ditekan hanya kurang dari Rp 1 Triliun saja dan sisanya yang 46,9 Triliun digunakan untuk membunuh kemiskinan, menambah biaya untuk menggratiskan sekolah.  Pokoknya membangun dan membangun.  Bukan untuk bancakan.  Mengapa, karena biaya untuk mendapatkan calon DPR yang waras, cukup 0,07% saja dari biaya demokrasi. […]

    Suka

  12. […] “Bagaimana kalau hanya mengandung sedikit saja bahan haram?”.  Sama saja !.  Sedikit atau banyak,  poke’e… bla…bla…bla… […]

    Suka

  13. […] ini , kebiasaan untuk “pokoknya” maka tidak ada lagi yang bisa dipikirkan. Kemampuan berpikir independen dikunci mati dengan […]

    Suka

Tinggalkan komentar