Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Sepeda Nabi Adam

Posted by agorsiloku pada Januari 20, 2007

Pak Ustad kami menjadi tour leader aktif dalam perjalanan kembali ke tanah air. Berkisah banyak tentang isi kota Jeddah, tentu hanya yang baik-baik saja. Orang Indonesia paling pinter memberikan nama-nama pada lokasi yang menarik. Seperti Pasar Seng, yang kenal penamaan ini, hanya orang Indonesia saja. Entah kalau bangsa lain. Begitu juga waktu sampai di Jeddah dan kami ikuti seight seeing (city tour) kota Jeddah yang memiliki taman dan jalan-jalan yang lebar-lebar. Di sana banyak dijumpai berbagai taman dan hiasan-hiasan seperti kita melewati tugu tani. Berbagai menara, hiasan taman, dalam ragam bentuk ditampilkan. Tampak sekali, kota Jeddah kemakmurannya. Taman yang indah dengan ragam bentuk bangunan dan hiasan taman di sepanjang tepi Laut Merah menarik untuk dikunjungi.

Kami sholat dhuhur di Mesjid Terapung. Disebut terapung, karena dibangun di tepi pantai di atas tiang pancang beton. Kalau air pasang, tiang penyangganya tidak tampak dan air laut akan sampai ke tepi batas bangunan mesjid. Karena itulah disebut Mesjid Terapung. Nama aslinya sendiri adalah Mesjid Rahmah. Jemaah Indonesia, ber bis-bis, sebelum masuk ke Bandara Jeddah banyak yang memanfaatkan waktunya di sana. Pedagang juga banyak. Penjual sate khas Indonesia, lengkap dengan bumbu kacangnya terdapat di sana. Dengan lima real, kalau tak salah, maka kita dapat nikmati sate dengan lontong.

Sepeda Nabi Adam adalah salah satu tugu di taman kota, entah di bagian mana. Tapi, begitulah dinamai oleh Jemaah Indonesia. Kenapa dinamai demikian, entahlah. Mungkin karena sepeda kuno itu begitu besarnya. Monumen Sepeda Nabi Adam tidak terlalu istimewa, hanya namanya saja yang istimewa. Saya tidak tahu, kapan nabi Adam memakainya?, juga apakah dibawa dari Surga oleh sang Nabi. Apakah juga dipakai bersama Siti Hawa jalan-jalan dengan sepeda itu?. Just kidding ya…

Plaza Al Qurnis/Gazza/Al Balad adalah pusat kota Jeddah untuk menghabiskan real terakhir yang dimiliki kalau masih ada untuk oleh-oleh ke tanah air. Saya sendiri tidak begitu banyak berkepentingan dengan urusan oleh-oleh ini (emang sih, itu urusan isteri dan mertua saja). Tapi, kami memang tidak membawa barang tentengan pulang berlipat beratnya dengan saat berangkat. Nyaris sama saja, dengan sedikit tambahan kurma (setengah kg) dan coklat, beberapa sejadah ukuran dobel kuarto, sedikit makanan kaleng. Kok nggak banyak?. Emang bekal kurang?. Kurang sih tidak, banyak juga nggak. Tapi, karena tinggal di Jkt sebagian sudah dibeli di Jakarta saja. Toh yang kami lihat di Jakarta (Tanah Abang) juga sama juga barangnya dengan yang kami jumpai di Mekkah, Madinah, atau Jeddah. Lagian, kami ini sudah orang kota sih (nyombong ya). Tinggal di ibukota. Jadi, kalau nanti kurang oleh-olehnya, ya tinggal meluncur saja ke Tanah Abang lagi. Siapa sih bisa bedakan beli di sono atau di sini. Mbo’ ya barangnya sama. Jadi, ngapain terlalu repot.
Begitu juga teman seperjalanan, punya kelakuan yang sama. Banyak sebenarnya yang diceritakan oleh tour leader kami yang sederhana ini. Namun, karena semua tidak sempat tercatat lagi, ya jadi terlalu sedikit yang diceritakan.

Usai city tour, kami menginap di Hotel Kakky. Di hotel inilah kami merasa untuk pertama kalinya kembali pada kemegahan dunia yang penuh tipu daya ini. Hotel ini memiliki fasilitas yang baik dan standar dan dipenuhi. Meskipun, hanya satu hari. Makan pagi model continental membuat kami menjadi riya kembali, makan siang juga oke buanget. Kami tidak diperlakukan seperti terompah usang. Kenapa begitu, mungkin karena Jeddah sebagai kota international memiliki standar hotel yang sudah lebih baku.

Jam 14.00 dari Hotel Kakky, keesokan harinya kami menuju Bandara King Abdul Azis, Nanti jam 21.00 pesawat Garuda akan membawa kami ke tanah air. Ketika mendarat, terasa gigi bawah belakang mulai berdenyut-denyut lagi. Memang sebelum berangkat, gigi belakang saya berlubang dan nyeri. Kumur-kumur pakai obat kumur dan air garam, beberapa hari menjelang berangkat lumayan membantu. Karena itu, saya juga bawa garam ke Mekkah untuk jaga-jaga. Rasanya berkumur pakai air garam dicampur air hangat lebih afdol dari pada dengan obat kumur. Tapi, selama di tanah suci hampir sebulan, tidak pernah garam yang dibawa dipakai. Tidak mengalami sakit gigi sama sekali, tapi ketika pesawat sudah menjejakkan roda-rodanya ke landasan, kaki sudah melangkah di pelataran bandara, maka gigi yang ngilu itu datang lagi. Mengingatkan agar, rajinlah bergosok gigi dan pergilah segera ke dokter. Saat ini ditulis, satu lubang gigi sudah ditambal, tinggal satu lagi.

Alhamdulillah, Puji syukur ya Allah, selama di rumahMu, sakit gigiku, Engkau tahankan.

(Catatan Perjalanan Hajj 16)

10 Tanggapan to “Sepeda Nabi Adam”

  1. bahtiar said

    nabi numpak sepeda to 🙂

    @
    🙂 namanya juga jamaah Indonesia, main gampang saja memberikan atribut….

    Suka

  2. tities said

    aku punya foto sepedanya nabi adam
    ada yang berminat barter dengan foto mobilnya jin iprid…

    Hub : saya mas is: 081329552000
    ngeri nda…

    @
    Mobil jin iprid?… Siapa iprid?…. 😀

    Suka

  3. to_onk said

    eh,gue mah bisa bilang “EGP”

    Suka

  4. BUDI said

    GW : salam budiarto
    tinggal : kroya , gangdamar

    eh kamu yang namanya tities gw jelasin jin iprid itu jin.
    udah gitu aja ye.!

    sea you…

    Suka

  5. pembela dari budi said

    eh kok ga ada yang nyaut sih omongannya budi tadi , kan kasihan udah capek2 ngasih koment.buat loe2 pd. jawab dongs tities!

    Suka

  6. dani said

    memang benar ya sepeda nabi adam itu…???

    Suka

  7. 'abdullooh said

    Masa’ nabi Adam dibuat bahan bercanda?takutlah kepada 4JJI.Misalnya tentang sepeda dibawa oleh nabi Adam dr surga dsb.

    Suka

Tinggalkan komentar