Sains-Inreligion

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Memilah dan Memilih Takdir

Posted by agorsiloku pada Desember 10, 2006

Nasib dan takdir, qadla‘ dan qadar, sunatullah adalah kata-kata yang erat kaitannya dengan pikiran dalam kehidupan ini. Kita harus beriman pada qadla’ (keputusan) dan qadar (ukuran-ukurannya). Taqdirullah (takdir Allah) dipahami sebagai ukuran dari sesuatu yang telah ditentukanNya. Tidak ada sesuatu apapun yang dapat mengubah takdir, kecuali karena kehendakNya. Ya, tidak bisa harga mati dong. Kalau tidak ada sesuatu apapun yang bisa mengubah takdir, maka pikiran kita telah membatasi kehendakNya. Sunatullah dipahami sebagai hukum-hukum dan ketentuan Allah. Lalu bagaimana posisi nasib. Kalau memang sudah bernasib buruk? Ya, bagaimana lagi !. Ini kan sudah memang takdir Allah. Walah, campur aduh deh.

Kata nasib dalam ayat Al Qur’an, antara lain berposisi pada mengundi nasib dengan anak panah (QS 5:3, QS 5:90). Mengundi nasib dapat dipahami di situ ada pilihan-pilihan (mendapatkan nasib baik atau nasib buruk). Kadar dikaitkan dengan ukuran-ukurannya, kesanggupan. Qadla dipahami sebagai keputusan/ketentuan. Lalu, secara keseluruhan, bagaimana kita memahami hukum-hukum Allah ini (sunatullah)?

Allah telah menetapkan bahwa kuark adalah partikel terkecil (anggap saja begitu) atau air itu adalah gabungan dua atom hidrogen dan satu atom oksigen (H2O). Ini adalah ketentuannya (qadla’). Ukurannya sekian-sekian (qadar). Dalam pengertian yang lebih luas. Begitulah manusia juga, ditentukan misalnya sebagai laki-laki, sekian kemampuannya, segitu kecerdasannya, lahir dimana, besar dimana, dan matinya tanggal sekian, jam sekian, detik kesekian. Tak ada yang mengubah ketentuan ini, kecuali atas kehendakNya.

Perubahan atas takdir.

Takdir mengalami perubahan, dari satu ukuran ke ukuran lain. sperma menjadi manusia melalui sebuah proses, buah menjadi pohon dan berbuah lagi. Perubahan-perubahan ini saya pahami sebagai perubahan atas takdir. Perubahan itu sendiri takdir, berubahnya sendiri adalah takdir, ukurannya sendiri adalah takdir, kemanapun perubahan terjadi, ke situlah takdir. Karena itu pula takdir dipahami sebagai sunatullah. Hukum-hukum Allah yang kekal. Tidak berubah, telah ditetapkan. Kekal dalam pengertian sempit manusia. Kekal dalam alam dunia/semesta.

Manusia, diberikan kesempatan untuk mengubah nasibnya atas dasar melakukan pilihan-pilihan atas takdir. Mau pergi dari Bandung ke Jakarta, naik mobil, kereta api, pesawat adalah pilihan. Setiap pilihan memiliki takdir masing-masing, mengikuti hukum yang kemudian dikenal sebagai kaidah-kaidah ilmu.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan atas takdir. Yang ada adalah pilihan-pilihan atas takdir. Mengundi adalah pilihan atas takdir yang dilarang oleh Allah.

Dengan pengertian ini, maka nasib adalah satu pilihan yang diambil manusia atas pilihan-pilihan takdir yang diberikanNya. Manusia, dengan kadarnya tidak bisa/tidak mampu untuk memindahkan jasadnya seketika untuk menjadi burung lalu terbang. Karena itu pula, harus kita pahami pula bahwa pilihan-pilihan takdir bagi manusia juga dibatasi. Artinya, berada pada batasan kehendakNya.

Jadi, jangan kita aduk-aduk, kalau kalau berjudi, kita katakan memang sudah takdir!. Karena, pilihan yang diambil (nasib) bukan yang ‘diinginkan’ Allah, tetapi pilihan manusia atas takdir yang dipilihnya. Pelaksanaan judi itu sendiri berada dan mengikuti kaidah-kaidah hukum alam (sunatullah).

Allah memperkuat iman, dan pilihan-pilihan kita atas takdir dengan istilah yang kita sebut hidayah. HidayahNya diberikan kepada kita, murni menjadi hak perogatif Allah. Karena itu pula ditegasi, ”tugasmu hanyalah menyampaikan”, bukan memaksakan. Kalau Allah menghendaki, niscaya semua akan beriman (QS 13:31).

Perubahan Nasib.

Nasib dipilihkan pada manusia, ummat, kaum, bangsa atas pilihan mereka sendiri. Allah tidak akan mengubah sebelum mereka melakukan perubahan atas nasibnya sendiri (QS 8:53).

Namun, kalau memang begitu, mengapa ada peristiwa-peristiwa di masa lalu dan masa depan yang telah dinukilkan memang begitu. Di masa sebelum Al Qur’an diwahyukan ada kaum-kaum yang dimusnahkan Allah. Juga ada hadits yang ‘menjelaskan’ peristiwa-peristiwa di masa depan akan begini-akan begitu. Kalau begitu, bukankah mereka sudah ditakdirkan bakal begini, bakal begitu. Bakal ingkar, bakal beriman, bakal masuk surga atau neraka?. Jadi, apalah daya, Allah sudah menetapkan begitu!?.

Lho, kok fatalis begitu. Bagi Allah, tentu tidak ada masa depan yang tidak diketahuiNya. Seluruh peristiwa, bahkan selembar daun yang jatuh di kegelapan malam ada dalam pengetahuanNya. Kalau sampeyan melempar bola, sebelum bolanya tiba di sasaran, bisakah memperkirakan kemana bola itu akan tiba?. Tentu bisa, untuk beberapa kemungkinan terdekat. Bagi Allah, tentu tidak akan ada masalah untuk tahu akhir dari seluruh perjalanan alam semesta ciptaanNya. Karena itulah, Allah mengabarkan pula apa yang terjadi di hari Kebangkitan nantinya.

Dimanakah peranan do’a.

Dapatkah kita mengubah posisi takdir. Jawabnya tidak. Kecuali tentunya, Allah melakukan perubahan atas takdir. Pada posisi ini, manusia tidak bisa mengenali takdir. Manusia hanya bisa memahami ujung dari peristiwa itu, tidak pada prosesnya. Karena proses perubahan atas takdir adalah mengubah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dan ditetapkan pilihan takdir yang baru. Nabi Ibrahim dibakar, orang mati dihidupkan, kelahiran nabi Isa, perjalanan Junjungan ke Sidratul Muntaha adalah ketetapan baru yang mengubah takdir manusia. Mengapa perubahan itu tidak bisa dijelaskan?. Salah satu di antara kemungkinannya adalah karena aturan hukumNya diubah. Manusia hanya diberikan akal sepanjang pengenalan pada ilmu pengetahuan, di luar itu, maka sebagian kekuasaan Allah tidak mungkin dapat dipahami.

Di situlah, boleh jadi do’a berkomposisi, berintegrasi, berkontempolasi dengan pilihan-pilihan atas takdir. Pergeseran-pergeseran atas takdir dari doa dan usaha menggeserkan pilihan-pilihan atas takdir pada pilihan kehendakNya.  Karena itu pula, tidak sedikit ayat yang mengabarkan :”Jika Allah menghendaki…”

Dan tampak jelas, karena pilihan atas takdir itu adalah pilihan manusia yang diberikanNya, maka wajar saja bahwa Allah memberikan peringatan atas pilihan-pilihan itu. Mau jalan yang lurus atau melenceng. Silahkan ambil resikonya. Manusialah yang berani mengambil pilihan ini.

Allah Maha Pengampun, dengan ampunan tanpa batas. SesungguhNya Allah maha penerima taubat. Jadi, ketika manusia melakukan pilihan yang keliru. Masih diberikan kesempatan untuk bertaubat, sampai waktunya tiba. Tapi, yang satu itu saja yang tidak akan.

Astagfirullah, Ya Allah ampunilah hambaMu ini.

Wallahu’alam.

12 Tanggapan to “Memilah dan Memilih Takdir”

  1. passya said

    Katanya sih… dalam menyikapi fenomena hidup ini ada 3: takdir, sunnatullah dan sya’riah, cmiiw.
    takdir, mati dan kapan itu sudah ditetapkan Allah dalam ‘buku riwayat hidup’ kita. sunnatullah, matinya tertabrak kereta api atau karena aidsa dalah hukum alam siapa yang tidak mati ketabrak kereta selain orang panjang umur dan syaria’at-nya, disinilah ditentukan benar tidaknya mati itu, apa karena teledor, diluar kuasa atau malah bunuh diri? apakah aids didapat karena turunan, di luar sepengetahuan kita atau karena ‘jajan’ dan ‘make’.
    btw, cmiiw

    Suka

  2. agorsiloku said

    Semisal catatan itu adalah tahun sekian, bulan sekian, tanggal sekian, jam sekian, dan detik sekian koma sekian. Pilihan manakah yang akan terjadi sejak ditetapkan garis kejadian awal (lahir) sampai pada waktu akhir kejadian (mati). Apakah kematian tiba karena sebab yang ditampakkan pada kita ataukah kematian tiba karena waktu sekian sudah tiba?. Wallahu ‘alam.

    Suka

  3. kakilangit said

    Menurut pemahamanku yang sangat pendek ini, memang benar kalo semua hal yang terjadi di muka bumi ini diketahui oleh Allah. pun dengan perjalanan hidup seseorang, walaupun dia itu seorang pendosa. akan tetapi bukankah hal itu merupakan tindakan yang tidak adil jika sejak awal Allah sudah menetapkan kalo dia bakal jadi pendosa yang nantinya diganjar dengan neraka?
    nah kalo menurut pemikiranku yang cekak ini, Allah menentukan sifat dan sikap dari semua orang. hal ini senada dengan analogi melempar bola yang mas sampein. karena kita bisa tahu bola akan nyampe dimana kalo kita tahu sifat2 bola itu (massa, diameter, dsb) dan juga sifat2 dari entitas diluar bola yang nantinya mempengaruhi bola itu (arah angin, kelembapan, gravitasi, dsb). Sehingga dengan menentukan sifat2 setiap orang, Allah bakal bisa mengatur dunia ini sesuai dengan skenario yang diinginkan-Nya, tanpa harus menjadi tidak adil karena telah menentukan ending seseorang.
    Wallahua’lam
    @
    Mas Kakilangit (wah nama ini seperti Kaki Langitnya Majalah Sastra Horizon, apa ada relasinya?)…
    Ada yang sama antara kita, sama-sama berpemahaman pendek. Gpp kan, namanya juga belajar. Saya sih percaya, apapun telah diketahuiNya, bahkan daun yang jatuh di kegelapan malampun… (QS 6:59). Namun pada setiap manusia Allah menyampaikan :

    maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (QS 91:8)

    Jadi dalam mengelola kebebasannya, jelas dia memiliki pilihan. Dan pilihan yang diridhaiNya, disampaikan :

    Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringatan, maka barangsiapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. (QS 76:29)

    Pada setiap perjalanan manusia, saat ke saat Allah melalui ayat-ayatnya, melalui apa saja yang Dia kehendaki, juga untuk kita seperti yang disampaikan agar Nabi Musa menyampaikan kepada Fir’aun. Begitu juga kita, kayaknya pada setiap langkah, kita disuruh memilih yang dalam pemahaman kita sehari-hari resiko dari perbuatan baik atau buruk, selalu ditunjukkannya sebelum kita mengambil keputusan.

    maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut. (QS 20:44)

    Karena, saya berpikir, itulah skenarioNya. Skenario kebebasan manusia. Jadi manusia kagak bisa tuh keluar dari skenario itu. Misal, manusia bisa menghilang atau berganti rupa dalam 1 detik, atau pindah ke mana saja seperti melalui pintu “Kemana Saja” Doraemon. Perubahan bisa terjadi, kalau Allah menghendaki berbeda. Setidaknya, baru sampe segitu pengertian agor.

    Mengenai cerita bola itu, menjelaskan juga mengapa Allah menjelaskan kejadian di masa depan (hari Kiamat). BagiNya, tentu tidak ada masa depan yang tidak diketahuiNya (Mahamengetahui) akhir dari setiap perjalanan manusia, dengan ukuran yang teliti. Saya berpikir bahwa Allah tidak pakai teori statistik. Setiap kejadian adalah unik dan hanya satu-satunya, kalau hambaNya meminta, Allah akan mengabulkan. Tentu saja dengan persyaratan yang juga Allah tegaskan.
    Wass

    Suka

  4. […] bukankah kejadian apapun yang menimpa kita adalah kehendakNya?”. Beliau menjawab :”Saya pindah dari satu takdir ke takdir yang lain?”. Maksudnya, Nabi menghindari tertimpa dinding yang akan rubuh tersebut. Mencari tempat yang […]

    Suka

  5. gatti said

    takdir..
    suatu yang semu dan indah, tapi yang paling menarik ialah, itu merupakan gagasan spesifik dari suatu konteks relegius yang menyatakan bahwa takdir itu ada seada adanya waktu dan ruang, jadi menurut saya apa apa yang ada diluar konteks ruang dan waktu maka ia tidak ada kaitannya dengan takdir… yaitu AllaH..
    apa yang terjadi sudah seharusnya terjadi dan itupun sangat mudah dan terlihat oleh yang maha kuasa.. jadi tenang, obyekstif dan positiv adalah jalan yang paling terang dan halus

    @
    thx infonya, di luar ruang waktu, dimensi n ?, memang sulit dijelaskan dengan kotak berpikir kita, seperti kita menjelaskan wujud bilangan akar -1.
    Sesuatu yang terjadi adalah yang seharusnya terjadi, kadang kita berpikir paralel juga. yang seharusnya terjadi adalah pilihan dari kejadian dari sejumlah pilihan kejadian yang mungkin terjadi.
    Tapi ribet juga mikir kesana ya… Salam, agor

    Suka

  6. Anonim said

    takdir? bukankan itu yang telah terjadi. dan tak seorangpun yang dapat merubahnya…karena itu memang sudah terjadi, hali ini mementahkan pendapat konyol orang2 barat bahwa kita bisa pergi ke Masa-Lalu!! konyol khan
    sedangkan yang belum tejadi …khan belum TAKDIR namanya, memang benar kita hanya diberi pilihan olehNya semisal dari Surabaya pergi ke Jakarta menggunakan sepeda, bus, KA atao yang lain.. tetapi di situlah peran do’a! yang saya maksud bukan hanya do’a secara lisan saja tetapi seluruh aktivitas kita dengan tujuan baik adalah perwujudan dari ikhtiar suatu do’a!
    oleh karena itu, pilihan itu selalu di berikan Allah kepada kepada kita (misalkan halnya pada suatu ujian kita mendapatkan pertanyaan dengan jawaban yang telah tersedia A, B, c atao D) hal ini juga yang kadang tidak kita sadari munculnya pilihan jawaban A B C dan D adalah berasal dari proses kehidupan kita sendiri, jawaban tersebut akan muncul dengan sendirinya bahkan kita bisa memperoleh pilihan jawaban tidak hanya A B C dan D saja, bahkan E F G dst ataupun bahkan kita hanya memperoleh pilihan jawaban A dan E saja , bahkan tidak sama sekali.
    Surga adalah TAKDIR
    Neraka adalah TAKDIR
    dan penghuni keduanya adalah TAKDIR
    tetapi….apakah ‘nama anda” adalah takdir untuk masuk ke salah satunya! BELUM TENTU….Allah merubah keadaan nasib suatu kaum, apabila kaum tersebut berkeinginan merubahnya….dan ingatlah salah satu yang yang bisa mengguncang ARS adalah DO’A!!

    @
    Mas Anonim,
    takdir? bukankan itu yang telah terjadi. –>
    saya sendiri, jujur saja, tidak begitu banyak mengerti. Bahkan termasuk apa yang disebut sebagai kejadian itu sendiri.
    Disebut “telah” terjadi, sangat tergantung acuannya. Fisika kuantum bisa mengatakan kejadian “telah terjadi” dan pada saat yang sama “belum terjadi” atau “tidak pernah terjadi”. Kemudian, keduanya terumuskan secara matematis. Relativitas waktu menjelaskan begitu.
    Allah merubah keadaan nasib suatu kaum, apabila kaum tersebut berkeinginan merubahnya –> juga adalah pilihan-pilihan atas takdir.

    Allah menjelaskan kejadian-kejadian saat hari kehancuran, saat hari kebangkitan, Nabi Muhammad mengalami (baca : melihat) kondisi ummatnya di hari-hari itu. Pertanyaannya kemudian : Dimanakah masa depan terlihat?

    “Kembali ke masa lalu” adalah kisah fiktif Arnold dalam Terminator. Nabi Khidir membunuh seorang anak umur belum genap 10 tahun, membolongi kapal (perahu) karena alasan peristiwa yang terjadi di masa depan. Tidakkah kisah ini mirip dengan mengubah masa lalu untuk sebuah masa depan?.

    Salam, agor

    Suka

  7. kakilangit said

    maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (QS 91:8)

    weh…berarti Allah sudah menentukan jalan yang buruk ataupun jalan yang baik buat semua manusia ya…ibartnya Allah udah ngasih peran jadi antagonis ato protagonis, n manusia yang bakalan memilih itu. walopun setiap individu itu independen dalam memilih, akan tetapi untuk masing2 pilihan pasti ada kaitanya dengan pilihan individu lain. sangat kompleks dan rumit, dan hanya Allah yang bida melakukan hal itu. matur nuhun bang Agor..

    @
    berarti Allah sudah menentukan jalan yang buruk ataupun jalan yang baik buat semua manusia ya –>
    mungkin lebih tepat dari ayat itu, Allah memberikan kesempatan manusia untuk mengambil pilihan pada jiwa, mau fasik atau takwa. Keduanya berjalan dalam sunatullah. Seperti penjelasan Mas Kakilangit, tapi kata “sudah menentukan” usul agor diganti menjadi “pilihan untuk menentukan”…
    Rumit dan Kompleks, betul… sangat rumit dan kompleks, karena resultante kejadian demi kejadian berjalan begitu halusnya sehingga tidak terjadi loncatan peristiwa. Semuanya mengalir begitu sempurna dan mempengaruhi.
    Subhanallah ya. Terimakasih juga Mas Kakilangit, sudi berkunjung ke blog ini….

    Suka

  8. joerig said

    Raja Iblis pernah ngomong sama aku … “…Dunia ini sinetron, malaikat jadi protagonis, iblis jadi antagonis..sedangkan manusia jadi pionnya…” — gimana menurut pak Agor ?

    @
    Yang agor tahu, ayat Al Qur’an bilang terhadap dunia ini :
    QS 6. Al An’aam 32 : Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?

    Oom Raib bilang ..”Dunia ini sinetron” —> apakah bisa dijadikan pendekatan sebagai “main-main dan senda gurau belaka”?

    Wah Mba, saya kurang memahami protagonis, antagonis, dan manusia pionnya. Sungguh !. Entah apa rencana Raib dengan penjelasannya.

    Saya juga belum paham apakah yang dimaksud pion (tidak berdaya?), malaikat disisi kebaikan, iblis lawannya?.

    Namun, dalam cerita dan pandangan begitu, barangkali kalau kehidupan itu diyakini berhenti setelah mati, bisa disepakati. Tapi bila berlanjut ke kampung akhirat, mungkin perlu dipikirkan lebih lanjut ya. Yang saya tahu juga, Jin dan Malaikat dibuat dari bahan berbeda, jadi tidak berada dalam kesetaraan wujud, sehingga elaborasi boleh jadi agak berbeda. Namun, yang saya bisa pahami, manusia adalah subjek (khalifah dibumi ini atas penerimaan tawaran dari Allah), jadi bukan pion yang bergerak terserah pro/anta(gonis)nya. Saya akan coba pahami kembali apa yang di”tawarkan” Pak Raib.
    Salam, agor

    Suka

  9. aricloud said

    assalamu’alaikum mas agor

    dengan bahasa yang berbeda, saya ingin melengkapi tulisan mas agor di postingan saya :

    Bisakah Takdir Diubah?

    @
    😀 saling melengkapi. Waktu adalah juga perubahan yang terdefinisikan. Tanpa perubahan, waktu tak nampak.

    Suka

  10. […] Kejadian itu anak itu mendorong orang tuanya sesat tidak terjadi, karena dalam perjalanan anak itu, Allah telah memberi petunjuk kepada Nabi Khidir untuk memutuskan perjalanan si anak itu–>si anak masih suci kan?, menjadi masuk surga kan?. Insya Allah. Orang tua anak itu tidak sesat kan?, karena perjalanan hidupnya di potong karena dibunuhnya si anak. Artinya : pilihan takdir orang tua sesat berubah menjadi orang tua yang tidak tersesat. Jadi jelas kan, takdir adalah sebuah pilihan dari sejumlah pilihan yang mungkin terjadi. […]

    Suka

  11. […] beredar di negeri Jiran mengulas dan mempertanyakan : Perlukah Memilih Takdir. Satu pertanyaan yang saya jadi ragu mengelaborasinya, karena memang ada beberapa pandangan dalam cara kita melihat […]

    Suka

  12. joul said

    Takdir itu, jika manusia diibaratkan hardware, adalah firmware tubuh dan sifat manusia.

    Seperti yang kita ketahui, sekarang ini dengan teknologi yang canggih kita bisa memilih

    seperti apa anak yang akan dikandung dalam rahim para istri….

    Dengan teknologi, dna kita bisa dimanipulasi. Karena di dalam kromosom itulah, dna

    berada, dan pada DNA itulah dicatatkan oleh Allah batasan-batasan (takdir) setiap

    individu. Selebih dari itu, nasiblah (cara manusia mamahami diri hingga memilih jalan

    hidupnya) yang akan menentukan ia akan mati sekarang, besok, atau lusa…

    Dalam DNA tercatat penyakit bawaan, sifat (kepribadian) bawaan, dan batasan-batasan

    lainnya.

    Seperti contoh:

    1. Saya ditakdirkan memiliki sistem metabolisme tubuh yang lambat, hingga jika saya makan

    nasi sepiring penuh, peningkatan berat badan saya akan sama dengan, mereka yang

    ditakdirkan memiliki metabolisme tubuh yang cepat memakan 2 piring nasi penuh.

    2. Saya ditakdirkan Allah SWT mempunyai sifat amarah dan dendam yang berlebihan, hingga

    saat saya marah, seolah2x ingin dan bahkan dapat membunuh manusia lain, tapi jika saya

    memilih bersabar…, nasib saya akan lebih baik, karena tidak membunuh orang lain.

    3. Saya ditakdirkan Allah SWT memiliki sifat putus asa yang besar hingga sedikit saja

    rasa kecewa dan malu karena satu kegagalan dapat membuat saya merasa putus asa dari

    rahmat Allah SWT hingga karena malu dengan manusia lain, saya nekad membunuh diri

    saya….
    Tapi jika saya bersabar, yang memohon perlindungan Allah, akankah saya membunuh diri

    saya?

    4. Saya ditakdirkan oleh Allah selalu meremehkan orang lain dan tidak peduli pada

    lingkungan sekitar…
    Hingga saat melintasi rel kereta api masa bodoh hingga kereta menabrak kita…
    hingga saat menyebrang jalan, mengendarai sepeda motor atau mobil, egois, tidak sabar,

    tergelincir jatuh dsb sehingga celaka

    5. Saya ditakdirkan memiliki sistem tubuh yang kurang baik (saya tidak tahu ukurannya)

    jika karena konsumsi makanan tertentu, kolesterol akan meningkat, atau,

    6. Karena sistem tubuh tadi, pankreas tak memproduksi insulin, atau kelebihan partikel

    bebas hingga menyebabkan kanker… dsb…
    sehingga jika karena gaya hidup tertentu kita bisa terbunuh karena kelalaian kita yang

    hidup serba berlebih tidak dalam aturan2x yang disebut oleh Allah dengan kata

    cukup/sederhana/tawadu…

    Mungkin bagi orang awam seperti saya seperti itulah takdir dan nasib yang diatur oleh

    Allah SWT. Allah hanya menentukan Ukuran (takdir) sementara manusialah yang menentuan

    nasibnya… Wallahu Alam…

    Jadi, seperti firman Allah yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu

    adalah tidak baik, karena Allah telah menentukan batasan-batasannya.

    Artinya jika jika ingin panjang umur tinggal menahan semua itu dong, bersabar, jangan

    lalai, hati-hati kalo makan, rajin berolahraga, atau sholat lima waktu dan sholat sunat

    rawatibnya sebagai pengganti olahraga de el el….

    Sepertinya gak begitu, karena tubuh ini ada masa ausnya, dan masa ausnya itu dah

    ditentuin oleh Allah lewat takdirnya atau firmwarenya…

    Bisa saja Allah memanjangkan masa hidup seseorang dengan meng-upgrade firmware individu

    tersebut… Wallahu Alam…

    Suka

Tinggalkan komentar